2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR

BAB I A. LATAR BELAKANG. meningkatnya kebutuhan akan alat transportasi lalu-lintas atau yang secara umum disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

, 2015 EFEKTIVITAS GRATITUDE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL BEINGPADA BURUH PABRIK SARUNG ALIMIN MAJALAYA

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2015 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

2015 HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gadis Novianita,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

TRANSPORTASI. Gambar 6.1. Jumlah Angkutan Penumpang Umum yang Terdaftar Dalam Trayek/Operasi Di Kabupaten Boven Digoel, Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menggambarkan budaya bangsa. Kalau buruk cara kita berlalu lintas maka

BAB I PENDAHULUAN. sektor dan Wilayah (Undang-undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E.11 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TARIF ANGKUTAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

STUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia Industri otomotif membawa pengaruh yang besar dalam

HUBUNGAN ANTARA STRESS KERJA DENGAN PERSEPSI KETAATAN TERHADAP ATURAN LALU LINTAS PADA SUPIR BUS JURUSAN PURWODADI-SOLO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Kepolisian RI 2011, kecelakaan lalu lintas jalan sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

d. pelaksanaan pembukuan dan pelaporan retribusi perizinan di bidang perhubungan darat; e. pelaksanaan kebijakan teknis operasional pelayanan pengawas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2010 ada unit sedangkan pada tahun 2015 ada

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota (angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam kehidupan sehari-hari khususnya untuk orang-orang yang tidak menggunakan kendaraan pribadi sangatlah berjasa. Angkot dibutuhkan masyarakat untuk menjalani mobilitas kegiatan-kegiatan seperti bekerja, berbelanja, berwisata, sekolah, kuliah dan lain sebagainya (Klavert, 2007). Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menjadikan angkot sebagai alat transportasi umum yang populer bagi masyarakatnya (angkotday.info, 2013). Berdasarkan sumber dari dinas perhubungan kota Bandung terdapat 5521 armada angkot di kota Bandung pada tahun 2012 yang tersebar dalam 39 trayek (BPS kota Bandung, 2013). Berjalannya sistem transportasi umum khususnya angkot tidak lepas dari peranan pengemudi angkot sendiri. Menurut Rudiono (2000), menjadi pengemudi angkot merupakan sebuah pekerjaan yang penting untuk kestabilan mekanisme sistem transportasi umum. Pekerjaan sebagai pengemudi angkot merupakan sebuah pekerjaan informal. Karakteristik pekerjaan informal diantaranya ialah tidak memiliki jam kerja yang tetap (tidak terikat dengan waktu) dan tidak memerlukan jenjang pendidikan (Risantoro, 2007). Risantoro (2007) mengungkapkan bahwa jenis pekerjaan yang masih dipilih oleh masyarakat yang memiliki jenjang pendidikan rendah salah satunya ialah menjadi pengemudi angkot. Pengalaman kerja sebagai pengemudi angkot sangat berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai karakteristik kehidupan di jalan raya, kondisi jalan dan kendaraan, aturan-aturan maupun kendala-kendala yang dihadapinya (Maemuna & Kasnawi, 2011). Lebih lanjut Suprani (2010) mengungkapkan bahwa lamanya pengalaman kerja sebagai pengemudi angkot akan membentuk persepsi terhadap keselamatan berkendara di jalan raya sehingga pengemudi 1

2 akan mencegah risiko pada sebuah bahaya. Terdapat beberapa tuntutan dan kendala yang dirasakan pengemudi angkot yang disebabkan oleh faktor tekanan internal dan tekanan eksternal (Rudiono, 2000). Tekanan internal berupa sulitnya pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pribadi, sedangkan tekanan eksternal berupa kemacetan, biaya setoran, biaya retribusi, persaingan antar pengemudi dan lain sebagainya. Lingkungan pekerjaan di jalan raya dengan adanya kebisingan dan suhu yang tidak menentu akan memicu terjadinya stress pada pengemudi (Sarafino & Smith, 2010). Pekerjaan sebagai pengemudi angkutan umum pun mempunyai nilai stres psikososial yang tinggi karena kurangnya hubungan interpersonal, kurangnya pengakuan dan dukungan sosial terhadap pekerjaan tersebut. Hisyamudin (2013) menyatakan banyaknya angkot yang beroperasi dalam satu trayek serta banyaknya pengendara motor menyebabkan kurangnya mendapatkan penumpang. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak pada biaya operasional kebutuhan sehari-hari dan perawatan mobil. Sulitnya mendapat uang setoran dan persaingan di jalan sangat berpengaruh buruk terhadap penghasilan pengemudi angkot. Secara sosial ekonomi kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan pengemudi angkot. Bahkan salah seorang pengemudi angkot mengungkapkan bahwa mendapatkan uang untuk biaya setoran saja sudah membuatnya bahagia (Hisyamudin, 2013). Berdasarkan penuturan Kurniasih (dalam Hisyamudin, 2013) salah satu masyarakat pengguna angkot menyatakan bahwa kesejahteraan pengemudi angkot perlu ditingkatkan dengan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Budi Riyadi kepala urusan pembinaan operasional satuan lalu lintas Polres Cilacap (dalam tabloidaspirasi.com, 2014) menegaskan bahwa pengemudi angkot harus siap secara fisik dan psikis dalam menjalankan pekerjaannya. Berdasarkan berita media online jamsosindonesia.com pada tanggal 17 Juli 2012 jaminan kesehatan untuk pengemudi angkot telah ada namun masih membebani pada pengemudi angkot melalui iuran kesehatan sebesar Rp 500 ke koperasi angkutan kota Bandung tertib (Kobanter) Baru.

3 Peneliti melakukan studi pendahuluan kepada dua orang pengemudi angkot trayek Kalapa-Ledeng yang bernama SA dan IS. Studi pendahuluan pertama peneliti pada pengemudi yang bernama SA dilakukan pada tanggal 23 Desember 2013. SA telah bekerja sebagai pengemudi angkot selama 6 tahun dan memiliki latar belakang pekerjaan sebelumnya sebagai pengemudi pribadi. Studi pendahuluan kedua pada pengemudi bernama IS yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2014. IS telah bekerja sebagai pengemudi angkot selama 10 tahun dan ia memiliki angkot sendiri sehingga tidak bekerja pada pengusaha angkot. Sebelumnya, IS merupakan seorang pegawai yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari salah satu perusahaan di kota Bandung. Secara umum kedua pengemudi menceritakan mengenai kondisi kesejahteraan hidupannya serta tuntutan dan kendala yang dialami oleh pengemudi angkot. Dilihat dari kondisi tuntutan dan kendala yang dialami pengemudi angkot relatif sama namun dapat dimaknai berbeda oleh kedua pengemudi angkot. Hal tersebut terjadi karena setiap pengemudi memiliki latar belakang dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai dan menilai setiap kejadian yang dialaminya. Cara pandang seseorang menilai kesejahteraan hidupnya berbeda karena kesejahteraan bersifat subjektif yang berada dalam pengalaman hidup (Diener, 1984). Lebih lanjut Diener (1984) menyebutnya dengan kesejahteraan subjektif atau subjective well-being. Diener, Lucas dan Oishi (2009) mendefiniskan subjective well-being sebagai evaluasi kognitif dan evaluasi afektif individu terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Evaluasi kognitif meliputi kepuasan dan pemenuhan hidup dalam diri sedangkan evaluasi afektif meliputi reaksi emosi individu terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Schimmack (2008) menyebutkan evaluasi kognitif dan evaluasi afektif sebagai komponen subjective well-being. Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti terhadap salah seorang pengemudi yang bernama SA diperoleh gambaran bahwa pekerjaan SA sebagai pengemudi angkot memiliki jam kerja yang bebas dan memiliki penghasilan setiap harinya. Kondisi tersebut dirasakan lebih puas bila dibandingkan dengan pekerjaan dahulunya sebagai pengemudi pribadi yang mendapatkan tekanan

4 dari majikan dan hanya memiliki penghasilan bulanan yang secukupnya. Sedangkan pengemudi lain menyebutkan bahwa kondisi sebagai pengemudi angkot masih belum sejahtera dalam hal pendapatan ekonomi namun dari kedua pengemudi menyatakan bahwa mereka merasa cukup puas dan bersyukur atas segala pemberian Tuhan padanya. Pekerjaan sebagai pengemudi angkot dirasa memiliki banyak pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan seperti banyaknya tuntutan dan kendala. Di satu sisi pengemudi angkot dihadapkan oleh tuntutan dan kendalanya namun di sisi lain para pengemudi merasakan pengalaman yang dapat menyenangkan hatinya. Adanya dukungan keluarga membuat pengemudi semangat dalam mencari penghasilan. Neve, Diener, Tay dan Xuereb (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa memiliki dukungan dari keluarga atau orang lain akan meningkatkan subjective well-being. Memiliki subjective well-being akan menciptakan hubungan sosial yang lebih baik. Hubungan sosial yang baik akan membuat individu merasa bahagia dan memiliki afek positif dalam hidupnya. Salah satu pengemudi angkot menyatakan bahwa bekerja sebagai pengemudi angkot ini membuat ia merasa senang dapat membantu orang lain. Ia dapat membantu orang lain yang tibatiba terjadi kecelakaan di jalan dan ia merasa senang dapat membantu orang yang cacat fisik menaiki angkotnya dan tidak memungut ongkos. Compton (2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki subjective well-being yang diperoleh dengan adanya dukungan sosial dapat membuat harga diri yang lebih tinggi, keberhasilan mengatasi stres, kesehatan yang lebih baik dan lebih sedikit mengalami masalah psikologis. Lebih lanjut Page (2005) dalam penelitiannya menerangkan bahwa memiliki kontrol kerja, optimisme dan self esteem memberikan sumber daya dalam mengatasi tekanan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan judul Subjective Well-Being Pengemudi Angkutan Kota di Kota Bandung.

5 B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah gambaran subjective well-being pengemudi angkot yang masih aktif bekerja dan memiliki pengalaman kerja minimal 6 tahun di kota Bandung. Subjective well-being yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komponen evaluasi kognitif dan afektif pengemudi angkot terhadap pengalaman hidupnya secara keseluruhan. Komponen evaluasi kognitif meliputi kepuasan hidup secara keseluruhan dan kepuasan domaindomain dalam hidup yang didasarkan pada keyakinan evaluatif (sikap) tentang kehidupan pengemudi angkot, sedangkan komponen evaluasi afektif meliputi afek positif dan afek negatif untuk menilai sejumlah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap pengalaman hidup pengemudi angkot. C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran subjective well-being pengemudi angkot di kota Bandung?. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subjective wellbeing pengemudi angkot di kota Bandung. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan dalam pengembangan ilmu psikologi sosial dan psikologi positif mengenai gambaran subjective well-being pada pengemudi angkot. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis pada beberapa pihak, yaitu :

6 a. Bagi pengemudi angkot, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai subjective well-being dalam memaknai dan menilai setiap kejadian dalam kehidupan pengemudi angkot. b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi dalam penelitiannya yang berkaitan dengan pembahasan subjective well-being khususnya subjective wellbeing pada pengemudi angkot. F. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab II ini berisi mengenai uraian kajian pustaka yang menjadi pembahasan dalam penelitian. Kajian pustaka berupa teori-teori subjective well-being dan pengemudi angkutan kota. BAB III METODE PENELITIAN Bab III ini berisi mengenai uraian metode penelitian berupa desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, penjelasan konsep, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan uji keabsahan data. BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini berisi mengenai temuan penelitian berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasanya mengenai gambaran subjective well-being pengemudi angkot. Adapun pada bab ini berisikan analisis micro skill interview dan keterbatasan penelitian. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bab V ini berisi mengenai simpulan, implikasi dan rekomendasi yang telah diperoleh dari hasil analisis temuan penelitian.

7 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN