BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 4 P E T E R N A K A N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

PENJABARAN KKNI JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES DAN KURIKULUM PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging nasional sekitar ton per tahun, namun belum

I. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein

I. PENDAHULUAN. atau sumber energi, serta pengelolaan lingkungan hidupnya. Kegiatan pengolahan

I. PENDAHULUAN. berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Komoditas Sejarah Ayam Petelur. Ayam liar atau ayam hutan adalah ayam yang pertama kali dipelihara oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002). Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya bagi perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Subsektor peternakan terbagi menjadi ternak besar dan ternak kecil, yang termasuk kedalam kelompok ternak besar yaitu sapi (perah/potong), kerbau, dan kuda, sedangkan ternak kecil terdiri dari kambing, domba, kelinci, dan babi serta ternak unggas (ayam, itik, dan burung puyuh). Subsektor peternakan memiliki nilai strategis khususnya dalam pemenuhan protein hewani bagi masyarakat yang dapat diperoleh dari komoditas utamanya seperti daging, telur, dan susu yang sangat berperan dalam rangka pemenuhan kecukupan gizi dan pangan masyarakat.

2 Menurut Lembaga Penelitian IPB tahun 2000, kecukupan pangan merupakan faktor penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Konsumsi pangan masyarakat harus memadai secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan pengamatan konsumsi protein hewani asal ternak baru mencapai 5,57 gram/perkapita/hari, yang setara dengan 3,35 gram daging, 0,6 gram susu/ kapita/hari dan 1,77 gram telur. Hal ini berarti masih dibawah norma gizi yang dianjurkan, yaitu sebesar 6 gram per kapita per hari (DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK 2012). Rendahnya konsumsi protein hewani ini antara lain disebabkan masih rendahnya pemenuhan gizi masyarakat, disamping ketersediaannya masih mengandalkan sapi potong dan ayam ras, sementara ternak lainnya seperti kambing, domba dan bebek belum mampu menggantikan peran sapi potong dan ayam ras karena pasarnya yang terbatas. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan produksi peternakan perlu ditelaah kembali pola usaha yang sudah ada untuk diketahui kesesuaiannya dengan situasi sekarang yang semakin kompetitif, karena dimasa yang akan datang akan dituntut produksi yang semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga secara umum dibutuhkan motivasi usaha tradisional menjadi usaha komersial dengan penerapan teknologi dan manajemen yang profesional pula terutama untuk komoditas ekspor, dilain pihak secara umum sasaran pembangunan peternakan adalah penyediaan protein hewani, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan peternak. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan

3 produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani mereka. Oleh karena itu, diperlukan produk peternakan yang relatif lebih cepat memenuhi permintaan tersebut. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci. Sitorus (Husmy Yurmiaty : 1991) menyatakan bahwa sifat keunggulan ternak kelinci antara lain mampu tumbuh dan berkembang biak dengan cepat, mempunyai nilai konversi pakan yang efisien, dan tidak memerlukan lahan luas. Daging kelinci dapat menjadi makanan alternatif yang relatif mudah diperoleh. Daging itu mampu menurunkan risiko kolesterol dan penyakit jantung Sayangnya, daging kelinci belum populer. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung Barat berada di wilayah Lembang tepatnya di desa Gudang Kahuripan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari polusi. Keragaman jenis kelinci dan Hasil olahan dari daging kelinci pun marak di kios-kios sate kelinci di sepanjang jalan raya Lembang. Namun demikian didalam pengembangannya daging kelinci di lembang ini mengalami kendala antara lain (a) ketersediaan produk yang rendah (b) rentan terhadap penyakit (c) bukan komoditas popular yang mudah diperoleh atau dipasarkan (d) pasar domestik yang sangat terbatas dan (e) faktor psikis dari konsumen (bunny syndrome) yang membuat usaha peternakan kelinci pun tersendat. Apalagi kurangnya dukungan dari pemerintah dalam upaya menggalakan peralihan konsumsi daging merah ke daging kelinci yang memiliki kadar kolesterol rendah pun mengakibatkan usaha ini rentan dari segi financial

4 yang kadang dapat menurunkan jumlah produksinya. Untuk lebih lanjut dapat dilihat jumlah produksi kelinci selama 4 periode tahun 2011 pada tabel berikut ini. No Tabel 1.1 Perkembangan Produksi Kelinci Di Desa Di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Bulan Januari Desember 2011 Nama Periode Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 1 Aciang 600 636 492 528 2 Didi 600 600 612 576 3 adi 624 564 612 600 4 Yudi 360 348 300 420 5 Acep 360 396 408 432 6 Iyat 4200 4224 4164 4140 7 Wawan(Apung) 24000 22800 21420 21372 8 Agus 720 384 552 576 9 Bandi 600 588 684 720 10 Didi.H 612 640 576 708 11 Yadi 636 660 732 780 12 Umnardi 600 708 720 756 13 Entos 360 348 240 300 14 Oki 588 624 600 576 15 Asep yana 720 780 752 708 16 Asep Rabbit 14400 14292 14220 14244 17 Edi.D 348 420 444 408 18 Dodo 900 840 876 924 19 Komala 360 384 468 492 20 Amar 480 420 540 576 Rata-rata Produksi 2603 2536 2471 2491 Sumber : pra penelitian, data diolah Berikut data perbandingan nilai output dan biaya input usaha ternak kelinci selama tahun 2011.

5 Tabel 1.2 Nilai Output Dan Biaya Input Ternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Bulan Januari Desember 2011 Periode Nilai Output (Rp) Perkembangan MPP (%) Biaya Input (Rp) Perkembangan APP (%) Ke-1 5039940000-2901287500 - Ke-2 4868736000-0,03 2756223200-0,05 Ke-3 4783080000-0,01 2687317000-0,02 Ke-4 4892570000 0,02 2885793000 0,07 Sumber : Data pra penelitian, diolah Berikut tabel untuk mengetahui efisiensi produksi Kelinci di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang penulis ambil dari 20 peternak sebagai responden. Tabel 1.3 Presentase Nilai Output Dan Biaya Input Ternak Kelinci di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Bulan Januari Desember 2011 Periode Ke-1/ke-2 Ke-2/ke-3 Ke-3/ke-4 E = MPP 0,03 0,01 0,02 APP 0,05 0,02 0,07 Koefisienn Elastisitas 0,6 0,5 0,28 Rata-rata koefisien elastisitas 0,46 Elastisitas E < 1Belum Efisien Sumber : Data pra penelitian, diolah

6 Berdasarkan tabel diatas, nilai elastisitas biaya produksi ternak Kelinci menunjukan < 1, yang berarti bahwa usaha ternak kelinci di Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat belum efisien. Kondisi ini dapat mengakibatkan kerugian bagi para peternak karena jumlah penerimaan yang diperoleh peternak dari hasil produksi kelinci lebih kecil dari pengeluaran untuk proses produksi tersebut. Masalah yang dihadapi oleh peternak pun berkaitan dengan masalah pengadaan bahan baku dalam hal ini penyediaan kandang, bibit yang cukup memakan biaya yang tinggi serta pakan berupa rumput yang harus ada setiap harinya dan makanan tambahan yang digunakan jika pasokan rumput berkurang. Jenis makanan tambahan yang digunakan oleh peternak adalah konsentrat (pelet). Bahan baku dalam proses produksi merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi agar kegiatan proses produksi dapat berjalan lancar dan berkesinambungan. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kelinci adalah dengan meningkatkan efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam produksi usaha ternak kelinci. Dalam pelaksanaan usaha ternak, setiap peternak selalu mengharapkan keberhasilan dalam usahanya, salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dengan cara pemanfaatan faktor-faktor produksi secara efisien. Efisiensi diperlukan agar peternak mendapatkan kombinasi dari penggunaan faktor-faktor produksi tertentu yang mampu menghasilkan output yang maksimal.

7 Berdasarkan fenomena tersebut diatas, maka permasalahan tersebut coba ditelaah dengan membatasi masalah efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Adapun judul penelitian yang penulis ambil adalah, Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usaha Ternak Kelinci (Suatu Kasus Pada Budidaya kelinci Di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan dan membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi kelinci di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat sudah mencapai efisiensi optimum? 2. Bagaimana tingkat skala ekonomi pada produksi kelinci Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat (increasing return to scale, constan return to scale, decreasing return to scale)? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

8 1. Untuk mengetahui sejauh mana penggunaan faktor-faktor produksi kelinci Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat sudah mencapai efisien optimum atau belum optimum. 2. Untuk mengetahui tingkat skala ekonomi pada produksi kelinci Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan ilmu ekonomi, dan sebagai kajian untuk memperluas wawasan serta masukan atau bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan keilmuan yang berhubungan dengan budidaya kelinci. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa optimalisasi dan efisiensi faktor produksi sangat berpengaruh terhadap hasil produksi usaha ternak kelinci Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang

9 Kabupaten Bandung Barat, dan sebagi bahan yang dapat dijadikan pertimbanagn oleh berbagai pihak, diantaranya bagi para peternak kelinci Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dalam pencapaian jumlah produksi maksimal, dan dengan kegiatan produksi yang efisien maka dapat memberikan keuntungan kepada peternak kelinci dan juga kesejahteraan masyarakat setempat karena dapat menyerap tenaga kerja dan juga sekaligus membantu pengembangan desa-desa yang beternak kelinci.