BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zeta_Indonesia btarichandra Mimin Mintarsih, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian, teknik serta instrumen

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kekuasaan. Bahasa-bahasa para politisi tersebut yang. pesan yang disampaikan dapat sampai pada sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

KESANTUNAN BERBAHASA MINANGKABAU DALAM TINDAK TUTUR MENYURUH DI KENAGARIAN TAMBANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 31

BAB I PENDAHULUAN. perasaannya melalui tindak bahasa (baik verbal maupun non verbal).

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

2015 REALISASI PRINSIP RELEVANSI PADA ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rizki Hidayatullah Nur Hikmat, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARA CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH JAWA BARAT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL SYAIR MUNAJAT CINTA KARYA NOVIA SYAHIDAH ARTIKEL ILMIAH YULIANA PUTRI NPM

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

PERGESERAN TINDAK KESANTUAN DIREKTIF MEMOHON DI KALANGAN ANAK SD BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

TINDAK TUTUR DAN STRATEGI KESANTUNAN DALAM KOMENTAR D ACADEMY ASIA

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DAN STRATEGI KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG BERITA BEDAH EDITORIAL MEDIA INDONESIA DI METRO TV

1. PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. hasil perkembangan ilmu dan teknologi tersebut. Iklan terdiri dari dua

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN. dan sifat masalahnya, maka penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Debat adalah perbincangan antara beberapa orang yang. membahas suatu masalah dan masing-masing mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI TK NUSA INDAH BANUARAN PADANG

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB V PEMANFAATAN HASIL ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB SEBAGAI BAHAN AJAR

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. umum dari komunikasi adalah percakapan. Percakapan menurut Levinson

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia sebagai alat komunikasi, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi bisa terjadi apabila ada korelasi yang baik antara penutur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat untuk menunjang

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat kaitannya dengan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. interaksi jual-beli. Hal ini dapat ditemukan dalam setiap transaksi jual-beli di

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wujud pragmatik imperatif dipilih sebagai topik kajian penelitian ini karena di dalam kajian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, Bahasa adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu.

PENERAPAN PRINSIP KERJASAMA DALAM DIALOG ILC (INDONESIA LAWYERS CLUB), TINJAUAN PRAGMATIK

PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA UNTUK MEMBENTUK PEMIKIRAN KRITIS IDEOLOGIS PEMUDA INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN PRAGMATIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi antar

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial pasti melakukan proses komunikasi dalam kehidupan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejatinya, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi antarsesama. Akan tetapi, tidak jarang bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk menghindari diri dari situasi yang mengancam. Misalnya, ketika dalam perdebatan, diskusi, dan lain-lain. Bahasa dapat menjadi pelindung untuk melindungi citra atau wajah penggunanya. Di sisi lain, anggapan bahwa lidah lebih tajam dari pisau nampaknya bukan hanya omong kosong. Faktanya, tidak sedikit ditemukan tindak kejahatan yang bermula dari masalah adu pendapat. Selain itu, bahasa tidak jarang digunakan sebagai tameng seseorang dalam menyembunyikan suatu hal yang menjadi privasi, terutama privasi negatif seseorang. Hal ini membuktikan bahwa bahasa ternyata selain berguna sebagai alat komunikasi, juga berguna sebagai alat untuk menutupi wajah atau kutub negatif seseorang. Ketika berkomunikasi, manusia dituntut untuk menggunakan bahasa yang santun. Meskipun, kita mengenal ragam bahasa nonformal yang tidak menuntut manusia harus santun dalam berbahasa. Akan tetapi, kesantunan berbahasa mutlak diperlukan dalam upaya menjalin hubungan harmonis ketika berkomunikasi. Pada dasarnya, kesantunan mengacu pada unsur-unsur bahasa (kalimatkalimat, kata-kata atau tuturan). Kesantunan berbahasa dapat dikaji menggunakan kajian pragmatik. Pragmatik yaitu ilmu yang mengkaji pengunaan bahasa sebagai tindak ujar atau tindak tutur (Chaer, 2007:23). Dalam pragmatik terdapat teori yang menjelaskan mengenai kesantunan berbahasa. Teori kesantunan menurut Brown dan Levinson (Chaer, 2007:51) mengemukakan strategi bertutur berkisar pada konsep wajah (face), yang melambangkan citra diri orang yang rasional. Wajah dalam pengertian kiasan ini terdiri atas dua segi yaitu wajah positif dan wajah negatif. Wajah positif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional, yang berkeinginan agar yang

2 dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau apa yang dimilikinya itu diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, dan patut dihargai. Kesantunan untuk menjaga wajah positif disebut kesantunan positif sedangkan wajah negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Agustina (2008) mengatakan wajah mengacu kepada citra diri atau harga diri. Wajah atau harga diri dapat jatuh karena tindakan sendiri atau tindakan orang lain. Oleh karena itu, wajah atau harga diri perlu dijaga agar tidak jatuh. Yang perlu menjaga wajah adalah diri sendiri dan orang lain. Salah satu yang dapat menjaga wajah adalah tindak tutur. Tindak tutur berpotensi menjatuhkan wajah, maka tindak tutur perlu dilengkapi dengan piranti pelindung wajah atau citra diri yaitu kesantunan berbahasa. Brown dan Levinson (1978) menjelaskan lima strategi kesantunan berbahasa, yaitu (1) strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif, (3) strategi bertutur dengan basabasi kesantunan negatif, (4) strategi bertutur samar-samar, dan (5) strategi bertutur dalam hati. Brown dan Levinson (1978) mengemukakan strategi bertutur dengan basa basi kesantunan positif (disingkat BBKP) terdiri atas 10 substrategi yaitu, (1) tuturan menggunakan penanda identitas sebagai anggota kelompok yang sama, (2) tuturan memberikan alasan, (3) tuturan melibatkan Pn dan Mt dalam satu kegiatan, (4) tuturan mencari kesepakatan, (5) tuturan melipatgandakan simpati kepada Mt (6) tuturan berjanji, (7) tuturan memberikan penghargaan kepada Mt, (8) tuturan bersikap optimis, (9) tuturan bergurau, (10) tuturan menyatakan saling membantu. Brown dan Levinson (1978) mengemukakan strategi strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif (disingkat BBKN) direalisasikan dalam bentuk substrategi berikut: (1) tuturan berpagar, (2) tuturan tidak langsung, (3) tuturan meminta maaf, (4) tuturan meminimalkan beban, (5) tuturan permintaan dalam bentuk pertanyaan, (6) tuturan impersonal, (7) tuturan yang menyatakan

3 kepesimisan, (8) tuturan yang mengungkapkan pernyataan sebagai aturan umum, dan (9) tuturan yang menyatakan rasa hormat. Brown dan Levinson (1978) mengemukakan strategi bertutur samar-samar (disingkat BSS) terdiri atas 15 substrategi yaitu, (1) menggunakan isyarat, (2) menggunakan petunjuk-petunjuk asosiasi, (3) mempraanggapan, (4) menyatakan kurang dari kenyataan yang sebenarnya, (5) menyatakan lebih dari kenyataan yang sebenarnya, (6) menggunakan tautologi, (7) menggunakan kontradiksi, (8) menjadikan ironi, (9) menggunakan metafora, (10) menggunakan pertanyaan retoris, (11) menjadikan pesan ambigu, (12) menjadikan pesan kabur, (13) menggeneralisasikan secara berlebihan, (14) mengalihkan petutur, dan (15) menjadikan tuturan tidak lengkap atau elipsis. Kata-kata, kalimat-kalimat saja tidak cukup untuk melancarkan komunikasi. Oleh sebab itu, perlu adanya latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur untuk dapat memahami tuturan seperti konteks tindak tutur dan konteks budaya. Dalam ilmu bahasa, sebuah kalimat dapat dianalisis berdasarkan konteks artinya kalimat baru dapat dikatakan benar apabila kita mengetahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya, dan bagaimana situasinya. Penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik apabila dapat memahami dasar sebuah tuturan yakni konteks. Konteks adalah faktor yang mempengaruhi kelancaran komunikasi. Selain itu, konteks diartikan sebagai pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dalam menafsirkan makna tuturan. Leech (Wijana, 1996:10-11) mengemukakan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan dalam rangka mengkaji ilmu pragmatik. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (a) penutur dan mitra tutur, (b) konteks tuturan, (c) tujuan tuturan, (d) tuturan sebagai tindakan atau kegiatan, (e) tuturan sebagai produk tindak verbal. Leech (1993:194-200) mengatakan ada lima skala pengukur kesantunan berbahasa, yaitu; (1) Cost-Benefit Scale (skala kerugian keuntungan), menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah tuturan. Apabila semakin tuturan tersebut merugikan diri

4 penutur, maka semakin santunlah tuturan itu dan sebaliknya. (2) Operaning Scale (skala pilihan), menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur. Semakin tuturan itu memungkinkan penutur dan mitra tutur menentukan pilihan yang banyak maka semakin santunlah tuturan itu dan sebaliknya. (3) Indirectness Scale (skala ketaklangsungan), menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Apabila semakin tuturan itu bersifat langsung maka semakin tidak santunlah tuturan itu dan sebaliknya. (4) Authory Scale (skala keotoritasan), menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur. Apabila semakin jauh jarak peringkat sosial, tuturan yang digunakan cenderung semakin santun dan sebaliknya. (5) Sosial Distance Scale (skala jarak sosial), menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur. Apabila semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya maka semakin kurang santunlah tuturan itu dan sebaliknya. Dalam acara debat pendapat, tidak jarang kita jumpai sengitnya adu argumen untuk mempertahankan pendapat, agar pendapat yang diutarakan dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Tidak jarang juga, pendapat yang diutarakan malah bertujuan untuk menjatuhkan lawan bicara dan lawan bicara pun pastinya tidak tinggal diam ketika dirinya terancam oleh pendapat orang lain. Penggunaan bahasa yang baik mutlak diperlukan untuk melindungi citra, agar orang lain tidak mudah memandang sisi negatif dalam diri kita. Misalnya saja, dalam acara Indonesia Lawyers Club yang disiarkan oleh Tv One. Dalam acara tersebut, dapat tergambar strategi seseorang untuk mempertahankan pendapatnya, terlebih melindungi wajah atau citra sehingga kutub wajah negatif tidak akan terlihat oleh orang lain. Pada titik inilah peran penting bahasa dalam upaya mempertahankan kutub wajah positif seseorang. Dengan bahasa yang santun, seseorang dapat mempertahankan argumennya, bahkan menutupi kutub wajah negatifnya. Penelitian mengenai kesantunan berbahasa memang menarik untuk diteliti. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Prastiwi (2013), yaitu meneliti tentang strategi tuturan dalam interaksi antarpenutur dalam situs jejaring sosial twitter.com. Dalam penelitian tersebut, Prastiwi meneliti strategi kesantunan yang

5 digunakan pengguna akun Twitter dalam berinteraksi dengan pengguna lain dan meneliti alasan pengguna akun Twitter menggunakan strategi kesantunan tertentu ketika berinteraksi dengan pengguna lain. Dalam penelitiannya, Prastiwi menggunakan teori kesantunan berbahasa yang digagas oleh Brown dan Levinson. Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti kesantunan berbahasa dalam acara Indonesia Lawyers Club, terlebih menggunakan pendekatan teori Pragmatik. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengeksplorasi tingkat kesantunan berbahasa para politisi, pengacara juga para peserta lainnya yang turut hadir dalam acara tersebut serta mengungkap fenomena pelanggaran prinsip kesantunan dalam upaya memertahankan kutub wajah dari tuturan yang diduga mengancam wajah. 1.2 Masalah Dalam bagian ini akan diuraikan masalah yang menjadi fokus penelitian. Adapun uraiannya meliputi: (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah. 1.2.1 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah pada penelitian ini meliputi: (1) banyak tindak tutur yang tidak santun, (2) pelanggaran beberapa prinsip kesantunan pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club, (3) terdapat beberapa materi diskusi yang tidak sesuai dengan tema, dan (4) ditemukan tuturan yang termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah atau face threatening act dari acara Indonesia Lawyers Club di TV One. Identifikasi tersebut, menurut pandangan pragmatik dapat diteliti melalui teori kesantunan berbahasa yang digagas oleh Brown dan Levinson. 1.2.2 Batasan Masalah Dalam menentukan langkah awal dari penelitian ini, permasalahan terkait kebahasaan yang diangkat adalah kesantunan berbahasa. Oleh karena itu, peneliti akan membatasi masalah pada penelitian ini meliputi: (1) tuturan yang diperoleh dari acara Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan di Tv One hari selasa

6 tanggal 13 Maret 2012, (2) pelanggaran terhadap prinsip kesantunan pada data tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club, dan (2) mengemukakan tuturan yang termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah atau face threatening act dari acara Indonesia Lawyers Club di Tv One tersebut. Kemudian, teori yang akan digunakan dalam meneliti fenomena tersebut adalah kajian pragmatik melalui teori kesantunan berbahasa yang digagas oleh Brown dan Levinson. 1.2.3 Rumusan Masalah Berikut rumusan masalah dalam penelitian ini. (1) Apakah tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One melanggar prinsip kesantunan? (2) Bagaimana realisasi tindakan mengancam wajah pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One? 1.3 Tujuan Penelitian Berikut hal-hal yang ingin diketahui sebagai tujuan dari penelitian ini. (1) Tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One yang melanggar prinsip kesantunan. (2) Tindakan mengancam wajah pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat praktis yaitu sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoretis Berikut manfaat secara toeretis dari penelitian ini. (1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dalam hal penggunaan bahasa, terlebih memberi pengetahuan mengenai teoriteori pragmatik, serta cara pengaplikasian teori-teori tersebut terhadap permasalahan kebahasaan di lapangan.

7 (2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap prinsip kesantunan berbahasa dari teori yang terdapat dalam disiplin ilmu pragmatik. 1.4.2 Manfaat Praktis Berikut manfaat secara praktis dari penelitian ini. (1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai kondisi kesantunan berbahasa para politisi, pengacara dan pejabat lainnya di Indonesia. (2) Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rujukan dalam proses penyusunan bahan ajar atau karya tulis ilmiah serta dapat memberikan tuntunan bagi masyarakat dalam upaya mengeksplorasi kesantunan berbahasa seseorang. 1.5 Asumsi Penelitian Setiap tuturan selalu berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini, prinsip kesantunan berbahasa yang dimiliki oleh para politisi, pengacara dan peserta lainnya dalam acara ILC tersebut untuk menjaga kutub wajah negatif dan positifnya dari tindakan mengancam wajah. 1.6 Sistematika Penulisan Pada bagian ini dipaparkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut: Bab 1 berisi latar belakang penelitian, masalah (identifiksai masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah), tujuan, manfaat penelitian (praktis dan teoretis), serta sistematika penulisan. Bab 2 berisi tinjauan teoretis, seperti teori Pragmatik. Pada bab 2 juga mengulas ihwal data dan ulasan penelitian terdahulu. Bab 3 berisi metodologi penelitian yang mengulas data dan sumber data, metode pengumpulan, metode analisis, alur penelitian, definisi operasional, serta instrumen penelitian. Bab 4 berisi deskripsi data dan hasil analisis data. Bab 5 berisi simpulan, saran dan penutup. Di akhir penulisan, terdapat daftar pustaka, lampiran, serta biografi penulis.