BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

Semoga dokumen ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

BAB III GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

2011, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

Strategi RUTAN dan LAPAS yang ada di DKI Jakarta saat ini dalam mengatasi over capacity adalah melakukan penambahan gedung hunian dan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB II TINJAUAN TEORI YANG DIGUNAKAN

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Keberhasilan pembebasan..., Windarto, FISIP UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mayashafira (2007) melakukan penelitian dengan judul Tentang Perspektif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

BAB III PENUTUP. maupun hukum positif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Bersyarat sudah berjalan cukup baik dan telah berjalan sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT MENURUT PERMEN. No.M.2.Pk Th 2007

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JL. VETERAN NO. 11

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

Assalamu alaikum Wr.Wb.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB V KESIMPULAN. dua cara kerja. Pertama dari prosedur tahapan kerja yang dilakukan BAPAS

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga. 1) Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan;

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

PRESENTASI KEPALA PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN. Dalam Rakornis BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2016

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. merasuk ke semua sektor di berbagai tingkatan pusat dan daerah, di semua

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Bioklimatik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat berarti dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan, sistem kepenjaraan yang lebih mengacu kepada pendekatan perlakuan yang cenderung pembalasan dan mengutamakan penjeraan bagi narapidana. Sebagai aspek dasar perlakuan dengan memperlakukan pelangar hukum dengan sewenang-wenang tanpa batas dan kurang mencerminkan nilainilai kemanusian khususnya hak asasi. Orang yang melanggar hukum mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan manusia lainnya untuk mendapatkan pelayanan hukum yang sebaik-baiknya. Sistem kepenjaraan dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan konsep reintegrasi dan rehabilitasi, secara berangsur-angsur sistem kepenjaraan tidak aspiratif terhadap tuntutan masyarakat akan kepastian dan pengayoman hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran. Hal tersebut semakin tidak lagi sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, maka sejak tahun 1964 sistem pembinaan bagi narapidana dan anak pidana telah berubah secara mendasar yaitu sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan yang dicetuskan oleh almarhum Saharjo tahun 1963. (Simanjuntak,2004:31). Sebagai pengganti sistem kepenjaraan, diformulasikan pada konferensi dinas kepenjaraan di Lembang Bandung tahun 1964 sebagai suatu sistem perlakuan/pembinaan bagi pelangar hukum, semakin kokoh dan fungsinya dengan undang- undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Seiring pelaksanaan sistem pemasyarakatan dengan perkembangan jaman dan tingkat kejahatan yang semakin meningkat telah mengalami perkembangan yang cukup berarti karena terjadinya perubahan pada lingkungan strategis baik dalam skala nasional, regional maupun internasional. Perubahan yang bergulir sejalan dengan proses reformasi dan transformasi global yang ditandai dengan

2 terbentuknya masyarakat yang sangat kritis dan mengemukanya berbagai permasalahan yang sarat dengan muatan-muatan HAM, demokratisasi dan isu-isu sentral lainnya serta munculnya berbagai tingkat, bentuk dan jenis pelaku kejahatan, baik yang bersifat transnational crime, organized crime, white collar crime yang cenderung meningkat pesat, disamping berbagai tindak pidana yang konvensional dan tradisional yang mempengaruh terhadap pelayanan dan pembinaan narapidana.(sudirman,2007:263) Rumah Tahanan Negara Serang merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia R.I. sebagai tempat tersangka ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.(mulyana,2004:3). Rumah Tahanan Negara Serang mempunyai emban dan amanah dari Undang-undang No. 12 Tahun 1995 untuk memberikan proses pelayanan tahanan yang dilaksanakan mulai dari penerimaan sampai dengan pengeluaran tahanan/narapidana, adapun jenis pelayanan yang ada di Rutan Serang meliputi pelayanan Administrasi, pelayanan konsultasi hukum, pelayanan asimilasi, pelayanan kesehatan, pelayanan kemandirian, pelayanan kepribadian, pelayanan pembebasan bersyarat, pelayanan cuti menjelang bebas dan pelayanan cuti bersyarat. Seiring dengan perkembangan kriminalitas dan tingkat kejahatan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun baik itu kejahatan yang bersifat konvensional maupun kejahatan modern sehingga Rumah Tahanan Negara Serang mengalami overkapasitas menyebabkan ketidak seimbangan antara ruang hunian bagi tahanan dan narapidana. Hal ini menyebabkan buruknya tingkat kesehatan karena dengan overkapasitas daya dukung sanitasi dan lingkungan semakin buruk sehingga menurunkan kualitas kesehatan penghuni yang dapat menyebabkan berbagai penyakit mudah menyerang penghuni. Selain berpengaruh pada aspek kesehatan kondisi Rumah Tahanan Negara yang overkapasitas akan sangat berpengaruh pada aspek pengawasan dan keamanan, hal ini terjadi karena bertambahnya jumlah penghuni, menuntut adanya peningkatan kebutuhan kuantitas dan kualitas pengawasan, sementara itu tidak diseimbangkan dengan jumlah petugas pengamanan sehingga pengawasan menjadi lemah. Suasana yang overkapasitas sangat mudah

3 menciptakan konflik diantara penghuni karena akses yang tidak memadai harus saling berhimpitan satu sama lain, untuk tidur pun harus bergiliran itu sangat rentan akan terjadinya suatu gesekan atau kerusahan didalam blok hunian.(sudirman,2007:284). Rumah Tahanan Negara Serang menjadi dua fungsi sebagai tempat penitipan tahanan dan pembinaan bagi narapidana mempunyai daya kapasitas 274 orang penghuni tetapi diisi oleh 500 penghuni keadaan ini menandakan bahwa telah terjadinya suatu overkapasitas / melebihi kapasitas penghuni yang tidak seimbang dengan kapasitas yang ada, overkapasitas di Rumah Tahanan Negara Serang dapat digambarkan. Tabel. 1.1 Jumlah Penghuni Tahun 2008-2009 Rutan Serang Periode 5 (lima) Bulan Sumber : Subsie Pelayanan Tahanan Th. 2009 Dari data statistik jumlah penghuni diatas menggambarkan kapasitas penghuni di Rumah Tahanan Negara Serang sudah tidak memadai dengan kapasitas 274 orang di isi sekitar 500 orang. menandakan bahwa tingkat kejahatan semakin meningkat dan telah terjadi overkapasitas di Rumah Tahanan Negara Serang pada khususnya dan pada umunya overkapasitas telah terjadi diseluruh Rutan/lapas di negeri yang tercinta ini. Saat ini jumlah unit pelaksana teknis (UPT) Lapas/Rutan seluruh Indonesia berjumlah 423 unit. Kapasitasnya 86.550 orang. Isinya 127.995 orang. Telah terjadi over kapasitas 41.445 orang atau 47,88 persen. ( www.ditjenpas.go.id ).

4 Peningkatan jumlah penghuni Rumah Tahanan Negara Serang tidak diimbangkan dengan kapasitas hunian sehingga pelayanan dan pembinaan yang diberikan terhadap narapidana kurang berjalan dengan baik dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia, dengan adanya overkapasitas pelayanan yang diberikan kepada para pelangar hukum menjadi tergangu dimana hak asasi manusia menjadi topik yang sangat menarik untuk dibicarakan, diperhatikan dan diperbincangkan oleh semua lapisan masyarakatan dengan berbagai pendekatan baik kritis, teoritis, maupun praktis dalam melihat, menanggapi dan merasakan pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia. Sebab sudah menjadi kenyataan bahwa setiap benturan kepentingan antara sesama manusia maka akan selalu ada pelanggaran Hak Asasi Manusia begitu pula dengan pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia mengandung arti pembinaan narapidana yang berintegrasi dengan masyarakat dan menuju kepada integrasi. Selama narapidana kehilangan kemerdekaan bergerak narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari padanya. Pemasyarakatan sebagai proses bergerak, dengan semestinya menstimulir timbul dan berkembangnya suatu kepercayaan terhadap dirinya sehingga narapidana yang bersangkutan menuju kearah perkembangan pribadi melalui asosiasinya sendiri dan menyesuaikan dengan integritas kehidupan dan penghidupan. (Sahardjo,1963: 22). Program utama pemasyarakatan adalah bagaimana membangun sistem manajemen pemasyarakatan yang baik dengan keterbatasan yang ada terhadap permasalahan kelebihan kapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan (lapas) dan Rumah Tahanan Negara. (www.ditjenpas.go.id). Dirjen Pemasyarakatan telah melakukan upaya meningkatkan kapasitas Lapas dan Rutan dan melakukan percepatan pembangunan dan rehabilitasi Lapas dan Rutan, Selain dilakukan penambahan kapasitas melalui pembangunan lapas/rutan, penanganan kelebihan kapasitas telah dilakukan dengan melakukan pemindahan narapidana untuk

5 menjaga keseimbangan dan pemerataan penghuni serta dengan meningkatkan pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.(www.ditjenpas.go.id). Pelayanan cuti bersyarat merupakan suatu kebijakan yang strategis Menteri Hukum dan Ham R.I. pada saat ini, seluruh dunia mengalami krisis ekonomi global untuk mensiasati keterbatasan anggaran negara kita dengan kebijakan mengeluarkan program cuti bersyarat dan mengoptimalkan semua program layanan yang ada itu semua untuk mengurangi overkapasitas yang ada dengan berkurangnya jumlah penghuni dan semakin sedikitnya jumlah penghuni maka akan semakin sedikit anggaran yang dikeluarakan negara untuk biaya makan, pembinaan dan pelayanan serta pemenuhan sarana dan prasarana penghuni. penulis ingin menulis mengenai prosedur pelayanan cuti bersyarat yang merupakan kebijakan baru dari Menteri Hukum dan HAM RI ketika beliau baru saja diangkat menjadi menteri ingin mereform birokrasi administrasi pelayanan dijajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan baru direalisasikan sekitar bulan September dengan dikeluarkanya peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I. Nomor M. 01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Reformasi birokrasi ini tidak terlepas dari adanya perubahan dari suatu organisasi birokrasi, perubahan tersebut adanya pembaruan birokrasi yang berarti upaya meningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya hal tersebut sangat dibutuhkan sumber daya dari petugas pemasyarakatan yang merespon positif untuk merealisasikan apa yang telah menjadi suatu kebijakan dari pemerintah. Reformasi pelayanan publik di Indonesia dan pada khusunya reformasi administratif di Direkrorat Jenderal Pemasyarakatan dapat memiliki dampak yang meluas terhadap perubahan aspekaspek kehidupan pemerintahan lainnya sehingga perubahan pada praktik penyelenggaraan pelayanan publik dapat menjadi lokomotif bagi upaya perubahan menuju good governance. Pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan masyarakat. (Dwiyanto,2005:20). Dengan hal tersebut kebijakan pemerintah untuk mengurangi

6 overkapasitas penghuni di Rumah Tahanan Negara dengan cara memberikan layanan cuti bersyarat bagi para narapidana. Cuti Bersyarat adalah proses pembinaan di luar Rumah Tahanan Negara bagi Narapidana dan Anak Pidana yang dipidana 1 (satu) tahun ke bawah, sekurangkurangnya telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana. Pelayanan cuti bersyarat tidak semua narapidana bisa mendapatkanya, pelayanan cuti bersyarat ini dikhusukan bagi narapidana yang tercatat di buku register B IIa di Rumah Tahanan Negara Serang. Adapun Jenis Register Tahanan dan Narapidana yang ada di Rutan sebagai berikut : Tabel. 1.2 Register Tahanan Dan Narapidana Rumah Tahanan Negara Serang NO REGISTER KETERANGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. AI AII AIII AIV AV BI BIIa BIIb BIII Tahanan Kepolisian Tahanan Kejaksaan Tahanan Pengadilan Negeri Tahanan Pengadilan Tinggi Tahanan Mahkamah Agung Narapidana > 1 Tahun Narapidana < 1 Tahun s.d 3 Bulan Narapidana < 3 Bulan Narapidana Pengganti Denda Sumber : Subsie Pelayanan Tahanan Th. 2009 Dari tabel diatas menggambarkan jenis register tahanan dan narapidana, register AI merupakan register bagi tahanan tingkat Kepolisian, register AII merupakan register bagi tahanan tingkat Kejaksaan, register AIII merupakan register bagi tahanan tingkat Pengadilan Negeri, register AIV merupakan register bagi tahanan tingkat Pengadilan Tinggi, register AV merupakan register bagi

7 tahanan Mahkamah Agung, register BI merupakan register bagi narapidana yang mempunyai masa hukumnnya/pidananya lebih dari 1 (satu) tahun, regiser BIIa merupakan register bagi narapidana yang mempunyai hukumannya/pidanya kurang dari 1 (satu) tahun dan lebih dari 3 (tiga ) bulan, register BIIb merupakan register bagi narapidana yang mempunya pidana kurang dari 3 bulan, register BIII merupakan register bagi narapidana yang tidak mampu membayar denda. Di sisni pelayanan cuti bersyarat dkhususkan bagi narapidana yang mempunya register BIIa. Pada kenyataannya prosedur pelayanan Cuti Bersyarat masih banyak narapidana yang belum mengetahuinya dan syarat syarat terlalu birokrasi yang menyulitkan narapidana untuk mendapatkan pelayanan tersebut. Hal ini disebabkan oleh masih banyak terjadi kesimpangsiuran antara petugas sebagai mediator dan keluarga serta masyarakat sebagai wadah pelaksanaan pembinaan narapidana yang diberikan Cuti Bersyarat Banyak terjadi narapidana yang diberikan Cuti Bersyarat, tanpa pengarahan dan bimbingan sehingga tidak dapat langsung diterima oleh masyarakatnya, karena disamping masyarakat memandang negatif terhadap bekas penghuni Rumah Tahananan Negara/lembaga Pemasyarakatan sedang narapidana sendiri masih asing dengan kehidupan di masyarakat. Tabel 1.3 Data Narapidana Yang Mendapatkan Pelayanan Cuti Bersyarat Isi penghuni Cuti No Bulan Kapasitas Tahanan Narapidana Bersyarat 1 September 274 370 98 20 2 Oktober 274 417 106 43 3 Nopember 274 405 106 35 4 Desember 274 411 90 22 5 Januari 274 435 74 42 Sumber : Subsie Pelayanan Tahanan Rutan Serang Th. 2009

8 Dari data tabel diatas dapat digambarakan bahwa jumlah kapasitas dengan jumlah penghuni sangat berbeda jauh sedangkan jumlah narapidana dengan tahanan sangat berbeda jauh, program pelayanan cuti bersyarat hanya diberikan kepada narapidana. Perbedaan jumlah tahanan dan narapidana disebabkan karena seseorang yang telah diputus oleh hakim belum mempunyai kekuatan hukum dikarenakan jaksa penuntut umumnya belum mengeksekusi seseorang tersebut jadi statusnya masih terpidana dengan pengertian masih dibukukan dalam register tahanan belum dapat diberikan program cuti bersyarat. Melalui penelitian ini dapat mengetahui bagaimana prosedur pelayanan cuti bersyarat dan kendala pelayanan cuti bersyarat. 1.2. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam tugas karya akhir ini, ialah : 1. Bagaimana prosedur pelayanan Cuti Bersyarat bagi Narapidana di Rutan Serang Banten? 2. Hambatan apa saja yang timbul dalam prosedur pelayanan Cuti Bersyarat bagi Narapidana di Rutan Serang Banten? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Mengetahui gambaran tentang prosedur pelayanan Cuti Bersyarat. 2. Untuk mengetahui hambatan prosedur pelayanan Cuti Bersyarat di Rumah Tahanan Negara Serang Banten. 1.4. Signifikasi Penelitian 1. Secara Akademis Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khsususnya tentang ilmu pemasyarakatan yang berkaitan dengan masalah pelaksanaan Cuti Bersyarat. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih luas lagi melalui suatu kajian yang lebih komprehensif.

9 2. Secara Praktis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Unit Pelaksana Teknis dijajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ( Lapas/Rutan) dalam pelaksanaan ataupun pemecahan berbagai permasalahan yang timbul dalam rangka pemberian pelayanan terhadap narapidana. 1.5. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang menggambarkan aspek aspek dari dunia sosial dengan memfokuskan pada makna makna subyektif, definisi, simbol simbol dan beberapa deskripsi bebarapa kasus secara epistemologi peneliti mengumpulkan data / informasi, kemudian mengklasifikasi data berdasar kategori kategori dalam upaya menemukan pola atas realitas/gejala yang dikaji. 2. Jenis Penelitian 1. Berdasarkan Tujuan Penelitian maka tipe Penelitian ini bersifat dekriptif yaitu suatu tipe yang menggambarkan suatu gejala atau fenomena sosial yang menggambaran mengenai pola-pola fenomena sosial, orang orang, aktivitas sosial, dan hubungan hubungan yang terdapat di dalam penelitian.(prasetyo& Jannah,2005:42) 2. Berdasarkan Manfaat maka penelitian ini bersifat murni yaitu penelitian yang manfaatnya dirasakan untuk waktu yang lama dan dilakukan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia akademis.(prasetyo&jannah,2005:38) Penelitian murni lebih banyak ditujukan bagi pemenuhan keinginan atau kebutuhan peneliti. 3. Berdasarkan Waktu maka penelitian ini bersifat Cross section yaitu penelitian dilakukan pada waktu tertentu. Penelitian ini tidak akan

10 melakukan penelitian diwaktu yang berbeda untuk diperbandingkan. (Prasetyo&Jannah,2005:45) 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi terkait dilakukan 1. Study Kepustakaan, ialah dengan membaca dan mempelajari buku buku literature yang berkaitan erat dengan permasalahan dan berbagai data serta informasi yang diperoleh dari peraturan perundang undangan di bidang pemasyarakatan dan sebagainya. 2. Wawancara, peneliti melakukan dengan tekhnik wawancara dengan kepala Rutan dan bagian pelayanan tahanan serta wawancara dengan narapidana yang mendapatkan pelayanan Cuti Bersyarat. 3. Observasi, peneliti terjun langsung melakukan penelitian dan pengamatan terhadap pelayanan Cuti Bersyarat di Rumah Tahanan Negara Serang. 1.6. Sistematika Penulisan Penulisan ini terdiri dari 4 (empat) bab dan tiap tiap bab merupakan pengelompokan materi sistematis. Adapun sistematika tersebut sebagai berikut : Bab I : Berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, signifikasi penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bab II : Berisi kajian secara teoritis tentang teori yang akan digunakan,untuk melakukan penelitian guna memperkuat hasil temuan penelitian. Bab III : Gambaran Umum Rumah Tahanan Negara Serang dan analisa Prosedur Pelayanan Cuti Bersyarat, hambatan yang timbul dalam prosedur pelayanan Cuti Bersyarat, dan upaya

11 pemecahan masalah yang menghambat prosedur pelayanan Cuti Bersyarat. Bab IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di lapangan.