IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Uji perkecambahan benih padi dengan menggunakan konsentrasi larutan Kalium Nitrat (KNO 3 ) 3%

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

Tipe perkecambahan epigeal

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

PENGARUH PERLAKUAN PENGAMPLASAN TERHADAP KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH AREN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

Pokok Bahasan. Tambahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua yaitu mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

1. Kecambah Normal. adalah kecambah yang menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal jika ditanam dalam kondisi optimum.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun

XII biologi KTSP & K-13. Kelas PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN. A. Pengertian dan Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak Kelompok

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

Laporan Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Buncis

SMA NEGERI 2 KABUPATEN TEBO

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN

Pengujian Daya Berkecambah

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

KALIN merangsang pembentukan organ. Rhizokalin Filokalin Kaulokalin Anthokalin

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

PENGERTIAN. tanaman atau bagian tanaman akibat adanya

Pertumbuhan dan Perkembangbiakan pada Tumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ

MENGAMATI PERTUMBUHAN BIJI KACANG HIJAU

2014/10/27 O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor HERBISIDA. Company LOGO HERBISIDA PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruhsuhu penyimpanan terhadap viabilitas kedelai (Glycine max

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera dan Kalimantan, itu pun dalam jumlah sedikit (Sinar Harapan, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan ada 2; Faktor Eksternal dan Faktor internal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. multiguna karena hampir seluruh bagian pohonnya dapat dimanfaatkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tengah dan Amerika Selatan sebelah utara, tetapi pohon trembesi banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penanaman tanaman kacangan penutup tanah (Legume Cover Crop/LCC)

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

I. PENDAHULUAN. kandungan karbondioksida mengakibatkan semakin berkurangnya lahan. subur untuk pertanaman padi sawah (Effendi, 2008).

Lampiran 1. Deskripsi kacang hijau varietas Camar

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ

Transkripsi:

19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan yaitu bulan Oktober 2015 sampai Januari 2016. Benih kenitu berasal dari Desa Koplak, Kecamatan Siswodipuro, Kabupaten Boyolali. Beberapa jenis tanaman yang terdapat di dalam rumah kaca C yaitu kaktus, seledri, pakchoi, kacang tanah dan salak. Keberadaan tanaman tersebut tidak mempengaruhi hasil pertumbuhan tanaman kenitu. Rata-rata suhu di rumah kaca C yaitu pada pagi hari (pukul 07.00-10.00 WIB) sebesar 34,15ºC, siang hari (pukul 11.00-13.00 WIB) sebesar 36,15ºC, dan sore hari (pukul 14.00-17.00 WIB) sebesar 33,08ºC. Rata-rata kelembaban udara rumah kaca C pada pagi, siang dan sore hari yaitu 69,23%, 63,92% dan 66,46%. Data pengukuran suhu dan kelembaban disajikan dalam lampiran 4. Kelembaban media dipelihara dengan menyiram benih 2-3 hari sekali selama fase kecambah dan 5-7 hari sekali selama fase bibit. Penyiraman bibit menggunakan larutan nutrisi AB mix dengan konsentrasi nitrat (NO 3 - ) 175 ppm dengan EC 1,68 ms - 1,86 ms (lampiran 3, tabel 5). Pengendalian organisme pengganggu tanaman ( OPT) dilakukan secara manual yaitu kutu putih diambil, dijauhkan dari penelitian dan benih yang telah atau belum berkecambah yang terkena jamur segera diambil dan dijauhkan dari benih yang lain. OPT yang terdapat pada benih dan bibit kenitu disajikan pada gambar 2. 19

20 (a) (b) Gambar 2. Keadaan benih terkena jamur pada biji (a), kecambah (b) dan kutu putih pada bibit (c). B. Perkecambahan Benih Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses penting dalam kehidupan dan perkembangan suatu spesies. Pertumbuhan adalah perubahan secara kuantitatif dalam satu daur hidup yang bersifat irreversible. Pertumbuhan diiringi dengan perkembangan sebagai proses perubahan kualitatif selama daur hidup. Benih mengalami tahap awal pertumbuhan yaitu perkecambahan. Pertumbuhan kecambah dimulai dari retak dan keluarnya radikula sampai terdapat struktur kecambah yang mempunyai akar dan tunas yang telah memanjang. 1. Persentase Perkecambahan (c) Benih merupakan biji yang memiliki daya hidup atau viabilitas benih. Benih yang hidup harus menjanjikan tumbuhnya suatu tanaman (Sadjad et al. 1999) dengan memiliki kekuatan tumbuh atau vigor yang tinggi sehingga mampu tumbuh menjadi tanaman normal meskipun dalam lingkungan suboptimum. Kecambah normal adalah benih yang mampu melakukan metabolisme untuk perkecambahan sampai membentuk fase

21 perkecambahan tertentu yang mampu tumbuh normal dan optimum di lapang (Pramudita 2014). Menurut Mugnisjah 1994, kecambah harus memiliki struktur penting untuk memenuhi pertumbuhan yang baik seperti sistem perakaran (akar primer, sekunder), hipokotil, epikotil, dan kotiledon. Kecambah yang normal umumnya memiliki sistem perakaran yang baik terutama akar primer, perkembangan hipokotil yang baik dengan daun hijau dan tumbuh baik, serta memiliki dua kotiledon pada dikotil (Tamin 2007). Kriteria kecambah normal menurut Sutopo (1985) yaitu memiliki perkembangan sistem perakaran, hipokotil, dan plumula yang baik. Gambar kecambah benih kenitu disajikan pada gambar 3 dan kriteria kecambah benih kenitu disajikan pada gambar 4 dan tabel 1. 7 2 3 1 Keterangan: 1. Daun primer 2. Epikotil 3. Kotiledon 5 4 4. Hipokotil 5. Akar sekunder 6. Akar primer 7. Plumula 6 Gambar 3. Kecambah kenitu.

22 1 a b C d 2 a b C d Gambar 4. Kriteria kecambah normal (1) dan abnormal (2) pada kenitu. Tabel 1. Kriteria kecambah benih kenitu Tipe Kecambah Kriteria Normal a. Semua bagian-bagian penting dari kecambah itu ada seperti akar, hipokotil, dan daun. b. Sistem perakaran berkembang baik terutama akar primer. c. Plumula tumbuh sehat walaupun kotiledon belum membuka. d. Kotiledon membuka dan epikotil tumbuh baik dengan kuncup yang normal. Abnormal a. Akar primer tidak berkembang dengan baik. b. Kotiledon membuka tetapi kering dan plumula tidak tumbuh dengan baik. c. Benih berkecambah tetapi tidak mampu membuka kotiledonnya sehingga epikotil rusak dengan kuncup kering. d. Radikula tumbuh tetapi akar tidak berkembang dan kotiledon tidak membuka.

23 Berdasarkan gambar 4 dan tabel 1 diketahui bahwa benih kenitu mampu berkecambah normal dengan ciri bagian penting yaitu akar, hipokotil, dan daun ada, akar primer berkembang, tumbuhnya epikotil dengan kuncup normal ketika kotiledon membuka dan masih dapat dikatakan normal apabila kotiledon belum membuka tetapi plumula tumbuh sehat. Kriteria kecambah abnormal kenitu yaitu akar tidak berkembang, kotiledon membuka tetapi kering dan plumula tidak tumbuh, kotiledon tidak mampu membuka dan epikotil rusak dengan kuncup kering, serta radikula tumbuh tetapi akar tidak berkembang. Kriteria kecambah benih merupakan dasar diperolehnya persentase perkecambahan sebagai parameter viabilitas benih. Persentase perkecambahan merupakan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Sutopo 1985). Hasil analisis ragam persentase perkecambahan (lampiran 5, tabel 7) menunjukkan bahwa pengelompokan berdasarkan ukuran benih tidak berpengaruh nyata dan tidak terjadi interaksi perlakuan skarifikasi dengan macam media tetapi masing-masing perlakuan skarifikasi dan macam media berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan. Persentase Perkecambahan (%) 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0 27,5 a Deoperkulasi 15,8 ab Perendaman KNO3 0,5% Skarifikasi 5,8 b Perendaman air 65 C Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata pada uji DMRT taraf α 5% Gambar 5. Pengaruh skarifikasi terhadap persentase perkecambahan.

24 Berdasarkan uji DMRT taraf α 5% yang ditunjukkan pada gambar 5 diketahui bahwa perlakuan deoperkulasi memberikan perbedaan persentase perkecambahan secara signifikan dengan perlakuan perendaman air 65 C tetapi tidak memberikan perbedaan secara signifikan dengan perlakuan perendaman KNO3 0,5%. Benih dengan perlakuan deoperkulasi menghasilkan persentase perkecambahan yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan perendaman KNO3 0,5% dan perendaman air 65 C. Hal itu disebabkan oleh hilangnya hambatan masuknya air dan udara ke embrio. Benih yang memiliki kulit keras dan tebal kurang efektif jika pemecahan dormansi menggunakan perendaman dalam air (Yuniarti et al. 2013). Benih dengan perlakuan deoperkulasi dapat mengurangi ketebalan kulit benih dengan cara pengamplasan dan persentase perkecambahan yang diperoleh yaitu 27,5%. Benih dengan perlakuan perendaman KNO3 0,5% mampu melunakkan kulit benih karena KNO3 merupakan asam kuat sehingga dapat melancarkan difusi O2 dalam benih. Persentase perkecambahan yang diperoleh yaitu 15,8% dan persentase perkecambahan perlakuan perendaman air 65 C yiatu 5,8%. Asam kuat dan temperatur tinggi dapat mematahkan dormansi benih karena hambatan difusi O2 pada kulit benih (Purnomo et al. 2010). Media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih. Berdasarkan hasil analisis ragam, persentase perkecambahan kenitu pada media kompos lebih besar dibandingkan dengan media pakis. Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya respirasi dan dalam media pakis benih banyak yang mati karena mengalami imbibisi air yang berlebihan dan ada yang terkena jamur. Benih mati memiliki ciri benih lunak, busuk sebelum berkecambah atau tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan tetapi bukan dalam keadaan dorman (Sutopo 1985). Gambar benih mati disajikan pada gambar 6.

25 (a) (b) jamur Gambar 6. Benih busuk (a), dan benih berjamur (b). Benih dorman memiliki laju respirasi lebih lambat, respirasi naik ketika benih mengimbibisi air dan mulai berkecambah (Purnomo et al. 2010). Menurut Sudomo (2012), proses perkecambahan benih tidak hanya membutuhkan air tetapi juga ruang untuk respirasi. Media dengan kemampuan menyerap air yang tinggi akan mengakibatkan terganggunya perkecambahan apabila tidak dibarengi dengan ruang untuk respirasi. Persentase perkecambahan benih pada media kompos lebih tinggi tetapi banyak yang terkena jamur. 2. Laju Perkecambahan Perkecambahan benih yang kuat memerlukan kecepatan yang mana dapat dinyatakan dengan laju perkecambahan (Sutopo 1985). Laju perkecambahan merupakan jumlah hari yang diperlukan untuk memunculkan kecambah normal. Hasil analisis ragam laju perkecambahan (lampiran 5, tabel 8) menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dan macam media tidak berpengaruh nyata tetapi pengelompokan berdasarkan ukuran benih berpengaruh nyata terhadap laju perkecambahan.

26 Rata-rata Hari 40,00 30,00 20,00 10,00 25,89 a 25,67 a 16,00 b 0,00 Besar Sedang Kecil Berat Benih Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata pada uji DMRT taraf α 5% Ganbar 7. Pengaruh ukuran benih terhadap laju perkecambahan. Berdasarkan uji DMRT taraf α 5% yang ditunjukkan pada gambar 7 diketahui bahwa rata-rata hari yang diperlukan benih untuk berkecambah memberikan perbedaan laju perkecambahan secara signifikan. Benih berukuran kecil memiliki laju perkecambahan lebih cepat dan perbedaan secara signifikan dibandingkan dengan benih ukuran besar dan sedang. Laju perkecambahan tinggi apabila rata-rata hari untuk berkecambah rendah. Menurut Sutopo (1985), pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam benih. Benih berukuran kecil mengandung cadangan makanan yang lebih sedikit dibandingkan benih berukuran lebih besar. Perkecambahan tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan cadangan makanan tetapi juga memerlukan air untuk imbibisi. Benih berukuran besar memiliki permukaan kulit yang luas sehingga memerlukan air lebih banyak dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk melunakkan kulit biji. 3. Panjang Hipokotil Kecambah kenitu merupakan tipe epigeal dimana radikel muncul diikuti dengan pemanjangan hipokotil secara keseluruhan serta membawa kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. Hipokotil merupakan salah satu struktur penting dari kecambah. Pemanjangan hipokotil merupakan salah satu ciri pertumbuhan akibat aktivitas pembelahan sel pada meristem apikal

27 (Nugroho dan Salamah 2015). Menurut Mugnisjah et al. ( 1994), kecambah utuh pada kecambah tipe epigeal memiliki hipokotil ramping, lurus dan mengalami pemanjangan. Panjang hipokotil berkorelasi dengan laju perkecambahan. Laju perkecambahan yang tinggi maka benih akan cepat berkecambah, namun apabila laju perkecambahan rendah maka benih akan lambat berkecambah. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi kulit benih yang impermeabel terhadap air sehingga menghambat proses perkecambahan (Hariyanti 2013). Panjang hipokotil kenitu disajikan pada gambar 8. 7,00 Panjang Hipokotil (cm) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 5,01 a 4,20 a 4,52 a 3,63 a 3,04 a 4,08 a Pakis Kompos 1,00 0,00 Deoperkulasi Perendaman KNO3 3 0,5% Perendaman air 65 C Gambar 8. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap panjang hipokotil. Hasil analisis ragam panjang hipokotil (lampiran 5, tabel 9) menunjukkan bahwa pengelompokan berdasarkan ukuran benih, perlakuan skarifikasi dan media tidak berpengaruh nyata terhadap panjang hipokotil. Panjang hipokotil tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Perlakuan deoperkulasi pada media pakis memiliki rata-rata panjang hipokotil 5,01 cm yaitu lebih panjang meskipun tidak signifikan dibandingkan perlakukan lainnya. Rata-rata panjang hipokotil kenitu yaitu 3,04 5,01 cm.

28 C. Pembibitan Bibit mengalami pertumbuhan manakala sel dan atau jaringan meristem aktif sehingga dapat melakukan pembelahan dan pembesaran sel (ukuran dan jumlah). Pertumbuhan dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar, maupun berat. Bibit tumbuh dan berkembang dengan memacu pembentukan organ (morfogenesis) seperti akar, batang dan daun (Purnomo et al. 2010). Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh umur bibit, dimana umur bibit yang lebih tua mampu menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih tinggi. Bibit yang memiliki umur lebih tua telah berkecambah dan tumbuh lebih awal (Wardhani 2007). Pengaruh perlakuan terhadap umur bibit disajikan pada tabel 2 dan gambar 9. Tabel 2. Pengaruh skarifikasi dan media terhadap umur bibit Skarifikasi Media N Umur (hari) Rata-rata Standar Deviasi Deoperkulasi Pakis 7 37,86 23,95 Kompos 24 34,50 14,85 Perendaman KNO3 0,5% Pakis 4 56,00 11,80 Kompos 13 29,92 11,96 Perendaman air 65 C Pakis 6 33,00 17,97 Kompos 3 32,00 8,19 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa nilai standar deviasi umur bibit perlakuan deoperkulasi, perendaman KNO3 0,5%, dan perendaman air 65 C cukup tinggi yang memiliki arti bahwa rata-rata umur bibit dibangun dari rentang data besar. Nilai standar deviasi umur bibit perlakuan perendaman KNO3 0,5% dengan kedua media hampir sama. Hasil analisis uji t umur bibit (lampiran 6) menunjukkan bahwa ragam umur bibit antara kedua media pada semua perlakuan skarifikasi sama dan terdapat perbedaan rata-rata umur bibit antara kedua media pada perlakuan perendaman KNO3 0,5%.

29 Umur Bibit (HST) 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 56,00 a 37,86 b 33,00 c 34,50 b 29,92 d 32,00 c Deoperkulasi Perendaman KNO3 0,5% Perendaman air 65 C 10,00 0,00 Pakis Media Kompos Gambar 9. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap umur bibit. Berdasarkan gambar 9 diketahui bahwa pemberian perlakuan deoperkulasi dan perlakuan perendaman air 65 C tidak memberikan perbedaan rata-rata umur bibit secara signifikan di kedua media. Umur bibit dihitung dari benih setelah berkecambah total. Waktu benih berkecambah berbeda-beda sehingga bibit yang diperoleh memiliki umur yang berbeda-beda. Umur bibit perlakuan perendaman KNO3 0,5% pada media pakis lebih tua dari perlakuan lainnya yaitu 56,00 hari karena mengalami pertumbuhan lebih awal. Vigor bibit dapat dilihat dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan bibit dengan mengukur tinggi bibit, jumlah daun, berat brangkasan segar, panjang akar dan jumlah akar. Pengaruh perlakuan terhadap variabel fase bibit disajikan pada tabel 3 dan perbandingan bibit disajikan pada gambar 10.

30 Tabel 3. Pengaruh skarifikasi dan media terhadap tinggi bibit, jumlah daun, berat brangkasan segar, panjang akar dan jumlah akar bibit kenitu Skarifikasi Media N Deoperkulasi Perendaman KNO3 0,5% Perendaman air 65 C Pakis 7 Kompos 24 Pakis 4 Kompos 13 Pakis 6 Kompos 3 Tinggi Bibit (cm) Jumlah Daun (helai) Berat Brangkasan Segar (g) Panjang Akar (cm) Jumlah akar 11,99 9,29 4,28 17,17 40,57 3,83 4,11 2,44 7,03 13,18 6,00 1,46 0,72 8,47 13,83 1,70 1,22 0,27 1,96 4,64 14,60 10,75 6,65 21,55 43,50 1,87 3,78 2,21 6,94 11,96 5,48 1,54 0,54 6,18 9,31 1,52 1,45 0,23 1,43 4,23 8,37 7,33 3,36 16,05 37,67 3,56 4,13 2,43 8,60 22,84 5,87 1,33 0,39 6,63 9,00 2,00 1,53 0,07 3,04 2,00 Keterangan: Rata-rata : angka yang dicetak tegak Standar deviasi : angka yang dicetak miring dan tebal Keterangan: S 1M 1 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam pakis cacah. S 2M 1 : Benih direndam dalam KNO 3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam pakis cacah. S 3M 1 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam pakis cacah. Gambar 10. Perbandingan keragaan bibit kenitu. S 1M 2 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam kompos. S 2M 2 : Benih direndam dalam KNO 3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam kompos. S 3M 2 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam kompos.

31 1. Tinggi Bibit Pertumbuhan tinggi bibit menunjukkan aktivitas xilem dan pembesaran sel. Kambium terdorong keluar dan terbentuk sel-sel baru di luar lapisanlapisan tersebut sehingga terjadi peningkatan tinggi bibit. Tanaman yang lebih tinggi dapat memberikan hasil pertanaman yang lebih tinggi karena dapat mempersiapkan organ vegetatif yang lebih baik (Wasonowati 2011). Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai standar deviasi tinggi bibit perlakuan perendaman KNO3 0,5% dengan media pakis dan kompos lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki arti bahwa rata-rata tinggi bibit dibangun dari rentang data kecil. Hasil uji t tinggi bibit menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ragam tinggi bibit antara kedua media pada perlakuan deoperkulasi dan terdapat perbedaan rata-rata tinggi bibit antara kedua media pada perlakuan deoperkulasi dan perendaman KNO3 0,5%. Bibit dari benih perlakuan perendaman KNO3 0,5% pada media pakis memiliki rata-rata tinggi bibit lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pertumbuhan tinggi bibit disajikan pada gambar 11 sedangkan pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap tinggi bibit disajikan pada gambar 12.

32 16,00 14,00 Tinggi Bibit (cm) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0 7 14 21 28 S1M1 S2M1 S3M1 S1M2 S2M2 S3M2 Keterangan: Hari Setelah Tanam (HST) S 1M 1 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam pakis cacah. S 2M 1 : Benih direndam dalam KNO 3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam pakis cacah. S 3M 1 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam pakis cacah. Gambar 11. Grafik pertumbuhan tinggi bibit kenitu. Tinggi Bibit (cm) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 14,6 a 11,99 b Pakis 8,37 c Media S 1M 2 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam kompos. S 2M 2 : Benih direndam dalam KNO 3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam kompos. S 3M 2 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam kompos. 6,00 d 5,87 c 5,48 e Kompos Deoperkulasi Perendaman KNO3 KNO3 0,5% Perendaman air 65 C Gambar 12. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap tinggi bibit.

33 Pertumbuhan bibit pada media kompos semakin lama semakin menurun karena vigor bibit rendah yang ditandai dengan menurunnya kesegaran bibit. Bibit pada media kompos banyak yang terserang cendawan baik terserang dari awal pada fase kecambah maupun terjadi pada fase bibit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Rofik dan Murniati (2008) yang menyatakan bahwa kompos banyak mengandung cendawan dan bakteri sehingga kurang sesuai sebagai media persemaian. Berdasarkan gambar 12 diketahui bahwa pemberian perlakuan perendaman air 65 C tidak memberikan perbedaan rata-rata tinggi bibit secara signifikan di kedua media. Pertumbuhan tinggi bibit sejalan dengan umur bibit, dimana umur bibit semakin tua tinggi bibit semakin bertambah. Bibit perlakuan perendaman KNO3 0,5% pada media pakis memiliki rata-rata umur 56,00 hari dan menghasilkan rata-rata tinggi bibit 14,60 cm. 2. Jumlah Daun Daun merupakan organ vegetatif tanaman yang berperan dalam proses fotosintesis. Daun berasal dari primodia daun yang terdapat pada ujung batang. Primodia daun berkembang menjadi daun melalui beberapa tahap hingga terbentuk helaian daun. Jumlah daun menggambarkan vigor suatu tanaman, semakin banyak jumlah daun suatu tanaman maka menunjukkan semakin tinggi nilai vigor tanaman tersebut (Natasya 2014). Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai standar deviasi jumlah daun pada perlakuan deoperkulasi dengan media kompos dan perlakuan perendaman KNO3 0,5% dengan media pakis lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki arti bahwa rata-rata jumlah daun dibangun dari rentang data kecil. Hasil uji t jumlah daun (lampiran 6) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ragam dan rata-rata jumlah daun antara kedua media pada semua perlakuan deoperkulasi. Rata-rata jumlah daun pada media pakis lebih banyak dari media kompos. Pertumbuhan jumlah daun disajikan pada gambar 13 sedangkan pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap jumlah daun disajikan pada gambar 14.

34 Jumlah Daun (helai) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0 7 14 21 28 Hari Setelah Tanam (HST) S1M1 S2M1 S3M1 S1M2 S2M2 S3M2 Keterangan: S 1M 1 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam pakis cacah. S 2M 1 : Benih direndam dalam KNO 3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam pakis cacah. S 3M 1 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam pakis cacah. Gambar 13. Grafik pertumbuhan jumlah daun kenitu. S 1M 2 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam kompos. S 2M 2 : Benih direndam dalam KNO 3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam kompos. S 3M 2 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam kompos. Jumlah Daun (helai) 16 14 12 10 8 6 4 2 10,75 a 9,29 b 7,33 c 1,54 d 1,46 e 1,33 f Deoperkulasi Perendaman KNO3 0,5% Perendaman air 65 C 0-2 Pakis Media Kompos Gambar 14. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap jumlah daun.

35 Berdasarkan gambar 14 diketahui bahwa pemberian perlakuan skarifikasi dengan macam media memberikan perbedaan jumlah daun secara signifikan. Pertumbuhan jumlah daun pada media pakis sejalan dengan umur bibit tetapi pada media kompos tidak. Umur bibit perlakuan deoperkulasi pada media kompos lebih tua daripada perlakuan perendaman air 65 C dan perendaman KNO3 0,5% karena deoperkulasi dapat mematahkan dormansi kulit biji yang impermeabel terhadap air (Purnomo et al. 2010) terutama pada benih yang ditanam pada media kompos yang memiliki kadar air rendah (Kristoferyanuar 2010) sehingga benih cepat berkecambah. Cepatnya benih berkecambah belum tentu memiliki vigor bibit yang tinggi. Rata-rata jumlah daun perlakuan deoperkulasi pada media kompos lebih sedikat walaupun umur bibit lebih tua karena benih dengan perlakuan deoperkulasi yang kurang hatihati akan menyebabkan pelukaan berlebihan dan merusak benih sehingga saat berkecambah dan tumbuh menjadi bibit, epikotil terganggu dan pertumbuhan daun terhambat. Perlakuan perendaman KNO3 0,5% pada media pakis memiliki rata-rata jumlah daun lebih banyak dari perlakuan lainnya yaitu 10,75 helai. Jumlah daun berkurang pada 14 HST karena daun paling bawah gugur dan pada 21 HST kuncup daun telah membuka sehingga jumlah daun bertambah. 3. Panjang Akar Akar merupakan bagian tanaman yang berfungsi menopang tanaman, dan menyerap unsur hara dalam media. Radikula tumbuh secara vertikal ke dalam media menjadi akar. Tumbuhnya akar sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia media (Saleh et al. 2008). Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai standar deviasi panjang akar perlakuan perendaman KNO3 0,5% dengan media pakis dan kompos lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki arti bahwa rata-rata panjang akar dibangun dari rentang data kecil. Hasil uji t panjang akar (lampiran 6) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ragam dan rata-rata panjang akar antara kedua media pada perlakuan deoperkulasi dan perendaman KNO3 0,5%. Rata-rata panjang akar pada media pakis lebih panjang dari media kompos.

36 30 21,55 a Panjang Akar (cm) 25 20 15 10 5 17,17 b 16,05 c 8,47 d 6,63 c 6,18 e Deoperkulasi Perendaman KNO3 0,5% Perendaman air 65 C 0 Pakis Kompos Media Gambar 15. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap panjang akar. Berdasarkan gambar 15 diketahui bahwa pemberian perlakuan perendaman air 65 C tidak memberikan perbedaan rata-rata panjang akar secara signifikan di kedua media. Pertumbuhan panjang akar sejalan dengan umur bibit, dimana umur bibit semakin tua panjang akar semakin bertambah. Perendaman KNO3 0,5% pada media pakis memiliki rata-rata panjang akar lebih panjang dari perlakuan lainnya yaitu 21,55 cm. Panjang akar yang semakin panjang dapat memperluas jangkauan akar dalam mendapatkan unsur hara (Mardisiwi el al. 2013). Rata-rata panjang akar pada media kompos rendah karena pada saat perkecambahan semakin lama kompos memadat sehingga pertumbuhan akar terhambat. 4. Jumlah Akar Akar yang tumbuh dengan baik ditunjukkan dengan penyebaran merata di permukaan media. Sistem perakaran dengan banyak cabang berarti memperluas daerah perakaran yang memudahkan absorbsi hara secara maksimal (Lestari et al. 2013). Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai standar deviasi jumlah akar pada perlakuan perendaman KNO3 0,5% dengan media pakis dan perlakuan perendaman air 65 C dengan media kompos lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki arti bahwa rata-rata jumlah akar dibangun dari rentang data kecil. Hasil uji t jumlah akar (lampiran

37 6) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ragam dan rata-rata jumlah akar antara kedua media pada semua perlakuan skarifikasi. Rata-rata jumlah akar pada media pakis lebih banyak dari media kompos. Jumlah Akar 70 60 50 40 30 20 10 0 37,67 c Deoperkulasi 43,5 a Perendaman KNO3 0,5% 40,57 b Perendaman air 65 C 13,83 d 9,31 e 9,00 f Pakis Kompos Media Gambar 16. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap jumlah akar. Berdasarkan gambar 16 diketahui bahwa pemberian pemberian perlakuan skarifikasi dengan macam media memberikan perbedaan jumlah akar secara signifikan. Pertambahan jumlah akar pada media pakis sejalan dengan umur bibit tetapi pada media kompos tidak. Bibit pada media pakis dengan perlakuan perendaman KNO3 0,5% memiliki jumlah akar lebih banyak daripada perendaman air 65 C walaupun umur bibit lebih muda yaitu 43,50. Media pakis adalah media yang baik karena mampu mempengaruhi penyebaran akar. Jumlah akar yang semakin banyak dapat mempermudah bibit dalam menjarah hara dari lingkungan sekitar perakaran. 5. Berat Brangkasan Segar Berat bibit merupakan parameter kualitas fisik suatu tanaman, semakin berat bibit menunjukkan potensi kualitas tanaman yang baik. Berat bibit merupakan akumulasi terbentuknya fotosintat. Bibit yang memiliki nilai tinggi bibit dan jumlah daun yang tinggi akan menghasilkan jumlah berat bibit yang tinggi pula (Natasya 2014). Gambar brangkasan segar disajikan pada gambar 17.

38 Keterangan: S1M1 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam pakis cacah S2M1 : Benih direndam dalam KNO3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam pakis cacah S3M1 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam pakis cacah S1M2 : Benih dideoperkulasi dengan media tanam kompos S2M2 : Benih direndam dalam KNO3 0,5% selama 24 jam dengan media tanam kompos S3M2 : Benih direndam dalam air 65ºC dan dibiarkan dingin selama 20 jam dengan media tanam kompos Gambar 17. Perbandingan brangkasan bibit kenitu.

39 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai standar deviasi berat brangkasan segar pada perlakuan perendaman KNO3 0,5% dengan media pakis dan perlakuan perendaman air 65 C dengan media kompos lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki arti bahwa rata-rata berat brangkasan segar dibangun dari rentang data kecil. Hasil uji t berat brangkasan segar (lampiran 6) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ragam dan rata-rata berat brangkasan segar bibit antara kedua media pada semua perlakuan skarifikasi. Rata-rata berat brangkasan segar pada media pakis lebih tinggi dari media kompos sehingga potensi kualitas tanaman pada media pakis lebih baik. Berat Brangkasan Segar (g) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 6,65 a 4,28 b 3,36 c Pakis Media 0,72 d 0,54 e 0,39 f Kompos Deoperkulasi Perendaman KNO3 0,5% Perendaman air 65 C Gambar 18. Pengaruh perlakuan skarifikasi dan media terhadap berat brangkasan segar. Berdasarkan gambar 18 diketahui bahwa pemberian perlakuan skarifikasi dengan macam media memberikan perbedaan berat brangkasan segar secara signifikan. Pertumbuhan bibit pada media kompos terganggu karena terserang cendawan sehingga proses pembentukan fotosintat terganggu dan berat brangkasan segar rendah. Penambahan berat bibit pada media pakis sejalan dengan umur bibit, semakin umur bibit bertambah maka bibit mengalami proses pembentukan dan pembelahan sel sehingga berat bibit bertambah. Media pakis memiliki daya mengikat air yang tinggi, aerasi dan drainase yang baik serta mudah melancarkan air (Lestari et al. 2013), maka kondisi tersebut diduga mendukung penyerapan nutrisi lebih optimal.

40 Pertambahan berat brangkasan segar diikuti dengan pertambahan tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan atau jumlah akar. Berdasarkan hasil korelasi (lampiran 7) diketahui bahwa terdapat keeratan hubungan secara signifikan antara keempat variabel tersebut. Korelasi bersifat searah, yaitu perubahan berat brangkasan segar berbanding lurus dengan pertambahan tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar pada bibit kenitu.