PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

dokumen-dokumen yang mirip
Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN

Spesifikasi agregat untuk lapis permukaan jalan tanpa penutup

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Cape Buton Seal (CBS)

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah.

Spesifikasi lapis fondasi agregat dan campuran beraspal panas menggunakan batukarang kristalin

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

PEMANFAATAN BATUGAMPING KEPRUS SEBAGAI CAMPURAN AGREGAT PADA LAPIS PONDASI AGREGAT KELAS B

BAB II LANDASAN TEORI

Spesifikasi bahan lapis penetrasi makadam (LAPEN)

KAJIAN PEMANFAATAN SIRTU BUMELA SEBAGAI MATERIAL LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

Spesifikasi pasir laut untuk campuran beraspal

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu :

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

PERHITUNGAN KEPADATAN LAPIS PONDASI ATAS KELAS (A) DENGAN METODE SAND CONE DAN PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN SPT WAWONA-WAWONA

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian

Metode penyiapan secara kering contoh tanah terganggu dan tanah-agregat untuk pengujian

Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Kepada Yth.: Para Pejabat Eselon I di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat SURAT EDARAN NOMOR : 46/SE/M/2015 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

PEMANFAATAN MATERIAL LOKAL QUARRY LONGALO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI ATAS JALAN RAYA

EVALUASI KARAKTERISTIK AGREGAT UNTUK DIPERGUNAKAN SEBAGAI LAPIS PONDASI BERBUTIR

Cara identifikasi aspal emulsi kationik mantap cepat

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir

Metode uji bahan yang lebih halus dari saringan 75 m (No. 200) dalam agregat mineral dengan pencucian (ASTM C , IDT)

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

PENENTUAN NILAI CBR DENGAN VARIASI GRADASI BATAS BAWAH TERHADAP BATAS TENGAH PADA LAPIS PONDASI AGREGAT KELAS A

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

NASKAH SEMINAR INTISARI

Revisi SNI Daftar isi

PEMANFAATAN TAILING UNTUK BAHAN JALAN (PILOT PROJECT DI TIMIKA PAPUA)

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Metode uji CBR laboratorium

TINJAUAN MATERIAL LOKAL QUARRY INENGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI ATAS MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 REVISI 3

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

Cara uji kepadatan tanah di lapangan dengan cara selongsong

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

BAB III LANDASAN TEORI

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

Cara uji berat jenis tanah

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

BAB I PENDAHULUAN. diimbangi oleh ketersediaan lahan, pembangunan pada lahan dengan sifat tanah

METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh beratnya beban yang harus ditanggung oleh tanah berbutir halus.

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

PEDOMAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Perencanaan campuran lapis pondasi hasil daur ulang perkerasan lama dengan semen. Konstruksi dan Bangunan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

Metode uji penentuan persentase butir pecah pada agregat kasar

BAB III LANDASAN TEORI

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Revisi SNI Daftar isi

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah. untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode uji CBR laboratorium

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Transkripsi:

PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-14-2004-B Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

Daftar isi Daftar isi... i Daftar tabel... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 3.1 tailing... 1 3.2 lapis pondasi... 1 3.3 lapis pondasi bawah... 1 3.4 agregat kasar... 2 4 Ketentuan... 2 4.1 Klasifikasi lapis pondasi agregat... 2 4.2 Agregat... 2 4.2.1 Agregat kasar... 2 4.2.2 Agregat halus... 2 4.2.3 Tipikal gradasi tailing... 2 4.2.4 Gradasi agregat... 3 4.2.5 Sifat-sifat agregat... 3 4.3 Perencanaan campuran kombinasi agregat... 3 4.4 Pencampuran agregat... 3 4.5 Penghamparan dan pemadatan lapis pondasi agregat... 3 4.5.1 Penyiapan formasi untuk lapis pondasi agregat... 3 4.5.2 Percobaan pemadatan... 4 4.5.3 Penghamparan lapis pondasi agregat... 4 4.5.4 Pemadatan lapis pondasi agregat... 4 4.5.5 Pengendalian mutu... 5 Lampiran A (informatif) Contoh Perhitungan Gradasi Campuran untuk Lapis Pondasi Bawah... 6 Lampiran B (informatif) Daftar nama dan lembaga... 7 Bibliografi... 7 Tabel 1 Tipikal gradasi tailing... 2 Tabel 2 Gradasi lapis pondasi agregat... 3 Tabel 3 Sifat-sifat fisik lapis pondasi agregat... 3 i

Prakata Pedoman penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, melalui Gugus Kerja Bidang Perkerasan Jalan pada Sub Panitia Teknik Standarisasi Bidang Prasarana Transportasi. Pedoman ini diprakarsai oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Badan Litbang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Tata cara penulisan Pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No. 8-2000 yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Pembahasan dilakukan melalui forum Konsensus yang melibatkan beberapa narasumber dan pakar bidang bahan jalan dan bangunan sipil yang berasal dari perguruan tinggi (ITB) stake holders, seperti asosiasi profesi, konsultan, dan pemerintah daerah. Pedoman ini merupakan hasil kajian terhadap pemanfaatan tailing yang telah dilaksanakan di LAPI ITB dengan Pusat Litbang Prasarana Transportasi dan dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi penggunaan bahan alternatif (tailing) yang yang banyak terdapat di Indonesia dan merupakan hasil sampingan dari penambangan emas dan tembaga. Prosedur ini akan bermanfaat bagi perencana dalam melakukan pekerjaan perencanaan, rancangan campuran dan pengendalian mutu Lapis Pondasi dan Lapis Pondasi Agregat menggunakan bahan Tailing. ii

Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah 1 Ruang lingkup Pedoman ini mengatur tata cara perencanaan penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah sistem perkerasan jalan, pelaksanaan pencampuran serta penghamparan di lapangan. Penggunaan tailing yang diatur dalam pedoman ini adalah sebagai bahan tambah untuk memperbaiki gradasi agregat atau sebagai bahan pengganti dari material yang diperlukan. 2 Acuan normatif SNI 03-1743-1989, Metode pengujian kepadatan berat untuk tanah SNI 03-1744-1989, Metode pengujian CBR laboratorium SNI 03-1966-1990, Metode pengujian batas plastis SNI 03-1967-1990, Metode pengujian batas cair dengan alat cassagrande SNI 03-2417-1991, Metode pengujian keausan agregat dengan mesin Los Angeles SNI 03-2827-1992, Metode pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir SNI 03-2853-1992, Tata cara pelaksanaan lapis pondasi jalan dengan batu pecah SK SNI M-01-1994-03, Metode pengujian gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat ASTM D 2940-92, Standard specification for graded aggregate material for bases or subbases for highways or airport 3 Istilah dan definisi 3.1 tailing bahan buangan yang berasal dari sisa produksi tambang (antara lain emas dan tembaga) 3.2 lapis pondasi lapisan pada sistem perkerasan yang terletak dibawah lapis permukaan dan diatas lapis pondasi bawah yang berfungsi menyebarkan tegangan dari lapis permukaan kepada lapisan dibawahnya 3.3 lapis pondasi bawah lapisan pada sistem perkerasan yang terletak dibawah lapis pondasi dan diatas tanah dasar yang berfungsi menyebarkan tegangan dari lapisan diatasnya ke pada tanah dasar 1 dari 8

3.4 agregat kasar merupakan agregat yang tertahan pada ayakan No. 4 (4.75 mm) 3.5 agregat halus merupakan agregat yang lolos ayakan No. 4 (4.75 mm) 4 Ketentuan 4.1 Klasifikasi lapis pondasi agregat Terdapat 2 klasifikasi Lapis Pondasi Agregat yaitu Kelas A dan Kelas B. Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi untuk suatu lapisan dibawah pondasi beraspal. Sedangkan Lapis Pondasi Agregat Kelas B digunakan untuk Lapis Pondasi Bawah. 4.2 Agregat 4.2.1 Agregat kasar a) Agregat kasar terdiri atas batu pecah atau kerikil yang keras dan awet; b) Untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas A diperlukan agregat kasar yang mempunyai paling sedikit satu bidang pecah; c) Untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas B diperbolehkan menggunakan agregat dengan persentase bidang pecah 0%. 4.2.2 Agregat halus Agregat halus dapat berupa abu batu, pasir atau tailing; 4.2.3 Tailing a) Tailing yang digunakan harus memenuhi baku mutu lingkungan berdasarkan PP No. 85/1999 seperti pada Tabel 1 berikut; Tabel 1 Persyaratan baku mutu lingkungan No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu Uji TCLP 1. Timbal, Pb mg/l US EPAD D 1311 5,0 2. Tembaga, Cu mg/l US EPAD D 1311 10,0 3. Kadmium, Cd mg/l US EPAD D 1311 1,0 4. Kromium, Cr mg/l US EPAD D 1311 5,0 5. Seng, Zn mg/l US EPAD D 1311 50,0 6. Perak, Ag mg/l US EPAD D 1311 5,0 7. Arsen, As µg/l US EPAD D 1311 5000 8. Selenium, Se µg/l US EPAD D 1311 1000 9. Merkuri, Hg µg/l US EPAD D 1311 200 b) Pada pelaksanaan penggunaan tailing sebagai bahan jalan, agar diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja seperti penggunaan sepatu kerja, sarung tangan, dan masker; 2 dari 8

4.2.4 Gradasi agregat gabungan a) Agregat campuran merupakan gabungan dari agregat kasar dan halus (tailing dan atau pasir dan atau abu batu). b) Lapis Pondasi Agregat Kelas A dan Kelas B harus memenuhi gradasi seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Gradasi lapis pondasi agregat Ukuran Ayakan Persen Berat yang Lolos ASTM (mm) Kelas A Kelas B 2 50 100 1 ½ 37.5 100 88 95 1 25.0 79-85 70 85 3/8 9.50 44-58 30 65 No. 4 4.75 29-44 25 55 No. 10 2.0 17-30 15 40 No. 40 0.425 7-17 8 20 No. 200 0.075 2-8 2 8 4.2.5 Sifat-sifat agregat Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organik, gumpalan lempung, atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Bahan pondasi agregat ini harus memenuhi sifat-sifat seperti yang diberikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sifat-sifat fisik lapis pondasi agregat Sifat sifat Kelas A Kelas B Abrasi dari Agregat Kasar (SNI 03-2417-1990) Maks. 40 % Maks. 40 % Indek Plastisitas (SNI-03-1966-1990) Maks. 6 Maks. 10 Hasil kali Indek Plastisitas dengan % Lolos Ayakan No. Maks. 25-200 Batas Cair (SNI 03-1967-1990) Maks. 25 Maks. 35 Bagian yang Lunak (SK SNI M-01-1994-03) Maks. 5 % Maks. 5 % CBR Rendaman (SNI 03-1744-1989) Min. 90 % Min. 35 % 4.3 Perencanaan campuran kombinasi agregat Untuk mendapatkan agregat gabungan bisa dilakukan dengan menggunakan cara analitis maupun grafis. Campuran kombinasi agregat minimum terdiri atas 2 (dua) fraksi yaitu fraksi kasar dan fraksi halus yang berupa tailing. 4.4 Pencampuran agregat Pencampuran bahan untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus dikerjakan di lokasi instalasi pemecah batu atau pencampur. Pencampuran bahan ini menggunakan pemasok mekanis yang telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponenkomponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan. 3 dari 8

4.5 Penghamparan dan pemadatan lapis pondasi agregat 4.5.1 Penyiapan formasi untuk lapis pondasi agregat a) Bilamana Lapis Pondasi Agregat akan dihampar pada perkerasan atau bahu jalan lama, semua kerusakan pada permukaan tanah dasar dan lapis pondasi atau bahu jalan lama harus diperbaiki terlebih dahulu. b) Bilamana Lapis Pondasi Agregat akan dihampar pada suatu lapisan perkerasan lama atau tanah dasar baru maupun lapis pondasi yang disiapkan, maka lapisan ini harus diselesaikan sepenuhnya terlebih dahulu. c) Lokasi yang telah disediakan untuk pekerjaan Lapis Pondasi Agregat harus disiapkan sekurang-kurangnya untuk 100 meter melampaui rencana akhir lokasi penghamparan. Apabila perbaikan-perbaikan dilakukan untuk panjang jalan kurang dari 100 meter, seluruh formasi harus disiapkan sebelum Lapis Pondasi Agregat dihampar. d) Bilamana Lapis Pondasi Agregat akan dihampar langsung di atas permukaan perkerasan aspal lama yang kondisinya tidak rusak, maka diperlukan penggarukkan atau pengaluran pada permukaan perkerasan aspal lama agar diperoleh tahanan geser yang lebih baik. 4.5.2 Percobaan pemadatan a) Sebelum pelaksanaan penghamparan dan pemadatan, percobaan pemadatan harus dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan jenis alat, jumlah lintasan dan ketebalan hamparan sehingga didapatkan tebal lapisan sesuai dengan yang direncanakan dan kepadatan yang disyaratkan. b) Panjang minimum segmen percobaan adalah 100 m. 4.5.3 Penghamparan lapis pondasi agregat a) Bahan Pondasi Agregat harus dibawa ke badan jalan sebagai campuran yang merata dan harus dihampar pada kadar air optimum dengan toleransi 1½%. Kadar air dalam bahan harus tersebar secara merata. b) Setiap lapis harus dihampar secara merata agar menghasilkan tebal padat yang diperlukan dalam toleransi yang disyaratkan. Bilamana akan dihampar lebih dari satu lapis, maka lapisan-lapisan tersebut harus diusahakan sama tebalnya. c) Lapis Pondasi Agregat harus dihampar dan dibentuk dengan salah satu metode yang disetujui yang tidak menyebabkan segregasi pada partikel agregat kasar dan halus. Bahan yang segregasi harus diperbaiki atau dibuang dan diganti dengan bahan yang bergradasi baik. d) Tebal padat minimum untuk pelaksanaan setiap lapisan harus dua kali ukuran terbesar agregat lapis pondasi. Tebal padat maksimum tidak boleh melebihi 20 cm, kecuali bila alat pemadat yang dipergunakan mampu untuk memadatkannya. 4.5.4 Pemadatan lapis pondasi agregat a) Segera setelah pencampuran dan pembentukan akhir, setiap lapis harus dipadatkan secara menyeluruh dengan alat pemadat getar yang disetujui sampai derajat kepadatannya mencapai paling sedikit 100% kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1743-1989 metode D. b) Pemadatan akhir dapat menggunakan mesin gilas beroda karet bila mesin gilas statis beroda baja dianggap mengakibatkan kerusakan atau degradasi berlebihan dari Lapis Pondasi Agregat. 4 dari 8

c) Pemadatan harus dilakukan pada kadar air antara 1½% diatas dan 1½% dibawah kadar air optimum pemadatan, seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) pada SNI 03-1743-1989, metode D. d) Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, dalam arah memanjang. Pada bagian tikungan (superelevasi), penggilasan harus dimulai dari bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke bagian yang lebih tinggi. Operasi penggilasan harus dilanjutkan sampai seluruh bekas roda mesin gilas hilang dan lapis tersebut terpadatkan secara merata. e) Bahan sepanjang kereb, tembok, dan tempat-tempat yang tak terjangkau mesin gilas harus dipadatkan dengan timbris mekanis atau alat pemadat lainnya yang disetujui. 4.5.5 Pengendalian mutu a) Pengujian bahan yang diperlukan untuk persetujuan awal harus mencakup seluruh jenis pengujian yang disyaratkan dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Untuk masing-masing sumber bahan yang diusulkan diperlukan minimum 3 contoh yang mewakili rentang mutu bahan tersebut. b) Setelah persetujuan mutu bahan lapis pondasi agregat yang diusulkan, seluruh jenis pengujian bahan harus diulangi lagi bila terdapat perubahan sumber, mutu bahan atau metode produksinya. c) Program pengujian rutin pengendalian mutu bahan harus dilaksanakan untuk mengendalikan ketidakseragaman bahan yang dibawa ke lokasi pekerjaan. Pengujian lebih lanjut harus dilakukan untuk setiap 1000 meter kubik bahan yang diproduksi paling sedikit lima (5) pengujian indeks plastisitas, lima (5) pengujian gradasi, dan satu (1) penentuan kepadatan kering maksimum menggunakan SNI 03-1743-1989, metode D. d) Kepadatan dan kadar air bahan yang dipadatkan harus secara rutin diperiksa. Pengujian harus dilakukan sampai seluruh kedalaman lapis terpasang dengan selang jarak tidak boleh lebih dari 200 m. 5 dari 8

Lampiran A (Informatif) Contoh Perhitungan Gradasi Campuran Untuk Lapis Pondasi Bawah Gradasi agregat kasar: Ayakan 2 1½ 1 3/8 #4 #10 #40 #200 % lolos 100 89,1 74,3 45,2 38,2 21,8 7,3 3,1 Gradasi tailing: Ayakan 2 1½ 1 3/8 #4 #10 #40 #200 % lolos 100 100 100 100 98,5 96,4 69,5 3,7 Perhitungan dilakukan secara analitis dalam bentuk tabelaris: Ayakan 2 1½ 1 3 / 8 #4 #10 #40 #200 Spesifikasi 100 88 95 70 85 30 65 25 55 15 40 8 20 2 8 Ag. Kasar 100 89,1 74,3 45,2 38,2 21,8 7,3 3,1 Tailing 100 100 100 100 98,5 96,4 69,5 3,7 Ayakan 2 1½ 1 3 / 8 #4 #10 #40 #200 Spesifikasi 100 88 95 70 85 30 65 25 55 15 40 8 20 2 8 Ag. Kasar (85%) 85,0 75,7 63,2 38,4 32,5 18,5 6,2 2,6 Tailing (15%) 15,0 15,0 15,0 15,0 14,8 14,5 10,4 0,6 Total % lolos 100,0 90,7 78,2 53,4 47,2 33,0 16,6 3,2 6 dari 8

Lampiran B (Informatif) Daftar nama dan lembaga 1) Pemrakarsa Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kimpraswil 2) Penyusun Nama Dr. Ir. Siegfried, MSc Dr. Ir. Furqon Affandi, MSc Ir. Eddie Djunaedi Dr. Djoko Widajat, MSc Instansi Pusat Litbang Prasarana Transportasi Pusat Litbang Prasarana Transportasi Pusat Litbang Prasarana Transportasi Pusat Litbang Prasarana Transportasi 7 dari 8

Bibliografi Spesifikasi Umum, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. 8 dari 8