Andi Faisal Suddin, Tamrin Kunta dan Muslimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

Tahun Bawang

ANALISIS PEMASARAN JAGUNG PULUT (WAXY CORN) DI DESA PAKATTO KECAMATAN BONTOMARANNU KABUPATEN GOWA

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN MATA KULIAH...

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

RESPON PETERNAK TERHADAP PEMBERIAN UREA MOLASES MULTINUTRIENT BLOCK (UMMB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

DAFTAR PUSTAKA. [BPS] Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan dalam angka Makassar.

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

Peran Penyuluh Dalam Upaya Meningkatkan Produktifitas Padi Mendukung Swasembada Pangan

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB IV METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

Transkripsi:

Respon Petani terhadap Pengendalian Penyakit Fusarium oxysporium pada Tanaman Cabai dengan Jamur Trichoderma Sp di Kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Andi Faisal Suddin, Tamrin Kunta dan Muslimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan E-mail : andifaisals@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan; 1) mengetahui perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan petani setelah mengikuti kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit fusarium oxysporum sp. pada tanaman cabai dengan menggunakan jamur Trichoderma, 2) mengetahui tingkat efektifitas penyuluhan yang diikuti oleh petani. Penelitian dilaksanakan mulai maret sampai mei 2012 di Kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan yaitu, untuk menganalisis respon petani dilakukan tes awal dan tes akhir (sebelum dan sesudah mengikuti peyuluhan) dengan membagikan daftar pertanyaan (kuisioner) yang berisi sebanyak 15 butir pertanyaan. Tes awal dan tes akhir dianalisis secara deskriptif, perbedaan antara tes awal dan tes akhir menunjukan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan digunakan formulasi, EP = (ps pr)/(n.3.q) - pr x 100%. Hasil penelitian adalah tingkat perubahan pengetahuan meningkat 33,00 %, keterampilan 33,50 %, dan sikap 37,00%, hal ini menunjukkan adanya perubahan prilaku setelah dilaksanakan penyuluhan, dan kegiatan penyuluhan dianggap cukup efektif dengan nilai 52,51%. Kata kunci : Cabai, Fusarium oxysporium, Maros, Pengendalian, Respon, Trichoderma,sp. Pendahuluan Latar Belakang Cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan volume kebutuhannya terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, tidak heran kalau peluang bisnisnya masih terus menjanjikan. Namun yang harus diwaspadai, komoditas yang secara hitung-hitungan mampu menghasilkan keuntungan besar,tetapi mempunyai resiko yang besar pula. Karenanya diperlukan perencanaan dan penguasaan teknologi dalam budidaya tanaman cabai. Menurut Direktorat Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam buku tahunan tanaman sayuran 2009, rata-rata produktivitas usaha tani cabai di tingkat petani ( 5-6 ton per hekter) masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-11 ton per hektar). Salah satu kendala yang cukup berat pada usaha tani cabai adalah serangan hama penyakit layu/fusarium oxysporium sp, yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil dan penyakit ini mengganas pada musim hujan (Santika, 2006). Lebih lanjut Semangun, H, 2007 mengatakan bahwa penyakit layu fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Jamur ini banyak menyerang tanaman cabai, tomat, dan bawang daun. Banyak cara pengendalian yang dilakukan namun belum berhasil untuk menekan perkembangan patogen tersebut, namun menurut Yusriadi (2004), salah satu alternative pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi jamur Fusarium ini adalah dengan mengembangkan pengendalian secara hayati. Sejauh ini pemakaian pestisida (fungisida) selalu diikuti dengan pertimbangan ekonomi dan berdampak pada lingkungan. Pasar lebih menyukai produksi pertanian yang bebas bahan kimia, sehingga alternatif pestisida yang aman bagi lingkungan dan konsumen sangatlah 864 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

diperlukan (Purwantisari, 2008). Pengendalian penyakit tanaman menggunakan bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan, oleh karena itu penggunaan fungisida nabati (biofungisida) mutlak diperlukan. Kebijakan global mengenai pembatasan penggunaan bahan aktif kimiawi pada proses produksi pertanian pada gilirannya akan sangat membebani pertanian Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pestisida kimia. Ketergantungan inilah yang akan melemahkan produk pertanian asal Indonesia dan daya saingnya di pasar global. Menghadapi kenyataan tersebut agaknya perlu segera diupayakan pengurangan penggunaan pestida kimiawi dan mengalihkannya pada jenis agens hayati yang aman bagi lingkungan. Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan ialah pengendalian hayati menggunakan Trichoderma sp. Sebagai agen biofungisida secara langsung maupun tidak langsung untuk mengontrol serangan spesies pengganggu (Mukerji, 2006). Program pengembangan usahatani cabai saat ini tidak lagi semata-mata ditujukan untuk meningkatkan produksi perhektar, tetapi lebih ditekankan kepada pencapaian sasaran peningkatan pendapatan petani. Pendekatan yang dipilih untuk mencapai sasaran tersebut adalah pengembangan usahatani yang berorientasi agribisnis (Adiyoga dan Soetiarso, 1994). Salah satu prinsip yang menempati urutan pertama dalam pengembangan agribisnis adalah ketersediaan teknologi baru tepat guna dan berkelanjutan. Dalam menerima teknologi baru tersebut, petani sebenarnya dihadapkan kepada ketidak-pastian yang menyangkut kesesuaian teknologi dengan sumberdaya dan kemampuan manajerial yang mereka miliki. Dengan demikian peranan penyuluhan sangat menentukan dalam hal peningkatan kapasitas petani dalam menerapkan teknologi. Huda, (2002) mengemukakan bahwa penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pe ngetahuan, sikap dan keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian. Hal yang berkaitan dikemukakan juga oleh Wiriaatmadja (2003) bahwa dalam menyelenggarakan penyuluhan pertanian, para penyuluh dan peneliti selalu mencari metode efektif yang sifatnya mendidik, membimbing dan menerapkan, sehingga inovasi baru yang disampaikan melalui penyuluhan pertanian dapat diterima oleh petani beserta keluarganya. Tujuan 1. Untuk mengetahui perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan petani setelah mengikuti kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit fusarium oxysporum sp pada tanaman cabai dengan menggunakan jamurtrichoderma. 2. Untuk mengrtahui efektivitas penyuluhan yang diikuti oleh petani cabai. Metodologi Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan selama dua bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 865

Populasi dan Sampel Jumlah populasi petani cabe yang ada di kelurahan Borong adalah 20 orang. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuisioner pada petani cabe yang ada di kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari Dinas atau instasi terkait, yaitu Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan dan BPP yang ada di lokasi. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis respon petani yaitu melakukan tes awal dan tes akhir (sebelum dan sesudah mengikuti peyuluhan) dengan membagikan kuisioner yang berisi sebanyak 15 butir pertanyaan yaitu masing-masing 5 pertanyaan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Tes awal dan tes akhir dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabulasi, perbedaan antara tes awal dan tes akhir menunjukan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Hasil penilaian awal dan tes akhir diberi skor dengan ketentuan: jawaban (a nilai 3, b nilai 2, c nilai1, dan d nilai 0). sehingga interprestasi skor adalah skor tertinggi 20 x 5 x 3 = dan skor terendah 20 x 5 x 0 = 0, digambarkan dalam garis continuum sebagai berikut : skor maksimum skor min imum Interval Kelas = kriteria Efektifitas penyuluhan diperoleh dari hasil evaluasi penyuluhan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penyuluhan yang telah dilakukan terhadap peningkatan perubahan perilaku sasaran. Efektifitas penyuluhan dihitung dengan rumus : = ps pr x 100% ( n.3. Q) pr Keterangan : Ps : Post test 3 : Nilai jawaban tertinggi Pr : Pre test Q : Jumlah pertanyaan n : Jumlah responden Keriteria penilaian yaitu sebagai berikut: 1. < 33,33 %= Kurang efektif 3. > 66 = Efektif (Ginting, 1991) 2. 33,33 % 66,66 % = Cukup efektif Hasil dan Pembahasan 1. Respon Petani Setelah Mengikuti Penyuluhan Hasil evaluasi penyuluhan yang dilakukan, dapat menggambarkan tercapai atau tidaknya tujuan program penyuluhan yang ditetapkan sebelumnya, sebagai gambaran hasil kegiatan penyuluhan yang sudah dilaksanakan. Kegiatan evaluasi penyuluhan ini dilakukan 2 tahap, yakni tahap pertama dilakukan sebelum dilaksanakan penyuluhan, tahap kedua setelah dilaksanakan penyuluhan (tes awal dan tes akhir). Adapun kegiatan evaluasi penyuluhan dilaksanakan dan telah diperoleh hasil dari tabulasi data evaluasi awal dan evaluasi akhir adalah sebagai berikut : 866 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

a. Pengetahuan Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan pengetahuan petani responden, dilakukan tanya jawab melalui media (kuisioner), dapat dilihat pada lampiran terdiri dari masing-masing 5 pertanyaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. yang Untuk tes awal diperoleh nilai 84 dengan demikian tingkat pengetahuan petani-peternak responden mengenai pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe, Pada tes awal berada pada kategori kurang mengetahui (28 %). Jumlah skor yang diperoleh = 84. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah= 20 x 5 x 0 = 0. Evaluasi awal presentase pengetahuan = 84 x 100 % = 28 % 0 25 % 28 % 50 % 75 % 100 % TM KM M SM Gambar 1. Garis Continum Tingkat Pengetahuan Pada Evaluasi Awal Dengan Simbol Huruf Pada Keterangan : Garis Continum Menyatakan. TM : Tidak mengetahui M : Megetahui KM : Kurang mengetahui SM : Sangat mengetahui Untuk tes akhir diperoleh nilai 184 dengan demikian tingkat pengetahuan responden mengenai penerapan materi, pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe, pada tes akhir berada pada kategori mengetahui (61 %). Jumlah skor yang diperoleh = 184. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Presentase evaluasi akhir pengetahuan = 184 x 100 % = 61 % 61 % TM KM M SM Gambar 2. Garis Continum Tingkat Pengetahuan Pada Evaluasi akhir Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. a. Keterampilan Keterampilan merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan inovasi yang disampaikan kepada mereka melalui kegiatan penyuluhan, hasil evaluasi tingkat keterampilan responden untuk tes awal nilai yang diperoleh adalah 86 pada tes awal berada pada kategori kurang terampil (36,5 %) hal ini diasumsikan karena responden belum mengetahui teknis penerapan materi yang Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 867

disuluhkan. Jumlah skor yang diperoleh = 86, Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah= 20 x 5 x 0 = 0. Evaluasi awal presentase pengetahuan = 86 x 100 % = 36,5 % 36,5 % TT KT T ST Gambar 3. Garis Continum Tingkat Keterampilan Pada Evaluasi Awal Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. TT : Tidak terampil T : terampil KT : Kurang terampil ST : Sangat terampil Untuk tes akhir diperoleh nilai 210, dengan demikian tingkat katerampilan petani terhadap pengendalian penyakit Fusarium pada tanamancabe, pada tes akhir berada pada kategori terampil (70 %). Jumlah skor yang diperoleh = 210. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Presentase evaluasi akhir keterampilan = 210 x 100 % = 70 % Gambar 4. Garis Continum Tingkat Keterampilan Pada Evaluasi akhir Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. Menurut Padmowihardjo, 2002. Tingkat keterampilan pada kategori sangat terampil belum mampu dicapai responden hal ini disebabkan, karena kegiatan penyuluhan mengenai teknis aplikasi materi, pengedalian penyakit Fusarium, kurang dilakukan kepada respoden, sehinggah banyak hal dalam teknis aplikasi materi yang belum mereka pahami dan masih perlu penjelasan lebih lanjut. b. Sikap 70 % TT KT T ST Sikap adalah kecendrungan untuk berbuat, kegiatan penyuluhan hasil akhirnya adalah aplikasi responden, aplikasi inovasi oleh responden tidak akan muncul tanpa adanya sikap responden yang positif terhadap inovasi yang disuluhkan. Untuk itu perlu adanya evaluasi sikap responden terhadap materi yang disuluhkan. Adapun hasil evaluasi tes awal diperoleh nilai 94. Dengan demikian tingkat sikap responden mengenai materi berada pada kategori tidak setuju (31 %). Jumlah skor yang diperoleh = 94. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Evaluasi awal presentase pengetahuan = 94 x 100 % = 31 % 868 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

31 % TS KS S SS Gambar 5. Garis Continum Tingkat Sikap Pada Evaluasi Awal Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. Keterangan : TS : Tidak setuju S : Setuju KS : Kurang setuju SS : Sangat setuju Untuk tes akhir diperoleh nilai 204, dengan demikian tingkat sikap responden mengenai materi teknis pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe,berada pada kategori setuju (68 %). Jumlah skor yang diperoleh = 204, skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Presentase evaluasi akhir sikap = 204 x 100 % = 68 % TS KS S SS Gambar 6. Garis Continum Tingkat Sikap Pada Evaluasi Akhir Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. Untuk mengetahui perubahan dan peningkatan perolehan nilai responden, persentase dari nilai maksimum pada tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) responden maka dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 1. Rataan Tingkat Perubahan Pengetahuan, Keterampilan Dan Sikap Responden. Deskripsi Pengetahuan Keterampilan Sikap Tes awal Persentase (%) Kurang (%) Tes akhir Persentase (%) Kurang (%) Perubahan Persentase (%) Sumber: Data primer setelah diolah, 2012. 84,00 28,00 72,00 184,00 61,00 39,00 100,00 33,00 86,00 36,50 63,50 210,00 70,00 30,00 124,00 33,50 94,00 31,00 69,00 204,00 68,00 37,00 110,00 37,00 Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat perubahan pengetahuan meningkat 33,00 %, keterampilan 33,50 %, dan sikap 37,00% hal ini menunjukkan adanya perubahan prilaku setelah dilaksanakan penyuluhan, sehingga petani cabe dapat mengetahui dan merespon tentang pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe. 68% Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 869

1. Efektivitas Penyuluhan Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani cabe dengan menggunakan persentase efektivitas sebagai berikut : ps pr Efektifitas penyuluhan = x 100% ( n.3. Q) pr Ep = 598 264 (20.3.15) 264 334 x 100 % = x 100 % = 52.51 % (cukup efektif) 636 Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa tingkat efektivitas penyuluhan dikatakan cukup efektik dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini terjadi karena dilakukannya teknik demonstrasi cara dan demonstrasi hasil. Sehingga petani lebih yakin dengan materi penyuluhan. Menurut Samsudin (2006), metode yang biasa digunakan untuk menarik minat petani dalam melaksanakan inovasi-inovasi baru adalah Metode pendekatan kelompok yang dilaksanakan melalui demontrasi cara, demonstrasi hasil, kursus tani, pertemuan kelompok dan karyawisata,. Dengan demikian efektifitas penyuluhan yang diberikan dalam penyuluhan berada dalam kategori cukup efektif, hal ini juga menunjukkan bahwa aplikasi pengendalian alternatif sebagai teknologi pilihan mendukung peningkatan daya reproduksi petani cabe oleh petani cabe yang ada di lokasi. Kesimpulan Respon petani tentang penyuluhan pengendalian penyakit Fusarium menggunakan jamur Trichoderma dan agensi lainnya dikategorikan cukup efektif menunjukkan bahwa tingkat perubahan pengetahuan meningkat 33,00 %, keterampilan 33,50 %, dan sikap 37,00% hal ini menunjukkan adanya perubahan prilaku setelah dilaksanakan penyuluhan, dan kegiatan penyuluhan dianggap cukup efektif 52,51%. Daftar Pustaka Adiyoga, W. dan T. A. Soetiarso. 1994. Aspek agroekonomi cabai. Makalah disampaikan pada Seminar Agribisnis Cabai, Agribisnis Club. Jakarta.Barry, P. J. (Ed.). 1984. Risk management in agriculture. Iow Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Buku Tahunan Tanaman Sayuran. Diakses tanggal 27 Juni 2016. http://hortikultura.deptan.go.id. Ginting, E. 1991. Pokok Pikiran Penerapan Metode Penelitian Sosial Dalam Program Kerja Kuliah Lapang. Universitas Brawijaya, Malang Huda, N. 2002. Penyuluhan Pembangunan Sebagai Sebuah Ilmu (Kajian Filsafat Ilmu). Program Pasca Sarjana (S3). Institut Pertanian Bogor. Bogor Mukerji, K.G and K.L. Garg, 2006. Biocontrol of plant Disease. CRC Press Inc Boca Florida Padmowihardjo, 2002.Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Materi Pokok LUTH 4430/2 SKS/Modul 1-6, Universitas Terbuka, Jakarta 870 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Purwantisari S, Ferniah RS dan Raharjo B. 2008. Pengendalian Hayati Penyakit Lodoh (Busuk Umbi Kentang) Dengan Agens Hayati Jamur-Jamur Antagonis Isolat Lokal. BIOMA. vol 10 (2): 13-19. Santika Adhi, 2006. Agribisnis Cabai. Swadaya. Jakarta Semangun, H, 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Samsudin, U.S. 2006. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Badan Pendidikan dan Penyuluhan Pertanian. Jakarta Yusriadi, 2004. Pengaruh Mikrooganisme Antagonis Terhadap Layu Bakteri (Pseudemonas solanacearum E.F Smith) Pada Tanaman Kacang Tanah (Tesis) Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Wiriaatmadja,S. 2003. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. C.V. Yasaguna, Jakarta Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 871