3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat

dokumen-dokumen yang mirip
METODELOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium

Gambar 6. Kerangka penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Pendahuluan Hasil Uji Hedonik Imbangan Tepung Ubi Jalar Putih dan Terigu

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Materi. Rancangan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODA. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Teknologi

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Bab III Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI PENELITIAN

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi.

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

2. MATERI DAN METODA Pelaksanaan Penelitian Materi Bahan Alat Metoda Penelitian Pendahuluan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

Transkripsi:

11 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2012. Pembuatan film indikator dilakukan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis warna dilakukan di Laboratoriun Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisa fisik mekanis film dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (RDBK) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu bahan pewarna dan bahan untuk membuat film/kemasan. Bahan pewarna adalah ekstrak daun erpa segar (Aerva sanguinolenta) yang berumur 2-3 bulan dan pewarna sintetis merah karmoisin CI 14720 yang berbentuk cair. Bahan untuk pembuatan matrik film sekaligus pembawa bahan pewarna adalah kitosan yang berbentuk bubuk dan kristal polivinil alkohol (PVA). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, inkubator, homogenizer, cetakan kaca (30 20cm) sebagai wadah larutan film, magnetic stirrer, pengaduk, termometer, gelas piala, gelas ukur, shaker, dan neraca analitik. Selain itu juga akan digunakan untuk analisis mekanik dan fisik adalah ph meter, micrometer untuk mengukur ketebalan dan Chromameter Minolta CR-200 dan spektrofotometer untuk pengukuran warna. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa, tahap kedua adalah pembuatan dan karakterisasi film indikator warna daun erpa, dan tahap ketiga adalah aplikasi indikator warna daun erpa sebagai kemasan cerdas untuk mendeteksi kerusakan produk pangan yaitu susu pasteurisasi. Sistematika penelitian ini dapat diuraikan secara rinci pada Lampiran 1. 3.3.1 Tahap 1 : Ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa (modifikasi metode Ningrum (2005)) Daun erpa yang digunakan adalah daun erpa segar (dari tanaman erpa yang berumur 2-3 bulan) dan kondisinya baik (bentuk daun utuh dan tidak terkena penyakit). Sebelum digunakan daun erpa segar disortasi terlebih dahulu untuk memisahkan daun yang rusak maupun yang berpenyakit, daun erpa yang telah disortasi kemudian dicuci untuk mencegah pencemaran karena debu, tanah ataupun kotoran lain. Pencucian daun erpa dilakukan secepat mungkin untuk mencegah berkurangnya rendemen antosianin karena luka pada pangkal daun

12 bekas patahan daun erpa menjadi tempat keluar zat warna ketika daun erpa dicuci (Dianawati 2001). Daun erpa yang telah dicuci kemudian dikering anginkan sebentar lalu ditimbang berdasarkan kebutuhan. Daun erpa kemudian dihaluskan dengan blender dan dilakukan penambahan akuades sebanyak 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5 (erpa:air(g/ml)) sebagai pengekstrak. Daun erpa yang sudah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan menggunakan akuades pada suhu 80 o C selama 3 menit. Kemudian bahan disaring sehingga didapatkan ekstrak pewarna. Proses pembuatan ekstrak daun erpa dapat dilihat pada Gambar 4. Daun Erpa Pencucian Pengeringan (diangin-anginkan) Pengecilan ukuran (dengan blender) Daun erpa : akuades (b/v) (1:1) (1:2), (1:3), (1:4), (1:5) Ekstraksi (suhu 80 o C selama 3 menit) Penyaringan Ampas Ekstrak pewarna Pengukuran ph dan total antosianin (ekstrak terbaik) Gambar 4 Proses ekstraksi pewarna daun erpa Ekstrak pewarna daun erpa terbaik yang didapatkan kemudian diukur ph dan total antosianin dengan metode berikut : (i) Analisis ph Nilai ph dihitung dengan ph meter, alat dihidupkan dan dibiarkan sebentar hingga jarum menunjukkan angka yang tepat. ph meter distandarkan dengan larutan buffer = 7 dan buffer = 4. Nilai ph diukur dengan cara mencelupkan elektroda ph meter kedalam larutan sampai menunjukan ph yang stabil. Sebelum pencelupan elektroda dibilas dengan akuades dan dilap dengan kapas atau tisu kering. Pengukuran dilakukan minimal 3 kali untuk larutan sampel yang sama. (ii) Konsentrasi Total Antosianin (Less dan Francis 1972 ) Konsentrasi antosianin diukur dengan teknik spektrofotometri. Sebanyak 1 ml filtrat hasil ekstraksi diencerkan hingga 100 ml dengan etanol 95 %: HCl 1.5

13 N (85:15). Filtrat kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 535 nm (Dianawati 2001).Total antosianin kemudian dihitung dengan rumus : (Absorbansi fp) 100 Total antosianin (ml/100 g sampel) = 98.2 Wsampel(g)... (Persamaan 3) Dimana : fp = faktor pengenceran Faktor 98.2 = nilai ε (serapan molar) dari pigmen antosianin dalam pelarut etanol 95% : HCl 1.5 N (85:15), yang merujuk pada absorbansi antosianin dalam etanol asam yang di ukur dalam celah selebar 1 cm pada panjang gelombang 535 nm dalam konsentrasi 1% (v/v). = berat sampel Wsampel 3.3.2 Tahap 2 : Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna Tahap kedua ditujukan untuk pembuatan film dari campuran kitosan dan PVA dan penentuan konsentrasi dan cara aplikasi penambahan pewarna pada matrik film diujicobakan sampai mendapatkan formulasi yang sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan pewarna sintesis adalah karmoisin CI 14720 juga dicobakan pada penelitian ini untuk dibandingkan dengan pewarna alami daun erpa. Selanjutnya dilakukan karakterisasi film indikator dan juga pengukuran stabilitas warna film yang dilakukan selama film tersebut disimpan dalam beberapa kondisi penyimpanan. 3.3.2.1 Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna Film indikator warna dibuat dengan menggunakan kitosan-asetat dan PVA, penggunaan bahan tersebut didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Apriyanto (2007) yang dimodifikasi. Komposisi larutan yang digunakan yaitu dengan kombinasi PVA 3 % (b/v) dan kitosan-asetat 3 % (b/v) sebanyak 400 ml dengan perbandingan(0:100) (20:80), (40:60), (60:40), (80:20), (100:0) dan gliserol sebagai plasticizer sebesar 1% (v/v) dari volume larutan. Proses percobaan aplikasi pewarna adalah sebanyak ((5, 10, 15, 20, 25) ml pewarna /100 ml larutan film), pewarna yang digunakan adalah ekstrak daun erpa dan pewarna sintetis karmoisin CI 14720 (merah tua). Percobaan pertama adalah penambahan pewarna kemudian dilakukan homogenisasi pada suhu 80 o C, dengan kecepatan 60 rpm selama 5 menit, setelah itu dilakukan pencetakan dengan cetakan kaca 20 30 cm, untuk selanjutnya dikeringkan pada suhu 50 o C dan suhu ruang (25±3 o C) selama 24 jam. Metode lain aplikasi warna adalah dengan pengolesan pewarna pada film, hingga didapatkan film indikator warna erpa dengan warna merata secara visual. Diagram alir proses pembuatan film indikator warna dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

14 Larutan PVA 3% + larutan kitosan 3% ((0:100),(20:80),(40:60), (60:40),(80:20),(100:0))+1% gliserol (5, 10, 15, 20, 25) ml pewarna /100 ml larutan film Homogenisasi Pencetakan dengan cetakan 20 x 30 cm Pengeringan suhu 50 o C dan suhu ruang (25±3 o C) selama 24 jam Film Indikator Gambar 5 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode 1) Larutan PVA 3% + larutan kitosan 3% ((0:100),(20:80),(40:60), (60:40),(80:20),(100:0)) + 1% gliserol Homogenisasi Pencetakan dengan cetakan 20 x 30 cm Pengeringan suhu 50 o C selama 24 jam Lembaran film Pengolesan pewarna Pewarna erpa Film indikator Gambar 6 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode 2)

15 3.3.2.2 Karakteristik sifat fisik dan mekanis film indikator Film indikator warna terbaik yang dihasilkan kemudian dianalisis sifat fisis mekanis, analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : (i) Ketebalan Ketebalan film indikator warna diukur dengan micrometer scrup. Alat ini memiliki ketelitian sampai 0,01 mm. Pengukuran dilakukan pada lima tempat yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan film indikator warna rata-rata dalam satuan mm. (ii) Kekuatan tarik (KT) dan persentase pemanjangan (%E) (ASTM 1989) Kekuatan tarik dan persentase pemanjangan film indikator warna yang dihasilkan diukur dengan menggunakan alat Tensile Strenght and Elongation Tester Strograph. Alat ini diatur pada Initial Grip Separation 50 mm dengan Load cells 5 kg dan kecepatan cross Lead 200 cm/menit. Kekuatan tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah dan %E dilakukan pada penambahan panjang film pada saat film pecah/putus. Satuan kekuatan tarik adalah N/mm 2. Gaya (newton) KT = 2 Luas contoh (mm )...(Persamaan 4) Panjang setelah putus - panjang awal %E = 100% Panjang awal...(persamaan 5) Di mana : KT = kuat tarik %E = elongasi 3.3.2.3 Uji stabilitas film indikator warna sebagai kemasan cerdas Uji stabilitas warna film indikator dititik beratkan pada perubahan degradasi warna, kadar air dan ketebalan film indikator warna seiring dengan lama waktu dan suhu penyimpanan, sehingga akan diperoleh rekomendasi penggunaan kemasan cerdas untuk produk nyata. Ada dua perlakuan yang berbeda, film indikator warna dibungkus/diselotip dan tanpa dibungkus/diselotip dengan selotip bening. Pembungkusan dilakukan untuk melihat ketahanan dari film indikator warna yang dihasilkan dan pengaruh lingkungan terhadap film, karena film indikator warna memiliki sifat larut air, sehingga dengan pembungkusan dapat melindungi film indikator warna dari kelembaban dan pengaruh lingkungan lainnya. Perbedaan kedua perlakuan ini akan dilihat perbedaannya dengan melakukan uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan intersep dari persamaan matematis perubahan nilai L,a,b, o hue dan ΔE pada masing-masing kondisi penyimpanan. Pengukuran stabilitas terhadap film indikator warna dilakukan selama kemasan tersebut disimpan dalam beberapa kondisi penyimpanan. Respon film indikator terhadap suhu diuji dengan penyimpanan film indikator warna pada suhu freezer ((-10)±2 o C), refrigerator (3±2 o C), dan ruang (25±3 o C), serta penyimpanan

16 dengan perlakuan diberi paparan cahaya lampu flouroscent dengan jarak 6 cm dalam kotak berukuran 30 10 10 cm dengan suhu 40 o C dengan RH 35-40% dan intensitas cahaya 400 klx yang diasumsikan sebagai panas cahaya matahari dan juga pada cahaya matahari langsung, selama 6 jam dan diamati degradasi warna selama penyimpanan. Gambar skema alat pengganti cahaya matahari dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Skema alat pengganti cahaya matahari Perubahan warna yang terjadi terhadap film indikator warna terbaik selama masa simpan, dilihat secara visual dan dengan melakukan pengukuran dengan chromameter, perubahan kadar air dianalisis dengan metoda oven dan ketebalan diukur dengan micrometer secrup. (i) Analisis Warna (Hunter 1958) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan chromameter CR 200 keluaran Minolta. Pertama alat dikalibrasi dengan obyek standar merah dari CR 200. Kemudian contoh diletakkan dibawah sensor. Hasil pengukuran terhadap warna obyek dibaca pada layar yaitu Y, x dan y. Selanjutnya dihitung nilai L sebagai indikasi kecerahan (lightnees) dan nilai a sebagai indikasi warna merah (+a) dan warna hijau (-a) dan sebagai warna kuning (+b) dan warna biru (-b). Warna bahan diukur dalam unit L, a, b yang merupakan standar internasional pengukuran warna, diadopsi oleh CIE (Commission Internationale d'eclairage). Kecerahan atau Lightness berkisar anara 0 dan 100 sedangkan parameter kromatik (a, b) berkisar antara -60 and 60. Skala warna CIELab adalah skala warna yang seragam. Dalam sebuah skala warna yang seragam, perbedaan antara titik-titik plot dalam ruang warna dapat disamakan untuk melihat perbedaan warna yang direncanakan (Hunter 1958). Pengukuran juga dilakukan terhadap nilai o hue dan ΔE. Nilai o hue menggambarkan kisaran warna kromatis visual yang terlihat, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai o hue dan daerah kisaran warna kromatis (Hutchings 1999) Nilai o hue Daerah kisaran warna 342 o 18 o Merah-Ungu 18 o 54 o Merah 54 o 90 o Kuning-Merah 90 o 126 o Kuning 126 o 162 o Kuning-Hijau 162 o 198 o Hijau 198 o 234 o Biru-Hijau 234 o 270 o Biru 270 o 306 o Biru-Ungu 306 o 342 o Ungu

17 ΔE menggambarkan total perbedaan warna secara keseluruhan. ΔE adalah nilai tunggal yang diperoleh untuk menghitung perbedaan L, a dan b antara sampel dan standar. Perhitungan pada skala warna CIELab menggunakan persamaan pada persamaan 1 dan 2. Skala warna CIELab dapat digunakan pada berbagai objek yang akan diukur warnanya. Skala warna ini digunakan terutama pada industri-industri. (ii) Penentuan kadar air, metode oven (Sudarmadji et al. 1997) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 110 o C selama 1-2 jam. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang. Lembaran bahan dimasukkan ke dalam cawan dan keringkan dalam oven bersuhu 105 o C selama 3-5 jam, atau hingga mencapai berat konstan. Cawan yang berisi lembaran bahan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut: W 1 W 2 % Kadar Air = 100% W 1... (Persamaan 6) Di mana : W1 = Berat awal sampel (g) W2 = Berat sampel setelah pengeringan (g) (iii) Ketebalan Ketebalan film indikator warna diukur dengan micrometer secrup. Alat ini memiliki ketelitian sampai 0,01 mm. Pengukuran dilakukan pada lima tempat yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan film indikator warna rata-rata dalam satuan mm. 3.3.3 Tahap 3 : Aplikasi film indikator warna sebagai kemasan cerdas untuk produk susu pasteurisasi Setelah didapatkan film indikator warna dan perubahannya terhadap suhu dan paparan cahaya matahari, maka akan dapat disesuaikan dengan aplikasi untuk produk yang akan diberi label film indikator warna tersebut. Salah satu produk contoh adalah susu pasteurisasi segar yang harus disimpan dalam suhu ruang (25±3 o C) dan suhu refrigerator (3±2 o C). Cara aplikasi film indikator dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Aplikasi film indikator sebagai kemasan cerdas

18 Perubahan film indikator warna selama penyimpanan akan diamati seiring dengan perubahan mutu produk susu. Dengan demikian dapat diperoleh informasi hubungan perubahan warna indikator dengan perubahan mutu produk. Uji mutu susu pasteurisasi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penentuan angka lempeng total (Fardiaz,1993) Tujuan pengamatan mikroba adalah untuk mengetahui pencemaran mikroba pada sampel susu pasteurisasi. Media yang digunakan yaitu Plate Count Agar (PCA) yang mengandung tripton 0.5 % (5 g), ekstrak khamir 0.25 % (2.5 g), agar 15 g, air destilata 1000 ml dan glukosa/dekstrosa 0.1 % (1 g) sehingga semua mikroba termasuk bakteri, kapang dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada medium tersebut. Caranya adalah sebagai berikut : a. Sebanyak 5 ml susu pasteurisasi ditimbang lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 ml yang berisi air steril, lalu dikocok-kocok dan didiamkan lebih kurang 10 menit dan dilanjutkan dengan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3. b. Sebanyak 1 ml cairan dipipet dari tabung pengenceran dan dimasukkan kedalam cawan petri secara aseptik (pemipetan dilakukan dari pengenceran tinggi ke rendah) c. PCA (50 o C) dimasukkan kedalam cawan dengan gerak melingkar atau gerak seperti angka delapan untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. d. Lempengan agar dibiarkan membeku (10 menit) e. Setelah membeku, lempengan agar dibalik dan inkubasi pada suhu kamar. f. Pertumbuhan koloni mikroba diamati setelah 2 3 hari g. Jumlah koloni pada lempeng agar kemudian dihitung sesuai dengan aturan pada Standar Plate Count. Hasil uji ini disesuaikan dengan Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) susu pasteurisasi pada SNI 7388:2009 dengan jumlah total mikroba minimal yaitu 5 x 10 4 koloni/ml (Lampiran 3). 2. Uji organoleptik terhadap susu pasteurisasi (Soekarto 1995) Pada uji organoleptik dilakukan pengujian terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa. Uji organoleptik bertujuan untuk menguji penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi. Uji ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : masingmasing contoh disediakan dalam wadah bersih dan tembus pandang, masingmasing wadah diberi kode sampel. Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis yang tidak saling mempengaruhi. Disamping itu disediakan air untuk mencuci mulut dan menetralkan lidah. Parameter uji dicantumkan pada kertas penilaian, dan panelis diperintahkan untuk mencontreng salah satu parameter uji organoleptik. Panelis yang melakukan pengujian adalah panelis yang sama setiap pengujian sampel susu pasteurisasi selama penyimpanan. Selanjutnya hasil ini dianalisis untuk mendapatkan penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi.