BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

3.5 Teori kesebangunan Prinsip penskalaan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Studi awal (studi pustaka) Studi lapangan

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

Analisa Mercu Bendung Daerah irigasi Namurambe

PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar-dasar teori yang telah kami rangkum untuk perencanaan ini adalah :

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

d s P i / y at 1 07 / 13 e zk . P. an i / ia I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bangunan ini dapat digunakan pula untuk kepentingan lain selain irigasi, seperti

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

BAB V STABILITAS BENDUNG

PERENCANAAN BENDUNG TETAP DI DESA NGETOS KECAMATAN NGETOS KABUPATEN NGANJUK

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk

PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO AHMAD NAUFAL HIDAYAT

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI HIDROLIS BANGUNAN AIR BENDUNG PADA SUNGAI MANAU JAMBI

PERENCANAAN BENDUNG TETAP SUNGAI BATANG LUMPO II KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12.

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bangunan bendung merupakan bangunan yang dipakai untuk mengatur

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Waduk yang sangat strategis di karsidenan Banyumas yang terdiri dari

PERENCANAAN BENDUNG SLINGA KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan...

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

BAB III LANDASAN TEORI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BENDUNG MRICAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

BAB III METODE PENELITIAN. Pada lokasi DAS Sungai Cisimeut Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak,

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA

TINJAUAN HIDROLIS PEREDAM ENERGI PADA BENDUNG BATANG BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

ABSTRAK Faris Afif.O,

Transkripsi:

5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Microsoft Excel dan Bendung Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS. Aplikasi ini memiliki fitur kalkulasi dan pembuatan grafik yang, dengan menggunakan strategi marketing Microsoft yang agresif, menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program komputer yang populer digunakan di dalam komputer mikro hingga saat ini. Bahkan, saat ini program ini merupakan program spreadsheet paling banyak digunakan oleh banyak pihak, baik di platform PC berbasis Windows maupun platform Macintosh berbasis Mac OS, semenjak versi 5.0 diterbitkan pada tahun 1993. Aplikasi ini merupakan bagian dari Microsoft Office System, dan versi terakhir adalah versi Microsoft Office Excel 2007 yang diintegrasikan di dalam paket Microsoft Office System 2007. Excel menawarkan banyak keunggulan antarmuka jika dibandingkan dengan program spreadsheet yang mendahuluinya, tapi esensinya masih sama dengan VisiCalc (perangkat lunak spreadsheet yang terkenal pertama kali): Sel disusun dalam baris dan kolom, serta mengandung data atau formula dengan berisi referensi absolut atau referensi relatif terhadap sel lainnya. Excel merupakan program spreadsheet pertama yang mengizinkan pengguna untuk mendefinisikan bagaimana tampilan dari spreadsheet yang

mereka sunting: font, atribut karakter, dan tampilan setiap sel. Excel juga menawarkan penghitungan kembali terhadap sel-sel secara cerdas, di mana hanya sel yang berkaitan dengan sel tersebut saja yang akan diperbarui nilanya (di mana program-program spreadsheet lainnya akan menghitung ulang keseluruhan data atau menunggu perintah khusus dari pengguna). Selain itu, Excel juga menawarkan fitur pengolahan grafik yang sangat baik. Bendung yaitu suatu bangunan melintang pada aliran sungai ( palung sungai ), yang terbuat dari pasangan batu kali, atau bronjong, atau beton yang berfungsi untuk meninggikan muka air agar dapat dialirkan ke tempat yang diperlukan. Tentu saja bangunan ini dapat digunakan pula untuk keperluan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air minum, pembangkit listrik atau untuk penggelontoran suatu kota. Menurut macamnya bendung dibagi dua, yaitu bendung tetap dan bendung sementara, bendung tidak tetap adalah bangunan yang sebagian besar konstruksi terdiri dari pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur ketinggian muka air sungai sedangkan bendung tetap adalah bangunan yang dipergunakan untuk meninggikan muka air di sungai, sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. 2.2 Pengumpulan Data Awal Kegiatan pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan mengumpulkan laporan perencanaan, hasil studi, kebijakan, yang terkait dengan lokasi pekerjaan baik langsung maupun tidak langsung serta peta yang tersedia dari berbagai instansi pemerintah atau swasta terkait. Pengumpulan data terdiri 6

atas data-data yang bersifat data dasar diantaranya peta topografi yang akan dipakai sebagai dasar perhitungan besaran-besaran yang menyangkut panjang sungai, arah dan posisi. Data-data yang diperlukan untuk perencanaan bending secara umum antara lain adalah : Peta Topografi (Bakosurtanal) skala 1:50.000, untuk menetukan titik awal dan akhir pengukuran serta ruas sungai yang dikaji. Peta tata guna lahan. Data ketersediaan air. Data dasar hasil survei inventarisasi lokasi. Peta topografi lokasi pekerjaan dan sekitamya yang diperoleh dari bagian kartografi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi atau BAKORSURTANAL atau instansi yang terkait. Data curah hujan dan klimatologi dari stasiun terdekat dengan lokasi pekerjaan. Peta dan analisa Geologi di sekitar wilayah pekerjaan yang diperoleh dari pusat penelitian dan pengembangan Geologi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi atau instansi yang terkait. Data Struktur dan Permasalahan di sekitar lokasi bendung Meliputi kajian atas permasalahan kondisi fisik sepanjang segmen sungai seperti bangunan yang ada di sungai, longsoran tebing sungai, sedimentasi dan 7

aktivitas/kegiatan manusia yang terjadi di sekitar lokasi, debit air serta kendala yang dijumpai dalam pengoperasian dan pemeliharaannya. Gambar 2.1 Rencana Lokasi Bendung Cikadung Girang dan daerah sekitarnya Gambar 2.2 Kondisi Sungai Cikadung Girang yang banyak bebatuan besar dan daerah sekitarnya Gambar 2.3 Rencana Saluran Pembawa (Saluran Primer) dan daerah sekitarnya. 8

2.3 Pemilihan Lokasi Bendung Untuk menentukan lokasi Bendung telah dilakukan analisa penempatan Bendung yang pemilihannya terutama didasarkan pada kondisi topografi dan kondisi geologi lokalnya. Berdasarkan data hasil survey topografi akan dilakukan analisa penempatan altemative posisi Bendung. Setelah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari masing masing eltematif penempatan Bendung tersebut diatas, akan ditetapkan altemative terbaik sebagai lokasi Bendung yang dipilih. Dari altematif-altematif yang ada akan dianalisis neraca air sebagai tinjauan teknis dalam pemilihan altemative terbaik lokasi rencana Bendung. 2.4 Lebar bendung Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya ( abunment ), sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian ruas bawah sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge), dibagian ruas atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan dapat diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar ratarata sungai pada ruas yang stabil. Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut. 9

Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12 14 m 3 /dt.m 1, yang memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5 4,5 m. Lebar efektif mercu (B e ) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan atau tiang pancang, dengan persamaan berikut : B e B - 2 (nk p K ) H a 1 dimana : n = jumlah pilar K p = koefisien kontraksi pilar K a = koefisien kontraksi pangkal bendung H 1 = tinggi energi, m Harga-harga koefisien K a dan K p diberikan pada Tabel 1.1 Gambar 2.4 Lebar efektif mercu 10

Tabel 2.1 Harga-harga Koefisien Kontraksi K p Untuk pilar berujung segiempat dengan sudutsudut yang dibulatkan pada 0,02 Untuk pangkal tembok segiempat dengan tembok hulu K a 0,20 jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari lebar pilar pada 90 0 ke arah aliran Untuk pilar berujung bulat 0,01 Untuk pangkal 0,10 tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 0 ke arah aliran dengan 0.5 H 1 > r > 0.15 H 1 Untuk pilar berujung runcing 0 Untuk pangkal 0 tembok bulat dimana r > 0.5 H 1 dan Tembok hulu tidak lebih dari 45 0 ke arah aliran 11

2.5 Perencanaan Tipe Mercu dan Muka Air di Atas Mercu Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung pelimpah yaitu tipe Ogee dan tipe bulat. Gambar 2.5 Bentuk bentuk mercu Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya. Kemiringan maksimum muka bendung bagian hilir yang dibicarakan disini kemiringan 1 dibanding 1 batas bendung dengan muka hilir vertikal mungkin menguntungkan jika bahan pondasinya dibuat dari batu keras dan tidak diperlukan kolam olak. Dalam hal ini kavitasi dan aerasi tirai luapan harus diperhitungkan dengan baik. (1) Mercu bulat Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Pada sungai ini akan banyak memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu. Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H 1 dan r (H 1 /r) (lihat Grafik 2.1). Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum 12

pada mercu bendung harus dibatasi sampai 4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton; untuk pasangan batu subatmosfir sebaiknya dibatasi sampai 1 m tekanan air. Gambar 2.6 Bendung dengan mercu bulat Dari Gambar 2.6 tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasang batu akan berkisar antara 0,3 sampai 0,7 kali H 1maks dan untuk mercu bendung beton dari 0,1 sampai 0,7 kali H 1maks. Persamaan tinggi energy dandebit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segiempat adalah : Q C 2/3 2/3g b 1,5 d H 1 dimana : Q = debit, m 3 /dt C = koefisien debit (C d = C 0 C 1 C 2 ) g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) b = panjang mercu, m H 1 = tinggi energi diatas mercu, m Koefisien debit C d adalah hasil dari : - C 0 yang merupakan fungsi dari H 1 /r (lihat Gambar 2.1) - C 1 yang merupakan fungsi dari p/h 1 (lihat Gambar 2.3), dan 13

- C 2 yang merupakan fungsi dari p/h 1 dan kemiringan muka hulu bendung C 0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H 1 /r lebih dari 5,0 seperti diperlihatkan dalam Gambar berikut. Grafik 2.1 Tekanan pada mercu bendung bulat sebagai fungsi perbandingan H 1 /r Dalam tahap perencanaan p dapat diambil setengah dari jarak dari mercu sampai dasar rata-rata sungai sebelum bendung tersebut dibuat. Untuk harga-harga p/h 1 yang kurang dari 1,5, maka Gambar 2.3 dapat diambil untuk menentukan faktor pengurangan C 1. Grafik 2.2 Harga koefisien C 0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi H 1 /r 14

Grafik 2.3 Koefisien C 1 sebagai fungsi perbandingan p/h 1 Harga-harga koefisien koreksi untuk pengaruh kemiringan muka bendung bagian hulu terhadap debit diberikan pada Grafik 2.4. Harga koefisien koreksi C 2 diandaikan kurang lebih sama dengan harga faktor koreksi untuk bentuk-bentuk mercu tipe Ogee. Grafik 2.4 Harga-harga koefisien C 2 untuk bendung mercu Ogee dengan muka hulu melengkung (menurut USBR, 1960) 15

Harga-harga faktor pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi perbandingan tenggelam dapat diperoleh dari Grafik 2.5. Faktor pengurangan aliran tenggelam mengurangi debit dalam keadaan tenggelam. Grafik 2.5 Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi H 2 /H 1 (2) Mercu Ogee Mercu ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan tekanan kebawah pada mercu. Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps of Engineers Telah mengembangkan persamaan sebagai berikut : Y h 1 K d h d n X dimana x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir dan h d adalah tinggi energi rencana di atas mercu. Harga-harga K dan n adalah parameter. Harga-harga 16

ini bergantung kepada kecepatan dan kemiringan permukaan belakang. Tabel 2.2 menyajikan harga-harga K dan a untuk berbagai kemiringan hilir dan kecepatan pendekatan yang rendah. Tabel 2.2 Harga-harga K dan n Kemiringan permukaan hilir K n Vertikal 2,000 1,850 3 : 1 1,936 1,836 3 : 2 1,939 1,810 1 : 1 1,873 1,776 Bagian hulu mercu bervariasi sesuai kemiringan permukaan hilir (lihat Gambar 2.6). Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung mercu Ogee adalah : Q C 2/3 2/3g b 1,5 d H 1 dimana : Q = debit, m 3 /dt C = koefisien debit (C d = C 0 C 1 C 2 ) g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) b = panjang mercu, m H 1 = tinggi energi diatas mercu,m 17

Gambar 2.7 Bentuk-bentuk bendung mercu Ogee (U.S Army Corps of Engineers, Waterways Experimental station) Grafik 2.6 Faktor koreksi untuk selain tinggi energi rencana pada bendung mercu Ogee (menurut Ven Te Chaw, 1959, berdasarkan data USBR dan WES) Koefisien debit efektif C e adalah hasil C 0, C 1 dan C 2 (C e = C 0 C 1 C 2 ), - C 0 adalah konstanta (=1,30), - C 1 adalah fungsi p/h d dan H 1 /h d, dan - C 2 adalah faktor koreksi untuk permukaan hulu. 18

Faktor koreksi C 1 disajikan pada Grafik 2.6 dan sebaiknya dipakai untuk berbagai tinggi bendung diatas dasar sungai. Harga-harga C 1 pada Grafik 2.6 berlaku untuk bendung mercu Ogee dengan permukaan hulu vertikal. Apabila permukaan bendung bagian hulu miring, koefisien koreksi tanpa dimensi C 2 harus dipakai, ini adalah fungsi baik dari kemiringan permukaan bendung maupun perbandingan p/h 1. Grafik 2.7 menyajikan faktor pengurangan aliran tenggelam f untuk dua perbandingan: yaitu perbandingan aliran tenggelam H 2 /H 1 dan p 2 /H 1. Grafik 2.7 Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi p 2 /H 1 dan H 2 /H 1. (disadur dari U.S Army Corps of Engineers Waterways Experimental Station 2.6 Peredam Energi Aliran diatas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai perilaku di sebelah bendung akibat kedalaman air yang ada h 2. 19

Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit saja gangguan di permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan loncatan tenggelam yang lebih diakibatkan oleh kedalaman air hilir yang lebih besar, daripada oleh kedalaman konjugasi. Kasus C adalah keadaan loncat air dimana kedalaman air hilir sama dengan kedalaman konjugasi loncat air tersebut. Kasus D terjadi apabila kedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi, dalam hal ini loncatan akan bergerak kehilir. Gambar 2.8 Peredam energi Semua tahap ini bisa terjadi dibagian hilir bendung yang dibangun di sungai. Kasus D adalah keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan air akan menghempas bagian sungai yang tak terlindungi dan umumnya menyebabkan penggerusan luas. Debit rencana Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik untuk peredaman energi, semua debit harus dicek dengan muka air hilirnya. Jika 20

degradasi mungkin terjadi, maka harus dibuat perhitungan dengan muka air hilir terendah yang mungkin terjadi untuk mencek apakah degradasi mungkin terjadi. Degradasi harus dicek jika : a) Bendung dibangun pada sodetan (kopur) b) Sungai itu sungai aluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi c) Terdapat waduk di hulu bangunan 2.7 Kolam loncat air Gambar 2.5 memberikan penjelasan mengenai metode perencanaan. Dari grafik p versus H 1 dan tinggi jatuh 2, kecepatan (v 1 ) awal loncatan dapat ditemukan dari v 2g(1/2H 1 1 z) dimana : v 1 = kecepatan awal loncatan, m/dt g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) H 1 = tinggi energi diatas ambang, m z = tinggi jatuh, m Dengan p = v 1 y 1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah : y 2 2 y u 1/2 ( 1 8Fr -1 dimana : Fr = v 1 gy u dimana : y 2 = kedalaman air diatas ambang ujung, m 21

y u = kedalaman air diawal loncat air, m Fr = bilangan Froude v 1 = kecepatan awal loncatan, m/dt g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8 ) kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan di atas lantai, maka lantai harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurangkurangnya sama dengan kedalaman konjugasi. Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H 1 diatas mercu, tidak diperlukan peredam energi. Panjang kolam Panjang kolam loncat air di belakang potongan U (Gambar 2.12) biasanya kurang dari panjang bebas lonacatan tersebut karena adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak dibelakang potongan U L1 5(n y2) dimana : L 1 = panjang kolam, m n = tinggi ambang ujung, m y 2 = kedalaman air diatas ambang,m Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fr u ), kedalaman air yang masuk y u, dan tinggi air muka hilir, dapat ditentukan Grafik 2.9. 22

Gambar 2.9 Parameter-parameter loncat air Grafik 2.8 Hubungan percobaan antara Fr u, y 2 /y u, dan n/y u untuk ambang ujung pendek (menurut Forster dan Skrinde, 1950) Panjang kolam olak dapat sangat diperpendek dengan menggunakan blokblok halang dan blok-blok muka. Gambar 2.10 menyajikan dimensi kolam USBR tipe III yang dapat dipakai jika bilangan Froude tidak lebih dari 4.5. 23

Gambar 2.10 Karakteristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan Froude diatas 4.5; kolam USBR tipe III (Bradley dan Peterka, 1957) Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10 Gambar 2.11 Blok-blok halang dan blok-blok muka Tipe kolam Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan Froude dan kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan peranan penting dalam pemilihan tipe kolam olak: 24

(a) Bendung disungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu besar dengan dasar yang relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam olak tipe bak tenggelam/ submerged bucket. (b) Bendung disungai yang mengangkut batu-batu besar, tetapi sungai itu mengandung bahan aluvia, dengan dasar tahan gerusan, akan menggunakan kolam loncat air tanpa blok-blok halang atau tipe bak tenggelam/peredam energi. (c) Bendung sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen halus dapat direncanakan dengan kolam loncat air yang diperpendek dengan menggunakan blok-blok halang. Untuk tipe kolam olak yang terakhir, daya gerus sedimen yang terangkut harus dipertimbangkan dengan mengingat bahan yang harus dipakai untuk membuat blok. 25