ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

BAB II STUDI LITERATUR

STUDI SISTEM VERTICAL HANDOVER PADA JARINGAN WIRELESS HETEROGEN MENGGUNAKAN ALGORITMA ADAPTIVE LIFETIME BASED

ANALISIS EKSPONEN PATH LOSS DENGAN MEMBANDINGKAN METODE HISTERESIS ADAPTIF DAN METODE HISTERESIS TETAP

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

PENGARUH STANDAR DEVIASI SHADOW FADING TERHADAP KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL SIGNAL DEGRADATION HANDOFF (SDH)

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. handoff pada jaringan 3G (third generation), para pengguna sudah dapat merasakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB II SOFT HANDOFF. bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

BAB I PENDAHULUAN. sinyal paling tinggi. Metode ini memperlihatkan banyaknya handover yang tidak

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

Radio Propagation. 2

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

TUGAS AKHIR ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

Analisa karakteristik lingkungan propagasi pada daerah pepohonan di area PENS ITS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

Universitas Kristen Maranatha

fading konstan untuk setiap user dengan asumsi perpindahan mobile station relatif

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI JARINGAN TELEKOMUNIKASI GSM. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

ANALISIS UNJUK KERJA JARINGAN PADA SISTEM CDMA (STUDI KASUS TELKOM FLEXI MEDAN)

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

ANALISIS PATH LOSS MODEL PROPAGASI DALAM RUANGAN

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

ANALISIS KEGAGALAN SOFT HANDOFF PADA JARINGAN CDMA2000 1xRTT

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA. Devi Oktaviana

Objective PT3163-HANDOUT-SISK OMBER

Pengaruh Pilot Pollution terhadap Performansi

ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP TRAFFIC CHANNEL DAN SPEECH QUALITY INDICATOR PADA JARINGAN GSM PT.

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) BERDASARKAN PARAMETER JARAK E Node-B TERHADAP MOBILE STATION DI BALIKPAPAN

TUGAS AKHIR ANALISA KENDALI DAYA TERHADAP LAJU KESALAHAN BIT PADA SISTEM CDMA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.475 SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL

ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ)

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. Selain istilah sel, pada sistem seluler dikenal pula istilah cluster yaitu kumpulan

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

ANALISA CALL SUCCES RATE PADA JARINGAN CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS ( CDMA )

Transkripsi:

SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA Ari Purwanto, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater, Kampus USU Medan 2155 INDONESIA e-mail: aripurwanto8@gmail.com Abstrak Kondisi propagasi di sepanjang lintasan sangat berpengaruh terhadap handoff dan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kinerja dari handoff itu sendiri. Parameter dalam model propagasi seperti tinggi antena base station (BS) dan tinggi antena mobile station (MS) digunakan untuk mengetahui pengaruh parameter terhadap nilai dan active set. Pada penelitian ini, dianalisis bagaimana kinerja soff handoff tiga BTS yang disimulasikan dengan software serta menggunakan model propagasi Okumura. Dari hasil analisis diperoleh bahwa semakin tinggi BS dan MS maka probabilitas outage akan semakin kecil. Pada tinggi BS 5 m nya sebesar 4,36.1-6 dan pada tinggi BS 1 m nya 2,38.1-8. Pada tinggi MS 1 m nya sebesar 3,1.1-3 dan pada tinggi MS 6 m nya sebesar 8,97.1-12. Pertambahan tinggi BS dan MS tidak akan mempengaruhi nilai rata-rata active set. Kata kunci: handoff, Soft handoff, Model Okumura Station) terhadap nilai 1. Pendahuluan dan active set. Pada penelitian ini kinerja soft Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal yang digunakan oleh berbagai macam teknologi komunikasi seluler. Salah satu fasilitas dalam komunikasi seluler yang menjamin adanya kontiniuitas komunikasi apabila pelanggan bergerak dari satu sel ke sel yang lain disebut handoff. Kondisi komunikasi seluler sangat sulit untuk diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Terdapat tiga komponen utama propagasi yang menggambarkan kondisi komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading. Kondisi propagasi di sepanjang lintasan sangat berpengaruh terhadap handoff dan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kinerja dari handoff itu sendiri. Model empirik adalah model propagasi yang dirancang untuk menjelaskan perambatan ratarata sinyal pada suatu daerah yang ditetapkan berdasarkan pengukuran dilapangan. Model ini juga dirancang untuk memprediksi rugi-rugi perambatan (path loss) sehingga perlu dilakukan analisis untuk mengetahui bagaimana pengaruh parameter dalam model propagasi seperti tinggi antena BS (Base Station) dan MS (Mobile handoff yang dianalisis menggunakan tiga BS dengan software serta menggunakan model propagasi okumura. 2. Model Propagasi Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi seluler yaitu pathloss, shadowing dan multipath fading. Kondisi propagasi diilustrasikan seperti Gambar 1[1]. Gambar 1 Komponen propagasi copyright DTE FT USU 7

SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February Free space loss, diasumsikan bahwa propagasi hanya terjadi pada satu lintasan dan tidak terjadi refleksi serta lintasan harus bebas halangan. Free space loss terjadi akibat adanya penyebaran daya yang diradiasikan oleh antena transmitter. Faktor yang mempengaruhi adalah frekuensi dan jarak lintasan gelombang. Path loss merupakan komponen deterministik dari RSS (received signal strength), yang dapat dievaluasi oleh model rugi-rugi lintasan propagasi. Shadowing disebabkan karena halangan terhadap jalur garis pandang (LOS) antara pemancar dan penerima oleh bangunan, bukit, pohon dan lain-lain. Multipath fading timbul karena pantulan multipath dari gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan, struktur-struktur lain buatan manusia, juga kondisi alam seperti hutan yang berada di sekitar UE (user equipment) [2][3][4]. Model propagasi menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah. Model propagasi juga memungkinkan untuk mengkonversikan besarnya rugi-rugi perambatan maksimum yang diperbolehkan menjadi besarnya cell range maksimum. Besarnya rugirugi propagasi tersebut bervariasi sesuai dengan spektrum dan kondisi alam serta lingkungan disekitarnya[5]. Beberapa model propagasi yang biasa digunakan untuk memperkirakan redaman lintasan sepanjang daerah yang tidak teratur kebanyakan model-model didapatkan dari data hasil pengukuran yang dilakukan dalam jumlah besar dan cukup lama. Model-model propagasi yang biasa digunakan adalah model Okumura, model Hatta dan model Lee. Model Okumura merupakan model propagasi yang umum digunakan dan lebih optimal dalam memodelkan sistem CDMA. Model Okumura adalah model propagasi yang cocok untuk range frekuensi antara 15-192 MHz dan pada jarak antara1-1 km dengan ketinggian antena BS berkisar 3-1 meter [6][7]. Untuk menentukan redaman lintasan dengan model Okumura, pertama kita harus menghitung rugirugi lintasan bebas (free space path loss), kemudian nilai A mu (f,d) dari kurva Okumura ditambahkan kedalam faktor koreksi untuk menentukan tipe daerah. Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut[5][7]: L 5 (db)=l F +A mu (f,d) G(h te ) G(h re )-G AREA (1) Dimana: L 5 (db) = nilai redaman lintasan propagasi (db) L F = redaman lintasan ruang bebas (db) A mu = rata-rata redaman relatif terhadap rugirugi lintasan bebas (db) G(h te ) = gain antena BS (db) G(h re ) = gain antena MS (db) G AREA = gain tipe daerah (db) Untuk menentukan nilai rata-rata redaman relatif terhadap ruang bebas model Okumura menyediakan kurva. Kurva A mu (f,d) untuk range frekuensi 1-3 MHz ditunjukkan oleh Gambar 2. Gambar 2 Kurva A mu (f,d) untuk range frekuensi 1-3 MHz Untuk menentukan nilai gain berdasarkan lingkungan, model Okumura juga menyediakan kurva. Kurva G AREA untuk berbagai tipe daerah dan frekuensi ditunjukkan pada Gambar 3[7]. Gambar 3 Nilai G AREA untuk berbagai tipe daerah dan frekuensi Nilai gain untuk antena pengirim dan penerima ditunjukkan persamaan: G(h te )=2log(h te /2)1m>h te >1m (2) G(h re )=2log(h re /3)1m>h re >3m (3) G(h re ) =1 log(h re /3) h re 3 m (4) Dimana: h te = tinggi antena BS (m) = tinggi antena MS (m) h re copyright DTE FT USU 71

SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February G(h te ) = gain antena BS (db) G(h re ) = gain antena MS (db) Model Okumura sepenuhnya berdasar pada hasil pengukuran, sehingga tidak memiliki penjelasan analitis. Meskipun demikian, model ini sering dianggap salah satu model perambatan yang paling sederhana dan terbukti memiliki keakuratan yang sangat baik. Besar perbedaan antara path loss yang diprediksi dengan model Okumura dan path loss yang diukur sebenarnya dilapangan hanya berkisar 1 db hingga 14 db. Kelemahan model Okumura adalah bahwa model ini tidak dapat mengikuti cepatnya perkembangan kondisi area, sehingga bagus digunakan di daerah perkotaan yang perubahannya sudah relatif melambat tetapi kurang bagus di daerah pedesaan yang perubahannya masih sangat cepat [7]. 3. Soft Pada soft handoff terjadi proses make before break yang berarti mobile station harus membangun hubungan dengan base station yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan BS yang lama. Soft handoff dapat dilakukan pada sistem CDMA (Code Division Multiple Access) karena handoff pada sistem CDMA terjadi antara dua code channel yang berbeda bukan dua frekuensi yang berbeda. Pada soft handoff, suatu keputusan dibuat ketika MS sedang berkomunikasi dengan salah satu dari BS diantara beberapa BS lainnya. Keputusan yang dibuat tergantung pada perubahan dari kekuatan sinyal pada MS, terhadap dua atau lebih BS yang terlibat. Sehingga pada akhirnya keputusan harus dibuat untuk MS agar dapat berkomunikasi hanya dengan satu BS. Gambar 4 menunjukkan proses dasar dari soft handoff. Ketika MS yang bergerak (mobil) dari sel 1 ke sel 2 akan secara terus menerus mengukur kekuatan sinyal pilot yang diterima dari BS yang terdekat. BS 1 merupakan BS awal dari MS dan BS 2 merupakan BS tujuan dari pergerakan MS ke sel dua. Gambar 4 Soft handoff [1] Alasan adanya hysteresis margin pada algoritma soft handoff adalah untuk menghindari efek perpindahan secara terus menerus (efek ping-pong ). Dengan adanya hysteresis margin tersebut MS tidak langsung handoff ke BS yang lebih baik, namun mengalami penundaan hingga batas margin paling rendah dari sinyal yang diterima oleh MS. Jika margin besar, maka efek ping-pong menjadi kecil, tetapi delay menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan interferensi ekstra pada sel-sel tetangga selama delay. Jadi dengan adanya hysteresis margin pada soft handoff, sambungan baru ke BS 2 akan terlebih dahulu dilakukan dan kemudian sambungan dengan BS 1 akan diputus. Pada penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan dalam simulasi dapat dibuat dalam bentuk flowchart secara umum seperti Gambar 5. Gambar 5 Flowchart simulasi secara umum copyright DTE FT USU 72

SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February Active set adalah sinyal pilot yang aktif terus berkomunikasi dengan MS, Candidate set yaitu sinyal pilot yang tidak berada dalam keadaan aktif tetapi karena memiliki kekuatan sinyal yang memadai maka dapat menjadi sinyal pilot aktif; Neighbour set yaitu sinyal pilot yang tidak termasuk pilot aktif dan candidate, namun selama proses handoff dapat dipertimbangkan untuk menjadi candidate; Remaining set yaitu semua sinyal pilot yang bukan merupakan ketiga sinyal pilot diatas namun tetap ada pada area dimana MS berada. Parameter acuan yang digunakan dalam menginisiasi handoff pada penelitian ini adalah kuat sinyal terima (Received Signal Strength) dari sinyal pilot. Jenis inisiasi yang digunakan adalah MCHO/MAHO dengan parameter algoritma yang digunakan adalah Threshold, hyst_add, dan hyst_drop[2]. 4. Hasil dan Analisis Setelah melakukan simulasi dengan software serta menggunakan model propagasi Okumura maka diperoleh hasil sebagai berikut: a. Pengaruh tinggi BS terhadap nilai, rata-rata active set dan rata-rata handoff. Tinggi MS dan hysteresis akan tetap, sedangkan tinggi BS akan divariasikan. Tinggi MS = 3 meter, hyst_add = 1 dbm dan hyst_drop = 1 dbm. Tabel 1 memperlihatkan, rata-rata active set dan rata-rata handoff yang terjadi terhadap perubahan tinggi BS. Tabel 1 Pengaruh tinggi BS terhadap kinerja soft handoff Tinggi BS Probabi litas Active Set 5m 6m 7m 8m 9m 1m 4,36. 1,2. 3,86. 1,31. 5,6. 2,38. 1-6 1-6 1-7 1-7 1-8 1-8 1,71 1,71 1,71 1,71 1,71 1,71 2,47. 2,41. 2,45. 2,33. 2,31. 2,31. 1-3 1-3 1-3 1-3 1-3 1-3 makin kecil. Dari Tabel 1 diatas dapat dibuat grafik seperti Gambar 6. Gambar 6 Grafik pengaruh BS terhadap model Okumura b. Pengaruh tinggi MS terhadap nilai, rata-rata active set dan rata-rata handoff. Tinggi BS dan hysteresis akan tetap, sedangkan tinggi MS akan divariasikan. Tinggi BS = 5 meter, hyst_add = 1 dbm dan hyst_drop = 1 dbm. Tabel 2 memperlihatkan, rata-rata active set dan rata-rata handoff yang terjadi terhadap perubahan tinggi MS. Tabel 2 Pengaruh tinggi MS terhadap kinerja soft handoff Tinggi BS Probabil itas Active Set 8 x 1-5 Grafik Probabilitas 7 6 5 4 3 2 1 Hte=5 Hte=6 Hte=7 Hte=8 Hte=9 Hte=1 1m 2m 3m 4m 5m 6m 3,1. 6,26. 3,99. 3,37. 5,28. 8,97. 1-3 1-5 1-6 1-8 1-1 1-12 1,34 1,34 1,34 1,34 1,34 1,34 1,67. 2,46. 2,4. 2,26. 2,19. 2,1. 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa makin tinggi MS maka nilai akan makin kecil. Dari Tabel 2 diatas dapat dibuat grafik seperti Gambar 7. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa makin tinggi BS maka nilai akan copyright DTE FT USU 73

SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February.4.35.3.25.2.15.1.5 Grafik Probabilitas Hre=1 Hre=2 Hre=3 Hre=4 Hre=5 Hre=6 Gambar 7 Grafik pengaruh MS terhadap model Okumura c. Pengaruh besar hyst_add terhadap nilai, rata-rata active set dan rata-rata handoff. Tinggi BS, tinggi MS, dan hyst_drop akan tetap, sedangkan nilai hyst_add akan divariasikan. Tinggi BS = 5 meter, tinggi MS = 3 meter, dan hyst_drop = 1 dbm. Tabel 3 memperlihatkan probabi-litas outage, rata-rata active set dan rata-rata handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai hyst_add. Tabel 3 Pengaruh nilai hyst_add terhadap kinerja soft handoff Hyst_Add 2 dbm 8 dbm 1 dbm 14 dbm d. Pengaruh besar hyst_drop terhadap nilai, rata-rata active set dan rata-rata handoff. Tinggi BS, tinggi MS, dan hyst_add akan tetap sedangkan nilai hyst_drop akan divariasikan. Tinggi BS = 5 meter, tinggi MS = 3 meter, dan hyst_add = 1 dbm. Tabel 4 memperlihatkan, ratarata active set dan rata-rata handoff yang terjadi terhadap perubahan nilai hyst_drop. Tabel 4 Pengaruh nilai hyst_drop terhadap kinerja soft handoff Hyst_Drop 2 dbm 8 dbm 1 dbm 14 dbm Probabilitas Active Set,413.,2489.,268.,2664. 1-5 1-5 1-5 1-5 1,3216 1,3388 1,3396 1,434,263,238,24,36 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai hyst_drop maka akan semakin kecil. Dari Tabel 4 diatas dapat dibuat grafik seperti Gambar 9. Probabilitas,413.,2489.,268.,2664. 1-5 1-5 1-5 1-5 8 x 1-5 Grafik Probabilitas 7 Drop=2 Drop=8 Active Set 1,562 1,2451 1,3496 1,5733,149,274,24,29 6 5 4 3 Drop=1 Drop=14 Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa semakin besar nilai hyst_add maka akan semakin kecil. Dari Tabel 3 diatas dapat dibuat grafik seperti Gambar 8. 8 x 1-5 Grafik Probabilitas 7 6 5 4 3 2 1 Add=2 Add=8 Add=1 Add=14 Gambar 8 Grafik pengaruh hyst_add terhadap model Okumura 2 1 Gambar 9 Grafik pengaruh hyst_drop terhadap model Okumura 5. Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Parameter tinggi BS dan tinggi MS untuk model Okumura mempengaruhi nilai dari. Dimana pertambahan tinggi BS dan tinggi MS akan memperkecil nilai yaitu sebesar: pada tinggi BS 5 m nya 4,36.1-6, pada tinggi BS 6 m probabilitas outagenya 1,2.1-6, pada tinggi BS 7 m copyright DTE FT USU 74

SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February nya 3,86.1-7, pada tinggi BS 8 m nya 1,31.1-7, pada tinggi BS 9 m nya 5,6.1-8 dan pada tinggi BS 1 m nya 2,38.1-8. Pada tinggi MS 1 m nya 3,1.1-3, pada tinggi MS 2 m nya 6,26.1-5, pada tinggi MS 3 m probabilitas outagenya 3,99.1-6, pada tinggi MS 4 m nya 3,37.1-8, pada tinggi MS 5 m nya 5,28.1-1 dan Pada tinggi MS 6 m nya 8,97.1-12. 2. Parameter hyst_add untuk model Okumura juga akan mempengaruhi nilai dari. Pertambahan nilai dari parameter hyst_add akan memperkecil nilai. Dimana semakin besar hyst_add maka MS akan selalu berada pada kondisi active set sebelumnya yakni sel 1 atau sel 3, hal ini dapat dikatakan bahwa akan semakin kecil karena tidak selalu melakukan perpindahan. 3. Parameter hyst_drop untuk model Okumura akan mempengaruhi nilai dari probabilitas outage. Pertambahan nilai hyst_drop akan memperkecil nilai. Dimana semakin besar hyst_drop maka MS akan selalu berada pada kondisi active set sebelumnya yakni sel 2 atau sel 3, hal ini dapat dikatakan bahwa akan semakin kecil karena tidak selalu melakukan perpindahan. 4. Pertambahan tinggi BS dan MS tidak akan mempengaruhi nilai rata-rata active set sedangkan perubahan nilai hyst_add dan hyst_drop akan memperbesar nilai rata-rata active set. 5. Dari 5 kali simulasi yang dilakukan maka diperoleh persentasi pelayanan BS terhadap MS yaitu: BS 1 sebesar 38,9%, BS 2 sebesar 51,5% dan BS3 sebesar 9,6%. 6. Ucapan Terimakasih 7. Daftar Pustaka [1] Chen, Yuen. 23. Soft Handover Issues in Radio Resource Management for 3G WCDMA Networks, (Desertasi).Queen Mary, University of London. [2] Singh, N. P., Brahmjit Singh, Effect of Soft Handover Parameters on CDMA Cellular Networks, Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 21, hal. 11-115. [3] Singh, N. P., Brahmjit Singh, Performance Enhancement of Cellular Network Using Adaptive Soft Handover Algorithm, Wireless Personal Communications, Mei 21. [4] Singh, N. P., Brahmjit Singh, Performance of Soft Handover Algorithm in Varied Propagation Environments, World Academy of Science, Engineering and Technology 45, 28, hal. 377-381. [5] Rappaport, T. S.. 1995. Wireless Communications: Principles and Practice, 2 nd Edition. New Jersey: Prentice Hall. [6] M. A, Rahman M. M, Hossain M. M, Al- Nahid, Analysis of Large-Scale Propagation Models for Mobile Communications in Urban Area International Journal of Computer Science and Information Security (IJCSIS), Vol. 7, No. 1, 21. [7] Seybold, John. C. 25. Introduction to RF Propagation. Wiley, New York. Ucapan terima kasih kepada Alm. Djanuar Rasyad dan Darmawati selaku orangtua, Maksum Pinem, ST.MT, Ir. M.Zulfin, MT. Naemah Mubarakah, ST.MT yang sudah membantu dalam menyelesaikan paper ini, serta teman-teman yang sudah memberikan dukungan selama pembuatan paper ini. copyright DTE FT USU 75