PENGERINGAN KELOPAK BUNGA ROSELA MENGGUNAKAN TRAY DRYER

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

PENGERINGAN BUNGA ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) MENGGUNAKAN PENGERING RAK UDARA RESIRKULASI

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BUNGA ROSELA KERING

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

PENGERINGAN KACANG TANAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan.

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN GABAH PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

BAB I PENDAHULUAN I-1

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimen. Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia Universitas

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

DAFTAR ISI v. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR. ii. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR ix. DAFTAR LAMPIRAN xi. 1.1 Latar Belakang Penelitian..

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

PEMANFAATAN BIJI ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) DALAM PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

BAB I PENDAHULUAN. campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kunyit adalah salah satu tanaman rempah yang sering kita jumpai hampir

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGERING UNGGUN TERFLUIDISASI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGERINGAN TEPUNG TAPIOKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

PENGARUH PENGERING OVEN ELEKTRIK PADA PENGERINGAN LABU KUNING (Cucurbita moschata)

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ada pada masa pemulihan dari sakit. Kerena yoghurt mengandung

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DAN SUHU KONDISI OPERASI PADA GABAH DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY DRYER FIREBRICK

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman sukun tumbuh tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia,

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

Juandi M, M. Ridwan Haekal Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau ABSTRAK

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

Pengolahan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) Sebagai Minuman Kesehatan

JENIS-JENIS PENGERINGAN

Analisis Efisiensi Pada Sistem Pengeringan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Menggunakan Alat Pengering Tipe Lemari

Peningkatan Kecepatan Pengeringan Gabah Dengan Metode Mixed Adsorption Drying Menggunakan Zeolite Pada Ungguan Terfluidisasi

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit hipertensi termasuk penyakit kronik akibat gangguan sistem

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

I. PENDAHULUAN. cara ditempuh, antara lain memperhatikan dan mengatur makanan yang

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

Disusun Oleh : REZA HIDAYATULLAH Pembimbing : Dedy Zulhidayat Noor, ST, MT, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

PENGARUH KETEBALAN BAHAN TERHADAP KINETIKA PENGERINGAN KENTANG

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh :

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU ROSELLA KERING (Hibiscus sabdariffa) Rita Hayati, Nurhayati, dan Nova Annisa

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

Transkripsi:

PENGERINGAN KELOPAK BUNGA ROSELA MENGGUNAKAN TRAY DRYER Renny Diah Faridasari (L2C5299) dan Sri Mulyantini (L2C5318) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 5239, Telp/Fax: (24)74658 Abstrak Rosela (Hibiscus Sabdariffa) merupakan salah satu tanaman hias dan termasuk tanaman herba yang bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah, dan melancarkan buang air besar. Bagian tanaman ini yang bisa diproses menjadi produk yang bermanfaat tersebut adalah kelopak bunga Rosela. Tujuan penelitian ini adalah menentukan suhu udara pengering yang efektif dan tray mana yang efektif untuk mengeringkan kelopak bunga Rosela menggunakan tray dryer. Percobaan ini menggunakan suhu 6, 7, dan 8 C sebagai variabel berubahnya dan juga letak tray ke 1,2,3,4 sebagai tempat untuk meletakkan kelopak bunga Rosela. Dalam percobaan ini laju pengeringan konstan (Constant Drying Rate) tidak diperoleh, yang diperoleh hanyalah falling rate. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin besar suhu maka semakin besar laju pengeringannya, sehingga waktu untuk proses pengeringan juga lebih cepat. Untuk variabel tray, kelopak bunga Rosela yang diletakkan pada tray 4 lebih cepat kering daripada yang diletakkan pada tray 1, 2, dan 3. Kata kunci: difusivitas; pengeringan; Rosela; tray dryer 1. Pendahuluan Rosela merah (Hibiscus sabdariffa) adalah tanaman asli dari daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Namun, kini menyebar luas di semua negara tropis dan sub tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia rosela paling banyak tumbuh di daerah pulau Jawa. Masyarakat Indonesia umumnya masih banyak yang belum mengenal rosela. Namun saat ini bunga rosela mulai dilirik oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena banyak manfaat yang diperoleh masyarakat setelah mengkonsumsi produk-produk yang terbuat dari kelopak bunga rosela. Kelopak bunga rosela adalah bagian tanaman yang bisa diproses menjadi produk pangan. Kelopak bunga tanaman ini berwarna merah tua, tebal, dan berair (juicy. Kelopak bunga rosela merah yang rasanya sangat masam ini biasanya diproses menjadi jeli, saus, teh, sirup, selai, puding, dan manisan. Bahan penting yang terkandung dalam kelopak bunga rosela adalah gossypetin, anthocyanin, dan glucide hibiscin. Selain itu kelopak bunga rosela juga mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid yang bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah, dan melancarkan buang air besar. Secara tradisional, tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk mengatasi batuk, lesu, demam, dan gusi berdarah. Ekstrak kuncup bunga rosela juga dipercaya mampu bekerja sebagai penahan kekejangan (antipasmodik), anticacing (antihelmintik), dan antibakteria. Khasiat lain dari herba ini sebagai antiseptik, penyejuk (astringent), dan menurunkan kadar penyerapan alkohol. Berdasarkan survey yang dilakukan pada salah satu daerah produsen kelopak bunga rosela di Desa Pucung, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, produksi kelopak bunga rosela kering mencapai 5 kg tiap kali panen. Produk ini dipasarkan di wilayah Semarang, Yogyakarta, Pekalongan dan sekitarnya dengan nilai jual Rp 15.,/kg. Namun daerah produsen rosela ini belum dapat memenuhi permintaaan pasar yang semakin bertambah terutama dari daerah lain. Kendala yang sama juga dihadapi oleh daerah-daerah produsen rosela lainnya di Jawa Tengah. Hambatan utama yang dihadapi produsen rosela adalah lamanya waktu proses pengeringan karena hanya mengandalkan sinar matahari. Untuk mendapatkan kelopak bunga rosela kering dengan kandungan air 5 % diperlukan waktu 5 hari. Akibatnya memerlukan tempat yang luas dan biaya operasional yang tidak ekonomis. Proses pengeringan dengan sinar matahari juga tidak higienis karena ditempatkan pada tempat terbuka yang menyebabkan kelopak bunga akan terkontaminasi virus-virus atau bakteri penyebab penyakit. Di samping itu, pada musim hujan pengeringan berlangsung sangat lambat. Pengeringan yang belum sempurna ini bahkan dapat mengakibatkan produk menjamur kemudian membusuk sehingga harga jaulnya turun drastis menjadi Rp 3.,/kg.

Teknologi pengeringan merupakan metode alternatif yang sangat menjanjikan dalam menjaga ketahanan bunga rosela selain itu teknologi ini merupakan teknik pengolahan yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Tray Dryers merupakan teknologi pengering yang cocok digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap panas dan bahan yang mudah berjamur. Penelitian ini bertujuan mengeringkan kelopak bunga rosela dengan menggunakan alat Tray Dryer untuk membantu petani dalam menghadapi permasalahan panen raya, sehingga produk lebih mempunyai nilai jual. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu udara pengering yang paling efektif dan tray mana yang efektif untuk mengeringkan kelopak bunga Rosela menggunakan tray dryer. 2. Bahan dan Metode Penelitian Bahan utama dalam penelitian ini adalah kelopak bunga Rosela. Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu pengambilan setiap 1 menit dan ukuran tray (3x3 cm), sedangkan untuk variabel berubahnya meliputi suhu udara pengering 6, 7, 8 C dan letak tray ke 1, 2, 3, 4 pada tray dryer. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi tray dryer sebagai alat utamanya, neraca analitis, dan pisau. Gambar 1. Tray Dryer Penelitian ini dilakukan dengan tahapan persiapan bahan yang dikeringkan, persiapan alat, dan proses pengeringan. Dalam tahap persiapan bahan yang dikeringkan, bunga Rosela dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang menempel. Kemudian kelopak bunga Rosela dipisahkan dari bijinya dan ditimbang. Kelopak bunga tersebut diletakkan dalam tray. Untuk tahap selanjutnya adalah tahap persiapan alat. Alat dihubungkan dengan sumber arus, kemudian suhu diatur sesuai variabel. Setelah kondisi tersebut tercapai, tray yang berisi kelopak bunga rosela dimasukkan ke dalam alat pengering. Operasi pengeringan dilaksanakan dengan mengamati jumlah air yang menguap dengan cara menimbang kelopak bunga rosela setiap 1 menit. Setelah akhir operasi, hasilnya dianalisa dan diambil kesimpulan. 3. Hasil dan Pembahasan Dalam percobaan ini, laju pengeringan konstan (Constant Drying Rate) tidak diperoleh. Yang diperoleh hanyalah falling rate, sesuai dengan yang ditunjukkan pada gambar 2. Hal ini terjadi karena kelopak bunga rosela yang dikeringkan termasuk jenis tanaman agrikultur. Dimana pada umumnya pengeringan tanaman agrikultur tidak memiliki laju pengeringan konstan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hawlader dkk., (1991); Krokida dkk., (23); Markowski dan Bial Obrzewki, (1998); Prabhanjan dkk., (1995).

.3 5 d/dt 5 T= 6ºC T= 7ºC T= 8ºC Gambar 2. Hubungan antara x (moisture content) vs dx/dt (laju pengeringan) pada berbagai suhu. Berdasarkan gambar 2 (hubungan antara x (moisture content) vs dx/dt (laju pengeringan) pada berbagai suhu) dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu (T) maka semakin besar laju pengeringan (dx/dt), hal ini dikarenakan laju difusi (difusivitas) air semakin besar. Hal ini sesuai dengan persamaan difusivitas (Chen, 26) : D = Do.e Ea/RT (1) Untuk tekstur dan warna kelopak bunga Rosela pada suhu 6, 7, dan 8 C tidak terlalu berbeda. Setelah percobaan kelopak bunga Rosela yang semula berwarna merah berubah menjadi merah tua dan menjadi kering (tidak segar lagi) karena kadar air yang terdapat pada bunga Rosela telah diambil pada proses pengeringan..3 5 d/dt 5 T= 6ºC tray 1 T= 6ºC tray 2 T= 6ºC tray 3 T= 6ºC tray 4.3 5 d/dt 5 T= 7ºC tray 1 T= 7ºC tray 2 T= 7ºC tray 3 T= 7ºC tray 4

d/dt.4.35.3 5 5 T= 8ºC tray 1 T= 8ºC tray 2 T= 8ºC tray 3 T= 8ºC tray 4 Gambar 3. hubungan antara x (moisture content) vs dx/dt (laju pengeringan) pada suhu 6, 7, 8 o C Berdasarkan gambar didapat bahwa untuk kelopak bunga Rosela yang diletakkan pada tray 4 lebih cepat kering daripada yang diletakkan pada tray 1, 2, dan 3. Hal ini terjadi karena udara kering dari atas langsung menuju ke bawah kemudian kontak dengan bunga Rosella di tray 4 baru kemudian bergerak ke atas. Jadi ketika kontak dengan bunga Rosela di tray selanjutnya ( 3, 2, dan 1) sudah mengandung air sehingga kesempatan lepasnya molekul air yang terdapat pada bunga Rosela di tray selanjutnya lebih kecil daripada bunga Rosela di tray 4. Oleh karena itu tray 4 lebih efektif untuk mengeringkan bunga Rosela dibandingakan tray 1,2 dan 3. Pada pengeringan kelopak bunga Rosela menggunakan tray dryer ini, pengering tray dryer dapat bekerja dengan baik. Dapat dilihat pada gambar 4 dan 5, terlihat perbedaan antara kelopak bunga Rosela basah (sebelum pengeringan) dengan kelopak bunga Rosela kering (sesudah pengeringan). Kadar air yang terdapat pada kelopak bunga Rosela telah diambil sedemikan rupa hingga menjadi kelopak bunga Rosela kering yang diinginkan. Gambar 4. Kelopak bunga Rosela sebelum proses Pengeringan Gambar 5. Kelopak bunga Rosela setelah proses pengeringan Untuk analisa ekonomi pada pengeringan kelopak bunga Rosela menggunakan tray dryer belum dapat dihitung. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengukuran untuk konsumsi laju alir ataupun pemanasnya sehingga perhitungan biaya tidak dapat diperkirakan, serta dalam penelitian ini hanya dilakukan sampai analisa tekno. 4. Kesimpulan Dari data-data percobaan yang telah dilakukan dalam penelitian pengeringan kelopak bunga Rosela ini dapat diambil kesimpulan bahwa suhu 8 C merupakan suhu yang efektif untuk mengeringkan kelopak bunga Rosela dan letak tray ke 4 yang efektif pula untuk proses pengeringan ini. Namun untuk kandungan zatzat yang terdapat pada bunga Rosela yang hilang karena suhu tinggi tidak diketahui disebabkan penelitian ini hanya dilakukan sampai analisa tekno. Ucapan Terima Kasih Terima kasih disampaikan kepada Program DIPA Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang telah membiayai program penelitian ini, Ir. Abdullah, MS, Phd selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Univesitas

Diponegoro, Dr. Suherman, ST, MT selaku dosen pembimbing penelitian, kedua orang tua kami yang selalu mendukung dan memberi semangat, dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Daftar Notasi D = difusivitas, m 2 /s D o = faktor eksponensial d/dt = laju pengeringan, kg/s Ea = energi aktivasi, J/mol R = konstanta gas, J/(kgmol K) T = suhu operasi, K t = waktu, detik = moisture content, % wet basis Daftar Pustaka Chen,.D., (26), Moisture Diffusivity in Food and Biological Materials, International Drying Symposium, vol. A, hal 18-28 Duke, James A., (1983), Handbook of Energy Crops, Unpublished Duke, J.A. and Atchley, A.A., (1984). Proximate analysis. In: Christie, B.R. (Ed.), The handbook of plant science in agriculture. CRC Press, Inc., Boca Raton, FL. http://davesgarden.com http://en.wikipedia.org/wiki/roselle http://www.agrina-online.com (Sehat dengan Sirup Rosela Merah, 26) http://www.floridata.com (Hibiscus Sadariffa, 23) http://www.indonesiaindonesia.com (Rosela di Balik Kesegarannya, 27) http://www.kompas.com (Cipto Nugroho dan Berkah dari Kelopak Rosela Merah, 27) http://www.kompascommunity.com (Petani Rosela Harapkan Bantuan, 27) http://www.plantamedikaloka.com (Kesegaran Rosela Makin Diminati, 27) http://www.trubus-online.com (Kelopak Merah Penolak Kanker, 27) Rajkumar, P. dan Kulanthaisami, S., (26), Drying Kinetics of Tomato Slices in Vacuum Assisted Solar Dryer, Eng. Bio. Drying, 15, hal. 131-136