STUDI KERENTANAN SEISMIK TANAH TERHADAP FREKUENSI ALAMI BANGUNAN DI KOTA PALU BERDASARKAN ANALISIS DATA MIKROTREMOR Mauludin Kurniawan 1* Kirbani Sri Brotopuspito 2 Agung Setianto 3 1 Magister Geo-Informasi Untuk Manajemen Bencana, Universitas Gadjah Mada 2 Program Studi Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada 3 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada *Email : mauludin.kurniawan@mail.ugm.ac.id SARI Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aktifitas seismik yang tinggi. Sesar Palu Koro merupakan salah satu sesar aktif yang terdapat di wilayah ini. Penelitian ini dilakukan untuk : Analisis kesesuaian antara nilai frekuensi alami bangunan dengan nilai frekuensi tanah berdasarkan data mikrotremor, Mengetahui sebaran kedalaman sedimen di Kota Palu, peta bahaya kegempaan di Kota Palu. Analisis data mikrotremor menggunakan Metode Horizontal to Vertical Spectrum Ratio (HVSR). Hasil Penelitian menunjukan bahwa pada bangunan fasilitas umum yang dijadikan sampel pengukuran 5,9 % bangunan tersebut berpotensi untuk beresonansi. Berdasarkan acuan yang diberikan oleh USGS maka daerah penelitian terbagi kedalam dua kelas yaitu kelas daerah dengan potensi kerusakan sangat ringan, dan kelas daerah potensi kerusakan sedang. Kata kunci : Mikrotremor, Frekuensi Alami Bangunan, Frekuensi Alami Tanah, Horizontal to Vertical Spectrum Ratio (HVSR), Ketebalan Sedimen I. PENDAHULUAN Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu merupakan salah satu dari sekian banyak daerah di Indonesia yang memiliki aktifitas seismik yang tinggi. Hampir semua gempabumi yang terjadi di Kota Palu diakibatkan oleh pergerakan sesar Palu-Koro. Sesar Palu Koro merupakan salah satu sesar aktif yang terdapat di Pulau Sulawesi yang melewati tepat Kota Palu. Gambar 1. Menunjukan aktifitas gempabumi yang terjadi di Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu. Berdasarkan rekaman gempa pada tahun 1927-2006 tercatat ada ada beberapa buah gempabumi besar yang terjadi di Kota Palu dan sekitarnya yang bersifat merusak yaitu gempabumi pada tahun 1927, 2005, dan 2012. Gempabumi pada tahun 1927 dikenal juga dengan gempabumi Donggala. Gempa ini menyebabkan tsunami di Kota Palu (Supartoyo, dkk, 2006). Gempabumi pada tahun 2005 dikenal juga dengan gempabumi Bora. Gempabumi ini terjadi pada pukul 04.10 WITA, dengan kekuatan 6,2 pada Skala Richter. Episenter gempa terjadi pada posisi 1,030 LS 119,990 BT dengan arah 16 Km Tenggara Kota Palu tepatnya di Desa Bora, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, dengan kedalaman 30 km. Gempa yang terjadi pada dinihari ini menyebabakan kepanikan kepada masyarakat Kota Palu dan sekitarnya karena munculnya isu tsunami. Gempabumi ini mengakibatkan 1 orang meninggal dan 4 orang luka-luka. Gempabumi pada tahun 2012 dikenal juga dengan gempabumi Lindu. Gempabumi ini berkekuatan 6,2 pada Skala Richter. Gempabumi ini terjadi pada 18 Agustus 2012, pada pukul 17.41 WITA. Episenter gempa ini terjadi pada posisi 1,260 LS 120,130 BT dengan arah 56 Km Selatan Kota Palu tepatnya di sekitar Danau Lindu, dengan kedalaman 10 Km. Gempabumi ini 1
menyebabkan 5 meninggal, 17 orang luka berat, dan 25 orang luka ringan (BNPB, 2012). Tingginya aktivitas kegempaan di Kota Palu seharusnya dibarengi dengan pembuatan infrastruktur yang berbasis tahan gempa dan regulasi yang tepat. Infrastruktur yang berbasis tahan gempa merupakan aset jangka panjang pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan di Kota Palu. II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Aktifitas seismik yang tinggi di kawasan ini sangat dipengaruhi letaknya yang berada pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dinamis yang terjadi oleh ketiga lempeng ini menyebabkan daerah ini memiliki fenomena geologi yang kompleks dan rumit. Sesar Palu Koro merupakan salah satu sesar aktif yang terdapat di Pulau Sulawesi yang melewati tepat Kota Palu. Sesar ini memiliki panjang ± 240 km, dengan arah memanjang dari Utara (Palu) ke Selatan (Malili) hingga mencapai Teluk Bone. Sesar ini bersifat sinistral dan aktif dengan kecepatan sekitar 25-30 mm/tahun (Kertapati, 2001 dan Permana, 2005 dalam Kaharudin 2011). Hampir semua gempabumi yang terjadi di Kota Palu diakibatkan oleh pergerakan sesar Palu-Koro. Berdasarkan stratigrafinya geologi regional yang dibuat oleh Sukamto, dkk (1973) daerah penelitian masuk dalam dua formasi batuan, yaitu Formasi Molasa Celebes Sarasin & Sarasin, formasi aluvium dan endapan pantai. Kemudian berdasarkan litologinya yang dibuat oleh Ananda (2013), wilayah penelitian terbagi atas 4 yaitu satuan batupasir konglomeratan, endapan pasir kerikilan, endapan gamping pasiran, dan endapan pasir lempungan. Endapan pasir lempungan ini mendominasi di daerah penelitian, hampir semua pengukuran dilakukan di satuan ini. Satuan ini tersusun atas akumulasi beberapa 2 material seperti kerikil-kerakal, pasir lempungan, dan di dominasi pasir lempungan. III. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode Purposive sampling. Metode ini dipilih dengan pertimbangan sampel yang diambil bisa mewakili sebaran spasial dan jumlah populasi fasilitas umum yang ada. Diharapkan sampel yang diambil tersebar rata diseluruh wilayah penelitian. Survei data primer dilaksanakan dengan mengukur langsung dilapangan titik-titik pengukuran mikrotremor yang telah ditentukan. Pada setiap lokasi dilakukan pengukuran mikrotremor dengan durasi waktu minimal selama 30 menit. Pengukuran yang dilakukan pada satu lokasi dilakukan pada dua tempat yaitu di tanah tidak jauh dari bangunan dan tepat pada bangunan tiap lantainya, Survei mikrotremor yang dilakukan mengacu kepada aturanaturan yang ditetapkan oleh SESAME European Research Project 2004 (Daryono, 2011). Akusisi data pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur frekuensi alami permukaan tanah dan bangunan fasislitas umum yang terdapat di Kota Palu. Pengukuran dilakukan dengan cara merekam getaran alami tiap lantai gedung dan permukaan tanah, yang kemudian dibuat grafik analisis HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio). Pada pengukuran mikrotremor ini salah satu yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas data yang diambil adalah banyaknya aktivitas manusia maupun kendaraan dekat dengan lokasi pengukuran akan menyebabkan gangguan (noise) pada data yang terekam. Guna menghilangkan atau mengurangi gangguan (noise) pada sinyal data yang diperoleh, maka dalam proses pengolahan data dilakukan filter untuk mendapatkan sinyal utama yang
IV. diharapkan. Gambar 2. Menunjukan cara pengolahan data mikrotremor. Peta bahaya diperoleh dengan menghitung nilai Peak Ground Acceleration (PGA) diwilayah penelitian menggunakan metode kanai dengan mengunakan studi kasus gempa Bora. Peta PGA hasil perhitungan kemudian dikelaskan berdasarkan U.S. Geological survey (USGS, 2008 dalam Setiawan 2009). Pembagian kelas tersebut dapat dilihat pada tabel 2. IV.1 DATA DAN ANALISIS Hubungan antara Frekuensi Alami Tanah (ground) dengan Sebaran Ketebalah Sedimen Perbedaan spektrum mikrotermor yang diperoleh pada tiap titik pengukuran disebabkan oleh variasi ketebalan sedimen pada titik pengukuran. Variasi ketebalan sedimen ini erat kaitannya dengan keadaan geologi dan tektonik suatu wilayah. Hasil penelitian menunjukan sebaran frekuensi pada daerah penelitian adalah berkisaran antara 0,47 Hz 1,97 Hz dan variasi ketebalan sedimennya berkisaran antara 54,44 m 184,57 m. Secara spasial sebaran nilai frekuensi dan nilai ketebalan sedimen ditunjukan pada gambar 3. Berdasarkan peta geologi lokasi pengukuran masuk kedalam satuan batuan endapan pasir lempungan. Pada arah Timur wilayah penelitian memiliki frekuensi alami 1,15-1,97 Hz, dengan ketebalan sedimen kurang dari 90 meter. Berdasarkan kemiringan lerengnya daerah timur penelitian ini merupakan daerah dengan topografi berlereng sangat landai hingga perbukitan landai. Arah Barat wilayah penelitian memiliki frekuensi alami 0,47-1,97 Hz, dengan ketebalan sedimen lebih dari 90 meter. Pada daerah ini merupakan daerah dengan ketebalan sedimen yang paling tinggi. Wilayah ini merupakan dearah dengan topografi datar, dan merupakan muara Sungai Palu yang membawa banyak material sedimen. Semua anak cabang sungai yang 3 mengalir dari perbukitan Sisi Timur dan Barat Lembah Palu termasuk sungai yang berhulu dari Danau Lindu akan berkumpul di tengah, yaitu di Sungai Palu. IV.2 Percepatan Getaran Tanah Maksimum (PGA) Guna mengestimasi tingkat kerusakan yang mungkin terjadi akibat gempabumi maka parameter yang sering dihitung adalah Peak Ground Acceleration (PGA) atau Percepatan Getaran Tanah Maksimum. Nilai PGA di lapisan tanah permukaan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan persamaan Kanai. Berdasarakan hasil perhitungan tersebut maka dapat diperoleh nilai PGA dikisaran 0,09-0,25 g (lihat gambar 4). Perhitungan nilai PGA ini mengambil studi kasus pada kejadian Gempabumi Bora 2005. Berdasarkan data focal mechanism gempabumi yang terjadi pada 2005 dapat diklasifikasikan sebagai gempabumi yang diakibatkan aktifitas sesar oblique. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan dalam penataan ruang seharusnya berbasis mitigasi bencana. Penaataan ruang adalah salah satu upaya mitigasi pengurangan risiko guna mengantisipasi risiko yang mungkin timbul akibat ruang yang terpaksa dilakukan di kawasan yang rawan bencana, atau pun kawasan yang sudah terlanjur terbangun pada kawasan rawan bencana. Kehadiran peta bahaya gempabumi ini sangat penting guna mendukung penataan ruang tersebut. Pemetaan daerah bahaya gempabumi diwilayah penelitian menggunakan standar klasifikasi yang dibuat oleh USGS, maka Kota Palu terdiri atas 2 kelas yaitu kelas potensi kerusakan sangat ringan dan potensi kerusakan sedang (ditunjukan pada gambar 5). Klasifikasi ini diambil berdasarkan perhitungan Percepatan Getaran Tanah Maksimum (PGA) dengan studi kasus gempabumi Bora.
IV.3 Hubungan Antara Kesesuaian Frekuensi Tanah Dengan Frekuensi Bangunan Penelitian ini dilakukan dengan mengukur frekuensi alami bangunan fasislitas umum yang terdapat di Kota Palu dan permukaan tanah. Pengukuran dilakukan dengan cara merekam getaran alami tiap lantai gedung dan permukaan tanah, yang kemudian buat grafik analisi H/V (Horizontal to Vertical Spectral Ratio). Dengan memperbandingkan nilai frekuensi alami tanah dengan frekuensi alami bangunan dapat diketahui potensi terjadinya resonansi bangunan. Resonansi merupakan peristiwa ikut bergetarnya objek yang berada pada jarak tertentu dari sebuah objek yang bergetar, karena objek yang ikut bergetar itu memiliki kesamaan atau kemiripan frekuensi dengan objek sumber yang bergetar. Suatu bangunan dikatakan memiliki potensi untuk beresonansi jika nilai frekuensi tanah sama atau mendekati dengan nilai frekuensi bangunan, sedangkan tidak memiliki potensi untuk beresonansi jika memiliki nilai yang berbeda. Hasil perbandingan nilai frekuensi tanah dengan nilai frekuensi bangunan fasilitas umum yang ada di Kota Palu, dapat dilihat bahwa berdasarkan sampel yang diambil 5,9% bangunan yang ada berpotensi untuk terjadi resonansi dan 94,1% tidak berpotensi untuk terjadi resonansi (lihat tabel 3). V. KESIMPULAN VI. Berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada bangunan fasilitas umum yang dijadikan sampel pengukuran, 5,9 % bangunan tersebut berpotensi untuk beresonansi dan 94,1 % bangunannya tidak berpotensi terjadi resonansi. Bangunan yang memiliki potensi untuk beresonansi akan memiliki potensi kerusakan yang tinggi jika terjadi gempa, sedangkan bangunan yang tidak memiliki potensi untuk beresonansi akan memiliki potensi kerusakan yang kecil jika terjadi gempa. 2. Variasi ketebalan sedimen yang terdapat di daerah penelitian berkisaran antara 54,44 m 184,57 m. Dengan arah sebaran sedimen <90 m ke arah Timur daerah penelitian dan >90 m ke arah Barat sampai menuju pantai daerah penelitian. 3. Berdasarkan acuan yang diberikan oleh USGS maka daerah penelitian terbagi kedalam dua kelas yaitu kelas daerah dengan potensi kerusakan sangat ringan, dan kelas daerah dengan potensi kerusakan sedang. ACKNOWLEDGEMENT Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Laboratorium Teknik Arsitektur UGM yang telah bersedia meminjamkan alat mikrotremor, dan temanteman Geofisika Universitas Tadulako angkatan 2008 yang telah membantu pengambilan data dilapangan. DAFTAR PUSTAKA Ananda, S. R., 2013. Analisis Dan Interpretasi Kelurusan Struktur Geologi Menggunakan Digital Eletaion Model (DEM) ASTER Daerah Kabupaten Donggala, KecamatanPalu Timur Dan Sigibiromaru, Kota Palu, Propinsi Sulawesi Tengah. Skripsi: Universitas Gadjah Mada. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012. Peta Dampak Kejadian Gempabumi Kabupaten Sigi, Sulawawesi Tengah. Jakarta: Geospasial BNPB 4
Daryono, 2011. Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Disertasi: Universitas Gadjah Mada. Kaharudin, M.S., Hutagalung, R., dan Nurhamdan, 2011. Perkembangan Tektonik Dan Implikasinya Terhadap Potensi Gempa Dan Tsunami Di Kawasan Pulau Sulawesi. Procedings Jcm Makassar 2011 The 36th Hagi And 40th Iagi Annual Convention And Exhibition. Setiawan, JB. J. H., 2009. Mikrozonasi Seismisitas Daerah Yogyakarta Dan Sekitarnya. Thesis: Institut Teknologi Bandung Sukamto, R., Sumardirdja, H., Suptandar, T., Hardjoprawiro, S., dan Sudana, D., 1973, Peta Geologi Tinjau Palu, Sulawesi, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Supartoyo., Putranto, E.T., Surono., 2006. Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia Tahun 1629-2006. Badan geologi pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi. Bandung: ESDM. TABEL Tabel 1. Daftar sampel bangunan fasilitas umum yang diukur No. Nama Fasilitas Umum Jumlah 1. Rumah Sakit 1 Buah 2. Puskesmas 1 Buah 3. Pusat Perbelanjaan 1 Buah 4. Hotel atau Penginapan 2 Buah 5. Pusat Pemerintahan 2 Buah 6. Fasilitas Pendidikan 9 Buah 7. Bandar Udara 1 Buah Jumlah 17 Buah Tabel 2. Tabel pembagian kelas Nilai PGA Kelas a < 0, 04 g Zona 1 (tidak menimbulkan kerusakan) 0, 15 < a 0, 04 g Zona 2 (Potensi kerusakan sangat ringan) 0, 34 < a 0, 15 g Zona 3 (Potensi kerusakan sedang) 0, 69 < a 0, 34 g Zona 4 (Potensi kerusakan berat) a 0, 69 g Zona 5 (Potensi kerusakan sangat berat) 5
No. Nama Bangunan Pada Tanah (Hz) Tabel 3. Potensi resonansi bangunan fasilitas umum Standar Deviasi f0 rerata (Hz) Potensi Resonansi Keterangan 1 Puskesmas Birobuli 1,6 0,20 0,95 Tidak Berpotensi Rawan 2 RSUD Undata 0,48 0,08 2,08 Tidak Berpotensi Aman 3 Kantor Gubernur Sulawesi Tengah 0,47 0,06 2,35 Tidak Berpotensi Aman 4 Kantor WaliKota Palu 1,18 0,19 0,87 Tidak Berpotensi Rawan 5 Mall Tatura 0,57 0,10 0,88 Tidak Berpotensi Aman 6 SDN 3 Palu 0,57 0,10 2,54 Tidak Berpotensi Aman 7 SMKN 1 Palu 0,73 0,09 1,68 Tidak Berpotensi Aman 8 Bandara Mutiara 1,95 0,24 1,22 Tidak Berpotensi Rawan 9 Hotel Nisfa 0,61 0,15 0,87 Tidak Berpotensi Aman 10 SMPN 7 Palu 1,75 0,23 1,81 Tidak Berpotensi Aman 11 SMP Al-Azhar Palu 0,7 0,19 0,95 Tidak Berpotensi Aman 12 SMPN 9 Palu 0,82 0,08 1,83 Tidak Berpotensi Aman 13 SDN 2 Tatura 0,73 0,08 2,86 Tidak Berpotensi Aman 14 SD Inpres 1 Tanamodindi 0,69 0,19 2,21 Tidak Berpotensi Aman 15 Santika Hotel 0,93 0,08 0,7 Tidak Berpotensi Rawan 16 SD Inpres 2 Birobuli 0,84 0,14 0,83 Berpotensi Bahaya 17 SMA Swadaya Palu 0,68 0,09 0,78 Tidak Berpotensi Aman GAMBAR Gambar 1. Distribusi titik-titik episenter di sepanjang jalur sesar Palu-Koro (Sumber: BMKG, USGS,dan GTZ, 2013) 6
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data Gambar 3. (A) Peta frekuensi tanah dan (B) Peta ketebalan sedimen 7
Gambar 4. Peta percepatan getaran tanah maksimum (PGA) Gambar 5. Peta Bahaya Gempabumi 8