BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing manusia. (Depkes RI, 2010). Menurut H.L.Blum (1974) derajat perilaku kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis, dan keturunan. Diantara keempat faktor tesebut lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan, baik masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat di bidang ekonomi maupun teknologi ( Depkes. RI, 2004). Lingkungan yang diharapkan mampu mewujudkan keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dan memelihara nilai-nilai bangsa. Kondisi lingkungan yang tidak optimal akan mengakibatkan kerugian pada manusia. Keadaan lingkungan yang tidak saniter
contohnya akan mengakibatkan seperti peningkatan vektor dan binatang pengganggu ( tikus, kecoa, lalat, dan sebagainya), sebagai akibat dari pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik yang merugikan manusia. Rumah sakit merupakan salah satu unit yang memproduksi sampah dari hasil kegiatan yang dilaksanakan di rumah sakit. Semakin kompleks kegiatan pada setiap ruangan/unit di rumah sakit maka akan semakin besar pula masalah sampah yang harus ditanggulangi. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kotakota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit. Namun akibatnya kualitas limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Sampah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam sampah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999). Sampah yang dihasilkan rumah sakit dikategorikan sebagai bahan yang sering dianggap biasa, oleh karena itu sering kurang mendapat perhatian sepatutnya. Namun jika diperhatikan dengan baik, justru sampah ini dapat menjadi kontribusi sumber penyebaran kuman yang besar di rumah sakit (Depkes RI, 2002). Limbah rumah sakit khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan non medis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Sekitar 10 sampai 15 persen dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain merkuri (Hg) yang memerlukan pengelolaan khusus. (Jusuf, 2002) Pengumpulan dan pengolahan sampah rumah sakit yang saniter merupakan perhatian penting bagi setiap rumah sakit. Namun mayoritas rumah sakit yang beroperasi di beberapa kota belum atau tidak memiliki fasilitas pengolahan sampah rumah sakit tersebut. Berdasarkan hasil kajian dari WHO yang dilakukan terhadap 100 buah rumah sakit di Jawa dan Bali pada tahun 2002 menunjukkkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg/tempat tidur/hari. Produksi sampah berupa limbah domestik sebesar 76,8% dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2%. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat rumah sakit) sebesar 376,089 ton/hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan. Selain itu akibat kegiatan rumah sakit dapat menganggu masyarakat disekitarnya, serta pekerja lainnya di luar rumah sakit seperti para petugas kebersihan (dinas kebersihan dan pemulung) sehingga perlu dilakukan pengelolaan terhadap sampah rumah sakit. (Jusuf, 2002). Faktor kesehatan lingkungan diperkirakan juga memiliki andil yang signifikan dalam timbulnya kejadian infeksi silang (nosokomial). Personil atau petugas yang menangani sampah ada kemungkinan tertular penyakit melalui sampah rumah sakit karena kurangnya higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan diperoleh informasi bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang memilih untuk bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kota Sidikalang dalam hal pengangkutan sampah. Sampah tersebut pada umumnya ditampung dalam tong sampah yang terdapat di setiap unit fungsional rumah sakit kemudian dikumpulkan dan disatukan oleh petugas pengelola sampah dan dibuang ke tempat sampah sementara (TPS) untuk selanjutnya diangkut dan dibuang ke TPA. Selain itu, belum adanya pemisahan antara sampah medis dan non medis akibatnya para petugas pengelola sampah sering mengalami infeksi. Berdasarkan pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia tahun 2002 sistem penanganan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang sekarang ini masih belum memenuhi seperti yang diharapkan. Pengangkutan yang tidak rutin dilakukan setiap hari sehingga sering terjadi peningkatan volume sampah sehingga terjadi penimbunan sampah yang banyak. Pihak pengelola rumah sakit terkadang memutuskan untuk membakar sampah untuk mengurangi volume sampah yang tertimbun. Namun hal ini tentunya sangat berdampak terhadap masyarakat di lingkungan rumah sakit. Seharusnya sampah sebelum dibuang atau diangkut untuk dikelola selanjutnya, tidak boleh ada penimbunan sampah. Melihat permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana penanganan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang dan mencoba mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang.
1.2 Perumusan Masalah Belum adanya pemisahan sampah medis dan non medis dan proses pengangkutan sampah yang belum dilakukan dengan rutin mengakibatkan terjadinya penimbunan sampah menunjukkan bahwa pengelolaan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang belum sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004. Untuk itu penulis mencoba melihat lebih dalam lagi bagaimana pelaksanaan pengelolaan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran sistem pengelolaan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik sampah yang meliputi : sumber, jenis, dan volume produksi sampah di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. 2. Untuk mengetahui sistem pengelolaan sampah yang meliputi : metode penampungan, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. 3. Untuk mengetahui kondisi faktor-faktor penunjang dalam pengelolaan sampah yang meliputi : ketenagaan, fasilitas/ peralatan, pembiayaaan, dan
peraturan/kebijakan pengelolaan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. 4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. 1.1. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang untuk menentukan kebijaksanaan dalam perencanaan program kesehatan lingkungan dan rencana sistem pengelolaan sampah rumah sakit. 2. Sebagai pedoman bagi petugas pengelola sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang dalam melaksanakan tugasnya. 3. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya di bidang ilmu kesehatan lingkungan.