BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa anak dan remaja adalah masa dimana manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik secara pesat. Pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik baik dari segi ukuran, bentuk dan fungsional. Asupan gizi dan nutrisi yang cukup dan seimbang adalah hal yang penting berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak dan remaja. Ketidak keseimbangan antara asupan kebutuhan dan kecukupan gizi akan menimbulkan masalah gizi berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Tingginya masalah gizi pada anak dan remaja bisa disebabkan karena kurangnya asupan gizi yang adekuat. Anak dan remaja juga merupakan kelompok yang rentan terhadap pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak dan remaja termasuk kebiasaan mengkonsumsi makanan. Hasil RISKESDAS 2008 menunjukkan prevalensi status gizi anak sekolah (6-I4 tahun) secara nasional dengan kategori kurus dan sangat kurus menurut indeks massa tubuh terhadap umur pada laki-laki sebesar 13,3% dan perempuan 10,9%. Status gizi berdasarkan indeks massa 1
tubuh terhadap umur tersebut menggambarkan kurangnya status gizi remaja pada saat ini (Rosmalina et al., 2010). Menurut Rosmalina et al. (2010) dalam penelitiannya, presentase remaja SLTP dengan kategori pendek dan sangat pendek ternyata cukup tinggi (27,7%). Sedangkan persentase remaja dengan kategori kurus menurut indeks massa tubuh terhadap umur untuk lakilaki sebesar 17,7% dan perempuan 10.9%. Data ini menggambarkan bahwa terdapat kekurangan gizi pada remaja. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif terhadap tingkat kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), penurunan kesegaran jasmani dan turunnya prestasi akademis. Hal tersebut akan menjadi masalah besar bagi masyarakat bila tidak ditangani dengan benar. Terdapat banyak faktor yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi pada remaja. Sosioekonomi yang rendah, aktivitas sehari-hari, faktor genetik, faktor sosiogeografi dan lain-lain akan berpengaruh kepada status gizi seseorang. Telah banyak dibahas tentang instrumen yang berbeda-beda untuk mengevaluasi status gizi. Indeks 2
massa tubuh (IMT) biasanya disorot untuk menjadi metode yang non-invasif, mudah diterapkan dan biaya rendah. IMT menunjukkan korelasi yang kuat dengan indikator antropometri, tetapi IMT tidak bisa menunjukan aspek lain dari status gizi seseorang. Jadi, indeks massa tubuh tidak dapat digunakan sebagai estimasi status gizi secara menyeluruh. Selain indeks massa tubuh terdapat pula metode lain yang dapat digunakan untuk estimasi status gizi, salah satunya adalah Hand Grip Strength (HSG). Hand Grip Strength (HSG) atau kekuatan genggam tangan merupakan metode evaluasi non-konvensional yang telah divalidasi untuk mengevaluasi status gizi. Metode tersebut memiliki biaya rendah, mudah dan cepat, memungkinkan identifikasi individu dengan risiko lebih besar terkena komplikasi yang berhubungan dengan kekurangan gizi, dan membantu dalam tindak lanjut pasien dengan gizi buruk dengan gangguan neuromuskuler secara klinis (Oliveira et al., 2010). Hand Grip Strength (HSG) atau kekuatan genggam tangan merupakan metode baru yang digunakan untuk mengevaluasi status gizi. Kekuatan otot genggam dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya kebugaran, kemampuan fisik, status gizi, massa otot, jenis kelamin, motivasi, penyakit, dan usia. Secara 3
logika status gizi yang baik memiliki kekuatan lebih besar dibanding dengan mereka yang status gizinya kurang. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan dan perbedaan status gizi (ditinjau dari indeks massa tubuh) dan kekuatan genggam tangan pada remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun di daerah Gunungkidul dan Kota Yogyakarta. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil perumusan masalah : 1. Apakah terdapat perbedaan indeks massa tubuh dan kekuatan genggam tangan pada remaja usia 13-15 tahun di Kecamatan Rongkop Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta? 2. Apakah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kekuatan genggam tangan pada remaja usia 13-15 tahun di Kecamatan Rongkop Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta? 4
I.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan dan perbedaan antara status gizi (ditinjau dari indeks massa tubuh) dan kekuatan genggam tangan pada remaja usia 13-15 tahun. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian oleh Ryoto (2012) mengenai hubungan antara kekuatan otot genggam dengan umur, tingkat kemandirian, dan aktivitas fisik pada lansia wanita klub geriatri terpilih. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada subjek penelitian, variabel penelitian, waktu dan tempat penelitian. Penelitian oleh Ambartana (2010) mengenai hubungan status gizi dengan kekuatan otot lanjut usia di kelurahan Giayar, kabupaten Giayar provinsi Bali. Perbedaan dengan penelitian tersebut dapat dilihat dari waktu, tempat dan usia dari subjek penelitian. Penelitian oleh Soraya (2008) mengenai status gizi ditinjau dari berat badan terhadap umur dan kekuatan genggam tangan pada remaja usia 13-16 tahun di SLTP 3 Sleman. Penelitian tersebut memiliki perbedaan pada berat badan terhadap umur yang dijadikan indikator status gizi. 5
I.5. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi yang bermanfaat mengenai studi indeks massa tubuh dan kekuatan genggam tangan pada remaja usia 13-15 tahun di kecamatan Rongkop dan kota Yogyakarta 2. Dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian yang serupa 3. Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian bagi peneliti 4. Serta dapat menambah informasi bagi masyarakat tentang keadaan status gizi yang terjadi di masyarakat. 6