BAB I PENDAHULUAN. sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai suatu organisasi yang

JURNAL KARAKTERISTIK HAK PENANGKAPAN IKAN SECARA TRADISIONAL (TRADITIONAL FISHING RIGHTS) NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNCLOS 1982

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul : Manifestasi Asas Nasional Pasif dalam Perjanjian

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

Hukum Laut Indonesia

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

(archipelagic state) dan sekaligus negara pantai yang memiliki banyak pulau

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

SKRIPSI. Diajukan oleh : Daniel Malonda NPM : Program Kekhususan : Hukum Tentang Hubungan Internasional UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perkembangan Hukum Laut Internasional

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. urgensinya terhadap pemeliharaan integritas wilayah. wilayah secara komprehensif dengan negara-negara tetangganya.

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sejarah, laut terbukti telah mempunyai berbagai-bagai fungsi,

PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82)

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

Menyingkap Misteri Laut Tiongkok Selatan I Made Andi Arsana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

TARGET INDIKATOR KETERANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN. Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

HUKUM DAN KEBIJAKAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

BAB I PENDAHULUAN. dan gas yang terkandung di Laut Timor. tertentu berdasarkan pada prinsip Landas Kontinen.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengakuan konsepsi Indonesia sebagai Negara Kepulauan merupakan sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia sebagai Negara Kepulauan telah dimulai sejak dikumandangkannya Deklarasi Djuanda 1 pada tahun 1957 dan merupakan sumbangan yang penting terhadap perkembangan suatu hukum laut internasional yang baru (a new international law of the sea). Tindakan unilateral Indonesia saat itu telah mengangkat konsepsi Negara Kepulauan dari dunia akademis ke dalam kenyataan kehidupan internasional. 2 Konsep Negara Kepulauan kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat internasional melalui Konferensi Hukum Laut PBB yang menghasilkan The United Nations Convention on the Law of The Sea 1982 3 (selanjutnya disebut UNCLOS 1982). 4 Pengakuan Negara Kepulauan membuat Indonesia memiliki kedaulatan atas perairan kepulauan. 5 Pengakuan tersebut diimbangi dengan beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh Indonesia, yaitu menaati perjanjian yang 1 2 3 4 5 Deklarasi ini diumumkan pada tanggal 14 Desember 1957, lihat Dimyati Hartono, 1977, Hukum Laut Internasional, Pengamanan Pemagaran Yuridis Kawasan Wawasan Nusantara Negara Republik Indonesia, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, hlm. 45. Mochtar Kusumaatmadja, 1995, Hukum Laut Internasional, Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan, Bandung, hlm. 205. UNCLOS 1982 berisi 320 pasal dan 9 lampiran. Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 1994, dua belas bulan setelah diperoleh 60 ratifikasi yang dipersyaratkan. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Tentang Hukum Laut), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319). Pasal 49 United Nations Convention on the Law of The Sea (United Nations, Treaty Series, vol. 1833, p. 3).

2 sudah ada sebelum tunduk terhadap UNCLOS 1982, mempertahankan kabel laut yang sudah ada dan menghormati hak perikanan tradisional 6 (traditional fishing rights). 7 Selain itu, Negara Kepulauan juga harus memberikan jaminan terhadap hak lintas damai (right of innocent passage) 8 dan hak lintas alur laut kepulauan (right of archipelagic sea lanes passage). 9 Pengaturan hak perikanan tradional (traditional fishing rights) dari nelayan tradisional hanya diatur dalamis Article 51 UNCLOS 1982 yang berbunyi Without prejudice to article 49, an archipelagic State shall respect existing agreements with other States and shall recognize traditional fishing rights and other legitimate activities of the immediately adjacent neighbouring States in certain areas falling within archipelagic waters. The terms and conditions for the exercise of such rights and activities, including the nature, the extent and the areas to which they apply, shall, at the request of any of the States concerned, be regulated by bilateral agreements between them. Such rights shall not be transferred to or shared with third States or their nationals. (Tanpa mengurangi arti ketentuan Pasal 49, Negara Kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan negara lain dan harus mengakui hak perikanan tradisional dan kegiatan lain yang sah Negara tetangga yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan demikian, termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah di mana hak dan kegiatan demikian berlaku, atas permintaan salah satu negara yang bersangkutan harus diatur dengan perjanjian bilateral antara mereka). 6 7 8 9 Pasal 51 United Nations Convention on the Law of The Sea (United Nations, Treaty Series, vol. 1833, p. 3). Terminologi traditional fishing rights dalam UNCLOS 1982 telah diterjemahkan dalam beberapa istilah, diantaranya adalah hak penangkapan ikan tradisional, hak perikanan tradisional, hak penangkapan ikan secara tradisional dan sebagainya. Penulis akan menggunakan terminologi hak perikanan tradisional dalam penulisan hukum ini. Pasal 52 United Nations Convention on the Law of The Sea (United Nations, Treaty Series, vol. 1833, p. 3). Pasal 53 United Nations Convention on the Law of The Sea (United Nations, Treaty Series, vol. 1833, p. 3).

3 Merujuk pada ketentuan tersebut, maka sudah merupakan kewajiban bagi Negara Kepulauan untuk menghormati dan mengakui traditional fishing rights negara tetangga yang berdampingan langsung dengan Negara Kepulauan tersebut. Namun jika merunut berbagai instrumen hukum internasional, pengakuan dan perlindungan terhadap nelayan tradisional dalam pelaksanaan traditional fishing rights telah dipraktikkan oleh beberapa negara sebelum diadopsinya UNCLOS 1982. 10 Hasjim Djalal secara tegas menyebutkan perlu adanya pembedaan terhadap terminologi antara traditional fishing rights dan traditional rights to fish. 11 Beliau menyebutkan bahwa traditional rights to fish atau hak tradisional atas perikanan dilaksanakan di laut lepas (high seas) berdasarkan kebebasan di laut lepas sebagaimana diatur dalam rezim hukum laut lepas. Sedangkan traditional fishing rights atau hak perikanan tradisional dilaksanakan pada bagian laut yang berada di bawah yurisdiksi negara pantai, yaitu pada perairan kepulauan dan pada ZEE. Hak ini memiliki batasan yaitu 10 11 Dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries, suatu negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak nelayan tradisional termasuk melindungi fishing ground mereka sejauh masih berada di bawah yurisdiksi nasional negara tersebut. Selain itu, Voluntary Guidelines on Securing Sustainable Small-Scale Fisheries mengatur bahwa negara harus menghormati praktik-praktik tradisional dari masyarakat adat dan etnis minoritas. Lebih lanjut, United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples menjamin masyarakat adat diseluruh dunia dalam mengklaim wilayah daratan dan lautan yang telah mereka diami sejak lama sebelum kedatangan para penjajah. Salah satu kasus yang dapat menjadi rujukan adalah Putusan Mahkamah Internasional dalam kasus Anglo-Norwegian Fisheries pada tahun 1951. Dalam memutus perkara tersebut, Mahkamah Internasional mempertimbangkan kepentingan ekonomi dan nilai penting yang dibuktikan dengan kebiasaan jangka panjang nelayan tradisional Norwegia yang melakukan aktivitas perikanan di wilayah perairan perbatasan antara Inggris dan Norwegia. Lebih lengkap lihat Malcolm N. Shaw, 2013, Hukum Internasional, Penerbit Nusa Media Bandung, Bandung (diterjemahkan dari M.N. Shaw, 2008, International Law, Cambridge Universty Press) hlm. 551-552. Hasjim Djalal, 1995, Indonesia and the Law of the Sea, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, hlm. 17.

4 hanya diberikan kepada pihak atau negara yang secara tradisional telah melakukan penangkapan ikan secara turun menurun, dalam kurun waktu yang lama di suatu perairan tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa secara umum, terminologi fishing rights diartikan sebagai hak seseorang atau kelompok untuk mengklaim memiliki akses atau menangkap ikan di wilayah tertentu. 12 Dalam hal ini, traditional fishing rights didefinisikan sebagai hak menangkap ikan yang diberikan kepada kelompok nelayan tradisional suatu negara yang telah terbiasa menangkap ikan di suatu area tertentu dalam waktu yang lama dan dilakukan secara turun menurun. Hak ini wajib dilindungi oleh semua Negara Pantai (coastal states) dan tidak terbatas pada kewajiban dari Negara Kepulauan sebagaimana disebutkan dalam UNCLOS 1982. Sayangnya, sebagai salah satu negara yang berperan besar dalam membuat perubahan dalam tata kelautan dunia, banyak pihak yang beranggapan perlindungan Pemerintah Indonesia terhadap nelayan tradisional justru kurang optimal dan hanya bersifat parsial 13 sebab tidak melihat permasalahan nelayan secara keseluruhan dari hulu (penangkapan ikan) ke hilir (pengolahan dan pemasaran). Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 14 secara tegas menyebutkan perlunya 12 13 14 Philip A. Neher, dkk, 1989, Rights Based Fishing, Series E. Applied Sciences Vol. 169, Kluwer Academic Publishers, hlm. 5 Lucky Adrianto, dkk, 2011, Nelayan Tradisional di Wilayah Perbatasan Indonesia-Australia: Antara Kepentingan Ekonomi dan Sosial Budaya, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor, hlm. 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433).

5 mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat dalam pengelolaan perikanan. Namun, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 15 (selanjutnya disebut UU Perikanan) tidak memberikan kepastian terkait identitas nelayan tradisional atau adat serta hak-hak seperti apa yang dimiliki oleh nelayan tradisional. Minimnya perlindungan terhadap nelayan tradisional membuat mereka kerap dibatasi dalam mengakses dan memiliki area atau perairan tempat mereka menangkap ikan. Hal ini menjadi penyebab sering terjadinya konflik antara nelayan yang memiliki tradisi-tradisi serta kepercayaan tertentu dalam mengelola sumber daya ikan dengan pihak luar yang merasa telah mendapat legitimasi untuk menangkap ikan di perairan manapun. Konflik ini juga menjadi penyebab tingginya percepatan degradasi sumber daya ikan, khususnya di wilayah pesisir. Dengan meningkatnya angka populasi penduduk, migrasi penduduk serta meningkatnya ekspansi dari perikanan industri skala besar (industrial fishing), maka diperlukan pengakuan dan perlindungan kepada nelayan tradisional dalam menjamin keberlangsungan aktivitas perikanan mereka. Berdasarkan pemaparan diatas, Penulis merasa penting untuk mengkaji lebih lanjut penyebab terjadinya kerenggangan antara kewajiban pemenuhan 15 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073) tidak menggunakan istilah nelayan tradisional, namun mencantumkan Nelayan Kecil sebagai nelayan yang mendapat perlakuan khusus dari Pemerintah. Namun, penggolongan Nelayan Kecil hanya terbatas pada bobot kapal dan tidak mempertimbangkan karakter-karakter tradisional dari nelayan tradisional. Pembahasan terkait hal ini akan diulas dalam bab selanjutnya.

6 hak perikanan tradisional dalam implementasinya di Indonesia. Penulisan ini memiliki fokus utama pada nelayan tradisional yang mempraktikan tradisitradisi tradisional serta memiliki wilayah penangkapan ikan di perairan Indonesia, meskipun Penulis akan tetap sedikit membahas nelayan tradisional Indonesia yang melakukan penangkapan di wilayah perbatasan. Pengkajian terhadap hal tersebut akan dibahas dalam skripsi yang berjudul Perlindungan Negara Indonesia terhadap Nelayan Tradisional dalam Pemenuhan Hak Perikanan Tradisional berdasarkan Hukum Internasional. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kesesuaian antara ketentuan hukum internasional dengan hukum nasional Indonesia terkait perlindungan kepada nelayan tradisional? 2. Faktor-faktor apakah yang berkontribusi terhadap kesesuaian atau ketidaksesuaian antara hukum internasional dengan hukum nasional Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap nelayan tradisional? 3. Bagaimanakah rekomendasi kebijakan yang mengarusutamakan perlindungan terhadap hak nelayan tradisional di Indonesia?

7 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai Penulis melalui penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Subjektif Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengkaji kesesuaian antara peraturan hukum internasional dengan hukum nasional Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada nelayan tradisional. b. Untuk mengkaji faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesesuaian atau ketidakseusaian antara hukum internasional dengan hukum nasional Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap nelayan tradisional. c. Untuk mengkaji rekomendasi kebijakan yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak nelayan tradisional. D. KEASLIAN PENELITIAN Sepanjang penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis, belum ditemukan karya ilmiah yang mengangkat tema mengenai perlindungan terhadap nelayan tradisional dalam pemenuhan hak perikanan tradisional. Namun demikian Penulis mendapati beberapa karya ilmiah yang memiliki

8 kesamaan dengan tema yang Penulis angkat, akan tetapi terdapat perbedaan sudut pandang dalam pembahasan. Beberapa karya ilmiah tersebut antara lain adalah: 1. Dimas Prihadi. 2006. Skripsi. Tinjauan Yuridis Terhadap Peristiwa Penangkapan Nelayan Tradisional Indonesia Oleh Angkatan Laut Australia Di Perairan Pulau Pasir Menurut Konvensi Hukum Laut 1982. Penelitian ini memiliki fokus penelitian pada perlindungan nelayan tradisional Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Perairan Pulau Pasir dalam perspektif UNCLOS 1982 dan kesepakatan perjanjian antara Indonesia dengan Australia. Persamaan dengan penelitian Penulis adalah kesamaan kajian terhadap penerapan perlindungan nelayan tradisional dalam pemenuhan hak perikanan tradisional. Adapun perbedaan dengan penelitian Penulis adalah Penulis tidak memfokuskan perlindungan nelayan tradisional yang melakukan aktivitas perikanan di wilayah perairan perbatasan antara Indonesia dan Australia, namun nelayan tradisional Indonesia yang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. 2. Muhamad Azhar. 2011. Tesis. Prospek Pengakuan Hak Perikanan Tradisional Dalam Penetapan Batas Perairan Wilayah Laut Antara Indonesia dan Filipina. Penelitian ini memiliki fokus penelitian pada praktek negara dalam memberikan pengakuan hak perikanan tradisional dalam penetapan batas

9 wilayah laut antara dua negara, khususnya dalam penetapan batas wilayah laut antara Indonesia dengan Filipina. Persamaan dengan penelitian Penulis adalah kesamaan kajian terhadap praktek suatu negara dalam memberikan pengakuan hak perikanan tradisional dari nelayan tradisional. Adapun perbedaan dengan penelitian Penulis adalah Penulis tidak mengkaitkan pengakuan hak perikanan tradisional dengan penetapan batas wilayah laut antara dua negara. 3. Najmu Laila. 2012. Skripsi. Pengakuan Terhadap Hak Penangkapan Ikan Tradisional (Traditional Fishing Rights) Menurut Hukum Laut Internasional. Penelitian ini memiliki fokus penelitian pada praktek negara dalam memberikan pengakuan hak perikanan tradisional dalam perspektif UNCLOS 1982, khususnya nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perbatasan antara dua negara. Persamaan dengan penelitian Penulis adalah kesamaan kajian terhadap praktek suatu negara dan negara Indonesia dalam memberikan pengakuan hak perikanan tradisional. Adapun perbedaan dengan penelitian Penulis adalah Penulis tidak berfokus pada pelrindungan nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perbatasan antara dua negara, namun pada nelayan tradisional Indonesia yang menangkap ikan di perairan Indonesia. Selain itu Penulis juga akan membandingkan kesesuaian antara hukum

10 nasional Indonesia dengan UNCLOS 1982 serta instrumen hukum internasional lainnya. Berdasarkan uraian mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Penulis dengan beberapa penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki kekhususan sekaligus memenuhi keaslian (otentitas) penelitian. E. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum khususnya mengenai Hukum Laut Internasional yang terkait dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak perikanan tradisional dan nelayan tradisional Indonesia. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi postitif kepada berbagai stakeholder terkait penelitian Penulis, yakni Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan mekanisme mengenai penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak perikanan tradisional oleh nelayan tradisional dalam upaya terselenggaranya pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan, demi terciptanya

11 kedaulatan pangan nasional sebagai bagian dari proses pembangunan nasional. Nelayan tradisional, sebagai entitas yang telah memberikan kontribusi besar bagi penyediaan lapangan kerja, pendapatan negara dan ketahanan pangan, dalam mewujudkan kepastian dan perlindungan hukum serta memperbaiki tingkat kesejahteraan sebagai upaya pemenuhan hak-hak asasi ekonomi, sosial, dan budaya. Masyarakat pada umumnya untuk berperan serta dalam pembentukan peraturan serta pengawasan pelaksanaan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dengan tetap menjamin hak masyarakat yang berkepentingan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.