BAB II LANDASAN TEORI. kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Customer loyalty atau kesetiaan pelanggan merupakan faktor yang harus

Pada masa lalu, perhatian utama dari suatu penyedia jasa adalah cara untuk. menjual jasa yang ditawarkan, serta cara untuk mendapatkan pelanggan baru.

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan hidup, dan harus dapat terus berkembang. Salah satu yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MANAJEMEN PEMASARAN NILAI PELANGGAN, KEPUASAN PELANGGAN LOYALITAS PELANGGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memposisikan produknya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. variabel yang mempengaruhi kepercayaan terhadap produk.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB I PENDAHULUAN. sulit untuk mengetahui, meniru dan menyusun cara-cara untuk mematahkan. terhadap produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam beberapa penelitian, customer retention dianggap sebagai customer

10 c. Persepsi sikap terhadap penggunaan (attitude) d. Persepsi minat perilaku (behavioral intention to use) Persepsi pengguna terhadap manfaat teknol

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGAKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan yang terus berkembang dan cepat berubah, perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. kesan positif ataukah sebaliknya. Interaksi ini disebut sebagai a moment of truth,

PERILAKU KONSUMEN DAN KEPUASAN PELANGGAN PERTEMUAN 9 MANAJEMEN PEMASARAN MUHAMMAD WADUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kualitas. Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah Dengan Kepuasan Nasabah Sebagai

BAB II KERANGKA TEORI. kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan adalah

HUBUNGAN ANTARA CITRA MEREK HANDPHONE DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam pengembangan strategi. (Tjiptono, 2002:5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. waktu belakang ini, menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Produk

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis dalam industri jasa semakin meningkat di Indonesia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi kepada pelanggan yang lain (recommend). Memiliki pelanggan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemulihan ekonomi Indonesia. Seiring dengan perkembangan bisnis toko ritel,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang baik. Salah satu jenis sepatu olah raga yang banyak diminati

BAB I PENDAHULUAN. Yasin (2014) menyatakan perilaku konsumen merupakan sesuatu yang unik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Willliams & Buswell (dalam Sukwadi & Yang 2014), dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan industri manufaktur maupun jasa menunjukkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang

Bab Enam Pendekatan Baru Membangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bab sebelumnya, telah dijabarkan tentang latar belakang dari

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif dewasa ini menuntut

BAB II KERANGKA TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari

BAB I PENDAHULUAN. dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Menurut Azwar (1996)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. judul Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada CV.

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas terus bergulir dan sulit untuk dihindari. Terlebih di era

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan meningkatkan kepuasan konsumen terhadap jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan umbi-umbian. Hasil kerajinan ditukar dengan hewan. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sedang pesat. Hal ini dilihat dari jumlah pengguna kartu kredit yang terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. waktu ke waktu. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar industri sejenis maupun tidak sejenis semakin ketat sehingga untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kotler dan Keller (2011:9) pemasaran adalah suatu proses sosial yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan pelanggan yang menguntungkan. Dua sasaran pemasaran adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B I P E N D A H U L U A N 1 BAB I PENDAHULUAN. pelanggan maka pelanggan akan lebih puas (Tingkir, 2004). Kepuasan merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merebut konsumen dari tangan pesaing dengan memberikan value yang lebih. seberapa banyaknya kepuasan konsumen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Loyalitas pelanggan menunjukan pada kesetiaan pelanggan pada

A. Penelitian Terdahulu

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku positif, seperti terjadinya kelekatan emosional terhadap produk dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Customer Loyalty Secara harfiah loyal berarti setia dan loyalitas diartikan sebagai suatu kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang suatu barang atau jasa tertentu. Kesetiaan ini sesuatu yang timbul tanpa adanya paksaan tapi timbul dari kesadaran sendiri. Dahulu usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasan pelanggan lebih cenderung kepada mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih menekankan pada perilaku dibanding sikap. Dalam kenyataan di pasar banyak pelanggan yang sudah merasa puas terhadap produk yang ditawarkan tetapi dapat saja beralih ke produk lain pada kondisi-kondisi tertentu, itulah yang diartikan puas tetapi tidak loyal (Manzie, 2004). Selanjutnya Gramer dan Brown (2006) memberikan definisi mengenai loyalitas (loyalitas jasa), yaitu derajat sejauh mana seorang konsumen menunjukkan perilaku pembelian berulang dari suatu penyedia jasa, memiliki suatu desposisi atau kecenderungan sikap positif terhadap penyedia jasa, dan hanya mempertimbangkan untuk menggunakan penyedia jasa ini pada saat muncul kebutuhan untuk memakai jasa ini. Berdasarkan definisi yang disampaikan Gramer dan Brown, konsumen yang loyal tidak hanya seorang pembeli yang melakukan pembelian berulang, tetapi juga mempertahankan sikap positif terhadap penyedia jasa.

2 Begitu juga menurut Lovelock dan Wright (2005:133) yang menyebutkan bahwa loyalitas merupakan istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk melakukan kesetiaan dan pengabdian antusias kepada negara, cita-cita atau individu, sedangkan loyalitas pelanggan adalah keputusan pelanggan untuk secara sukarela terus berlangganan dengan perusahaan tertentu dalam jangka waktu yang lama. Kesetiaan dan kepuasan adalah hal yang sangat berbeda, Kesetiaan adalah sebuah aktifitas yang spesifik dari pelanggan kita yang terus membeli produk kita secara berkelanjutan. Dalam kenyataan di pasar banyak pelanggan yang sudah merasa puas terhadap produk yang ditawarkan tetapi dapat saja beralih ke produk lain pada kondisi-kondisi tertentu, itulah yang diartikan puas tetapi tidak loyal (Manzie, 2004). Selanjutnya menurut Nugroho et al., (2011), loyalitas konsumen didefinisikan sebagai suatu ukuran kesetiaan dari pelanggan dalam menggunakan suatu merek produk atau merek jasa pada kurun waktu tertentu pada situasi dimana banyak pilihan produk ataupun jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya dan pelanggan memiliki kemampuan mendapatkannya. Berdasarkan beberapa definisi loyalitas konsumen diatas dapat dijelaskan menjadi kesetiaan konsumen yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap produk atau jasa sepanjang waktu dan ada sikap yang baik untuk merekomendasikan orang lain untuk membeli produk. Indikasi loyalitas yang sesungguhnya diperlukan suatu pengukuran terhadap sikap yang dikombinasikan dengan pengukuran terhadap perilaku. Begitu pentingnya kesetiaan pelanggan sehingga sudah banyak peneliti yang mengangkat tema ini,

3 sebagai contoh dalam penelitian menurut (Andreasen, 2002) yang menyebutkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan perilaku yang terkait dengan sebuah produk atau layanan, termasuk kemungkinan memperbaharui kontrak merek di masa yang akan datang, kemungkinan pelanggan merubah dukungannya terhadap merek, dan kemungkinan pelanggan untuk meningkatkan citra positif suatu produk atau layanan tersebut. Jika produk atau layanan tersebut tidak mampu memuaskan pelanggan, pelanggan akan bereaksi dengan cara exit (pelanggan menyatakan berhenti membeli merek atau produk) dan voice (pelanggan menyatakan ketidakpuasan langsung pada perusahaan). Loyalitas diartikan atas suatu produk atau layanan yang antara lain meliputi kemungkinan pembelian lebih lanjut atau perubahan perjanjian layanan, atau sebaliknya seberapa besar kemungkinan pelanggan akan beralih kepada merek lain atau penyedia layanan lain. Babalola (2011) menyatakan bahwa kunci dari tercapainya loyalitas pelanggan adalah service dari penyedia layanan, kemudian muncul hubungan antara kepuasan pelanggan dan keinginan untuk pembelian kembali. Futrell (2002) juga menyatakan hal yang sama yaitu adanya hubungan antara kepuasan pelanggan untuk membangun loyalitas pelanggan. Loyalitas terhadap suatu perusahaan merupakan sesuatu hal yang menguntungkan bagi perusahaan yang bersangkutan, karena loyalitas itu sendiri dibangun atas dasar pengalaman menyenangkan yang pelanggan alami (Raharjani, 2005). Selanjutnya, Griffin (2003) menjabarkan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal, antara lain:

4 1) Mengurangi biaya pemasaran karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal ketimbang mempertahankan pelanggan lama. 2) Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negosiasi kontrak. 3) Mengurangi biaya turn over pelanggan karena pergantian pelanggan yang lebih sedikit. 4) Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar persusahaan. 5) Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. Tanpa tujuan yang jelas, setiap misi untuk mengembangkan jumlah konsumen tidak akan banyak bermanfaat bagi perusahaan (Bowie dan Buttle, 2004). Perusahaan harus memiliki target untuk menjaga loyalitas konsumen yang sudah ada sekaligus menjaring pelanggan baru yang berpotensi mendatangkan profit atau memiliki nilai penting untuk mencapai strategi lainnya. Meskipun demikian tidak semua pelanggan menguntungkan bagi perusahaan, oleh karena itu banyak pelanggan yang tidak perlu dipertahankan seperti halnya pelanggan yang terlalu memboroskan biaya pelayanan, suka menunggak atau menunda pembayaran tagihan, selain itu juga pada penelitian Dwyer dan Tanner (1999) menemukan bahwa customer loyalty memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap profit, loyalitas konsumen yang terjadi akan mengakibatkan adanya peningkatan profit, khususnya retensi yang dihasilkan karena hubungan baik yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan.

5 2.2 Customer Satisfaction Perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan telah semakin besar karena pada dasarnya tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk menciptakan rasa puas pada pelanggan. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka akan mendatangkan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan, karena pelanggan akan melakukan pembelian ulang terhadap produk perusahaan. Seperti yang telah disampaikan Musanto (2004), kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut Tse dan Wilton (1988) dalam Lupiyoadi (2004:349) menjelaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Selanjutnya, Engel et al (1990) dalam Tjiptono, 2004:349 menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Menurut Tjiptono (2008) adanya kepuasan pelanggan akan memberikan beberapa manfaat antara lain: 1) Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan menjadi harmonis. 2) Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang. 3) Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.

6 4) Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. 5) Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan. 6) Laba yang diperoleh menjadi meningkat. Kotler dan Keller (2007) menyatakan bahwa pelanggan yang puas pada umumnya mempunyai ciri sebagai berikut: 1) Lebih lama setia. 2) Membeli lebih banyak, ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan meningkatkan produksi yang ada. 3) Membicarakan hal-hal yang menyenangkan tentang perusahaan dan produk-produknya. 4) Tidak banyak memberi perhatian padaa merek pesaing. 5) Tidak terlalu peka terhadap harga. 6) Menawarkan ide nilai produk atau layanan pada perusahaan. 7) Lebih sedikit biaya untuk melayani pelanggan ini ketimbang pelanggan baru karena transaksinya bersifat rutin. Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual layanan setelah memakainya. Bila pelanggan merasa puas maka akan memberikan dorongan yang besar untuk melakukan pembelian ulang begitu pula sebaliknya, kepuasan merupakan anteseden penting dalam mendorong retensi pelanggan (Gil et al., 2006), karena dapat mempengaruhi pelanggan untuk melanjukan hubungan dengan organisasi (Ndubisi et al., 2005).

7 Westbrook et al., (2010) menjelaskan dalam penelitiannya tentang indikator-indikator yang membentuk kepuasan pelanggan, yaitu tingkat harga yang kompetitif, utilisasi produk, pengalaman yang positif dalam bidang kepuasan konsumen. Salah satu tujuan penting program kepuasan pelanggan adalah untuk meningkatkan customer retention (Fornell, 1992). Umumnya, kepuasan pelanggan yang tinggi dapat mengindikasikan adanya peningkatan retensi bagi pelanggan yang sudah ada. Ini berarti lebih banyak pelanggan akan membeli ulang di masa yang akan datang (Anderson dan Sullivan, 1993; Fornell, 1992) Swastha dan Handoko (2008) menyatakan lima faktor utama yang mempengaruhi loyalitas konsumen, sebagai berikut : 1) Kualitas Produk, kualitas produk yang baik secara langsung akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen, dan bila halntersebut berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan konsumen yang selalu setia membeli atau menggunakan produk tersebut dan disebut loyalitas konsumen. 2) Kualitas Pelayanan, selain kualitas produk ada hal lain yang mempengaruhi loyalitas konsumen yaitu kualitas pelayanan. 3) Emosional, emosional di sini lebih diartikan sebagai keyakinan penjual itu sendiri agar lebih maju dalam usahanya. Keyakinan tersebut nantinya akan mendatangkan ide-ide yang dapat meningkatkan usahanya. 4) Harga, sudah pasti orang menginginkan barang yang bagus dengan harga yang lebih murah atau bersaing. Jadi harga di sini lebih diartikan sebagai akibat,atau dengan kata lain harga yang tinggi adalah akibat dari kualitas

8 produk tersebut yang bagus, atau harga yang tinggi sebagi akibat dari kualitas pelayanan yang bagus. 5) Biaya, orang berpikir bahwa perusahaan yang berani mengeluarkan biaya yang banyak dalam sebuah promosi atau produksi pasti produk yang dihasilkan akan bagus dan berkualitas, sehingga konsumen lebih loyal terhadap produk tersebut. 2.3 Switching Cost Saat ini perusahaan cenderung terjebak di dalam perangkap kepuasan dan kepercayaan sebagai alat ukur utama yang digunakan untuk mengatur retensi pelanggan. Untuk keluar dari perangkap itu, pemasar harus mencurahkan perhatian untuk sepenuhnya mengerti akan beberapa pendorong tercapainya loyalitas pelanggan. Salah satu pendorong terjadinya perilaku pembeli kembali dan menjadi unsur strategis yang dapat mengarahkan perusahaan pada kinerja superior adalah customer switching cost (Farrell dan Klemperer, 2005) Switching cost dapat didefinisikan sebagai biaya yang timbul dari perpindahan dari satu layanan provider ke provider lain (Chada dan Kapoor, 2009). Dinyatakan juga bahwa switching cost adalah one time cost atau biaya yang timbul hanya satu kali. Hal ini berlawanan dengan biaya yang dikeluarkan selama pemakaian produk atau jasa setelah hubungan pembelian berulang terjadi. Pada penelitian Burnham et al., (2003), switching cost juga didefinisikan sebagai beban yang dikeluarkan hanya satu kali sehubungan dengan proses beralih yang dilakukan oleh pelanggan dari satu penyedia ke penyedia yang lain. Sependapat

9 dengan itu, Wijayanti (2008) juga mendefinisikan switching cost sebagai biaya yang akan dihadapi oleh pelanggan ketika berpindah dari supplier satu ke supplier lain. Beerli et al., (2004) menunjukkan bahwa switching cost yang dirasakan pelanggan merupakan anteseden langsung kepada loyalitas pelanggan. Konsumen menghadapi biaya-biaya yang tidak dapat dihindarkan bila berpindah dari satu penyedia layanan kepada perusahaan lainnya atau pesaingnya. Switching cost disebabkan kebutuhan untuk dapat menyesuaikan dengan pengguna lain (contohnya: pengaruh luas jangkauan), menyesuaikan dengan peralatan yang ada, biaya transaksi (shopping costs), biaya belajar (learning costs), biaya mencari (search costs), atau biaya psikologi (psychological costs) dari pergantian merek. Aydin dan Ozer (2005) menyatakan switching cost adalah penjumlahan dari biaya ekonomis, psikologis dan fisik. Menurut Lacey (2007), switching cost menggambarkan persepsi pelanggan terhadap waktu, uang, dan upaya yang diperlukan untuk berpindah merek, perusahaan dan pelayanan provider. Adapun biaya-biaya yang terlibat di dalam proses switching cost menurut Fornel (1992) adalah biaya pencarian provider lain, transaksi, pembelajaran, perubahan kebiasaan, emotional cost, resiko keuangan, sosial dan psikologi. Secara umum biaya peralihan (switching cost) didefinisikan sebagai biaya yang menghalangi konsumen untuk pindah dari produk atau jasa perusahaan saat ini kepada produk atau jasa kompetitor, yaitu ketika sebuah hubungan ditetapkan. Satu pihak akan menjadi lebih bergantung kepada pihak lainnya. Hal ini diartikan biaya untuk berpindah semakin tinggi. Switching cost dapat berupa memiliki

10 kesatuan uang (monetary) atau tidak (non-monetery). Switching cost juga dapat muncul sebagai persepsi akan sesuatu atau pendapat akan sesuatu (Caruana, 2004). Switching cost harus dihubungkan kepada proses perpindahan, akan tetapi switching cost tidak langsung keluar sebagai biaya saat terjadinya proses. Lebih jauh lagi, switching cost tidak hanya dibatasi berdasarkan tujuannya, biaya ekonomi. Ketika konsumen dengan mudahnya mengatakan Hal ini tidak sebanding dengan untuk berpindah kepada penyedia layanan lainnya, konsumen mungkin mempersepsikan rintangan yang harus dihadapi mulai dari biaya pencarian, biaya transaksi, biaya untuk memahami atau belajar, diskon yang diperoleh sebagai konsumen yang loyal dari penyedia layanan yang terdahulu, kebiasaan konsumen, biaya emosi dan upaya kognisi, digabungkan dengan resiko keuangan, sosial dan psikologi sebagai bagian dari pembeli (Fornel, 1992) Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa switching cost adalah suatu pengorbanan yang dikeluarkan oleh pelanggan jika pelanggan tersebut memilih beralih kepada supplier lain, pengorbanan itu bukan hanya bersifat fisik, ekonomi, tetapi juga bersifat psikologi. Burnham et al., (2003) berhasil mengelompokkan beberapa facet dari switching cost menjadi tiga jenis, yaitu switching cost prosedural, switching cost finansial, dan switching cost relasional. 1) Switching Cost Prosedural Switching cost prosedural adalah beban yang berhubungan dengan prosedur yang harus dilakukan oleh pelanggan pada saat melakukan peralihan dari satu penyedia jasa ke penyedia jasa yang

11 lain. Switching cost prosedural memiliki beberapa fase sebagai berikut yang diuraikan berikut definisinya: a) Beban risiko ekonomis Beban risiko ekonomis adalah beban dari diterimanya ketidakpastian atas hasil yang berpotensi negative pada saat menggunakan penyedia jasa baru, dimana pelanggan tidak memiliki cukup informasi. b) Beban evaluasi Beban evaluasi adalah beban waktu dan usaha yang berhubungan dengan pencarian dan analisis untuk membuat keputusan beralih. Wajtu dan usaha juga diperlukan saat mengumpulkan informasi penyedia jasa alternatif yang potensial. c) Beban pembelajaran Beban pembelajaran adalah beban waktu dan usaha yang berhubungan dengan memperoleh keterampilan baru atau mengetahui bagaimana caranya menggunakan produk atau layanan secara efektif. d) Beban pengaturan Beban pengaturan adalah beban waktu dan usaha yang berhubungan dengan proses memulai hubungan dengan penyedia jasa baru atau melakukan pengaturan produk atau jasa baru pada saat pertama kali digunakan.

12 2) Switching Cost Finansial Switching cost finansial adalah beban yang berhubungan dengan hilangnya manfaat atau uang yang diperlukan untuk menggunakan produk atau jasa dari penyedia jasa yang baru. a) Beban kehilangan manfaat Beban kehilangan manfaat adalah beban yang berhubungan dengan hubungan kontrak yang menghasilkan keuntungan ekonomis jika tetap menggunakan penyedia jasa lama. Dalam peralihan ke penyedia jasa yang baru pelanggan kemungkinan kehilangan poin yang telah terkumpul dan diskon atau manfaat lebih yang tidak didapatkan oleh pelanggan baru. b) Beban kehilangan keuangan Beban kehilangan keuangan adalah pengeluaran keuangan sekali jalan yang dibayarkan kepada penyedia jasa yang baru selain pengeluaran untuk pembelian produk baru itu sendiri. Mengadopsi penyedia jasa yang baru seringkali melibatkan pengeluaran sekali jalan seperti deposit atau biaya inisiasi pendaftaran pelanggan baru. Selain itu, beralih produk dan jasa kemungkinan melibatkan asset yang terkait transaksi, atau coassets dimana asset tersebut telah diinvestasikan konsumen sebelumnya.

13 3) Switching Cost Relasional Terdiri dari beban kehilangan hubungan merek, switching cost jenis ini melibatkan ketidaknyamanan psikologis atau emosional akibat hilangnya identitas dan rusaknya hubungan. a) Beban kehilangan hubungan personal Beban kehilangan hubungan personal adalah kerugian yang terkait dengan putusnya ikatan identifikasi yang telah dibentuk antara pelanggan dengan orang-orang yang telah biasa berinteraksi dengannya. Keterbiasaan konsumen dengan karyawan penyedia jasa lama menciptakan suatu tingkat kenyemanan yang tidak segera dapat diperoleh pada penyedia jasa yang baru. b) Beban kehilangan hubungan merek Beban kehilangan hubungan merek adalah kerugian lanjutan terkait dengan putusnya ikatan dari identifikasi yang telah terbentuk dengan merek atau perusahaan yang telah terisolasi oleh pelanggan. Konsumen sering berpikir dengan cepat tentang makna dari pembelian mereka dan bentuk asosiasi ini yang menjadi bagian dari identitas rasa. Ikatan yang berhubungan dengen merek atau perusahaan ini hilang akibat peralihan.