STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU

HASIL DAN PEMBAHASAN

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

Radio dan Medan Elektromagnetik

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ

Buldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL

ALOKASI FREKUENSI RADIO (RADIO FREQUENCY) DAN MEKANISME PERAMBATAN GELOMBANGNYA. Sinyal RF ( + informasi)

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA

PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS

KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

Analisis Variasi Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah di Atas Pemeungpeuk

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

Dasar- dasar Penyiaran

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

UJI COBA PAKET PROGRAM HamPAL UNTUK PENGIRIMAN DATA MENGGUNAKAN RADIO KOMUNIKASI HF

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

gelombang tersebut dari pemancar ke penerima yang berdampak pada penurunan kualitas sinyal dalam sistem telekomunikasi (Yeo dkk., 2001).

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

DIRGANTARA VOL. 10 NO. 3 SEPTEMBER 2009 ISSN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK Jiyo

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

ANALISIS MORFOLOGI GANGGUAN SINTILASI IONOSFER DI INDONESIA

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

Sri Ekawati* Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional *

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ANCAMAN BADAI MATAHARI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

IDENTIFIKASI GELOMBANG GRAVITAS MENGGUNAKAN DATA RADAR MF

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

PENENTUAN INDEKS AKTIV1TAS MATAHARI EKSTRIM HARIAN

Transkripsi:

Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:80-86 STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF Prayitno Abadi Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN Email: prayabadi@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Studi pustaka perubahan kerapatan elektron lapisan D ionosfer akibat peningkatan emisi flare sinar-x menggunakan pengamatan amplitudo sinyal VLF (Very Low Frequency) telah dilakukan. Dalam gelombang pandu ionosfer-bumi (GPIB), gelombang VLF suatu stasiun pemancar dan penerima mempunyai kestabilan karakteristik diurnal sehingga pengamatan ini dapat digunakan untuk pengamatan perubahan kerapatan elektron lapisan D. Emisi flare sinar-x kelas C menyebabkan sedikit peningkatan kerapatan elektron lapisan D. Emisi flare sinar-x kelas M bagian bawah menyebabkan sedikit peningkatan elektron lapisan D saat awal terjadi flare, selanjutnya terjadi peningkatan kerapatan elektron yang signifikan disertai penurunan bagian bawah lapisan D seiring meningkatnya intensitas sinar X. Emisi flare sinar-x kelas M bagian atas dan kelas X menyebabkan peningkatan drastis kerapatan elektron disertai penurunan bagian bawah lapisan D seiring meningkatnya intensitas sinar X. 1 PENDAHULUAN Gelombang VLF (Very Low Frequency/3 30 KHz) dapat menjalar dengan jarak yang sangat jauh dalam gelombang pandu yang dibatasi oleh permukaan Bumi (laut dan tanah) dan lapisan D ionosfer (ketinggian 60 95 km). Gelombang pandu ini disebut Gelombang Pandu Ionosfer-Bumi (GPIB). Permukaan Bumi menjadi batas bawah penjalaran atau propagasi gelombang VLF dalam GPIB. Bagian bawah lapisan D ionosfer menjadi batas atas penjalaran gelombang VLF dalam GBIP. (Kumar, 2009). Dalam keadaan ionosfer tidak terganggu, propagasi sinyal VLF pada GPIB dari suatu pemancar akan tetap mengalami kestabilan amplitudo sehingga dapat diterima oleh sejumlah penerima sinyal VLF di seluruh penjuru dunia. Dengan demikian, pola sinyal VLF di suatu stasiun penerima akan menunjukkan kestabilan karakteristik diurnal (variasi harian) amplitudo sinyal VLF yang diterimanya. Gambar 1-1 merupakan pola diurnal pengamatan amplitudo sinyal VLF dengan frekuensi 22,1 KHz yang dipancarkan dari stasiun pemancar VLF GQD di Skelton, UK (54,72 LU; 2,88 BB) dan diterima receiver VLF di Belgrade, Serbia dan Montenegro (44,85 LU; 20,38 BT). (Grubor, et al., 2008). Pola diurnal ampitudo sinyal VLF akan berbeda jika kondisi ionosfer terganggu. Salah satu penyebab gangguan lapisan ionosfer adalah peningkatan fluks sinar X akibat ledakan di permukaan Matahari atau yang disebut flare. Emisi sinar X dari flare dapat menyebabkan peningkatan kerapatan elektron lapisan D mencapai dua kali dari kondisi normal. Peningkatan elektron tersebut akan menyebabkan perubahan konduktivitas dari bagian bawah lapisan D ionosfer yang digunakan sebagai batas atas GPIB. (Grubor et al., 2008) 80

Studi Pustaka Perubahan Kerapatan Elektron... (Prayitno Abadi) Terjadi penurunan amplitudo sinyal VLF yang signifikan saat pergantian malam ke siang (matahari terbit) Saat malam hari, amplitudo sinyal VLF yang diterima oleh receiver lebih kuat Pada siang hari, amplitudo sinyal VLF yang diterima oleh receiver melemah Terjadi peningkatan amplitudo sinyal VLF yang signifikan saat pergantian siang ke malam (matahari terbenam) Gambar 1-1: Pola atau variasi diurnal pengamatan amplitudo sinyal VLF. (Grubor, et al., 2008) Perubahan konduktivitas batas atas GPIB akan terdeteksi sebagai gangguan amplitudo pada perekaman sinyal VLF di stasiun penerima. Dengan demikian, amplitudo sinyal VLF dalam GPIB dapat dimanfaatkan untuk pengamatan perubahan kerapatan elektron lapisan D ionosfer. Saat ini, banyak peneliti ionofer yang sudah dapat mengenali dengan baik deteksi gangguan penjalaran gelombang VLF pada GBIP akibat flare dari rekaman amplitudo sinyal VLF (Grubor et al., 2008). Penulisan makalah ini bertujuan melakukan studi pustaka tentang pengamatan perubahan kerapatan elektron lapisan D ionosfer akibat emisi flare sinar-x dengan menggunakan perekaman amplitudo sinyal VLF dalam GPIB. Sasaran penulisan makalah ini adalah diperolehnya teori tentang pengamatan pola diurnal dan perubahan kerapatan elektron lapisan D dengan menggunakan pengamatan amplitudo sinyal VLF dalam GPIB. 2 DASAR TEORI Pengamatan lapisan D dengan menggunakan perekaman sinyal gelombang VLF dalam GPIB dapat memberikan informasi perubahan kerapatan elektron lapisan D apabila lapisan tersebut terganggu oleh peningkatan emisi flare sinar-x. Selain itu, pengamatan tersebut dapat juga memberi informasi perubahan distribusi atau profil ketinggian kerapatan elektron lapisan D saat terganggu oleh emisi flare sinar-x. (Grubor, et al., 2008). Menurut pemodelan Wait Ionosphere, sinyal VLF dalam GPIB memberikan informasi kerapatan elektron (diberi simbol N e) lapisan D, serta dua parameter lainnya, yaitu ketajaman yang tidak lain adalah koefisien pantul lapisan D (diberi simbol β) dan ketinggian pemantulan (diberi simbol H ). Kerapatan elektron lapisan D merupakan fungsi dari β dan H. Perubahan β dan H dipengaruhi oleh intensitas fluks flare sinar-x. Informasi N e menunjukkan nilai kerapatan elektron lapisan D, sedangkan β dan H menunjukkan informasi perubahan distribusi kerapatan elektron lapisan D saat terjadi peningkatan emisi flare sinar-x. (Grubor, et al., 2005). Dalam pengamatan sinyal VLF, kita tidak langsung memperoleh informasi N e untuk mengetahui adanya perubahan kerapatan elektron lapisan D akibat emisi sinar X solar flare. Perekaman sinyal VLF hanya memberi informasi kuat sinyal atau amplitudo (diberi simbol A) sinyal VLF yang 81

Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:80-86 diterima. Kita membutuhkan program simulasi yang dinamakan Long Wavelength Propagation Capability (LWPC) untuk mengkonversi perubahan amplitudo (ΔA) yang terekam menjadi informasi β dan H yang kemudian menjadi informasi perubahan N e (Grubor et al., 2008). Meskipun demikian, tanpa LWPC pun, kita dapat menganalisis proses perubahan kerapatan elektron lapisan D secara kualitatif dari informasi ΔA saat terjadi peningkatan emisi flare sinar-x. Untuk menentukan ΔA sinyal VLF, kita harus membandingkan amplitudo pada saat terjadi gangguan dengan nilai amplitudo saat normal atau tidak terganggu. Nilai ΔA dapat diperoleh dari selisih nilai amplitudo saat gangguan dengan pola amplitudo latar belakang atau nilai rata-rata harian dalam satu bulan dengan hari yang terganggu tidak dimasukkan dalam perhitungan. Gambar 2-1 merupakan cara menentukan ΔA. (Kumar, et al., 2008). Analisis kualitatif perubahan kerapatan elektron lapisan D dari nilai ΔA membutuhkan informasi nilai intensitas fluks sinar X solar flare. Perbandingan kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa peristiwa perubahan intensitas fluks flare sinar-x dapat menyebabkan peningkatan ataupun penurunan nilai amplitudo sinyal VLF. Dengan demikian, perbandingan tersebut membantu analisis respon lapisan D terhadap peningkatan emisi flare sinar- X. Gambar 2-2 adalah contoh hasil perbandingan antara plot intensitas sinar-x dan amplitudo sinyal VLF pada tanggal 12 Juli 2005 yang diambil dari makalah Grubor, et al. (2008). Pada tanggal tersebut, terjadi solar flare kelas C dan M yang menyebabkan perubahan amplitudo sinyal VLF terhadap kondisi normal. Dalam pemodelan Wait Ionosphere, perubahan kerapatan elektron lapisan D ionosfer yang ditunjukkan oleh nilai ΔA akibat peningkatan radiasiflare sinar-x dapat dimanifestasikan dalam dua respon. Respon pertama adalah bagian bawah lapisan D mengalami penurunan ketinggian akibat dari peningkatan kerapatan elektron yang signifikan di lapisan itu. Respon pertama disebut bagian bawah lapisan D menjadi lebih tajam yang akan menyebabkan pemantulan gelombang VLF oleh ionosfer seperti pemantulan sinar oleh cermin. Artinya, pemantulan gelombang VLF tanpa disertai kehilangan energi. Oleh sebab itu, respon pertama juga disebut gelombang VLF mengalami pemantulan tipe cermin. Respon kedua adalah kerapatan elektron di lapisan D meningkat, tetapi tidak disertai penurunan ketinggian bagian bawah lapisan D ionosfer. Puncak amplitudo saat terjadi gangguan 82 Amplitudo kondisi normal Pola amplitudo sinyal VLF latar belakang /saat kondisi normal Gambar 2:1: Metode penentuan perubahan amplitudo (ΔA). (Kumar, et al., 2008)

Studi Pustaka Perubahan Kerapatan Elektron... (Prayitno Abadi) Plot grafik intensitas flare sinar-x Pola amplitudo sinyal VLF saat kondisi normal Gambar 2-2: Plot intesitas flare sinar-x (atas) dan plot pola amplitudo sinyal VLF saat terjadi solar flare dibandingkan dengan pola amplitudo normal (bawah). (Grubor, et al., 2008) 3 METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka. Terdapat dua makalah, yaitu Grubor, et al (2005) dan (2008) yang menjadi sumber pustaka untuk mengkaji secara kualitatif perubahan kerapatan elektron lapisan D saat terjadi peningkatan emisi flare sinar-x. Dalam hal ini, maksud dari pengkajian perubahan secara kualitatif adalah terjadinya peningkatan kerapatan elektron lapisan D yang dilihat dari nilai ΔA (peningkatan ataupun penurunan amplitudo) akibat peningkatan emisi sinar X solar flare, serta respon lapisan D akibat dari peningkatan kerapatan elektron lapisan itu. Makalah Grubor, et al (2005) dan (2008) menyajikan beberapa analisis perubahan pola amplitudo sinyal VLF saat terjadi solar flare. Grubor, et al (2005) membahas karakteristik perubahan amplitudo sinyal VLF ketika terjadi flare kelas C pada 12 Juli 2005 dan kelas M pada 13 juli 2004. Grubor, et al (2008) membahas karakteristik perubahan amplitudo sinyal VLF ketika terjadi flare kelas M pada 15 Agustus 2004. Kedua makalah memanfaatkan pengamatan amplitudo sinyal VLF dari stasiun pemancar GQD (Skelton, UK) ke stasiun penerima di Belgrade. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Intesitas flare sinar-x kelas C (10-6 10-5 W/m 2 ) dapat menyebabkan penurunan amplitudo sinyal VLF terhadap kondisi normal. Grubor, et al (2005) mengamati penurunan amplitudo sinyal VLF dari kondisi normal saat terjadi flare kelas C pada tanggal 12 Juli 2005 dengan waktu puncak flare tersebut adalah 10.03 UT. Waktu puncak penurunan minimum amplitudo sinyal VLF terjadi dua menit setelah waktu puncak flare. Setelah mencapai minimum, amplitudo secara perlahan mulai normal. Gambar 4-1 menunjukkan hasil pengamatan Grubor et al (2005). 83

Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:80-86 10:03 UT Plot grafik intensitas sinar X solar flare Pola amplitudo sinyal VLF saat kondisi normal Gambar 4-1: Plot intesitas flare sinar-x (atas) dan amplitudo sinyal VLF (bawah) pada tanggal 12 Juli 2005. Grubor, et al (2005) Berdasarkan Gambar 4-1, penurunan amplitudo sinyal VLF akibat flare sinar-x kelas C menunjukkan respon lapisan D ionosfer terhadap radiasi sinar X dimana terjadi kenaikan kerapatan elektron tanpa disertai penurunan bagian bawah lapisan D. Peningkatan kerapatan elektron tidak terlalu signifikan dari kerapatan normalnya. Dalam kasus ini, gelombang VLF menembus lapisan D hingga ke ketinggian dimana frekuensi gelombang sama dengan frekuensi plasma medium. Ketinggian itulah merupakan daerah terjadinya pemantulan. Sepanjang lintasan yang dilaluinya, gelombang VLF akan terserap energinya. Peristiwa ini disebut penyerapan atau absorpsi deviatif dengan energi terdisipasi pada setiap langkahnya. Absorpsi deviatif inilah yang menjadikan amplitudo gelombang VLF mengalami penurunan. (Grubor et al., 2005) Respon lapisan D terhadap semburan flare sinar-x kelas M lebih unik dibanding responnya terhadap flare kelas C. Grubor, et al (2008) telah mengamati peristiwa perubahan pola amplitudo sinyal VLF dari kondisi normal saat terjadi flare kelas M5.4 (5,4.10-5 W/m 2 ) dan M3.0 (5.10-5 W/m 2 ) pada 13 Juli 2004. Dua kelas flare tersebut merupakan kelas M bagian bawah. Gambar 4-2 menunjukkan perubahan amplitudo sinyal VLF saat terjadi flare kelas M bagian bawah. Berdasarkan Gambar 4-2, respon lapisan D awalnya mengalami sedikit peningkatan kerapatan elektron sehingga menyebabkan absorpsi deviatif pada gelombang VLF. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan amplitudo sinyal VLF di awal terjadinya flare. Setelah itu, kerapatan elektron lapisan D semakin meningkat dengan cepat seiring peningkatan intesitas sinar X. Akibatnya, distribusi atau profil ketinggian kerapatan eketron juga berubah, yaitu bagian bawah ionosfer bawah mengalami penurunan ketinggian sehingga terjadi pemantulan gelombang sinyal VLF tipe cermin. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan amplitudo sinyal VLF dengan drastis hingga mencapai maksimum. Selanjutnya, terjadi peristiwa absorpsi deviatif kembali seiring dengan menurunnya intensitas sinar X, sehingga amplitudo sinyal VLF mencapai nilai minimum di bawah kondisi normal. 84

Studi Pustaka Perubahan Kerapatan Elektron... (Prayitno Abadi) 08:48 UT 12:08 UT penurunan penurunan penurunan penurunan Gambar 4-2: Plot intesitasflare sinar-x (atas) dan amplitudo sinyal VLF (bawah) pada tanggal 13 Juli 2004. (Grubor, et al 2008) Respon lapisan D terhadap flare sinar-x kelas M bagian atas (M5/5.10-5 W/m 2 M9/9.10-5 W/m 2 ) adalah terjadinya peningkatan kerapatan elektron yang signifikan dengan diikuti penurunan bagian bawah lapisan D. Akibatnya, terjadi pemantulan gelombang VLF tipe cermin sehingga pengamatan sinyal VLF akan menunjukkan peningkatan amplitudo mencapai maksimum seiring dengan peningkatan intesitas sinar X mencapai puncak. Terdapat selang waktu antara waktu puncak flare dan waktu maksimum amplitudo sinyal VLF. Satu hal lagi dari respon lapisan D terhadap semburan flare sinar-x kelas M bagian atas, yaitu pemulihan sinyal amplitudo VLF ke kondisi normal setelah mencapai maksimum terjadi dengan cepat. Gambar 4-3 menunjukkan pengamatan Grubor, et al (2005) saat terjadi flare kelas M5 dan M9 pada tanggal 15 Agustus 2004. Berdasarkan respon lapisan D terhadap flare kelas M bagian atas, flare sinar-x dengan intensitas mendekati atau lebih dari 1.10-4 W/m 2 (kelas X) tentunya juga akan menyebabkan respon lapisan D menjadi tipe cermin bagi pemantulan gelombang VLF. Hal ini berarti flare kelas X mampu meningkatkan kerapatan elektron di lapisan D dan juga mengubah distribusi atau profil ketinggian kerapatan elektron di lapisan tersebut. Bagian bawah lapisan D ionosfer akan mengalami penurunan ketinggian akibat peningkatan kerapatan elektron. Oleh karena itu, gelombang VLF akan dipantulkan dengan tipe cermin oleh tepi bawah lapisan D ionosfer. Peningkatan amplitudo sinyal VLF seiring dengan peningkatan intensitas solar flare menuju puncak. Terjadi jeda waktu antara puncak solar flare dan puncak amplitudo sebagai manifestasi proses respon lapisan D terhadap radiasi sinar X. Setelah mencapai maksimum, amplitudo sinyal VLF akan mengalami pemulihan dengan cepat ke kondisi normal seiring menurunnya intesitas sinar X. (Grubor, et al., 2008). 85

M9 Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:80-86 M5 Plot grafik intensitas sinar X solar flare Pola amplitudo sinyal VLF saat terjadi flare Gambar 4-3: Plot intesitasflare sinar-x dan amplitudo sinyal VLF pada tanggal 15 Agustus 2004. (Grubor, et al 2005) 5 PENUTUP Respon lapisan D ionosfer berbeda-beda terhadap emisi sinar X. Emisi flare sinar-x kelas C akan menyebabkan sedikit peningkatan kerapatan elektron tanpa disertai penurunan ketinggian bagian bawah lapisan D sehingga pengamatan amplitudo sinyal VLF akan menunjukkan penurunan amplitudo. Emisi flare sinar- X kelas M bagian bawah awalnya sedikit meningkatkan kerapatan elektron lapisan D yang menyebabkan absorpsi deviatif terhadap gelombang VLF, kemudian diikuti terjadi peningkatan kerapatan elektron yang drastis sehingga menyebabkan pemantulan gelombang VLF tipe cermin. Emisi flare sinar-x kelas M bagian atas dan kelas X akan menyebabkan bagian bawah lapisan D memantulkan gelombang VLF dengan tipe cermin yang artinya terjadi peningkatan signifikan kerapatan elektron diikuti penurunan ketinggian bagian bawah lapisan D. DAFTAR RUJUKAN Grubor, D. P. Sullic, D. M. dan Zigman, V., 2005. Influence of Solar X-ray Flares on The Earth-Ionosphere Waveguide. Serb. Astron. J. No. 171, 29 35. Grubor, D. P. Sullic, D. M. dan Zigman, V., 2008. Classification of X-ray Solar Flares Regarding Their Effects on The Lower Ionosphere Electron Density Profile, Ann Geophys., 26, 1731-1740. Copernicus Publications on Behalf of the European Geosciences Union. Khumar, Sushil, 2009. Waveguide Parameters of 19,8 KHz Signal Propagating over a Long Path, Research Letters in Physics, Vol. 2009, Article ID 216373. Hindawi Publishing Corporation. Kolarski, A. dan Grubor, D. Study of the X-ray Flare Induced Lower Ionosphere Changes by Simultaneous Monitoring of Two VLF Signals: GQD and NAA, project 141033. Kumar, A dan Kumar, S., 2008. Initial Results on Solar Flare Effect on 24,8 KHz Subionospheric Propagation over Long Path to Suva. The South Pacific Journal of Natural Science, Vol. 2008. 86