PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: Kebijakan Fiskal dan APBN Suzan Bernadetha Stephani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id
kebijakan fiskal adalah kebijakan yang mengatur penerimaan dan pengeluaran negara Penerimaan negara di Indonesia terdiri dari pajak, penerimaan di luar pajak, dan penerimaan lainnya yang bersifat hibah pengeluaran pemerintah pada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Perkembangan kebijakan fiskal Indonesia telah mengalami beberapa dinamika Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen pemerintah untuk melaksanakan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi ekonomi Pada masa krisis peran pemerintah dapat dikatakan sebagai motor penggerak perekonomian, mengingat sektor swasta belum dapat diandalkan untuk menggerakkan perekonomian secara optimal
Sejak Repelita I hingga Repelita IV, APBN Indonesia selalu didasarkan pada prinsip anggaran berimbang dinamis Anggaran berimbang dimaksudkan untuk untuk menyesuaikan besarnya anggaran pada tahun tertentu harus disesuaikan dengan pendapatan pada tahun tersebut. anggaran yang dinamis dimaksudkan jika penerimaan negara lebih rendah dari yang direncanakan, pemerintah mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan pengeluaran sehingga dapat terjaga keseimbangannya
Tahun 2000 merupakan era baru bagi perkembangan fiskal Indonesia 1. jangka waktu berlakunya APBN. Pada tahun sebelumnya, jangka waktu APBN adalah 1 April hingga 31 Maret pada tahun berikutnya. mulai tahun 2000, 1 April 2000 sampai dengan 31 Desember 2000. 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember pada tahun yang sama 2. cara penyajian APBN yang mengikuti standar internasional, yaitu dengan menggunakan konsep Government Finance Statistics (GFS) 3. APBN disusun berdasarkan amanat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 serta diliputi semangat otonomi daerah.
Otonomi daerah membawa pengaruh yang besar pada arah kebijakan fiskal Indonesia Pada tahun sebelumnya belanja negara terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan (yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek). Setelah adanya otonomi daerah, belanja pemerintah terdiri dari belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah Belanja pemerintah daerah terdiri dari : Pengeluaran rutin, dan Pengeluaran pembangunan, yang terdiri dari : Pembiayaan pembangunan Pembiayaan proyek Belanja untuk daerah terdiri dari : Dana perimbangan, dan Dana otonomi khusus dan penyeimbang
Pada tahun 2003, di Indonesia berlaku Undang-undang Nomor 17 mengenai Keuangan Negara. Undang-undang ini menjadi dasar penyusunan APBN tahun 2005 dan tahun-tahun selanjutnya. Undang-undang ini menetapkan beberapa ketentuan dalam penyusunan APBN. Beberapa ketentuan tersebut antara lain Meniadakan pengelompokan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Penyesuaian penyusunan APBN pada masa peralihan kekuasaan pada tahun 2004 yang telah lalu. Ada beberapa kekhususan APBN tahun 2005. Kekhususan tersebut bertujuan untuk dapat tetap menjamin kesinambungan fiskal dan memberikan ruang bagi pemerintah dan DPR hasil Pemilu 2004 untuk melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan prioritas kebijakan fiskal
Ilusi Fiskal : Kesalahan persepsi masyarakat baik mengenai aspek pembiayaan maupun pengalokasian anggaran. Ironisnya, keputusan mengenai aspek pembiayaan dan pengalokasian anggaran tersebut dihasilkan justru dari kesalahan persepsi semacam ini. Pendapatan Asli Daerah : Penerimaan pemerintah daerah yang diperoleh dari berbagai sumber yang berasal dari daerah sendiri. Sumber-sumber penerimaan dan kewenangan dalam pemungutannya ditetapkan menurut peraturan dan perundangan yang berlaku. Pos-pos yang tercakup dalam PAD adalah pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan pospos PAD yang sah. Belanja Modal :Istilah Belanja Modal ini ini dikenal dengan Pengeluaran Pembangunan pada masa sebelum desentralisasi fiskal. Belanja ini secara umum dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kepada publik. Belanja Modal ini mencakup belanja untuk proyekproyek pembangunan sarana dan prasarana di daerah.
Belanja Operasional : Istilah Belanja Operasional ini dikenal dengan Pengeluaran Rutin pada masa sebelum desentralisasi fiskal. Belanja ini secara umum dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan. belanja Operasional ini mencakup belanja gaji, pengadaan barang, pemeliharaan barang, perjalanan dinas, bantuan, dan belanja tak tersangka. Dana Dekonsentrasi : Dana Dekonsentrasi merupakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Dana ini disalurkan melalui departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bersangkutan. Oleh karena itu, pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaannya dilakukan oleh Gubernur kepada Departemen atau LPND yang bersangkutan dan dilaporkan secara terpisah dari anggaran desentralisasi (APBD). Penyelenggaraan dekonsentrasi dibiayai atas beban pengeluaran pembangunan APBN.
Dana Alokasi Umum: Bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa setelah desentralisasi fiskal guna pemerataan pelayanan publik di antara pemerintah daerah. DAU dialokasikan atas dasar formula tertentu yang mengacu pada potensi ekonomi dan kebutuhan belanja masing-masing daerah. Dana Alokasi Khusus : Bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa setelah desentralisasi fiskal guna membiayai kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak dan untuk membiayai prioritas pembangunan pemerintah pusat di tingkat regional. Dana ini terdiri, antara lain, bantuan di bidang kehutanan, pendidikan, kesehatan, jalan desa, dan irigasi.
Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak : Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) merupakan penerimaan pajak dan bukan pajak pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah. Dana BHPBP ini didistribusikan baik kepada daerah penghasil, daerah sekitarnya, dan provinsi penghasil. Dana bagi hasil ini mencakup penerimaan PBB, BPHTB, pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri, minyak, gas, pertambangan, hutan, dan perikanan.
Subsidi Daerah Otonom : Subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa sebelum desentralisasi fiskal untuk mendukung belanja rutin pemerintah daerah guna membantu menciptakan perimbangan keuangan antartingkat pemerintahan. Sebagian besar dana SDO digunakan untuk membiayai gaji pegawai di daerah. Inpres : Bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa sebelum desentralisasi fiskal untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Dasar pemberianbantuan ini adalah adanya penyerahan sebagian urusan kepada daerah dan terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai urusan-urusan tersebut. Bantuan ini terdiri dari berbagai macam yang mencakup pengadaan jalan, SD, pasar, kesehatan, penghijauan, dan Desa Tertinggal.
HUBUNGAN APBN DAN KEBIJAKSAAN FISKAL Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu : Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN dan Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk pelaksanaannya. Dalam praktek macam pos pos yang tercantum di sisi ini sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dalam programnya
Untuk tujuan pembahasan disini cukup bagi kita untuk menganggap bahwa sisi ini terdiri dari 3 (tiga) pos utama, yaitu : Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang atau jasa. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payments yang meliputi, pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat.
Sumber Defisit - Bisa dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah - Problems Measuring the Deficit 1. Inflation 2. Capital assets perubahan utang dikurangi perubahan aset masalah capital budgeting 3. Uncounted liabilities pensium, social insurance 4. The business cycle ketidakpastian perekonomian
Referensi Santosa, Iwan.(2013). Perekonomian Indonesia: Masalah, Potensi, dan Alternatif Solusi. Graha Ilmu. Tambunan, Tulus.(2012). Perekonomian Indonesia: Kajian Teoritis dan analisis empiris. Ghalia Indonesia. Basri, Faisal.(2010). Perekonomian Indonesia. Erlangga. Indonesia. www.bps.co.id
Terima Kasih Suzan Bernadetha Stephani, SE., MM.