BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

BAB I PENDAHULUAN. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN


BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

AKIBAT PERCERAIAN DISEBABKAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Putusan Nomor : 1098/Pdt.G/2008/PA.Dmk Di Pengadilan Agama Demak

BAB IV HUKUM KELUARGA

A. Analisis Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum Putusan PA Nomor. Agama Pasuruan, yang mana dalam bab II telah dijelaskan tentang sebab

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

P U T U S A N. Nomor: 0072/Pdt.G/2010/PA.Spn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 330/Pdt.G/2010/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

P U T U S A N. Nomor :./Pdt.G/2011/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

2. SETIAP PERKAWINAN HARUS DICATAT Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 2)

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PANDUAN MENGAJUKAN GUATAN CERAI

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

PERBANDINGAN HUKUM ACARA PERCERAIAN ANTARA SUAMI DAN ISTERI DI PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn.

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

P U T U S A N BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

Bab 3 PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SEBELUM PERCERAIAN

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

BAB I PENDAHULUAN. dari masalah-masalah kecil dan sepele sampai kepada hal yang dianggap serius dan

P U T U S A N Nomor: 0628/Pdt.G/2012/PA.Dum

P U T U S A N Nomor: 0381/Pdt.G/2012/PA.PRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

PUTUSAN Nomor : 31/Pdt.G/2010/PA.Rks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGG P U T U S A N. Nomor : 237/PDT/2016/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 04/Pdt.G/2010/PTA.Pdg

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

SALINAN PUTUSAN. Nomor 495/Pdt.G/2010/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 0310/Pdt.G/2012/PA.Pkp DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dalam Al Qur an, Allah SWT. berfirman :

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR : 3051/ PDT.G/ 2011/ PA. SBY TENTANG H{AD{A>NAH DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

P U T U S A N. Nomor 980/Pdt.G/2010/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

P U T U S A N. Nomor 793/Pdt.G/2010/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P U T U S A N. Nomor: 0211/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

PUTUSAN Nomor 0040/Pdt.G/2014/PA.Pkc

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

P U T U S A N. Nomor:0553/Pdt.G/2010/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

------Pengadilan Agama Poso yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu. pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan atas perkara Cerai Gugat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhaan Yang Maha Esa. Semua rumah tangga menginginkan terciptanya rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya. Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis dan akan tercipta masyarakat rukun, damai, adil dan makmur. Setiap pasangan suami istri pasti mendambakan keharmonisan berumah tangga, sehingga diperlukan perjuangan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga sampai ajal menjemput nantinya, hal ini dikarenakan dalam keluarga akan selalu muncul permasalahan yang bisa menggoyahkan persatuan yang dibina tadi, bahkan keutuhan keluarga yang kuat bisa terancam dan berakibat kepada perceraian. Menurut Susanto (2008:2), Rumah tangga berasal dari dua individu yang berbeda, maka dari dua individu itu mungkin terdapat tujuan, prinsip hidup, harapan dan lainnya yang berbeda, untuk itu perlu penyatuan tujuan perkawinan 1

2 demi tercapainya keluarga yang sakinah. Tanpa adanya kesatuan tujuan antara suami dan isteri dalam keluarga dan kesadaran bahwa tujuan itu harus dicapai bersama-sama, maka dapat dibayangkan bahwa keluarga itu akan mudah mengalami hambatan-hambatan yang merupakan sumber permasalahan besar dalam keluarga, akhirnya dapat menuju keretakan keluarga yang berakibat lebih jauh sampai kepada perceraian. Menurut Mulyadi (2008:6), Perceraian hanya bisa dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian harus ada cukup alasan, yaitu bahwa antara suami istri tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Selanjutnya menurut Pasal 38 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan: Putusnya perkawinan disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu :1) Kematian 2) Perceraian 3) Atas keputusan Pengadilan. Terjdinya peristiwa-peristiwa dalam rumah tangga, yaitu perselisihan, pertengkaran atau percekcokkan antara suami istri akan mengakibatkan terjadinya perceraian, jika tidak diselesaikan dengan baik. Kehidupan rumah tangga tak luput dari permasalahan-permasalahan yang timbul baik disengaja maupun tidak disengaja yang mana dapat menimbulkan permasalahan keluarga. Perselisihan-perselisihan yang terjadi sedapat mungkin diselesaikan secara baik-baik. Perselisihan yang menjurus ke arah perceraian harus dihindari karena pada prinsipnya Undang-Undang Perkawinan di Indonesia menganut ketentuan mempersulit terjadinya perceraian. Kalaupun terjadi perceraian, hal tersebut merupakan jalan akhir yang akan ditempuh apabila memang perkawinan tersebut tidak dapat dipertahankan lagi.

3 Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan perceraian, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan diulang lagi yang sama bunyinya dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 adalah: 1. Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya serta sukar disembuhkan; 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturutturut, tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar kemampuannya; 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain; 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri; 6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Melalui alasan-alasan tersebut di atas, maka suami atau istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama setempat. Akibat hukum dari perceraian, maka mereka harus menanggung nafkah iddah, nafkah anak-anak, biaya pendidikan, masalah pemeliharaan anak hingga permasalahan pembagian harta gono-gini. Dampak sosial dan kemanusiaan yang ditimbulkan oleh suatu perceraian sangat besar, khususnya bagi anak-anak dan kaum perempuan yang mengalaminya serta bagi kehidupan berbangsa dan bernegara umumnya. Putusnya perkawinan atau perceraian akan mengakibatkan tidak hanya perubahan hak dan kewajiban terhadap suami istri, tetapi juga hak dan kewajiban terhadap anak. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak akibat perceraian adalah lebih mengutamakan kepentingan si anak yaitu diantaranya

4 anak berhak atas pemeliharaan, pendidikan, dan biaya-biaya kehidupan secara keseluruhan dari orang tuanya. Jadi kewajiban orang tua terhadap anak tidaklah akan berakhir walaupun terjadi perceraian. Pasal 41 huruf a UU 1/1974 mengatakan bahwa penguasaan terhadap anak-anak akibat dari perceraian haruslah dilihat berdasarkan kepentingan si anak terlebih dahulu tetapi apabila terjadi perselisihan maka Pengadilan dapat memberikan keputusan mengenai penguasaan anak-anak, apakah anak tersebut berada dalam penguasaan ibunya/ayahnya, terhadap penguasaan anak ini maka Pengadilan akan mengeluarkan suatu putusan mengenai pemeliharaan anak atau perwalian. Menurut Sudarsono (2005:204), perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam undang undang. Perwalian merupakan pengawasan terhadap pribadi anak dan pengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa, jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Umumnya dalam praktek di pengadilan, anak yang berumur di bawah sepuluh tahun, pengasuhannya atau perwaliannya diserahkan kepada ibunya sedangkan bagi anak yang berumur di atas sepuluh tahun perwaliannya terserah kepada pilihan si anak sendiri, apakah dia akan ikut kepada ibunya ataukah memilih ikut pada bapaknya dalam hal perwalian bagi si anak. Apabila hal yang demikian ini terjadi maka Putusan Pengadilanlah yang menentukan siapakah yang lebih berhak menjadi wali dari si anak tersebut.

5 Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam perceraian adalah masalah anak karena anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Empiris Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perceraian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Semarang). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertimbangan yuridis hakim dalam memutuskan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Semarang? 2. Bagaimanakah pertimbangan empiris hakim dalam memutuskan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Semarang? 3. Bagaimanakah kesesuaian antara pertimbangan yuridis dan empiris yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Semarang?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan pertimbangan yuridis hakim dalam memutuskan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Semarang. 2. Untuk mendeskripsikan pertimbangan empiris hakim dalam memutuskan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Semarang. 3. Untuk mendeskripsikan kesesuaian antara pertimbangan yuridis dan empiris yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Semarang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis, sebagai bahan masukan dan bekal pengetahuan bagi penulis tentang penyelesaian putusan perceraian dan akibat hukumnya 2. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi atau masukan bagi proses pembinaan kesadaran hukum bagi masyarakat untuk meniminalkan terjadinya perkara perceraian 3. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perkawinan. 4. Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi atau referensi bagi kalangan akademisi dan calon peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan tentang tinjauan yuridis terhadap perkara perceraian

7 E. Daftar Istilah Istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perceraian. Menurut Hamdani (2002:199), perceraian adalah lepasnya ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan. Macam-macam perceraian sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, atau atas putusan pengadilan 2. Hakim. Menurut Pasal 1 butir 8 KUHAP menyebutkan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-Undang. 3. Putusan hakim. Menurut Mertokusumo (2002:202), Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. 4. Pertimbangan hakim. Menurut Mertokusumo (2002:199), pertimbangan hakim adalah pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara.