BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

1 dari 8 26/09/ :15

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kualitas dan kuantitas kejahatan dewasa ini. Pemasyarakatan (lapas). Meningkatnya jumlah penghuni lapas mengakibatkan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. membangun sistem hukum sendiri. Secara teoritis-konseptual, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan, Pasal 9 Ayat (1) yang menegaskan : Pasal 2 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

Institute for Criminal Justice Reform

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. Salah satu fungsi Lembaga Pemasyarakatan adalah melaksanakan fungsi pembinaan yang merupakan proses sistem pemasyarakatan sebagai realisasi pembaharuan pidana yang dahulu dikenal penjara juga merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang memandang narapidana sebagai: makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. Pelaksanaan pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan bertujuan agar narapidana menjadi manusia seutuhnya, sebagaimana telah menjadi arah pembangunan nasional, melalui jalur pendekatan memantapkan iman dan membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya. 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam penjelasan umumnya memuat pernyataan bahwa tujuan pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana dan anak pidana untuk 1 Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan, 2005, Buku Pedoman Pembebasan Bersyarat, Jakarta: Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, hal.1. 1

2 menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. 2 Sebagai sebuah lembaga pembinaan sekaligus institusi penegak hukum, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) menjadi bagian Integrated Criminal Justice System. Selain peranannya sebagai penegak hukum, Lembaga Pemasyarakatan memiliki peranan strategis dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mandiri, bertanggung jawab, berkualitas dan bermartabat. 3 Sejalan dengan peran Lembaga Pemasyarakatan tersebut, maka tepatlah apabila Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan dan pengamanan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam undangundang ini ditetapkan sebagai Pejabat Fungsional Penegak Hukum. Selama menjalani proses pemasyarakatan narapidana diberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian yang intinya adalah mengembalikan narapidana ke tengah masyarakat yang baik, percaya diri, mandiri, aktif dan produktif. Dengan demikian kegiatan pembinaan tersebut harus memperhatikan berbagai aspek penghidupan narapidana agar memiliki kemandirian dan kepercayaan diri yang kuat. 4 Seiring dengan kian 2 Sudaryono & Natangsa Surbakti, 2005, Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 320. 3 Bambang Supriyono, 2012, Peningkatan Kinerja Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Nusakambangan (Makalah tidak diterbitkan), Semarang: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah, hal. 1. 4 Sismolo, et.al, 2010, Peningkatan Kinerja Bidang Kegiatan Kerja dalam Rangka Terwujudnya Narapidana Menjadi Mandiri pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cirebon, Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, hal. 2.

3 kompleksnya kehidupan masyarakat yang akan dihadapi narapidana pada saat kembali ke masyarakat, peningkatan peran Lapas sebagai wahana pembinaan menjadi pilihan yang paling tepat dan tidak terhindarkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti skripsi dengan judul: PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP PEMASYARAKATAN (Studi di LP Pemuda Kelas II B Plantungan Kendal). B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Membatasi permasalahan dalam suatu penelitian merupakan salah satu hal yang sangat penting guna menghindari terjadinya kekaburan dan penyimpangan terhadap pokok permasalahan, juga mengingat akan kemampuan dan pengetahuan dari penulis yang terbatas. Oleh sebab itu, penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Pemasyarakatan (Studi di LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal). Berdasarkan hal-hal yang telah terurai diatas, maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang filosofis, historis, sosiologis, dan yuridis terbentuknya LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal? 2. Bagaimana langkah-langkah yang ditempuh oleh Petugas LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan? 3. Apakah hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan?

4 C. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Umum Mengenai Pemasyarakatan Penjara adalah bangunan untuk menempatkan para terpidana (penjara); lembaga pemasyarakatan; bui, hal ini erat kaitannya dengan Pasal 10 KUH Pidana, terdiri atas: a. Pidana Pokok; 1) Pidana mati; 2) Pidana penjara; 3) Pidana kurungan; 4) Pidana denda; 5) Pidana tutupan. b. Pidana Tambahan: 1) Pencabutan hak-hak tertentu; 2) Perampasan barang-barang tertentu; 3) Pengumuman putusan hakim. 5 Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sistem Kepenjaraan bercirikan: a. Balas Dendam, b. Penjeraan dan 5 Sudarsono, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: PT.RINEKA CIPTA, hal.350.

5 c. Munculnya institusi rumah penjara, sudah tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan yang berlandaskan Pancasila. Perubahan dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan membawa perubahan mendasar pada pola perlakuan terhadap para narapidana. Sistem pemasyarakatan menempatkan Warga Binaan Pemasyarakatan yang terdiri dari: narapidana, anak negara, dan klien pemasyarakatan bukan lagi sebagai objek pembinaan melainkan sebagai subjek pembinaan dan dipandang sebagai pribadi dan warga negara biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tetapi dengan pembinaan dan bimbingan. 6 Sistem Pemasyarakatan adalah tata perlakuan yang lebih manusiawi dan normatif terhadap narapidana berasaskan Pancasila dan bercirikan: rehabilitatif, korektif, edukatif dan integratif atau suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga Binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. 7 Sistem Pemasyarakatan mengandung prinsip pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan dengan pendekatan yang lebih manusiawi, tercermin dalam usaha-usaha pembinaan berdasarkan sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam rangka membentuk narapidana dan anak didik pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya. Hal ini 6 Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan, Op.Cit, hal.6. 7 Adi Sujatno &Wan Nazari, 2010, Curah Pikir Dua Sahabat, Jakarta: Team 7AS, hal.29.

6 mengandung arti bahwa pembinaan dimaksud merupakan upaya mewujudkan reintegrasi sosial yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana dan anak didik pemasyarakatan baik ia sebagai individu, mahluk sosial dan makhluk Tuhan dengan masyarakat. Pasal 1 butir 2 UU No.12 tahun 1995 menyebutkan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem Pemasyarakatan perlu adanya pendekatan. Pendekatan tersebut dapat dilakukan melalui proses tahapan pembinaan. Dalam setiap tahapan pembinaan narapidana dikenalkan dengan kegiatan-kegiatan dan pada waktunya narapidana tersebut akan diberikan hak-haknya yang telah dijamin dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. Hak-hak yang dapat diberikan kepada narapidana menurut Pasal 14 ayat (1), yaitu: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani;

7 c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. Mendapatkan pelayanan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan; f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hokum, atau orang tertentu lainnya; i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk Cuti Mengunjungi Keluarga; k. Mendapatkan Pembebasan Bersyarat; l. Mendapatkan Cuti Menjelang Bebas; dan m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Tinjauan Umum Mengenai Pembinaan Dalam Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

8 Hakikat dan prinsip dasar pembinaan secara umum warga binaan adalah manusia biasa, ada spesifikasi tertentu yang menyebabkan seseorang menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan, maka dalam pembinaan mereka harus menerapkan prinsip-prinsip dasar pembinaan. Menurut Harsono, prinsip-prinsip dasar tersebut terdiri dari 4 (empat) komponen pembinaan, yaitu: (1) Diri sendiri, narapidana itu sendiri, (2) Keluarga, adalah anggota keluarga inti atau keluarga dekat, (3) Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada saat masih di luar Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara adalah masyarakat biasa, pemuka masyarakat atau pejabat setempat, (4) Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keagamaan, petugas sosial, petugas Lapas, Rutan. 8 Secara umum pembinaan dilakukan melalui 3 (tahapan), yaitu: a. Pembinaan tahap awal adalah kegiatan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 dari masa pidananya. Pembinaan pada tahap ini masih dilakukan di Lapas dan pengawasannya pada tingkat Maximum Security dengan program pembinaan kepribadian dan kemandirian. 8 Sismolo, et.al, Op.Cit., hal. 6.

9 b. Pembinaan tahap lanjutan, adalah merupakan lanjutan dari program pembinaan kepribadian dan kemandirian sampai dengan penentuan perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. Tahapan lanjutan ini terdiri dari dua bagian yaitu tahap pertama dimulai sejak narapidana menginjak ½ (setengah) masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam dan dil uar Lapas, di mana pengawasannya sudah memasuki tahap medium security. Tahap kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap asimilasi guna mempersiapkan diri memasuki tahap integrasi dan selanjutnya dapat diberikan Cuti Menjelang Bebas atau Pembebasan Bersyarat dengan pengawasan minimum security. c. Pembinaan tahap akhir, adalah kegiatan pembinaan setelah Warga Binaan Pemasyarakatan mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB). Pelaksanaan program integrasi dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan kedua yaitu dimulai sejak Warga Binaan Pemasyarakatan memasuki 2/3 masa pidana dan pada tahap ini pengawasan kepada narapidana memasuki tahap minimum security sampai dengan berakhirnya masa pidana dari napi yang bersangkutan yang dilaksanakan di masyarakat dan bimbingan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas). 9 9 Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan, Op.Cit.

10 Mengenai tahapan-tahapan pembinaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan bertujuan untuk mempersiapkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Kaitannya dengan pembinaan bagi narapidana disebutkan bahwa Pembinaan yang terbaik bagi keberhasilan narapidana dalam menjalani pidana dan dapat kembali ke masyarakat serta tidak mengulangi perbuatannya lagi, adalah pembinaan yang berasal dari diri narapidana itu sendiri. 10 Pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan terdiri dari Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian. Pembinaan Kepribadian meliputi: a. Pembinaan kesadaran berbangsa. b. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan). c. Pembinaan kesadaran hukum. d. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan kemandirian meliputi: a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha yang mandiri. b. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masingmasing. c. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi. 10 Harsono, 1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan, hal. 62.

11 Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggungjawab atas diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sementara itu, pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. 11 Konsep dasar pembinaan kemandirian tidak terlepas dari Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PR.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, secara umum menyatakan bahwa Pembinaan narapidana dan anak didik ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) narapidana dan anak didik yang berada di Lembaga Pemasyarakatan/ RUTAN (Intra mural treatment). Meskipun dalam pernyataan tersebut tidak terdapat kata-kata yang bermakna khusus pembinaan kemandirian, namun pelaksanaannya sebagaimana termaktub pada Bab VII Keputusan tersebut dijelaskan bahwa, ruang lingkup pembinaan narapidana/anak didik, diantaranya adalah pembinaan kemandirian yang meliputi : a. Kegiatan yang mendukung usaha-usaha mandiri, seperti: kerajinan tangan, elektronik dan lain-lain; b. Kegiatan yang mendukung usaha-usaha industri kecil seperti: pembuatan batako, paving blok, dan lain-lain; c. Kegiatan yang mendukung usaha pemberdayaan lahan pertanian seperti: peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian, dan lain-lain. 11 Bambang Supriyono, Op.Cit, hal.8.

12 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai suatu tujuan tertentu yaitu sesuatu yang diharapkan atau suatu manfaat tertentu dari hasil penelitian yang akan dilakukan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui latar belakang filosofis, historis, sosiologis, dan yuridis terbentuknya LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal. b. Untuk mengetahui langkah-langkah yang ditempuh oleh Petugas LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan. c. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memenuhi persyaratan didalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang Hukum Pidana terutama dalam hal yang melatarbelakangi terbentuknya LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal baik secara filosofis, historis, sosiologis, dan yuridis, langkah yang ditempuh dan hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan. Berdasarkan uraian tersebut, maka manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian adalah:

PELANGGAR HUKUM 13 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Hukum pada khususnya. b. Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai Pelaksanaan Prinsip- Prinsip Pemasyarakatan di LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai ilmu tambahan dan masukan bagi pemerintah khususnya pihak yang berkaitan dengan pemasyarakatan, mahasiswa, masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. E. Kerangka Pemikiran PERBUATAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERDAKWA TERPIDANA LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARAPIDANA - UU No 12 Tahun 1995 - PP No 32 Tahun 1999 - PP No 99 Tahun 2012 - Permenkumham RI No 6 Tahun 2013 - Keputusan Menkumham RI No M.01.PR.07.03 Tahun 1985 - Surat Edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor DP.3.3/23/5 Tahun 1978 tanggal 28 Januari 1978 - PP RI No 31 Tahun 1999 - PP RI No 57 Tahun 1999 PEMBINAAN PRINSIP PEMASYARAKATAN

14 F. Metode Penelitian Penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris. Yuridis digunakan karena penulis akan mendeskripsikan atau mengkaji peraturan perundang-undangan tentang pemasyarakatan serta latar belakang terbentuknya LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal sedangkan empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada di antaranya mengungkapkan langkah yang ditempuh dan hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif, karena bermaksud memberikan gambaran secara jelas mengenai latar belakang filosofis, historis, sosiologis, dan yuridis terbentuknya LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal, langkah yang ditempuh dan hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal. Pilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa terdapat ketersediaan data dan sumber data untuk penulis peroleh.

15 4. Jenis Data Jenis data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Data Primer Yaitu data berupa keterangan mengenai langkah-langkah yang ditempuh serta hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsipprinsip pemasyarakatan yang secara langsung diperoleh dari LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal. b. Data Sekunder Yaitu menggunakan bahan pustaka, meliputi dokumen-dokumen tertulis berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lembaga pemasyarakatan, data arsip, data resmi pada instansi, data yang dipublikasikan, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, kamus hukum dan buku-buku literatur. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan ini dilakukan dengan cara mencari, mengiventarisasi dan mempelajari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku, dan data sekunder lain. b. Studi Lapangan Studi lapangan ini dilakukan dengan cara datang langsung ke Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal dengan

16 menggunakan teknik wawancara dengan pihak terkait berupa proses tanya jawab secara sistematis didasarkan pada tujuan penelitian. Daftar pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana peranan Lapas dalam membina narapidana? 2) Bagaimana pelaksanaan pembinaan di Lapas Pemuda Kelas IIB Plantungan? 3) Siapa saja yang terlibat dalam pembinaan narapidana? 4) Apa saja kegiatan narapidana di dalam Lapas? 5) Apakah sudah sesuai dengan prinsip pemasyarakatan? 6) Langkah apa yang ditempuh oleh Petugas LP dalam pelaksanaan prinsip pemasyarakatan? 7) Apakah hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan prinsip pemasyarakatan? 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yaitu uraian data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih sehingga memudahkan implementasi data dan pemahaman hasil analisis. Dalam hal ini setelah bahan dan data diperoleh maka selanjutnya diperiksa kembali bahan dan data yang telah diterima terutama mengenai konsistensi jawaban dari keragaman bahan dan data yang diterima. Dari bahan dan data tersebut selanjutnya dilakukan analisis terhadap penerapan perundang-undangan yang berkaitan dengan peranan lembaga pemasyarakatan dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan.

17 G. Sistematika Skripsi Guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai arah skripsi, maka secara garis besar sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I adalah pendahuluan yang berisikan gambaran singkat mengenai isi skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Skripsi. BAB II adalah tinjauan pustaka, dalam bab ini penulis akan menuliskan beberapa yang menjadi acuan dalam penulisan terkait Peranan Lembaga Pemasyarakatan dalam Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Pemasyarakatan. BAB III adalah hasil penelitian dan pembahasan di mana penulis akan menguraikan dan membahas mengenai latar belakang filosofis, historis, sosiologis, dan yuridis terbentuknya LP Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal, langkah yang ditempuh dan hambatan yang dihadapi LP dalam pelaksanaan prinsip-prinsip pemasyarakatan. BAB IV adalah Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang diteliti.