BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG B E C A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

Dengan Persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG TONASE DAN PORTAL

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN PEMAKAMAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 10

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

IZIN PEMBANGUNAN JALAN KHUSUS PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 T ENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 2 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN USAHA ANGKUTAN UMUM

Transkripsi:

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN, Menimbang : a. bahwa penerangan jalan umum merupakan fasilitas yang disediakan untuk mendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka keselamatan, keamanan dan kelancaran lalu lintas serta memberikan kemudahan bagi pemakai jalan; b. bahwa agar pengelolaan lampu penerangan jalan dapat dilakukan secara efisien, efektif, memenuhi persyaratan teknis dan standar kualitas serta estetika, perlu adanya pengaturan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penerangan Jalan Umum. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 snomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 5025); 1

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049 ); 6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 5052); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 5234); 8. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 230, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah-an Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo 4655); 2

14. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN dan BUPATI KABUPATEN PANGANDARAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Pangandaran. 2. Bupati adalah Bupati Pangandaran. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki kewenangan tugas pokok dan fungsi pengelolaan bidang penerangan jalan. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi dan mempunyai kewenangan dalam Penerangan Jalan Umum. 6. Lampu Penerangan Jalan Umum yang selanjutnya disebut Penerangan Jalan adalah lampu dan alat kelengkapannya berupa komponen tertentu yang dipasang di Median jalan atau diluar badan jalan dengan persyaratan teknis dan standar kualitas tertentu yang berfungsi sebagai alat penerangan jalan. 7. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas baik jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan desa maupun jalan lingkungan. 8. Persyaratan teknik adalah cara melaksanakan pekerjaan perangkaian atau pemasangan komponen penerangan jalan yang harus dipenuhi sesuai dengan kondisi lingkungan dan perkembangan teknologi. 3

9. Standar Kualitas adalah patokan atau ukuran mutu produk peralatan atau komponen penerangan jalan yang telah ditetapkan secara legal. 10. Estetika adalah keindahan dari bentuk komponen penerangan jalan yang diselaraskan dengan kondisi lingkungan. 11. Meterisasi adalah sistem penggunaan daya penerangan jalan dengan cara memasang kwh meter dalam jarak atau jumlah titik tertentu. 12. Daya adalah besaran energi listrik yang digunakan penerangan jalan per titik cahaya. BAB II AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penerangan jalan sebagai fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan berdasarkan azas manfaat, efisien, efektif, pemerataan dan proporsional. Pasal 3 Penerangan jalan diselenggarakan dengan tujuan keselamatan, keamanan, kelancaran lalu lintas dan memberikan kemudahan bagi pemakai jalan serta mendukung mobilitas masyarakat. BAB III PERENCANAAN Bagian Kesatu Pengadaan Pasal 4 Pengadaan penerangan jalan direncanakan berdasarkan analisa kemampuan pembiayaan dan kebutuhan dengan prioritas: a. potensi mobilitas masyarakat yang berdampak kepada peningkatan kepadatan dan peningkatan arus lalu lintas ; b. mengurangi kerawanan kecelakaan lalu lintas dan kerawanan kejahatan dan/atau pelanggaran ; c. upaya pengembangan wilayah atau aksesibilitas antar wilayah. Pasal 5 (1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan penelitian untuk menentukan kelayakan, lokasi dan jumlah titik cahaya yang diperlukan. (2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya ditetapkan dalam bentuk peta rencana atau master plan pengadaan penerangan jalan yang harus dibuat pada setiap kegiatan pengadaan penerangan jalan. (3) Peta rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. 4

Bagian Kedua Pemeliharaan Pasal 6 (1) Terhadap setiap penerangan jalan wajib dilakukan pemeliharaan atau perbaikan agar efektif dan efisien serta dapat berfungsi secara terus menerus. (2) Dinas melakukan inventarisasi terhadap penerangan jalan yang perlu dilakukan pemeliharaan atau perbaikan. (3) Agar penerangan jalan dapat berfungsi secara terus menerus sesuai dengan tujuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Daerah agar menyediakan anggaran yang cukup dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). BAB IV KEWENANGAN Pasal 7 (1) Pengadaan, pemeliharaan dan perubahan daya penerangan jalan dilakukan oleh dinas, berdasarkan peraturan perundang-undangan. (2) Pengadaan penerangan jalan dalam bentuk kerjasama atau investasi oleh pihak ketiga atau pihak lain hanya dapat dilakukan oleh Bupati atas persetujuan DPRD sesuai peraturan perundangan-perundangan. Pasal 8 (1) Untuk pelayanan gangguan penerangan jalan, Dinas menyelenggarakan unit pelayanan gangguan. (2) Terhadap setiap kasus gangguan penerangan jalan selambat-lambatnya 1x24 jam penerangan jalan harus berfungsi kembali kecuali gangguan yang menyangkut jaringan/instalasi. (3) Unit Pelayanan Gangguan penerangan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB V PENGADAAN Bagian Kesatu Tata Cara Pasal 9 (1) Pengadaan penerangan jalan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. melalui perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; b. berdasarkan permohonan dari Kepala Desa atau Satuan Kerja Perangkat Daerah. (2) Tata cara permohonan dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. 5

Bagian Kedua Persyaratan Teknis dan Standar Kualitas Pasal 10 (1) Setiap pengadaan dan pemeliharaan penerangan jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan standar kualitas. (2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. tinggi dan diameter serta ornament tiang harus sesuai dengan lebar jalan dan kondisi lingkungan; b. kedalaman tiang harus disesuaikan dengan struktur tanah; c. penggunaan daya titik cahaya harus disesuaikan dengan ketinggian tiang, lebar jalan dan kondisi lingkungan; d. pemasangan kabel harus dilakukan secara aman baik dengan cara bentangan di udara maupun dengan ditanam dibawah tanah harus memberikan jaminan keamanan; e. penggunaan daya pada setiap titik cahaya setingi-tingginya 400 Watt dan serendah-rendahnya 70 Watt kecuali di jalan tol; f. pada setiap Armatur harus menggunakan reflector; g. diameter dan panjang tiang ornamen harus sesuai dengan besar dan bobot armatur; h. armatur caping hanya dapat digunakan untuk penerangan di gang. (3) Standar kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terhadap setiap komponen penerangan jalan harus menggunakan produk yang memenuhi standar kualitas yang dinyatakan dengan sertifikat (ISO) atau SNI atau Standar Negara lain yang tidak bertentangan dengan ISO. (4) Persyaratan teknis dan standar kualitas ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 11 (1) Lampu penerangan jalan dapat dipasang pada median jalan dan pada bahu jalan sebelah kanan dan kiri dengan jarak masing-masing titik cahaya disesuaikan dengan kebutuhan dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas penerangan jalan. (2) Lampu penerangan jalan dipasang pada tiang tersendiri dan dapat dipasang pada tiang jaringan PLN sepanjang memenuhi persyaratan teknis dan harus memperhatikan estetika serta efektifitas fungsi penerangan jalan. Pasal 12 (1) Dinas wajib melakukan inventarisasi titik cahaya lampu penerangan jalan sebagai bahan pengawasan dan pengendalian. (2) Inventarisasi titik cahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam bentuk Peta sebagai bahan pangawasan dan pengendalain terhadap setiap terjadi perubahan atau penambahan titik cahaya serta pedoman perencanaan. 6

Pasal 13 Pada setiap hasil pengadaan penerangan jalan terlebih dahulu harus dilakukan uji laik operasi oleh lembaga yang berwenang sebelum diserahterimakan kepada Dinas. Pasal 14 Pada setiap pengadaan dan pemeliharaan penerangan jalan wajib diberikan kode atau tanda berupa segel atau tanda lain yang menunjukan tahun pengadaan dan pemeliharaan yang dilekatkan pada setiap tiang dan/atau bagian lain pada setiap titik cahaya yang mudah dilihat dan dibaca. Bagian Ketiga Estetika Pasal 15 (1) Pada setiap pengadaan penerangan jalan disamping harus memenuhi persyaratan teknis dan standar kualitas, juga harus memperhatikan nilainilai estetika. (2) Untuk memenuhi nilai estetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam setiap pemasangan komponen harus diperhitungkan keserasiannya demikian pula bentuk armatur pada setiap ornament. BAB VI EFISIENSI Bagian Kesatu Meterisasi Pasal 16 (1) Untuk efisiensi dan efektifitas penggunaan daya pada setiap penerangan jalan wajib dilakukan pemasangan KWH meter atau Sistem Meterisasi. (2) Selain penggunaan KWH meter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan lampu hemat energi dan atau upaya lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Bagian Kedua Pembatasan Daya Pasal 17 (1) Penggunaan daya pada penerangan jalan desa dan/atau jalan lingkungan pada setiap titik cahayanya tidak boleh lebih dari 70 watt dengan menggunakan lampu hemat energi atau lampu berlumen tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2). 7

(2) Banyaknya titik cahaya yang dialokasikan untuk penerangan jalan desa di hitung berdasarkan kemampuan pembayaran rekening desa yang bersangkutan dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 35% (tiga puluh lima perseratus) dari pendapatan pajak penerangan jalan desa yang bersangkutan pada setiap bulannya, dan bagi kelurahan tidak boleh lebih dari 50% (lima puluh perseratus). BAB VII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Pengawasan Pasal 18 (1) Dinas dengan pihak PT. PLN melakukan pengawasan secara periodik terhadap kemungkinan adanya pemasangan penerangan jalan secara illegal. (2) Dinas dengan Pihak PT. PLN melakukan inventarisasi terhadap penerangan jalan illegal sebagai bahan perumusan dalam rangka penertiban dan pembinaan. Pasal 19 (1) Dinas wajib menginventarisasi potensi pajak penerangan jalan pada setiap desa yang dikoordinasikan dengan pihak PT. PLN dengan memperhatikan azas transparansi dan akuntabilitas. (2) Inventarisasi potensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan sekali. (3) Hasil inventarisasi potensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dituangkan dalam bentuk dokumen potensi pajak penerangan jalan sebagai bahan acuan penentuan jumlah titik cahaya penerangan jalan untuk di alokasikan ke desa. Bagian Kedua Pengendalian Pasal 20 (1) Terhadap penerangan jalan illegal wajib dilakukan upaya-upaya penertiban dan harus dilakukan sosialisasi serta pembinaan terlebih dahulu. (2) Penertiban dan pembinaan dimaksud ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan instansi terkait yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Ketiga Peran Serta masyarakat Pasal 21 Setiap masyarakat wajib memberikan informasi atau upaya-upaya dalam rangka terpeliharanya penerangan jalan, dan tertib penerangan jalan. 8

BAB VIII PENERANGAN JALAN SWADAYA Pasal 22 (1) Badan atau perorangan dapat menyelenggarakan penerangan jalan secara swadaya dengan ketentuan sebagai berikut: a. memiliki izin dari Bupati; b. pembayaran rekening menjadi beban sendiri atau penyelenggara; c. harus memenuhi persyaratan teknis standar kualitas dan estetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. (2) Tata Cara penyelenggaraan penerangan jalan swadaya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 23 (1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (1), diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi Rp 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke kas daerah Kabupaten Pangandaran. BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 24 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian yang bertugas menyidik tindakan pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindakan pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian serta melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil seseorang untuk dipanggil dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan perkara; 9

h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik kepolisian kemudian memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka dan keluarganya; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Lampu penerangan jalan yang telah ada sebelum terbitnya Peraturan Daerah ini, secara bertahap harus disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini. Pasal 26 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati yang harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan. Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran. Ditetapkan di Parigi pada tanggal 31Desember 2015 PENJABAT BUPATI PANGANDARAN, Ttd/Cap H. DAUD ACHMAD Diundangkan di Parigi pada tanggal 31 Desember 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN, Ttd/Cap M A H M U D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN TAHUN 2015 NOMOR 18 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT (342/2015) 10

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN DAN FASILTAS UMUM PJU adalah sarana pelengkap jalan yang penting karena berguna untuk keamanan, keselamatan dan ketertiban bagi pemakai jalan dan masyarakat di sekitarnya.dengan adanya titik-titik lampu dari PJU di tempat-tempat yang tepat, pemakai jalan dapat menggunakan jalan dengan tenang dan nyaman serta keadaan lingkungan sekitar terpantau. Agar penyelenggaraan PJU memenuhi standar teknis, keamanan dan dilaksanakan dengan bertanggung jawab, maka perlu mengatur tata cara penyelenggaraan PJU. Penyelenggaraan PJU berdasarkan atas asas manfaat, efisien, efektif, pemerataan dan proporsional. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penerangan Jalan Umum Kabupaten Pangandaran. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2 Yang dimaksud dengan Asas Manfaat adalah pemasangan PJU harus dapat memberikan manfaat untuk menunjang keamanan, keselamatan dan ketertiban bagi pemakai jalan dan masyarakat di sekitarnya. Yang dimaksud Asas Efektif dan Efisien adalah penggunaan lampu listrik yang hemat energi namun kebutuhan penerangan jalan tercukupi. Yang dimaksud dengan Asas Pemerataan adalah dapat melayani kebutuhan masyarakat akan penerangan jalan di lingkungan terkecil secara merata. Yang dimaksud dengan azas Proporsional adalah pemasangan PJU sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan kebutuhan. 11

Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2). Pasal 6. Pasal 7 Pasal 8. Pasal 9 Ayat (1) Kepala Desa dapat mengajukan usulan PJU kepada Bupati berdasarkan pertimbangan keamanan pada lokasi-lokasi yang dianggap perlu. Apabila Desa menghendaki pemasangan PJU lebih banyak, maka semua biaya menjadi tanggung jawab Desa yang bersangkutan. Ayat (2). Pasal 10. Pasal 11 Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan titik cahaya adalah titik dimana sebagai sumber energi listrik bisa berupa Stop Kontak atau Lampu. Ayat (2) Pasal 13 Yang dimaksud dengan uji laik operasi adalah pengujian persyaratan Teknis dan Standar Kualitas.Hasil uji laik operasi berupa Sertifikat Laik Operasi (SLO) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang(konsuil atau PPILN). 12

Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21. Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25. Pasal 26. Pasal 27 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN TAHUN 2015 NOMOR 18 13