BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tercapainya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Negara agar dapat menjadi sebuah Negara yang lebih maju. Pembangunan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

BAB 3 GAMBARAN UMUM SEJARAH BESARAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (TAHUN )

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pada pembangunan di masing-masing daerah. Terutama kota Medan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sudah sering mengalami

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Pembangunan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung. berhubungan dengan teori teori keahlian yang diterima di bangku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar dibandingkan penerimaan

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi negara maju. Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dana terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. dari sektor pajak disajikan pada Tabel I di bawah ini:

BAB I PENDAHULUAN. dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan penting bagi negara untuk terus

BAB III. 2. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam buku Resmi (2013) yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak yang harus dilakukan oleh pemerintah, demi terwujudnya. kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa fungsi yang sangat penting. Fungsi-fungsi tersebut antara lain

Sebagai salah satu negara yang berkembang, Indonesia pasti sedang gencargencarnya. melaksanakan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menerus dikeluarkan oleh pemerintah demi tercipta kesejahteraan rakyatnya. Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) untuk mewujudkannya. Untuk menanggulangi dana yang cukup besar itu,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada dasarnya pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan (daya pikul) masing-masing yang dapat dipaksakan untuk membiayai

ANALISIS PENGARUH KENAIKAN PTKP TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALEMBANG ILIR BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar

BAB I PENDAHULUAN. undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan pemindahan daya beli dari sektor privat ke sektor publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang sampai dengan saat ini sedang giat melakukan

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Marantha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber penerimaan negara terbesar adalah berasal dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan

Judul : Tata Cara Pengajuan Tax Amnesty Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Nama : Gusti Ayu Dwi Antari NIM : ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini,

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

PT. Munirah adalah PKP yang bergerak di bidang penjualan elektronik di Makassar. Selama bulan Juli 2014 melakukan transaksi sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap warga negaranya. Di samping memiliki berbagai macam hak, setiap warga negara Indonesia pun memiliki berbagai macam kewajiban, salah satunya adalah membayar pajak. Berdasarkan Undang Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut lembaga pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh pajak pusat adalah pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, dan bea materai (Mardiasmo, 2013:6). Menurut Siti Resmi (2014:74), pajak penghasilan merupakan salah satu komponen utama penyumbang pemasukan negara. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Siti Resmi,2014:80). Pajak penghasilan terdiri atas pajak penghasilan pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25, pasal 1

2 26, pasal 4 ayat 2, dan pajak penghasilan bagi Orang Pribadi yang bertolak ke luar negeri. Diantara berbagai objek pajak penghasilan, gaji atau upah (PPh Pasal 21) merupakan salah satu unsur pajak yang menjadi penyumbang terbesar bagi pemasukan negara. Pada tahun 2015, PPh Pasal 21 mencatatkan pertumbuhan pemasukan sebesar 11,78% yaitu Rp 79,696 triliun dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar Rp 71,294 triliun (http://www.pajak.go.id/content/realisasipenerimaan-pajak-31-agustus-2015). Tetapi pada akhir Juni 2016, total penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 3,92% dibanding tahun 2015 dan pajak penghasilan merupakan salah satu alasan dari penurunan tersebut (http://www.klinikpajak.co.id/berita+detail/?id=berita+pajak+-+akhir+juni%2c+ penerimaan+pajak+turun+3%2c92%25). Besarnya tarif PPh 21 dan pendapatan tidak kena pajak mempengaruhi besarnya take home pay yang didapatkan oleh pegawai. Semakin kecil take home pay yang didapatkan pegawai, semakin rendah pula daya beli atau konsumsi oleh masyarakat. Rendahnya daya beli masyarakat dapat mempengaruhi tingkat perekonomian negara. Oleh karena itu, pemerintah secara berkala menyesuaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan harapan take home pay yang didapatkan oleh pegawai dapat meningkat sehingga dapat meningkatkan pula daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi (http://www.kemenkeu.go.id/berita/mulai-januari-2016-ptkp-naik-jadi-rp54-jutatahun). PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan

3 kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia (https://id.m.wikipedia.org/wiki/penghasilan_tidak_kena_pajak). PTKP mulai diberlakukan sejak tahun 1984 dengan dikeluarkannya Undang- Undang No. 8 Tahun 1983 (https://m.kompasiana.com/giagimi/bagaimanakahperubahan-ptkp-dari-1984-sampai-2015-check-it-out565aa7441cafbdb91b28afe3), dengan besaran PTKP pada saat itu adalah sebagai berikut: Untuk diri wajib pajak sebesar Rp 960.000; Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin sebesar Rp 480.000; Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebesar Rp 960.000; Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus paling banyak tiga orang sebesar Rp 480.000. Sejak diberlakukannya, PTKP telah mengalami penyesuaian sebanyak 9 kali hingga tahun 2015. Penyesuaian ini dilakukan dengan melihat perkembangan ekonomi sebagai patokannya. Di tahun 2015, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015, tarif besaran PTKP adalah sebagai berikut: Untuk diri wajib pajak sebesar Rp 36.000.000; Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin sebesar Rp 3.000.000; Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebesar Rp 36.000.000; Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus paling banyak tiga orang sebesar Rp 3.000.000.

4 Dan pada 27 Juni 2016, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101 /PMK.010/2016 yang berisi tentang penyesuaian PTKP terbaru, dengan besaran PTKP sebagai berikut: Untuk diri wajib pajak sebesar Rp 54.000.000; Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin sebesar Rp 4.500.000; Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebesar Rp 54.000.000; Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus paling banyak tiga orang sebesar Rp 4.500.000. Kebijakan penyesuaian PTKP dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian yang menunjukkan kecenderungan perlambatan sejak tahun 2013. Hingga pada triwulan I tahun 2016, perekonomian hanya tumbuh sebesar 4,9% (http://www.pajakbro.com/2016/06/siaran-pers-ptkp-2016.html?m1). Dengan kenaikan PTKP, tentunya akan menimbulkan dampak negatif yaitu penurunan pemasukan Negara dari sektor PPh 21. Namun disamping itu kenaikan PTKP pun akan memberi dampak positif dari segi PPN, PPnBm dan pajak final atas tabungan dan investasi, dimana dengan kenaikan PTKP, daya beli masyarakat akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya take home pay yang didapatkan masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan PTKP diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian bersamaan dengan diberlakukannya tax amnesty pajak. Keberadaan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebenarnya adalah untuk memberikan keringanan kepada penduduk berpenghasilan rendah (redistribusi pendapatan). Namun keringanan ini harus mengacu kepada perkembangan

5 kehidupan sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat kelas bawah (Adelia, 2015). Oleh karena itu keputusan pemerintah untuk menaikkan PTKP dapat dianggap berjalan dengan efektif jika daya beli masyarakat yang tercermin dari take home pay meningkat. Penelitian terdahulu oleh Prihartono (2015) dengan judul Analisis Perbandingan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap yang Dihitung Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122 /PMK.010/2015, menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dengan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, penulis merasa tertarik untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan yang signifikan pada Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 dengan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada penyesuaian PTKP yang digunakan. PPh Pasal 21 dalam penelitian sebelumnya dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015. Sedangkan dalam penelitian ini, PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan PTKP yang yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015

6 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perbandingan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap yang Dihitung Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perbandingan antara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap PT X dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/ 2015 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016? 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pajak Penghasilan Pasal 21 yang dihitung menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/ 2015 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah perbandingan antara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap PT X dengan menggunakan Peraturan

7 Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/ 2015 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pajak Penghasilan Pasal 21 yang dihitung menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/ 2015 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi: 1. Pemerintah Membantu pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan setiap jajarannya untuk mengetahui efektivitas ketercapaian tujuan dari perubahan kebijakan Penghasilan Tidak Kena Pajak. 2. Peneliti selanjutnya Membantu peneliti selanjutnya dengan topik peneltian yang serupa agar dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan acuan dalam meneliti mengenai perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak.