F. MIPA. UNDIP. ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

barang tentu akan semakin beraneka ragam pula hasil buangan sampingnya. Dari

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Pendahuluan Logam Berat Cd, Pb, Hg pada Perairan Air Waduk Sengguruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

Keywords : Heavy metals Pb, Heavy metals Cu, Water, Sediment, Belumai River

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: ANA KUSUMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KRAKAT DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN INDIKATOR LARVA

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 1, Januari 2011, Halaman ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

TINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

ANALISIS KADAR LOGAM TEMBAGA(II) DI AIR LAUT KENJERAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

Mahasiswa Program Studi S1 Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

Bab V Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

ANALISIS KANDUNGAN LIMBAH CAIR PABRIK TEMPE. Erry Wiryani Lab. Ekologi Dan Biosistematik Jur. Biologi F MIPA. UNDIP Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

Transkripsi:

Kandungan Logam tembaga (Cu) dalam Eceng Gondok (Eichhornia crassipes Solms.), Perairan dan Sedimen Berdasarkan Tata Guna Lahan di Sekitar Sungai Banger Pekalongan (Siska Setyowati, Nanik Heru Suprapti dan Erry Wiryani ) Lab. Ekologi & Biosistematik, Jurusan Biologi, F. MIPA. UNDIP. ABSTRAK Logam tembaga (Cu) merupakan salah satu logam essensial yang diperlukan makhluk hidup dalam pertumbuhannya. Cu banyak terdapat dalam air, tanah, dan udara baik dalam bentuk ion maupun persenyawaan. Semakin meningkatnya aktifitas dan tuntutan kesejahteraan manusia akan berdampak pada peningkatan pencemaran berbagai macam logam berat, diantaranya adalan Cu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji adanya perbedaan kandungan logam Cu dalam eceng gondok, perairan maupun dalam sedimen berdasarkan atas tata guna lahan disekitar sungai Banger Pekalongan. Berdasarkan perbedaan pemanfaatan lahan yang ada disekitar sungai Banger, ditentukan empat stasiun. Pada masing-masing stasiun diambil sample eceng gondok, sedimen dan air secara acak sebanyak tiga kali untuk pengukuran kandungan logan Cu. Disamping itu juga diukur suhu,do, ph, kecerahan, kecepatan arus dan kedalaman. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah, berdasarkan tata guna lahan maka terdapat perbedaan kandungan logam Cu dalam eceng gondok dan sedimen, akan tetapi tidak terdapat perbedaan kandungan logam Cu pada perairan.

KATA KUNCI Tata guna lahan, logan Cu, Eceng gondok, Sedimen, Air. PENDAHULUAN Enceng gondok ( Eichhornia crassipes Solms ) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan adanya mikrobia rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta akumulasi yang besar terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengendali pencemaran di perairan. ( Marianto, 2001 ). Bahan-bahan organik maupun anorganik termasuk logam berat khususnya Cu yang terlarut di dalam air dapat direduksi oleh mikrobia rhizosfera yang terdapat pada akar eceng gondok dengan cara menyerapnya dari perairan dan sedimen kemudian mengakumulasikan bahan terlarut ini kedalam struktur tubuhnya ( Suriawiria, 1993 ). Akan tetapi jika kehadiran eceng gondok sudah melebihi ambang batas yang dapat ditolelir oleh lingkungan perairan, maka justru akan mencemari lingkungan tersebut. Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait ( Palar, 1994 ). Logan Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Secara alamiah Cu masuk kedalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari aktifitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal beserta kegiatan dipelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan. ( Palar, 1994 ). Connel dan Miller ( 1995 ) menyatakan bahwa Cu merupakan logam essensial yang jika berada dalam kosentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan organisme sedangkan dalam konsetrasi yang tinggi dapat menjadi penghambat. Selanjutnya oleh Palar ( 1994 ) dinyatakan bahwa biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan sebagai tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan

menyebabkan kematian bagi fitoplankton. Dalam tenggang waktu 96 jam biota yang tergolong dalam Mollusca akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan air berada pada kisaran 0,16 sampai 0,5 ppm. Di kota Pekalongan banyak industri tekstil serta kegiatan pertanian yang membuang limbahnya langsung ke sungai Banger, sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran air dan permukaan sungai dipenuhi tanaman eceng gondok. Beragam aktivitas manusia serta pemanfaatan lahan yang berbeda beda di sekitar perairan sangat memungkinkan akan terjadinya perbedaan kandungan Cu di sedimen maupun di dalam perairan tersebut. Sedimen dan perairan yang kaya akan nutrien dapat merangsang pertumbuhan tanaman air antara lain eceng gondok. BAHAN DAN METODA Bahan yang digunakan adalah sample sedimen, eceng gondok dan air. Parameter utama yang diukur adalah kandungan Cu dalam sedimen, eceng gondok dan perairan sedangkan parameter pendukungnya adalah suhu ( o C ), kecerahan ( m ), kecepatan arus ( m/dt ), ph, DO ( ppm ), salinitas ( 0 / 00 ), serta bahan organik ( % ). Berdasarkan pemanfaatan lahan yang ada disekitar sungai Banger, ditentukan empat stasiun pengambilan sample yaitu : I. Stasiun I berdekatan dengan pemukiman padat penduduk dan jalan raya. II. Stasiun II berdekatan dengan daerah padat industri. ( PT. Kestamex, PT. Tritex, pabrik teh dan pabrik sablon ). III. Stasiun III berdekatan dengan daerah pemukiman yang tidak padat penduduknya. IV. Stasiun IV terletak 200 m dari dermaga, serta rawa - rawa dan masih banyak lahan yang kosong. Penentuan titik sampling secara acak dan sample sedimen serta air diambil tiga kali secara acak. Sample eceng gondok diambil berdasarkan ada tidaknya eceng gondok pada setiap stasiun. Semua sample dianalisis kandungan CU nya dengan metode AAS. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber pemasukan logam Cu berasal dari aktifitas industri tekstil yang membuang limbah cair ke sungai Banger. Menurut Palar ( 1994 ) industri tekstil paling banyak menggunakan logam Cu dalam proses pencucian. Kandungan logam Cu paling besar terdpat di daerah sungai yang berdekatan dengan daerah industri ( stasiun II ), yaitu di eceng gondok 1,687 mg / kg dan pada sedimen 41,570 mg / kg ( Tabel I ). Selain berasal dari industri tekstil, pemasukan logam Cu juga berasal dari limbah rumah tangga, pertanian, pelabuhan dan peternakan. Aktifitas manusia dalam hal kegiatan industri tekstil maupun dari limbah rumah tangga merupakan salah satu jalur yang dapat mempercepat peningkatan pencemaran logam Cu. Tabel 1. Rata rata kandungan logam Cu dalam Eceng gondok, perairan dan Sedimen di Sungai Banger. Pekalongan Stasiun Rata rata Kandungan Logam Cu Ke Eceng gondok (mg/ kg) Perairan ( mg/l) Sedimen ( mg/kg ) I 0.806 < 0,005 31,230 II 1,687 < 0,005 41,570 III 0,531 < 0,005 28,910 IV 0,685 < 0,005 29,720

Tabel. 2. Faktor Fisik dan Kimia Perairan Sungai Banger Stasiun Paremeter Suhu ( o C ) ph DO (ppm) K. Arus (m/det) Kecerahan (m) B. Org (%) I 28,00 7,00 1,20 0,02 57,00 21,13 II 26,50 6,58 1,00 0 28,00 17,25 III 32,00 6,64 1,20 0 22,00 9,97 IV 29,00 6,56 9,80 0 36,00 10,93 Salah satu penyebab kandungan logam Cu di sungai Banger adalah adanya perbedaan dalam pemanfaatan lahan disekitarnya. Pada stasiun I merupakan perairann yang dekat dengan pemukiman padat penduduk dan jalan raya, membawa pengaruh pada banyak dan sedikitnya pasokan logam Cu ke perairan. Pemukiman padat penduduk menghasilkan limbah rumah tangga yang berpotensi besar dalam mentransfer logam Cu ke perairan, karena sebagian besar penduduk akan membuang limbahnya ke sungai Banger. Disamping itu korosi pada pipa-pipa saluran air dan peralatan rumah tangga juga menyumbang pasokan logam Cu ke perairan. Banyaknya limbah rumah tangga yang masuk ke sungai juga menyebabkan kenaikan bahan organik dan merangsang pertumbuhan eceng gondok. Stasiun I merupakan daerah dengan jumlah kandungan bahan organik terbesar (21,13%). Eceng gondok dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air karena kemampuannya dalam mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya (bioakumulator). Kemampuan eceng gondok ini karena pada akarnya terdapat mikrobia rhizosfera yang mengakumulasi logam berat. Menurut Surawiria (1993) bahwa mikrobia rhizosfera adalah bentuk simbiosis antara bakteri dengan jamur, yang mampu melakukan penguraian terhadap bahan organik maupun anorganik yang terdapat dalam air serta menggunakannya sebagai sumber nutrisi. Disamping itu juga mampu mengubah Cu anorganik menjadi Cu organik yang kemudian akan diserap oleh akar eceng gondok dan digunakan sebagai kofaktor (metalloenzim) dari enzim plastosianin yang berguna dalam proses fotosintesis yaitu untuk merangsang pembelahan sel eceng gondok. Hal ini yang menyebabkan eceng gondok tumbuh subur meskipun jumlahnya melimpah karena

adanya arus air. Eceng gondok ini merupakan tumbuhan Emergent yaitu tumbuhan yang akan mengapung jika terdapat arus dan akan menancapkan akarnya jika perairannya dangkal. Palar (1994) menyatakan bahwa logam Cu yang terakumulasi dalam tubuh eceng gondok baru akan mengakibatkan kematian apabila dosisnya melebihi 3,5 m/l. Stasiun II merupakan daerah perairan yang berdekatan dengan banyak industri tekstil, kandungan logam Cu dalam eceng gondok (1,687 mg/kg) dan dalam sedimen (41,57 mg/kg) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga stasiun yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Azrul (1995) yaitu bahwa industri yang berpotensi besar dalam memasukkan logam Cu ke perairan adalah industri tekstil, karena sebagian besar industri tekstil di Indonesia ini belum memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai. Sebagian besar limbah dari industri ini langsung dibuang ke sungai Banger. Bahan organik yang tinggi (17,25) akan mendorong terjadinya proses eutrofikasi yang dapat menyebabkan terjadinya blooming algae dalam hal ini adalah eceng gondok. Oksigen terlarut yang sangat rendah (0,10 mg/l), disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang harus didegradasi oleh mikrobia. Odum (1971) menyatakan bahwa setiap spesies mempunyai batas toleransi terhadap bahan pencemar. Eceng gondok merupakan tumbuhan yang mempunyai toleransi yang tinggi terhadap bahan pencemar dibandingkan dengan tumbuhan yang lain. Hal ini ditegaskan pula oleh Heyne (1987) bahwa eceng gondok dapat hidup diperairan atau daerah dengan kondisi yang kurang baik termasuk pada daerah yang terkontaminasi olehbahan pencemar. Banyaknya tumbuhan eceng gondok di stasiun II ini sejalan dengan pendapat Palar (1991) bahwa pencemaran dalam suatu perairan akan mengurangi jumlah spesies yang ada dan pada umumnya akan meningkatkan populasi spesies yang tahan terhadap kondisi perairan tersebut. Pada setiap stasiun jumlah logam Cu dalam sedimen selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan dalam eceng gondok. Hal ini erat kaitannya dengan sifat fisik kimia logam Cu yang mampu membentuk senyawa dengan bermacam-macam logam dan di dalam air akan mengikat agregat agregat sehingga menjadi partikel yang berukuran relatif lebih besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya (Palar, 1994). Pada stasiun III jumlah logam Cu yang terkandung dalam eceng gondok 0,531 mg/kg dan dalam sedimen 28,91 mg/kg jadi paling rendah jika dibandingkan dengan

ketiga stasiun yang lain. Rendahnya kandungan logam Cu ini karena lahan disekitar stasiun II merupakan daerah pemukiman penduduk yang masih jarang dan masih banyak lahan yang kosong sehingga pasokan logam Cu ke perairan sangat sedikit. Dengan rendahnya bahan organik disini (9,97%) juga menyebabkan sedikitnya tumbuhan eceng gondok. Disamping itu fakor suhu (32 0 C) juga turut mempengaruhi pertumbuhan eceng gondok. Mahida 1984, menyatakan bahwa suhu yang optimum untuk pertumbuhan eceng gondok adalah 25 30 o C. Stasiun IV dimanfaatkan sebagai dermaga, disamping itu disekitarnya adalah rawa-rawa dan lahan kosong. Aktifitas di pelabuhan merupakan penyumbang logam Cu ke perairan (Palar, 1994). Sumber pemasukan logam Cu dapat berasal dari limbah bahan bakar dari kapal-kapal dan juga dari logam Cu yang banyak digunakan untuk melapisi galangan kapal yang apabila mengalami korosi akan terlarut ke perairan. Jika dibandingkan dengan stasiun I dan II, maka kandungan logam Cu di sedimen dan di eceng gondok lebih rendah. Hal ini karena masih banyaknya lahan kosong disekitarnya, sehingga pasokan logam Cu hanya dari kegiatan di dermaga saja. Menurut Palar (1994), pasang surut air laut akan membantu mengalirkan senyawa-senyawa terlarut termasuk logam berat yang ada di perairan menuju laut. Rendahnya senyawa terlarut dalam perairan akan membuat proses degradasi menurun, sehingga kandungan oksigen terlarut menjadi tinggi (9,80 ppm). Salinitas yang cenderung berfluktuasi karena pasang surut dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok (Hutabarat dan Evans, 1985). Kelarutan logam Cu pada perairan bernilai sama yaitu, 0,005 mg/l. Hal ini karena sifat air yang selalu akan mengalir dari tempat tinggi ke rendah atau dari hulu ke hilir. Jadi meskipun arus yang ada sangat lambat pada stasiun I dan bahkan tidak ada arus di ketiga stasiun yang lain, namun karena adanya floating maka air akan tetap dapat mengalirkan bahan yang terlarut di dalamnya. (Mahida, 1984). KESIMPULAN Terdapat perbedaan kandungan logam Cu dalam eceng gondok (Eichhornia crassipes Solms) dan sedimen tetapi tidak terdapat perbedaan kandungan logam Cu di dalam perairan, berdasarkan tata guna lahan disekitar sungai Banger Pekalongan.

PUSTAKA Marianto, A.D. 2001. Tanaman Air. Agromedia Pustaka. Jakarta. Azrul, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan PT Mutiara Sumber Widya. Jogyakarta. Connel, D.W. and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran UI Press Jakarta. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka. Jakarta. Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air. Alumni Bandung Press. Bandung Outerbridge, T. 1991. Limbah Padat di Indonesia : Masalah atau Sumberdaya Terjemahan : Soemamantodjo, Ra. Dan Soejani, M. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.Jilid I. Sarana Wana Jakarta. Hutabarat, S dan Evans, M.S. 1985. Pengantar Oceanografi. UI. Jakarta Odum, E.P. 1970. Dasar dasar Ekologi. Terjemahan : Samingan T dan Srigandono, B. UGM. Press. Jogyakarta.