BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB III. Bab ini membahas tentang ritual kelahiran umat hindu meliputi: setting

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

Mahapuja Satyabuddha

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava)

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

Minggu, 21 Januari 2018 ALLAH MENYESAL. Yunus 3:1-10 PERSIAPAN T A T A I B A D A H M I N G G U G K I K E B A Y O R A N B A R U 0

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

DISIAPKAN MENJADI SAKSI

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu

BAB V KESIMPULAN. Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok. tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD. sekitar klenteng dalam menanggapi pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH JEMAAT BERHIMPUN

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB III PENYAJIAN DATA. 1. Sejarah Berdirinya Pura Tirtha Gangga Suraba. dalam Islam disebut dengan musholla. Pada waktu itu dibangunlah Pura yang

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini.

Tema HIDUP DI DALAM TERANG

PEMBANGUNAN APLIKASI MOBILE PEMBELAJARAN MANTRA HARI RAYA HINDU TUGAS AKHIR

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

MENGHADAP TUHAN. Prosesi Alkitab

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 24 JUNI 2018 (MINGGU BIASA - HIJAU) DALAM BADAI TUHAN BERTINDAK

Tata Ibadah Minggu Paskah IV. Minggu, 07 Mei » Berhimpun «

Minggu, 10 September 2017 Pk , 08.00, & WIB

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 23 JULI 2017 Tema: ALLAH SANG PENYABAR JEMAAT BERHIMPUN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

SILABUS PEMBELAJARAN

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Berdiri. 2. NYANYIAN JEMAAT Alangkah Baik dan Indahnya KMM 81:1-3. (prosesi Alkitab simbol Firman Allah yang siap untuk diberitakan)

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

Zaman sekarang susah ya cari yang serius Semua cowok itu sama aja, suka nyakitin

Berdiri. (prosesi Alkitab simbol Firman Allah yang siap untuk diberitakan)

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor: 05/Bhisama/Sabha Pandita PHDI/VIII/2005 Tentang

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira

TATA IBADAH HARI MINGGU. Minggu Pemuliaan Kristus

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis multimedia berasal dari kata multi (Bahasa Latin, nouns) yang berarti

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

Sambutan Presiden RI pd Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi, di Jakarta, 25 Apr 2014 Jumat, 25 April 2014

2. NYANYIAN JEMAAT Ajaib Nama-Nya PKJ 3 [2x] Semua

Berdiri. 2. NYANYIAN JEMAAT Ya Tuhan Kami Puji Nama-Mu Besar KJ 7:1,4. (prosesi Alkitab simbol Firman Allah yang siap untuk diberitakan)

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya.

3. Laklak Debata Bulan (Kitab Debata Bulan)

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

TRISATYA DASADARMA PRAMUKA

TATA IBADAH HARI MINGGU VI SESUDAH EPIFANIA ALLAH YANG KREATIF MENJUMPAI MANUSIA YANG PUTUS ASA

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

GKI MENGALAMI PEMBARUAN BUDI Roma 12:1-2

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 03 JUNI 2018 (MINGGU BIASA - HIJAU) SAHABAT UNTUK MANUSIA

Sekolah Eden. "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat."

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 30 APRIL 2017 (MINGGU PASKAH III) BERELASI DENGAN TUHAN YESUS KRISTUS

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Aspek Konsep Utama Theravada : Bagan 5.2. Kerangka Pikir Konsep dari Aspek Theravada Konsep ini muncul dari tiga elemen penting dalam interior yaitu e

Transkripsi:

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. Lokasi Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata Selatan No. 200 i Kelurahan Ketintang Kota Surabaya, dengan luas wilayah 297 Ha. Ketinggian tanah dari permukaan air laut 7 meter dan banyaknya curah hujan 30 Mm2. Adapun batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Wonokromo Kecamatan Wonokromo, sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Ahmad Yani Surabaya Kecamatan Wonocolo, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Gayungan Kecamatan Gayungan dan sebelah barat dengan Kelurahan Karah Kecamatan Gayungan. B. Alasan Memilih Lokasi Keberadaan Pura yang berdampingan dengan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Ketintang dan berdekatan dengan Masjid menjadi wujud adanya kerukunan hidup antar umat beragama di daerah ini, untuk itu sudah sangat tepat bila tempat-tempat ibadah temasuk Pura menjadi pusat pembinaan moral, mental maupun spiritual bagi pemeluk dari pura itu maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Selain sebagai tempat beribadah, yang mempunyai berbagai macam bentuk ritual persembahyangan salah satunya ritual tilem, yang menjadi pilihan utama penulis sebagai objek penelitian. Pura Pasraman Saraswati Tiga Ketintang ini tidak hanya digunakan untuk ritual keagamaan rutin, tetapi juga digunakan untuk aktivitas lain yang berkaitan dengan Agama Hindu. 40

Ada beberapa fasilitas yaitu, pasraman semacam sekolah minggu di Pura ini, yang digunakan untuk proses belajar mengajar pelajaran agama bagi anakanak SD, dan SMP, kemudian ada aula pertemuan yang digunakan untuk kepentingan bersama dan beberapa aktivitas lain sebagainya. Dari observasi yang dilakukan di Pura Pasraman Saraswati Tiga di Kelurahan Ketintang Kota Surabaya ini, penulis menemukan beberapa temuan, antara lain sebagai berikut: C. Ritual Tilem 1. Sejarah Tilem Bulan Tilem berasal dari bahasa singketan terdiri dari dua kata yakni Ti, yang berarti mati, dan Lem yang berarti selem (hitem/ hitam). Jadi bulan Tilem adalah bulan mati, maksudnya tidak tampaknya sinar bulan di malam hari. Sesuai dengan namanya pelaksanaan upacara ini berlangsung saat bulan gelap yaitu setiap malam bulan gelap dan dilaksanakan setiap tiga puluh hari sekali. Pelaksanaan pemujaan ini bersifat wajib bagi umat agama Hindu. Dan dalam melaksanakannya dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok. Waktu malam merupakan waktu yang paling tenang dalam bersembahyang, hal ini diharapkan agar lebih berkonsentrasi atau fokus pada persembahyangan. Bulan tilem diistilahkan dengan hati atau pikiran manusia yang sedang menyusut 1. Sedangkan makna secara umum bulan disimboliskan dengan kecerahan. Itulah tercela (jelek). 1 Maksud dari menyusut adalah hati atau pikiran manusia itu dipenuhi oleh sifat-sifat yang 41

sebabnya terkadang hati dan pikiran seseorang bisa menyamai sifat-sifat kedewataan. Jadi bisa dikatakan bahwa, jika pikiran seseorang sedang keruh, marah, iri hati yang dirasuki oleh sifat-sifat angkara murka, maka diistilahkan bulan dewatanya sedang menyusut menuju kegelapan. Hal seperti ini dialami oleh setiap orang, kesadaran atau Atma Tattwa inilah yang disetujui oleh umat manusia. Namun, banyak yang masih bingung dan meraba-raba dalam kegelapan, karena manusia ada dalam pengaruh Maya Tattwa (keduniawian, kepalsuan). Pengaruh Maya Tattwa (kegelapan) inilah yang disimboliskan dengan bulan tilem yang selalu bertarung didalam pikiran manusia 2. Sedangkan secara filosofis umat Hindu mempercayai bulan tilem karena semua yang ada di alam ini sebagian besar terdiri dari air. Seperti tubuh manusia tujuh puluh lima persen terdiri dari air, maka dari itu jika terjadi bulan tilem, disitulah air laut secara otomatis akan berubah. 3 Ritual bulan tilem juga diperingati sebagai hari dimana Dewa Candra atau Dewa Bulan turun ke bumi untuk menolong manusia dari kegelapan. Dalam kurun waktu berabad-abad kemudian keturunan bangsa dari Dinasti Candra muncullah kepercayaan bahwa bulan tilem merupakan hari suci bangsa tersebut. Kepercayaan ini akhirnya dianut oleh berbagai kepercayaan dari berbagai sekte. Akhirnya hari suci tilem juga dipercayai oleh umat Hindu di Nusantara 2 Bapak Nyoman Gunung, Juru Kunci Pura Pasraman Saraswati Tiga, Wawancara, Kelurahan Ketintang, 23 Juni 2013 pukul 10.00 WIB. 3 Made Djana, Ketua Parisada Hindu Dharma Kecamatan Wonocolo Surabaya, Wawancara, Dukuh Menanggal Surabaya, 25 Juni 2013 pukul 18.00 WIB. 42

sebagai hari sucinya, khususnya umat Hindu di Pura Pasraman Saraswati Tiga Ketintang ini 4. Setelah penulis melakukan observasi, penulis berpendapat bahwa kepercayaan tentang bulan tilem itu tidak hanya milik umat Hindu saja, melainkan umat lain juga mempercayai adanya ritual bulan misalnya, bagi umat Buddha hari suci Waisak. Karena pada hari waisak tersebut, Siddharta Gautama mencapai pencerahan (Nirwana). 2. Alasan Munculnya Ritual Tilem Bulan merupakan salah satu planet yang berfungsi sebagai penerang. Pada malam hari terlihat indah karena cahayanya. Secara filosofi bulan tilem dianggap keramat sesuai dengan kepercayaan masing-masing kelompok. Khususnya umat Hindu sangat menghormati bulan tilem sehingga perlu dilakukan ritual menyambut bulantilem. Menurut kepercayaan umat Hindu, Buana Agung (bumi) juga melakukan penyucian diri, sedangkan Buana Alit (manusia) meniru apa yang ada di bulan tilem, dan diyakini bulan itu disebut Sang Candra (bulan yang menyejukkan). Pada ritual tilem ini, semua umat Hindu yang khususnya di Pura Ketintang tersebut melakukan sembahyang bertujuan memohon berkah dan karunia kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar semua manusia terhindar dari sifat-sifat tercela atau angkara murka, serta melebur segala perbuatan yang kurang baik yang pernah dilakukan selama masa hidupnya, baik sengaja maupun tidak 4 Bapak Nyoman Gunung, Juru Kunci Pura Pasraman Saraswati Tiga, Wawancara, Kelurahan Ketintang, 24 Juni 2013 pukul 09.00 WIB. 43

sengaja, agar kembali bersih jiwa dan pikiran seperti sedia kala. Selain terhindar dari sifat-sifat tercela itu, para umat juga mengakui betapa pentingnya kebersamaan, menghargai satu dengan umat yang lain serta dengan adanya ritual yang dilakukan secara bersama-sama tersebut maka akan terjalin sebuah komunikasi dan saling mengenal antar umat yang lain. Dalam kehidupan beragama sehari-hari pada umumnya umat Hindu melaksanakan bentuk-bentuk ritual persembahyangan secara bersama-sama (kelompok warga) serta melaksanakan puja bhakti persembahyangan secara individu atau perseorangan. Upacara keagamaan di pura Pasraman Saraswati Tiga, pada dasarnya dilaksanakan pada hari-hari tertentu, seperti hari raya Saraswati, Hari Siwaratri, hari suci Tilem, Galungan dan pada hari-hari raya penting Agama Hindu lainnya yang secara bersama-sama umat Hindu di lingkungan warga masing-masing. Selain itu pada hari-hari biasa, umat Hindu melaksanakan persembahyangan secara individu/ perorangan tanpa melalui ritual atau upacara. Kemudian dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu pada umumnya melaksanakan aktivitas kehidupan sesuai tugas dan fungsinya yang berdasarkan swadharma masing-masing, dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mencari Artha dan pemenuhan Kama atau keinginan yang berdasarkan Ajaran Agama (Dharma) yang melandasinya, dan untuk meraih hidup yang meksartham jagadhitham yaitu kehidupan yang sejahtera dan bahagia di dunia ini dan kehidupan yang damai kekal abadi di alam pembebasan. Menyatunya Atman dengan Parama Atman/ Brahman/ Tuhan Yang Maha Esa di alam Moksa, hal ini 44

sudah disebutkan di dalam kitab Suci Weda bahwa penerapan ajaran catur purusa artha dan catur marga adalah sebagai jalan menuju Tuhan 5. Maka dari penyataan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan betapa pentingnya ritual bulan tilem bagi umat Hindu pada umumnya, sehingga perlu untuk dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Sang Hyang Widhi. D. Deskripsi Ritual Tilem 1. Persiapan Sebelum Ritual Tilem Adapun sebelum ritual persembahyanganberlangsung atau dilaksanakan, terlebih dahulu membersihkan pura yang dilakukan oleh beberapa panitia. Dalam setiap perayaan ritual, Pura harus terlihat bersih dan rapi. Kemudianpara pemangku atau pemimpin upacara berkumpul sejenak untuk mempersiapkan jalannya upacara. Selanjutnya panitia mempersiapakan peralatan-peralatan yang dibutuhkan ketika upacara. Seperti air/tirta yang sudah diletakkan di sebuah bejana (tempat air tirta), tikar atau karpet yang digunakan untuk tempat duduk bagi umat yang melakukan ritual, sound sistem yang berfungsi sebagai pengeras suara yang digunakan ketika pada waktu darma wacana dan dilanjutkan dengan mempersiapkan tempat untuk meletakkan sesajen, dan untuk waktu pelaksanaan 5 I Made Djana, Ketua Parisada Hindu Dharma Kecamatan Wonocolo Surabaya, Wawancara, Dukuh Menanggal Surabaya, 27 Juni 2013 pukul 09.00 WIB. 45

upacara itu dilaksanakan pada malam hari setelah matahari terbenam atau pada pukul 18.00 WIB 6. 2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Ritual Tilem Ritual tilem ini dilakukan sebulan sekali, yaitu pada gelap-gelapnya dalam satu bulan. Sesuai dengan namanya bulan tilem (gelap), yaitu dilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 18.00 WIB. Mengenai tempat pelaksanaannya yakni di Pura, khususnya umat Hindu yang ada di sekitar Kelurahan Ketintang mereka melakukannya di Pura Pasraman Saraswati Tiga Ketintang. Dalam pelaksanaan ritual persembahyangan tilem ini seluruh umat aktif menghadirinya baik laki-laki maupun umat perempuan. Disini peran perempuan disibukkan dengan mempersiapkan segala macam sesajen dan perlengkapanperlengkapan lainnya. Dan beberapa panitia lainnya sibuk dengan tugasnya masing-masing, seperti para pemangku yang tugasnya sebagai pemimpin jalannya ritual persembahyangan, ketua PHDI yang bertugas memberikan dharma wacana serta panitia yang lainnya. 3. Tata Cara Masuk Pura Tata cara sebelum melaksanakan ritual, yaitu dengan bersembahyang dan mengadakan puji syukur kehadapan Sang Hyang Widhi atas anugerah yang diberikan-nya, pertamayang harus diperhatikan sebelum masuk pura adalah para 6 Made Djana, Ketua Parisada Hindu Dharma Kecamatan Wonocolo Surabaya, Wawancara, Dukuh Menanggal Surabaya, 27 Juni 2013 pukul 10.00 WIB. 46

umat agama Hindu harus memakai ikat pinggang, dan bagi umat yang tidak membawa ikat pinggang sudah disediakan oleh panitia 7. Dengan memakai ikat pinggang tersebut bertujuan untuk menahan hawa nafsu, setelah ikat pinggang sudah dipakai oleh umat, maka tata cara selanjutnya adalah membersihkan diri dengan memercikkan air suci yang disebut dengan air tirta panglukatan (air tirta yang di percikkan sebelum ritual persembahyangan dimulai) yang sudah disediakan oleh pemangku yang sudah dilantunkan doa/ mantram. 8 Tujuannya agar semua tingkah laku yang kurang baik dari seseorang yang akan melakukan sembahyang bisa melebur oleh air suci sehingga ketika masuk Pura badan sudah dalam keadaan suci. Dilanjutkan dengan pikiran yang tenang dan mengosongkan diri dari segala hal yang berbau negatif, yaitu fokus pada persembahyangan dan mengikuti dari awal sampai akhir dari ritual tersebut. Serta untuk menjaga ketenangan dalam ritual tersebut alat komunikasi dalam bentuk apapun harus di non aktifkan. Kedua, meletakkan banten atau sesajen yang dibawa oleh masing-masing umat ditempat yang sudah disediakan, lalu berkumpul sambil menunggu umat lain datang melaksanakan upacara. Ketika upacara, umat Hindu di Pura Ketintang ini 7 Mas Bayu, selaku umat Pura Pasraman Saraswati Tiga, Wawancara, Kelurahan Ketintang, 20 Juli 2013 pukul 09.30 WIB. 8 Bapak Nyoman Gunung, Juru Kunci Pura Pasraman Saraswati Tiga, Wawancara, Kelurahan Ketintang, 24 Juli 2013 pukul 09.00 WIB. 47

disibukkan dengan berbagai macam sesajen yang dibawa oleh para kaum perempuan yang tempat tinggalnya dekat dari pura tersebut. Seperti yang ditemui penulis, sesajen yang dibawa itu terdiri dari berbagai macam bentuk yang berbeda, adapun sesajen yang dibawa terdiri berbagai macam jumlah. Dalam mempersembahkan sesajen tersebut para umat lebih mengutamakan kualitas dari sesajen tersebut, karena dipersembahkan kepada Sang Hyang Widhi. Sehingga sesajen-sesajen itu diletakkan ditempat yang terbuat dari anyaman bambu dan lain-lain. Seperti yang terlihat ketika upacara berlangsung yang lebih disibukkan menyambut upacara adalah para kaum perempuan 9. 4. Tata Cara Pelaksanaan Ritual Tilem Sebelum ritual persembahyangan berlangsung para Pemangku serta dibantu umat yang lain mempersiapkan tirta yang akan didoakan dengan mantramantra. Sambil menunggu umat lain datang dan berkumpul di Pura, para Pemangku akan memulai jalannya upacara. Adapun susunan prosesinya sebagai berikut: 1). Puja Astawa yaitu penghaturan banten kepada Sang Hyang Widhi Wasa, 2). Dharma Wacana atau pencerahan (ceramah agama), 3). Puja Trisandya, 4). Kramaning Sembah, dan 5). Diakhiri dengan lagu-lagu kidung jawa. 9 Bapak Nyoman Gunung, Juru Kunci Pura Pasraman Saraswati Tiga, Wawancara, Kelurahan Ketintang, 28 Juni 2013 pukul 09.00 WIB. 48

Pertama, ada dua macam pemangku yang memimpin jalannya upacara yakni pemangku menggala (pemangku utama) yang bertugas mengantarkan doa sesajen. Sebelum prosesi dimulai pemangku menggala mengantarkan sesajen yang disebut Puja Astawa kepada sinar suci atau Sang Hyang Suci atau Tuhan sebagai pelindung (Batara) untuk memohon bahwa umat akan membuka upacara agar diberi rahmat. Lalu melalukan proses Biakala atau Abayakala dan Prayascita. Biakala yaitu tangan diayunkan ke bawah sebagai simbolik untuk penyucian diri. Kemudian melakukan prayascita yaitu mengayunkan tangan yang mengarah ke kepala dengan tujuan untuk menyucikan pikiran. Gerakan tersebut diikuti oleh umat setelah dipimpin oleh pemangku. Kedua, Dharma Wacana yaitu penceramahan atau pemberian pencerahan bagi umat Hindu yang melakukan upacara tersebut dan dipimpin oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan Wonocolo yaitu Bapak I Made Djana. Ketiga, persembahyangan atau Puja Trisandya yaitu dilakukan oleh pemangku dengan membaca Do a Trisandya atau Gayatri Mantra 10. Dengan mempersiapkan sarana persembahyangan seperti bunga, dupa, dan lain-lain. Kemudian sabda, bayu idep disatukan, dengan memperhatikan sikap duduk, yaitu 1). Asana berarti suatu keadaan/ sikap dimana tubuh mereka yang bersembahyang mulai dari punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak 10 Bapak Nyoman Gunung, Juru Kunci Pura Pasraman Saraswati Tiga, Wawancara, Kelurahan Ketintang, 24 Juni 2013 pukul 09.00 WIB. 49

menunduk) dengan hati yang hening, suci, tenang dan nyaman secara fisik maupun mental atau sikap badan dengan duduk bersila (padmasana) untuk umat laki-laki dan duduk bersimpuh untuk umat wanita yang disebut dengan istilah bajrasana, 2). Pranayama, yang berasal dari kata prana dan yama. Prana berarti energi vital atau energy ilahi yang lebih halus dari udara dan menggenangi seluruh alam semesta. Sedangkan yama berarti mengendalikan. Dengan demikian Pranayama yaitu cara untuk mengendalikan keluar masuknya energi ilahi atau energi alam semesta kedalam tubuh, 3). Karasodana, merupakan penyucian atau pembersihan tangan kiri dan tangan kanan yang dipimpin oleh pemimpin upacara (pemangku), 4). Sesudah kegiatan Asana, Pranayana dan Karasodana selesai dilaksanakan yang diikuti oleh umat yang bersembahyang, lalu pemimpin upacara/ pemangku akan memberikan aba-aba dengan mengatakan Trisandya dimulai atau Trisandya Ngawit yakni bahwa puja trisandya akan segera dimulai dengan sikap Amustikarana. 11 Keempat, Kramaning Sembah yang berasal dari kata krama dan sembah. Krama dalam hal ini berarti urut-urutan, rangkaian, tata cara atau metoda. Sedangkan sembah berarti memuja dan memuji kemuliaan dan keagungan Tuhan. Dengan demikian yang dimaksud dengan kramaning sembah adalah urut-urutan atau rangkaian pelaksanaan persembahyangan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa.Dan dari kramaning sembah inilah terdapat istilah panca sembah yang terdiri sebagai berikut, 1). Sembah Puyung, maksudnya sembahyang tanpa sarana atau tanpa bunga. 11 Suhardana, Pedoman Sembahyang Umat Hindu, (Surabaya: Paramita, 2005), 34 50

Umat yang akan bersembahyang kemudia mensucikan kedua tangannya diatas dupa yang ada di depannya. Kedua tangan lalu dicakupkan dan diangkat keatas, sehingga pangkal cakupan tangan berada diatas dahi dan ujung jari tangan berada diatas ubun-ubun. 2). Sembahyang kepada Tuhan, yang dalam fungsinya sebagai Siwa Raditya/ Aditya atau yang sering dalam istilah Surya. Kemudian mereka yang bersembahyang mengambil bunga (jika ada bunga yang berwarna putih) lalu disucikan diatas dupa yang ada di depannya. 3). Sembahyang kepada Tuhan atau Dewata dalam fungsinya sebagai Ista Dewata yang mana pada persembahyangan ini menggunakan sarana kewagen, atau jika tidak ada dapat juga dengan bunga. Ista Dewata adalah fungsi Tuhan atau Dewata berdasarkan tempat dimana kita bersembahyang, bisa jadi dalam fungsinya sebagai Batara Brahma, Batara Siwa atau bisa jadi yang lainnya. 4). Sembahyang kepada Tuhan dengan maksud untuk memohon panugrahan, dalam hal ini menggunakan sarana kewangen dengan tujuan memohon berkah atau anugerah. 5). Sembah puyung, akhirnya pemimpin upacara/ pemangku memberikan aba-aba untuk melakukan sembah terakhir yaitu sembahyang tanpa sarana/ tanpa bunga. Tujuannya adalah untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas berkat dan berkahnya. Setelah panca sembah selesai, pemangku jalan mengelilingi umat sambil memercikkan air tirta yang terakhir yang disebut dengan tirta wasuh pada pada masing-masing umat tiga kali percikkan, percikkan pertama di kepala, kedua diminum, dan yang ketiga dibasuhkan ke muka. Lalu pemberian atau pemakaian bija dilanjutkan menyelipkan bunga di telinga. Kelima, yaitu penutup acara,yang biasanya di tutup dengan lagu-lagu kidung jawa. 51

5. Sarana yang Digunakan Pada setiap pelaksanaan ritual diperlukan sarana/ simbol-simbol sebagai perlengkapandan persembahan dalam melakukanpersembahyangan, dan simbolsimbol itu juga mempunyai makna/ arti tertentu yang disakralkan oleh umat beragama, dalam prosesi ritual Agama Hindu berikut simbol-simbol dan bendabenda yang digunakan 12. Yang meliputi: Tirta/Air, air merupakan sarana yang sangat penting dalam persembahyangan dan sebagai simbol kesucian. Bajrah (bel) atau ghanta yang merupakan simbol kekuatan yang keluar dari gerakan udara dan benda alam atau juga sebagai penyampai yang digunakan oleh pemangku. Bunga sebagai lambang kedamaian dan keutamaan yang terwujud (kemuliaan) yang tidak bisa dilihat baunya tapi bisa dirasakan. Adapun bunga yang biasa dipakai umat Hindu yaitu bunga kamboja dan yang paling baik adalah bunga teratai. Dupa, ketika dibakar terdiri dari cahaya yang mengandung suatu sinar suci, dan asap sebagi zat pengantar dari dunia yang berwujud kepada dunia yang tak berwujud. Kemudian Bija/ wija yang berasal dari biji beras yang berfungsi sebagai anugerah Tuhan. Selanjutnya Daun, juga merupakan sarana dalam beryajna. Adapun kriteria daun biasanya berasal dari berbagai macam dedaunan, dan umat yang disini menggunakan daun pisang dan daun kelapa yang masih muda (janur) 12 BapakBayu yang sebagai umat Hindu yang mengikuti ritual upacar Tilem, Wawancara, Dukuh Menanggal Surabaya, 20 Juli 2013 pukul 21.00 WIB. 52

yang biasanya digunakan untuk membuat berbagai jenis banten, seperti membuat kewangen, taledan, tangkih, kojong, tamas, serembeng, canang dan lain-lain 13. 5. Jenis persembahan, banten atau sesajen yang digunakan a. Canangsari Canangsari terdiri dari dua kata yaitu canang (yang berarti inang atau sirih) dan sari yang berarti bunga, dalam hal ini canangsari berfungsi sebagai lambang penghormatan kepada Tuhan. Dan dalam bersembahyang canangsari inilah merupakan sarana yang terpenting. Adapun canangsari itu terdiri dari daun pisang yang berbentuk segiempat, diatasnya berturut-turut disusun perlengkapan seperti daundaunan dan bunga serta perlengkapan lainnya.sedangkan porosan berasal dari kata Purusa dan Swanita yang dilambangkan dengan pria dan wanita. Porosan ini terdiri dari daun sirih, kapur, dan daun pisang (lambang awal terjadinya manusia). b. Kewangen Seperti namanya kewangen artinya keharuman, yang berfungsi untuk mengharumkan nama Tuhan. Kewangen juga melambangkan Omkara. Kewangen terbuat dari daun pisang berbentuk kojong dan daun sirih diisi kapur dan pinang, serta dilengkapi dengan dedaunan dan hiasan puncaknya digunakan dari janur dan disertai dengan bunga. Bentuk kewangen daun pisangnya melambangkan dharma, sedangkan 13 Made Djana, Ketua Parisada Hindu Dharma Kecamatan Wonocolo Surabaya, Wawancara, Dukuh Menanggal Surabaya, 28 Juni 2013 pukul 10.00 WIB. 53

uangnya melambangkan kerja kita harus didasarkan pada dharma, begitu juga dengan sirih/kapur itu melambangkan hubungan antara laki-laki dan perempuan jika berhubungan harus didasarkan pada dharma juga, sebab kita lahir di dunia berasal dari pertemuan laki-laki dengan perempuan, seperti seorang ibu dan bapak. Ketika kita melakukan persembahan dengan membawa sesajen seperti buah-buahan dan lain sebagianya harus didasari rasa ikhlas, sesajen yang dipersembahkan tidak harus mahal yang penting tulus ikhlas untuk disembahkan kepada Tuhan. Sebelum memakannya kita terlebih dahulu mempersembahkan kepada Tuhan agar mendapat berkah. Jika kita memakan sesajen sebelum dipersembahkan kepada Tuhan, kita diibaratkan seperti seorang pencuri 14. c. Banten Daksina Banten daksina berbentuk teropong (lambang) berasal dari kelapa dengan disusun bunga diatasnya. Banten daksina ini berfungsi sebagai tempat beristana Tuhan. Adapun banten ini terdiri dari telor itik, uang logam, tebu, beras dan benang. Selanjutnya, menurut bapak Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Wonocolo, Bapak I Made Djana dan Bapak Ketut Wiarna, bahwa makna yajna dalam Agama Hindu itu sebagai berikut: 14 Bapak Ketut, Pemangku pura, Wawancara, Dukuh Menanggal Surabaya, 26 Juni 2013 pukul 09.30 WIB. 54

1. Pelaksanaan yajna atau persembahan yang terkait dengan panca yajna adalah merupakan penerapan upacara agama, dan merupakan bagian dari tiga kerangka dasar Agama Hindu. Disamping susila dan tatwa atau etika dan filsafat hindu yang melandasinya. 2. Setiap pelaksanaan upakara keagamaan dalam upacara yajna mengandung nilai-nilai susila dan tatwa didalamnya, yang diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol. Oleh karena itu upacara Agama Hindu melalui upacara yajna adalah sakral dan suci sifatnya. Yang perlu dipahami bahwa persembahyangan dengan sarana upakara seperti banten/ sesaji bukanlah semata-mata mempersembahkan makanan untuk disuguhkan kepada Tuhan dengan segala manifestasi-nya, tetapi banten atau sesaji tersebut adalah bahasa simbol yang sakral, suci dan sebagai media untuk menvisualisasikan ajaran agama. 3. Banten atau sesaji persembahan adalah bahasa agama. Ajaran suci Weda atau sabda Tuhan itu disampaikan kepada umatnya dalam berbagai bahasa. Ada yang menggunakan bahasa tulis seperti yang ada dalam kitab suci Weda yang disampaikan dengan bahasa sansekerta, ada yang disampaikan dalam bahasa lisan danada juga isi Weda itu disampaikan dengan bahasa Mona. 4. Mona berarti diam, namun banyak menyampaikan informasi tentang kebenaran weda. Bahasa mona itu adalah banten atau 55

sesaji, yang merupakan bahasa simbol yang sakral sebagi media untuk memvisualisasikan ajaran agama dan sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada kemahakuasaan Tuhan. Dan secara keseluruhan banten atau sesaji adalah lambang berserah diri kepada Tuhan serta suatu persembahan yang tulus ikhlas sebagai bentuk rasa bhakti dan rasa sukur atas segala yang Tuhan limpahkan di dalam kehidupan ini. 56