BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat juga menunjukkan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

HIV/AIDS dan PMTCT, 4 orang mengatakan kadang-kadang memberikan. informasi HIV/AIDS dan PMTCT, dan 1 orang mengatakan tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Acquired Imuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan syndrome atau

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, salah satunya HIV/AIDS. Laporan kementerian kesehatan, sejak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

Prodi Keperawatan, STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

: Wanita Pekerja Seks, Voluntary Counseling and Testing, HIV/AIDS, Lokalisasi

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Desember 2013 telah mencapai 34.645 kasus. Dari kasus tersebut sebanyak 29.037 HIV dan 5.608 AIDS dengan jumlah kematian sebanyak 726 orang dan sudah tersebar di 32 provinsi (EH and Ministry of Health, 2014). Penyebaran HIV di Indonesia masih terkonsentrasi pada populasi beresiko salah satunya yaitu wanita pekerja seks. Estimasi wanita pekerja seks (WPS) di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan sekitar 0,3% dari populasi wanita dewasa (15-49 tahun). Kelompok WPS sangat rentan tertular HIV akibat hubungan seks dan perilaku seks yang tidak aman. Berdasarkan surveilans terpadu biologis perilaku pada kelompok berisiko tinggi di Indonesia tahun 2007 antara 6-16% wanita pekerja seks langsung dan 2-9% wanita pekerja seks tidak langsung telah terinfeksi HIV (Fibriana, 2013). Berdasarkan data di Jawa Barat terhitung mulai tanggal 1 Desember 2013 sampai dengan 30 Desember 2013 ditemukan sebanyak 10.198 kasus AIDS, 4131 kasus HIV dan yang meninggal 384 orang.(eh and Ministry of Health, 2014) Sedangkan pada Tahun 2012 di Kota Cirebon terdapat 169 kasus dengan 122 HIV dan 47 AIDS dan kematian 5 kasus. Pada tahun 2013 terdapat 182 kasus dengan 131 kasus HIV, 51 kasus AIDS dan 6 kasus kematian (Cirebon, 2014a). Di Kota Cirebon dengan semakin meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS maka dilakukan upaya dapat mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah dengan dicanangkan program Voluntary Counseling and Testing (VCT) yang merupakan deteksi dini penyakit HIV dan perawatan HIV. Untuk mendukung program VCT di Kota Cirebon pada tahun 2006 diluncurkan pilot project klinik VCT mengelola khusus masalah infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS yaitu Klinik Intan Puskesmas Gunung Sari. (Cirebon, 2014a).

2 Klinik Intan terletak di wilayah kerja Puskesmas Gunung Sari Kota Cirebon, yang melayani pelayanan kesehatan pasien umum di tingkat pelayanan kesehatan pertama dan pasien khusus melayani spesifikasi pelayanan pemeriksaan dan terapi IMS dan pelayanan pemeriksaan HIV. Pasien dengan layanan khusus yang datang dari komunitas WPS, komunitas pelanggan WPS/pria resti, komunitas MSM (Men Sex with Men), komunitas waria, komunitas penasun (pengguna narkoba suntik), dan komunitas WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan). Pelayanan kesehatan khusus yang diberikan di Klinik Intan terdiri dari 3 konselor VCT, 1 konselor PMTCT, 3 dokter penyedia layanan IMS, 2 perawat laki-laki, 3 bidan, 2 analis dan 1 petugas administrasi. Alur pelayanan pelayanan kesehatan khusus di Klinik Intan adalah pasien melakukan pendaftaran dan berobat ke BP Umum, jika pasien berasal dari komunitas berresiko maka fokus pemeriksaan mengarah ke pemeriksaan pelayanan kesehatan khusus, jika pasien positif terkena penyakit IMS maka pasien langsung diarahkan ke poli VCT yang dimulai dengan pendaftaran, anamnesis, konseling Pre-Test, pemeriksaan fisik umum dan genital, pengambilan sekret genital dan atau anus, dan pengambilan darah. Layanan kesehatan yang pertama dalam pencegahan penularan HIV adalah layanan VCT dimana terdapat komponen penting dalam pemberantasan HIV, yaitu: pencegahan, perawatan dan pengobatan. Upaya meningkatkan pencegahan dan pengobatan, peningkatan konseling dan tes HIV sangat diperlukan. Secara global sampai saat ini masyarakat yang melakukan tes HIV masih rendah (Obermeyer and Osborn, 2007). Hampir di seluruh dunia wanita pekerja seks merupakan populasi berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Sehingga tindakan deteksi dini merupakan hal yang dianjurkan. Salah satu tindakan deteksi dini adalah dengan mengikuti VCT yang merupakan tindakan sukarela oleh karena itu diperlukan persepsi positif dari wanita pekerja seks terhadap penyakit HIV/AIDS dan VCT. Apabila persepsi yang salah terhadap penyakit HIV/AIDS dan VCT dari WPS akan menyebabkan ketakutan, ketertutupan, dan keterbatasan terhadap pemanfaatan klinik VCT. (Tran, 2013).

3 Persepsi menurut Botma (2007) adalah proses internal yang memungkinkan seseorang memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan, serta proses tersebut selanjutnya akan mempengaruhi perilakunya. Tran (2013) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau sensoris yang dilanjutkan ke persepsi. Alasan dari wanita pekerja seks tidak mau menggunakan layanan VCT bermacam-macam diantaranya menganggap layanan VCT bagi yang sudah terkena HIV, tidak memerlukan VCT, kurang memuaskan, merasa tidak memiliki risiko HIV/AIDS, tidak ingin terlihat datang ke pusat pelayanan VCT, takut dinyatakan HIV positif, dan takut kehilangan pelanggan yang berdampak pada penghasilan (Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 10 November 2013). Sementara penemuan kasus HIV positif di Kota Cirebon salah satunya sangat mengandalkan dari sumber klinik VCT. Ghimire (2011) menyatakan masih rendahnya penggunaan layanan VCT (28,1%) karena persepsi yang negatif terhadap VCT dengan berbagai alasan diantaranya takut akan hasil, pemanfaatan VCT menimbulkan kematian dan pelayanan VCT kurang dalam menjaga kerahasiaan. Disamping itu pengetahuan juga merupakan salah satu kendala rendahnya pemanfaatan VCT. Tran (2013) menemukan bahwa pengetahuan wanita pekerja seks tentang VCT dan HIV/AIDS yang kurang mengakibatkan terjadinya pemahaman yang salah tentang penularan HIV. Pekerjaan wanita pekerja seks dianggap memiliki risiko rendah terjadi infeksi HIV dan pemanfaatan VCT yang rendah. Kota Cirebon terletak pada jalur pantai utara yaitu jalur yang menghubungkan daerah-daerah yang terletak di garis pantai utara dengan ibukota. Sehingga banyak dampak yang diakibatkan dari jalur tersebut salah satunya terjadinya transaksi seks di tempat mangkal atau istirahat para pekerja resiko (sopir dan nelayan) dan pergaulan bebas bagi para remaja di sekitarnya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti diperoleh jumlah wanita pekerja seks pada tahun 2012 sebanyak 515 (Cirebon, 2013a) dan tahun 2013 meningkat menjadi 652 wanita pekerja seks (433 wanita pekerja seks

4 langsung dan 196 wanita pekerja seks tidak langsung) (Cirebon, 2014b). Angka tersebut selalu berubah-ubah dengan waktu yang tidak tentu. Pada tahun 2012 sebanyak 1.231 seluruh kunjungan VCT hanya 125 (10,15%) wanita pekerja seks yang datang berkunjung dan memeriksakan diri ke Klinik Intan (Cirebon, 2013b). Data ini merosot tajam pada tahun 2013 dari 2.112 seluruh kunjungan hanya 86 (4,07%) saja wanita pekerja seks yang datang berkunjung dan memeriksakan diri (Cirebon, 2014d). Sedangkan data pada tahun 2014 sampai dengan bulan April didapat 19 WPS yang berkunjung ke klinik VCT dari 571 jumlah kunjungan keseluruhan (3,33%) (Cirebon, 2014c). B. Rumusan Masalah Kunjungan WPS ke VCT di Kota Cirebon semakin menurun dari tahun ke tahun. Berbagai alasan muncul terhadap penggunaan layanan VCT dari wanita pekerja seks. Untuk sumber data kasus HIV positif di Kota Cirebon salah satunya sangat mengandalkan data klinik VCT. Berdasarkan rendahnya partisipasi wanita pekerja seks dan alasan wanita pekerja seks dalam pemanfaatan layanan VCT maka peneliti ingin melakukan penelitian Apakah ada hubungan antara persepsi wanita pekerja seks tentang HIV/AIDS dan VCT dengan pemanfaatan VCT di Klinik Intan Kota Cirebon? C. Peneliian 1. umum Mengetahui hubungan persepsi wanita pekerja seks tentang HIV/AIDS dan VCT dengan pemanfaatan VCT di Klinik Intan Kota Cirebon. 2. khusus a. Diketahuinya deskripsi persepsi wanita pekerja seks tentang HIV/AIDS dan VCT di Kota Cirebon b. Diketahuinya prevalensi pemanfaatan klinik VCT pada wanita pekerja seks di Klinik Intan Kota Cirebon.

5 c. Diketahuinya hubungan antara persepsi wanita pekerja seks tentang HIV/AIDS dan VCT dengan pemanfaatan VCT di Klinik Intan Kota Cirebon? d. Diketahuinya faktor pendukung dan penghambat dalam pemanfaatan klinik VCT pada wanita pekerja seks di Kota Cirebon. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang pencegahan penyakit menular dan kesehatan reproduksi, terutama sebagai bahan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan pemanfaatan VCT. Secara praktis diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan masukan mengkaji lebih lanjut mengenai persepsi wanita pekerja seks sehingga meningkatkan kunjungan VCT. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No Penelitian Judul Hasil Persamaan Perbedaan 1 Tran (2013) HIV Voluntary Testing and perceived risk among female sex workers in the Mekong Delta region of Vietnam cross sectional study dengan uji analisa Chi Square Test 2 Ghimire (2011) Utilization Rates and Perception Of VCT Services in Kisii Central District Kenya Pengetahuan wanita pekerja seks tentang VCT dan HIV/AIDS yang kurang mengakibatkan terjadinya pemahaman yang salah tentang penularan HIV. Pekerjaan wanita pekerja seks memiliki risiko rendah terjadi infeksi HIV dan pemanfaatan VCT yang rendah dari wanita pekerja seks. Penggunaan layanan VCT rendah (28,1%) dengan alasan takut hasil, menimbulkan kematian, kurangnya kerahasiaan. Cross sectional study dengan mix method antara kualitatif dan kuantitatif menilai pemanfaatan VCT, pengetahuan terkait HIV dan risiko pekerjaan yang dirasakan WPS di lima provinsi di wilayah Mekong Delta mengetahui pemanfaatan layanan VCT oleh pekerja seks dan stigmatisasi

6 Lanjutan Tabel 1 No Penelitian Judul Hasil Persamaan Perbedaan 3 Abebe and Mitikie (2009) Pendekatan HBM Pujianto (2010) Perception of High School Students toward Voluntary Counselling and Testing using Health Belief Model in Butajira SNNPR Studi Fenomenologi: Kesadaran diri (Self Awareness) wanita Pekerja Sekss (WPS) melakukan pemeriksaan VCT (Voluntary Counselling and testing) di Layanan Mobile VCT RSUD RAA Soewondo Pati di Resoliasi Lorong Indah (LI) Margorejo Pati sebagian besar siswa telah mendengar tentang VCT dan kemauan menjalani VCT tinggi. Siswa dengan persepsi manfaat yang dirasakan tinggi menunjukkan kemauan baik menjalani VCT. persepsi WPS tentang HIV/AIDS adalah penyakit menular lewat hubungan seksual, cara pencegahannya adalah dengan menawarkan kondom kepada pelanggan, pandangan WPS terhadap konsep diri umumnya negatif, support system yang didapat melakukan pemeriksaan VCT adalah berasal dari dalam dan luar diri WPS. Variabel Dependent Pendekatan multi Stage Sampling dan menilai persepsi dan sikap siswa terhadap layanan VCT menggunakan HBM Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. mengetahui kesadaran diri (self awareness) WPS melakukan pemeriksaan VCT di layanan mobile VCT NurImamah (2012) Analisis Faktor Pemanfaatan VCT pada orang Risiko Tinggi HIV/AIDS Seluruh Persepsi dalam teori HBM orang risiko tinggi terhadap HIV/AIDS sudah kuat, tetapi masih terdapat beberapa orang risiko tinggi yang memiliki keyakinan yang salah tentang manfaat VCT, mengetahui persepsi WPS dan pemanfaatan layanan VCT oleh orang resiko tinggi menggunakan desain penelitian descriptive survei study