I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, S.Z Peran pemerintah dalam pembangunan. STIA LAN. Jakarta.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia mendapat julukan sebagai Macan Asia dan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN DAMPAK PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP)

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

Transkripsi:

1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi, namun bukan berarti manusia bebas semena-mena mengeksploitasi sumberdaya alam yang melimpah dan mengabaikan daya dukungnya. Jika eksploitasi menjadi orientasi manusia dalam memenuhi segala kebutuhannya maka kerusakan dan kehilangan sumberdaya alam akan mengancam keberlanjutan kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu cara pandang manusia terhadap alam harus dirubah dari cara pandang antroposentrisme menjadi ekosentrisme. Antroposentrisme ialah suatu pandangan bahwa manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta, implikasinya, manusia memposisikan diri sebagai penguasa yang terus-menerus mengeksploitasi alam. Berbeda dengan faham ekosentrisme yang memandang bahwa, Manusia dan kepentingannya bukan ukuran bagi segala sesuatu yang lain, sehingga perhatian tidak hanya bertumpu pada manusia namun juga makhluk lain baik yang hidup maupun mati. Hal ini berarti, perlu kearifan manusia dalam mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas (Keraf dalam Bahri, 2006) Perilaku eksploitasi sumberdaya alam tanpa memikirkan keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya alam jelas bertentangan dengan falsafah ekosentrisme. Konflik kepentingan baik antara sesama manusia ataupun lingkungan ekosistem lainnya seperti flora, fauna dan lingkungan abiotik adalah buah dari prinsip antroposentrisme. Degradasi perebutan lahan sampai bencana mengiringi perilaku manusia yang eksploitatif terhadap alam. Pengelolaan sumberdaya alam untuk mendukung perekonomian di Indonesia demi mengejar ketertinggalannya dengan negara lain berdampak pada sikap eksploitatif yang merupakan realisasi cara pandang antroposentrisme. Seperti halnya dalam pengelolaan lahan di Indonesia dimana banyak terdapat berbagai kepentingan terhadap sumberdaya lahan diatasnya. Berbagai kepentingan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang disebabkan adanya

2 tumpang tindih penguasaan lahan, pengabaian hak-hak masyarakat lokal dalam akses kehidupan, sampai kebijakan politis yang kurang memihak masyarakat. Pengelolaan lahan untuk pertambangan yang menjadi andalan perekonomian negara dalam pengelolaannya tidak lepas dari berbagai permasalahan, antara lain; dampak aktivitas penambangan yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada lahan, konflik dengan masyarakat yang juga memiliki akses terhadap sumberdaya lahan diatasnya, serta keberlanjutan sumberdaya alam dan manusianya. Keberadaan kawasan tambang diantara kawasan pedesaan memiliki potensi besar terjadinya permasalahan, antara lain benturan kepentingan /akses sumberdaya, ketimpangan sosial, dampak langsung aktivitas penambangan seperti debu, kebisingan, pencemaran maupun perubahan iklim mikro di kawasan tersebut sebagai akibat pembukaan lahan untuk penambangan. Pergeseran pemilikan lahan menyebabkan lahan-lahan di wilayah pedesaan berpindah tangan dan dikuasai oleh kelompok tertentu, akibatnya masyarakat tidak memiliki lahan atau lahan menjadi lebih sempit. Bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian karena tidak memiliki usaha lain atau skiil yang memadai, akhirnya hanya mampu menjadi petani penggarap atau petani gurem. Data Sensus Pertanian tahun 1983 dan 1993 diperoleh gambaran bahwa jumlah petani gurem dengan luas lahan pertanian sama atau lebih kecil dari 0,25 ha meningkat dari 18.693.000 rumah tangga menjadi 21.183.000 rumah tangga atau meningkat 13%. Jika asumsi luas lahan pertanian tetap atau bahkan berkurang maka luas lahan yang dikuasai petani semakin sempit. Akibatnya terjadi kemiskinan, pengangguran, ketidakberdayaan yang menyebabkan semakin marginalnya masyarakat pedesaan dan semakin rendah tingkat kesejahteraan mereka. Keterbatasan sumberdaya lahan ini juga dirasakan oleh masyarakat desa Lulut, Leuwikaret, dan Hambalang yang menjadi lokasi kawasan tambang bahan baku semen PT Indocement Tunggal Perkasa (ITP). Masih besarnya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani, kurang lebih 5.605 orang berdasarkan data monografi desa di ketiga desa tersebut menunjukkan kebutuhan akan tersedianya sumberdaya lahan cukup besar, namun lahan-lahan di wilayahnya sudah dikuasai pihal luar. Sebagian masyarakat petani di ketiga desa ini masih dapat memanfaatkan

3 lahan milik perusahaan yang tidak dan belum ditambang meskipun terbatas dari segi waktu dan luasannya. Bagi masyarakat petani yang tidak memiliki lahan sendiri kesempatan memanfaatkan lahan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Namun demikian pengelolaan sumberdaya alam dengan berbagai kepentingan ini harus diwaspadai karena berpotensi menimbulkan kerusakan akibat pengelolaan yang berorientasi pada hasil sehingga bersikap eksploitatif. Pengelolaan Lahan kawasan tambang PT ITP yang luasannya mencapai kurang lebih 2000 ha harus direncanakan agar memiliki manfaat baik secara ekologis, ekonomi dan sosial sehingga keberlanjutan potensi sumberdaya alam tersebut dapat terjamin. Untuk itu perlu strategi dalam pengelolaan sumberdaya alam dikawasan tersebut. Kajian potensi sumberdaya alam dan manusia di ketiga desa tersebut merupakan langkah awal yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya alam sehingga dapat menentukan strategi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan baik secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan. 1.2 Perumusan Masalah Masalah lahan dan kepentingan diatasnya seringkali memicu konflik yang cukup berarti pada pengelolaan tambang, Jika terjadi konflik lahan antara perkebunan dan pertambangan, yang perlu diperhatikan adalah prinsip first entry, perhitungan ekonomi dan finansial secara jujur, negosiasi saling menguntungkan dengan arbitrasi dari kepentingan yang berbeda, (Saragih, 2009). Pengelolaan tambang terutama yang berdekatan dengan komunitas petani juga tak luput dari masalah. PT Semen gresik (PT SG), mengalami kegagalan dalam mereboisasi lahan. Kegagalan disebabkan karena 90% pohon yang ditanam di lahan PT SG baik yang ditanam di sepanjang jalan masuk maupun sekitar pabrik dibabat habis warga sekitar yang digunakan sebagai kayu bakar. Kasus ini memunculkan gagasan baru yaitu pengelolaan lahan pertanian di dekat lokasi tambang batu kapur dan tanah liat milik perusahaan tersebut sebagai lahan green belt. Lahan tersebut tidak boleh dieksploitasi untuk diambil batu kapurnya demi pemenuhan kebutuhan bahan baku PT SG Tbk.

4 Konsep green belt di gagas dan dilaksanakan karena beberapa pertimbangan, diantaranya karena pola reboisasi konvensional yang dilakukan pabrik sejak 1994 gagal (Priyantono, 2007). Dalam perspektif demikian, program green belt di kawasan lahan tambang batu kapur dan tanah liat PT SG di Tuban tak sekadar didasarkan pada pertimbangan ekologis, yaitu terwujudnya keseimbangan lingkungan namun juga menciptakan keamanan sosial dan harmoni antara perusahaan dan lingkungan. Kegagalan reboisasi bersifat top down, yang dijalankan manajemen PT SG sejak 1994 memberikan banyak hikmah. Tanpa pelibatan langsung maupun tak langsung masyarakat, program penghijauan di sekitar kawasan lahan tambang dan pabrik PT SG sulit membuahkan hasil positif. Karena itu, program green belt merupakan manifestasi program bersifat bottom up dengan melibatkan secara langsung komunitas lokal. Permasalahan konflik lahan juga dialami tambang semen di Sumatera Barat. Perluasan yang akan dilakukan bermasalah karena adanya kepemilikan lahan yang tumpang tindih, Pengajuan pengalihfungsian lahan konservasi baru PT Semen Padang muncul ketika hendak membebaskan lahan milik masyarakat adat Lubuk Kilangan yang bersebelahan dengan lokasi tambang seluas 412 hektar. Namun ketika proses pembayaran sisa lahan seluas 412 hektar, ternyata 249 hektar di antaranya adalah hutan lindung (Saragih, 2008) PT ITP juga pernah mengalami kendala lahan dengan PT PERHUTANI. Komisi A DPRD Kabupaten Bogor, mensinyalir adanya indikasi perluasan lahan eksploitasi tambang oleh PT Indocement Tunggal Perkasa (ITP) terhadap lahan seluas 5.385 hektar di sekitar areal Quray E yang merupakan lahan milik PERHUTANI. Lahan yang diduga menyimpan deposit batu kapur bahan baku semen dan termasuk dalam wilayah administratif desa Lulut dan Leuwikaret, tidak masuk dalam Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2001-2010. Lahan PERHUTANI seluas 5.385 hektar tersebut merupakan lahan yang berstatus pinjam pakai (Suryade, 2008). Berbagai masalah pada pengelolaan pertambangan yang terjadi menunjukkan bahwa lahan dan penguasaannya menjadi potensi masalah yang cukup berarti. Walaupun PT ITP sudah mengganti rugi lahan lahan yang di beli dari penduduk, bukan tidak mungkin kejadian seperti pada PT Semen Padang dan PT Semen Gresik terjadi pada PT ITP. Kenyataan yang ada adalah, dengan tidak

5 memadainya luasan lahan petani sekitar tambang karena penjualan pada PT ITP memicu munculnya petani gurem dan bahkan penggarap di 3 desa sekitar tambang PT ITP. Dikeluarkannya kebijakan perusahaan yang akan memanfaatkan lahan kawasan tambang untuk pengembangan jarak pagar baik pada lahan tidak ditambang, pra dan pasca tambang yaitu Quarry A, C, E dan lahan zona aman di sekitar Quarry D juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat sekitar tambang saat ini masih memanfaatkan lahan kawasan tambang tersebut untuk usaha pertanian. Berdasarkan keterangan dari beberapa penduduk, dan tokoh pemerintahan desa Leuwikaret, rencana perusahaan ini masih mendapat pertentangan dari masyarakat desa Leuwikaret. Selain berbagai permasalahan tersebut, dampak penambangan terhadap kerusakan sumberdaya lahan pasca tambang merupakan faktor lain yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lahan kawasan tambang. Kerusakan lahan pasca tambang antara lain: perubahan land scape yang biasanya menimbulkan cekungan-cekungan, hilangnya unsur tanah, menurunnya kesuburan tanah, dan perubahan iklim kawasan merupakan dampak operasionalisasi tambang yang harus ditanggulangi. Untuk menanggulangi dampak tersebut maka pengelolaan lahan pasca tambang menjadi agenda yang harus direncanakan oleh pemegang kuasa tambang sesuai dengan peraturan yang berlaku berdasarkan KEPMEN 1211K Tahun 1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Penambangan Umum dan PERMEN ESDM No 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Reklamasi lahan bekas tambang terdiri dari dua kegiatan yaitu; pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya (Latifah, 2003) Melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi dan mungkin akan terjadi pada pengelolaan lahan kawasan tambang PT ITP maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kondisi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan wilayah

6 penambangan dan desa sekitar? 2. Bagaimana arahan kebijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan di wilayah penambangan PT ITP Unit Citeureup yang berkelanjutan? 1.3 Tujuan Penelitian Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis potensi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan di kawasan penambangan dan desa sekitar sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan. 2. Menganalisis pilihan alternatif kegiatan pemanfaatan dan pengeloaan lahan pra tambang dan tidak ditambang serta arahan kebijakan dalam pengelolaan lahan pasca tambang yang berkelanjutan. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah, serta pihak-pihak terkait yaitu pemerintah daerah, masyarakat, PT ITP yang memiliki komitmen dalam Program Bina Lingkungan di desa-desa yang memiliki hubungan langsung dengan aktivitas perusahaan. Kegunaan penelitian tersebut yaitu dapat : 1. Memberikan informasi tentang potensi sumberdaya alam dan manusia yang dapat dikembangkan untuk peningkatan pendapatan masyarakat 2. Memberi masukan dalam perencanaan pengelolaan lingkungan yang lestari dan berkelanjutan secara ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan. 1.5 Kerangka Pemikiran Sumberdaya lahan kawasan tambang berupa lahan yang tidak ditambang, pra dan pasca tambang merupakan potensi sumberdaya alam yang harus dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Keberlanjutan potensi sumberdaya alam ini akan dapat mendukung kehidupan masyarakat sekitar kawasan tambang yang sangat bergantung pada sumberdaya alam tersebut. Pemanfaatan sementara lahan kawasan tambang oleh masyarakat menunjukkan bahwa kebutuhan sumberdaya lahan sangat besar bagi masyarakat terutama yang bermata-pencaharian utama sebagai petani.

7 Manfaat ekonomi dan sosial harus dipertimbangkan dalam memanfaatkan lahan-lahan terbatas di kawasan penambangan dan pengelolaan lahan pasca tambang selain aspek ekologis, sehingga pengelolaan sumberdaya alam di kawasan penambangan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan berkelanjutan Untuk mencapai tujuan pengelolaan lahan kawasan tambang yang berkelanjutan diperlukan perencanaan yang didasarkan pada potensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan di kawasan tambang dan sekitarnya. Oleh karena itu kajian terhadap potensi-potensi tersebut sangat penting dilakukan untuk menyusun suatu arah perencanaan yang strategis dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan tambang baik lahan yang tidak ditambang maupun lahan pra dan pasca tambang. Kajian potensi sumberdaya alam sendiri melibatkan peran serta masyarakat mulai dari menggali potensi dan masalah (assesment). Pendekatan penelitian dan perencanaan Partisipatory Rural Appraisal merupakan pilihan yang tepat dalam rangka memobilisasi masyarakat untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam proses pembangunan. Pemberdayaan merupakan tujuan dari pendekatan PRA, dengan harapan masyarakat akan mampu terus menggali potensi desa dan dirinya dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan melalui peningkatan usaha ekonomi berbasis sumberdaya alam berkelanjutan. Pilihan prioritas pemanfaatan dan pengelolaan lahan kawasan tambang baik yang tidak ditambang maupun lahan pra dan pasca tambang berdasarkan aspek ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan, menurut pendapat stakeholders merupakan arahan dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya alam dan manusia yang terkena dampak penggunaan lahan untuk penambangan. Analisis skenario pilihan didasarkan potensi sumberdaya alam, kondisi eksisting, dan persepsi atau pendapat masyarakat, kebijakan perusahaan, serta kebijakan pemerintah yang tertuang dalam pemanfaatan ruang dan wilayah. Analisis skenario dilakukan melalui pendekatan Analitycal Hierarchy Process dengan metode Comparative Judgement (perbandingan berpasangan). Diagram kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut;

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 8