SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB II PELESTARIAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Kompetensi Inti : Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) : Menerapkan pelestarian lingkungan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) : 1. Memilah limbah pada kegiatan agribisnis perbenihan dan kultur jaringan tanaman 2. Membuat kompos dari limbah kegiatan agribisnis perbenihan dan kultur jaringan tanaman 3. Melakukan pelestarian lahan produksi benih Uraian Materi A. Jenis-jenis limbah pada kegiatan agribisnis perbenihan dan kultur jaringan tanaman Limbah dapat diartikan sebagai bahan yang dibuang dari suatu kegiatan tertentu. Sabut kelapa, jerami padi, dan kelobot jagung merupakan limbah dari sektor pertanian. Berdasarkan kejadiannya, limbah pertanian dapat dikelompokkan ke dalam limbah sebelum panen dan setelah panen. Limbah setelah panen dapat juga dikelompokkan ke dalam limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah (limbah industri pertanian). Secara umum limbah dikelompokkan ke dalam limbah organik dan an-organik. Limbah organik adalah limbah yang berasal dari makhluk hidup seperti bagian tumbuh-tumbuhan baik akar, batang, daun, dan sebagainya. Yang dikatakan limbah anorganik adalah limbah yang berasal dari benda mati seperti plastik, alumunium foil, pecahan kaca, dll. Pada kegiatan agribisnis perbenihan jenis limbah organik yang banyak ditemukan adalah berangkasan kacang-kacangan (legum), kelobot dan batang jagung, batang dari 1
hasil panen buah yang diambil bijinya untuk benih, dll. Di laboratorium pengujian mutu benih, limbah organik yang banyak ditemukan adalah kecambah hasil pengujian daya tumbuh benih. Kecambah-kecambah ini jika dibiarkan dapat mengeluarkan bau yang tidak sedap dan mengurangi keindahan lingkungan. Limbah organik ini dapat dimanfaatkan untuk dijadikan kompos. Limbah yang terdapat di Laboratorium Kultur Jaringan diantaranya limbah anorganik berupa plastik, alumunium foil, pecahan botol, dll. Limbah organik dapat berupa eksplan yang terkontaminasi, sisa bahan tanaman yang sudah diambil sebagai eksplan, dll. Berdasarkan wujudnya limbah pertanian dapat dikelompokkan ke dalam limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. a) Limbah Padat Bahan-bahan buangan baik dari limbah sebelum panen ataupun setelah panen yang wujudnya padat dikelompokkan pada limbah padat. Limbah-limbah tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan tertentu akan menyebabkan kondisi lingkungan tidak sehat. Limbah padat dapat diolah menjadi pupuk/kompos dan makanan ternak. b) Limbah cair Limbah cair pertanian dapat berasal dari air cucian hasil pertanian seperti produk sayuran (kangkung, caisin), bengkuang, ubi jalar, atau air cucian peralatan pertanian seperti peralatan tanam, pemupukan, pengendalian OPT. Limbah cair yang berbahaya adalah yang mengandung insektisida, fungisida, senyawa yang mengandung gas chlorin, dan herbisida. Sisa pestisida atau bekas sterilisasi eksplan menggunakan bayclin jika terbawa air irigasi atau air hujan dapat mematikan biota sungai atau hewan yang mengonsumsi air tersebut. Oleh karena itu limbah pestisida jangan dibuang sembarangan sehingga tidak mencemari air sungai. c) Limbah gas Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat pengolahan hasil-hasil pertanian, misalnya gas yang timbul berupa uap air pada proses pengurangan kadar air 2
selama proses pelayuan teh dan proses pengeringannya. Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan bahaya harus disalurkan lewat cerobong. Dalam kegiatan pertanian, penggunaan pupuk buatan, zat kimia pemberantas hama (pestisida), dan pemberantas tumbuhan pengganggu (herbisida) dapat mencemari tanah, dan air. Herbisida merupakan pestisida yang 40% produknya sudah digunakan di dunia. Para petani menggunakan herbisida untuk mengontrol atau mematikan sehingga tanaman pertanian dapat tumbuh dengan baik. Fungisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengontrol atau memberantas cendawan (fungi) yang dianggap sebagai wabah atau penyakit. Penyemprotan fungisida dapat melindungi tanaman pertanian dari serangan cendawan parasit dan mencegah biji (benih) menjadi busuk di dalam tanah sebelum berkecambah. Akan tetapi, sejak metal merkuri sangat beracun terhadap manusia, biji-bijian yang telah mendapat perlakuan fungisida yang mengandung metal merkuri tidak pernah dimanfaatkan untuk bahan makanan. Fungisida dapat memberi dampak buruk terhadap lingkungan. Dampak Limbah Pertanian Gangguan terhadap Kehidupan Biotik Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam air limbah dapat menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air tersebut. Hal ini menyebabkan mikroorganisme di dalam air limbah mati karena kurangnya oksigen. Selain kekurangan oksigen, kematian biotik dapat juga disebabkan karena adanya zat beracun yang terkandung di dalam air limbah tersebut. Air limbah yang panas juga dapat mematikan semua organisme yang terkandung di dalam penampungan limbah. Oleh karena itu air limbah yang panas perlu dilakukan pendinginan terlebih dahulu sebelum dibuang ke dalam saluran air limbah. Gangguan terhadap Keindahan dan Folusi Udara Ampas yang berasal dari limbah pabrik perlu diendapkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air limbah. Pengendapan yang terlalu lama mengakibatkan timbulnya bau yang tidak sedap karena proses penguraian zat organik. Gangguan terhadap Kesehatan 3
Limbah cair sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air limbah. Limbah cair ini ada yang hanya berfungsi sebagai media pembawa saja seperti penyakit kolera, radang usus, hepatitis, diare. Cara Penanganan Limbah Pertanian Limbah pertanian, pengelelolaannya perlu mendapat perhatian karena dapat menjadi sumber bencana bagi manusia. Jika tidak dikelola dengan baik maka limbah pertanian sering menjadi tempat bersarang/berkembang biak hama dan penyakit, terjadinya pencemaran (polusi) udara berupa gas Metan (CH4), CO2, dan N2O. Tanaman penyumbang terbesar biomassa (limbah) antara lain: Tebu (92%), Padi (80%), Jagung (70%), kakao (92%), Kelapa sawit (96,5%) dan sayur-sayuran (60%). Limbah jika dikelola dengan tepat, akan menjadi sumber pendapatan baru bagi petani. Limbah dapat dibuat berbagai macam produk seperti biofull, biogas, briket, asap cair, biopestisida, dan kompos. Biofull adalah jenis bahan bakar terbaru, biasanya ditemukan dalam bentuk cair yang telah disuling dan diproduksi dari berbagai bentuk biji-bijian dan lemak nabati, biasanya jagung yang digunakan. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik seperti kotoran manusia dan hewan atau sisa-sisa limbah pertanian. Briket adalah sumber energi alternatif pengganti minyak tanah dan LPG dari bahan-bahan bekas atau bahan yang sudah tidak terpakai lagi. Asap cair adalah campuran larutan dari disperse asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengondensasi asap cair hasil pirolisis. Biopestisida adalah agen biologi atau produk-produk alam yang digunakan untuk mengontrol hama pada tanaman. Kompos merupakan pupuk organik, kaya akan keanekaragaman mikroorganisme dengan komposisi bakteri 10 6-10 10 cfu, aktinomycetes 10 4-10 8 dan cendawan 10 4-10 6 cfu/gram. Kompos berfungsi sebagai soil conditioner yang dapat memperbaiki struktur, sifat kimia, fisik, dan biologi tanah, serta sebagai soil ameliorator yang dapat meningkatkan kemampuan pertukaran kation baik di ladang maupun di tanah sawah. Teknik Pembuatan Kompos dari Limbah Organik 4
Pengomposan adalah suatu proses pengelolaan limbah padat secara bertahap. Komponen bahan padat diuraikan secara biologis di bawah keadaan terkendali sehingga menjadi bentuk yang dapat ditangani, disimpan, atau digunakan untuk lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan. Pengomposan bahan-bahan organik terutama pada sisasisa tanaman dan kotoran hewan sering dilakukan oleh para petani dengan tujuan untuk menambah tingkat kesuburan lahan pertanian yang dikelolanya. Tujuan dan sasaran pengomposan pada dasarnya untuk memanfaatkan bahan-bahan organik yang berasal dari bahan-bahan limbah, mengurangi bau, membunuh organisme patogen dan biji-biji gulma, pada akhirnya menghasilkan pupuk organik yang dapat memperbaiki kesuburan tanah. Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses dekomposisi secara aerobik, mikroorganisme menggunakan oksigen untuk menguraikan bahan organik dan mengasimilasi Karbon, Nitrogen, Fosfor, Sulfur, dan unsur-unsur lainnya untuk sintesis protoplasma. Pada kondisi kekurangan oksigen, proses pengomposan berjalan secara anaerobik. Pada proses dekomposisi secara anaerobik, reaksi biokimia berlangsung melalui proses reduksi. Kecepatan penguraian bahan organik menjadi kompos bergantung pada beberapa faktor yaitu: ukuran partikel bahan, nilai C/N bahan, kandungan air, aerasi, keasaman (ph) dan suhu. 1) Ukuran Partikel Ukuran partikel berpengaruh pada keberhasilan proses pengomposan. Ukuran yang baik antara 10 sampai 50 mm, apabila terlalu kecil ruang-ruang antara partikel menjadi sempit sehingga dapat menghambat gerakan udara ke dalam tumpukan dan sirkulasi gas karbon dioksida keluar tumpukan. Apabila ukuran partikel sangat besar, luas permukaan kurang sehingga reaksi pengomposan akan berjalan lambat atau bahkan akan berhenti sama sekali. 2) Nilai C/N bahan Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat. 3) Kandungan Air Kandungan air pada bahan organik sebaiknya antara 30 40%, hal ini ditandai dengan tidak menetesnya air apabila bahan digenggam dan akan mekar apabila genggaman 5
dilepaskan. Kandungan air bahan terlalu tinggi, ruang antar partikel dari bahan menjadi sempit karena terisi air, sehingga sirkulasi udara dalam tumpukan akan terhambat. Kondisi tersebut berakibat pada tumpukan bahan akan didominasi oleh mikroorganisme anaerob yang menghasilkan bau busuk tidak sedap. 4) Aerasi Dalam proses pengomposan, mikroorganisme dalam bahan organik sangat memerlukan jumlah udara yang cukup, karena prosesnya berlangsung secara aerob. Aerasi dapat diperoleh melalui gerakan udara dari alam masuk ke dalam tumpukan dengan membulak-balik bahan secara berkala. 5) Keasaman (ph) Keasaman atau ph dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran ph yang baik untuk pengomposan sekitar 6,5 7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan ph. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Beberapa aktivator yang tersedia di pasaran antara lain OrgaDec, Stardec, EM4, dan Fix Up Plus. Semua aktivator tersebut sudah dikemas dalam berbagai ukuran yang siap dipasarkan Dalam proses pengomposan dapat juga melibatkan hewan lain (organisme makro), seperti cacing tanah yang bekerja sama dengan mikroba dalam proses penguraian. Dalam hal ini, cacing memakan bahan organik yang tidak terurai, mencampur bahan organik, dan membuat rongga-rongga udara sebagai aerasi. Kehadiran cacing tanah dapat mempercepat penghancuran bahan organik oleh mikroorganisme. Penguraian oleh mikroorganisme disebut pengomposan atau composting, sedangkan keterlibatan cacing (vermes) dalam proses pengomposan disebut vermicomposting dan hasilnya disebut casting atau kascing. 6) Suhu Suhu ideal dalam pengomposan antara 30 0 C sampai 45 0 C. Apabila suhunya terlalu tinggi maka mikroorganisme akan mati, sebaliknya apabila suhu pengomposan terlalu rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja secara optimal. Adapun teknik pembuatan kompos adalah sebagai berikut : 6
a) Bahan organik yang akan dikomposkan (berupa sisa tanaman yang ukurannya masih panjang) dikecilkan ukurannya dengan dipotong-potong menjadi sekitar 3-5 cm. Bahan yang sudah seragam tersebut dicampurkan dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1:3. Bahan diaduk sampai homogen/merata sambil disiram air sehingga pada saat campuran dikepal mengeluarkan tetesan air. b) Komposkan campuran bahan dengan cara menumpukkan pada tanah/lantai setinggi kira-kira 1 m, selanjutnya ditutup karung goni/plastik pada seluruh permukaannya. Proses pengomposan dapat berlangsung 2 sampai 3 minggu, tergantung dari jenis bahan. Amati dan catat setiap hari kenaikan suhu dan perubahan warna tumpukan bahan. Kegiatan ini untuk mengetahui apakah proses pengomposan dapat berlangsung baik atau tidak. c) Tumpukan bahan diaduk setiap tiga hari sekali secara merata dan ditutup kembali. Kegiatan ini untuk menghindari kelebihan suhu dan diharapkan proses penguraian dapat berlangsung pada seluruh permukaan bahan. d) Apabila pengomposan telah memenuhi kreteria: suhu telah turun dan stabil, warna bahan coklat kehitaman, sebagian besar bahan telah lapuk, dan timbul bau khas kompos, maka kompos telah jadi. Akan tetapi kompos yang dihasilkan perlu diuraikan lebih lanjut dengan menambah waktu pengomposan secara alami. C. Pelestarian Lahan Produksi Benih Untuk memperoleh benih bermutu dan hasil yang maksimal diperlukan kondisi tanah yang subur. Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam, strukturnya gembur, remah, ph 6-6,5, mempunyai aktivitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan unsur hara yang tersedia bagi tanaman adalah cukup dan tidak terdapat pembatas-pembatas tanah untuk pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor yang dapat mengurangi kesuburan tanah diantaranya pengolahan tanah yang intensif apalagi menggunakan alat-alat berat seperti traktor. Kegiatan ini dapat menyebabkan tanah menjadi keras dan padat sehingga oksigen di dalam tanah terbatas, di samping rawan terjadinya erosi. Penggunaan insektisida dapat mematikan fauna tanah, hal ini juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Fauna tanah berperan dalam proses mineralisasi bahan organik tanah dan proses pembentukan agregasi tanah. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dan 7
percegahan erosi oleh air. Reaksi bahan organik tanah dengan bahan kimia fitotoksik dapat mengurangi tingkat keracunan dalam tanah. Selain itu proses transformasi dan dekomposisi pestisida dalam tanah oleh organisme tanah dapat juga mencegah akumulasi keracunan tanah. Penggunaan pupuk kimia yang terus menerus dapat mengakibatkan tanah menjadi asam sehingga produktivitas tanah menurun. Untuk menjaga kesuburan tanah di lahan produksi benih dapat dilakukan pengolahan tanah dengan sistem olah tanah konservasi, penambahan bahan organik ke dalam tanah, serta penggunaan pupuk kimia secara bijaksana. 8