BAB I PENDAHULUAN. melihat perbedaan gender, etnisitas, agama, ras, dan golongan. Hal tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

BAB 4 ANALISIS HASIL ESTIMASI Angka Kematian Bayi 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kapita (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sedangkan menurut Todaro (2003),

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dipergunakan untuk melihat keadaan perekonomian di suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah modal manusia. Teori modal manusia pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

1. COOPERATIVE FAIR KE-1

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

Analisis Tingkat Pengangguran di 25 Kabupaten Kota di Jawa Barat

PENGARUH KEMISKINAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN BELANJA TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KOTA CIREBON (PROVINSI JABAR) TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang

Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang mengandalkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi pembangunan sejatinya bertujuan untuk membangun manusia, sedangkan hasil dari pembangunan tersebut harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara proporsional, dengan memperhatikan aspek kesetaraan tanpa melihat perbedaan gender, etnisitas, agama, ras, dan golongan. Hal tersebut menjadi penting, karena dengan terwujudnya kesetaraan, implementasi pembangunan manusia telah menghadirkan keadilan terhadap masyarakat. Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) 1995, memperkenalkan konsep Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dengan alasan bahwa tanpa isu gender, pembangunan manusia adalah membahayakan (UNDP, 1995 dalam Hirway dan Mahadevia, 1996). Isu gender telah menerima perhatian yang meningkat beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dimotivasi oleh adanya bukti kuat bahwa ketimpangan gender berhubungan erat dengan berbagai aspek sosial ekonomi, yang mana sangat relevan dalam sudut pandang pembuatan kebijakan pembangunan. Mason (1997) menemukan bukti yang kuat, baik secara empiris maupun teoritis, tentang hubungan antara gender dengan tingkat kelahiran. Yaitu semakin egaliter suatu negara terhadap gender, semakin rendah tingkat kelahiran. Dollar dan Gatti (1999) menemukan bukti empiris yang menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kesetaraan gender, semakin tinggi pula tingkat pertumbuhan. 1

Temuan-temuan tersebut menyiratkan alasan yang kuat, dengan tujuan untuk menemukan metode yang sesuai dalam mengukur indeks kesetaraan gender dalam konteks pembangunan multidimensional (Permanyer, 2010). Selama ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta indeks turunannya, yaitu IPG dan IDG telah diandalkan oleh berbagai pihak untuk melihat kondisi pembangunan multidimensional namun bukan berarti tanpa kelemahan. Proses desentralisasi membuka potensi bagi daerah untuk berkembang lebih aktif dan mandiri. Kompetisi antardaerah menjadi semakin dinamis sebagai ajang adu kebijakan pembangunan yang efektif dan efisien. Proses desentralisasi juga membawa dampak disparitas bagi pembangunan di daerah (KPPPA, 2011). Disparitas regional yang terjadi akibat ketimpangan pencapaian pembangunan, telah mengingatkan kembali akan arti pentingnya paradigma pembangunan manusia. Tantangan peningkatan pembangunan manusia tidak hanya menyangkut persoalan ketimpangan, tetapi juga perlu mengedepankan gagasan pentingnya kesetaraan gender melalui pembangunan manusia berbasis gender, dengan pendekatan indikator IPG. Dari beragamnya hasil pencapaian IPG antardaerah, akan menarik juga untuk melihat konvergensi dalam pembangunan manusia berbasis gender. Dua konsep yang muncul dalam pembahasan konvergensi pertumbuhan ekonomi antarnegara/daerah adalah konvergensi beta dan konvergensi sigma. Konvergensi beta terjadi jika perekonomian yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan perekonomian yang kaya, sehingga negara/daerah yang miskin tersebut cenderung mengejar/catch-up daerah yang kaya 2

ditinjau dari sisi pendapatan/produk per kapita. Konvergensi sigma terjadi jika ukuran simpangan, misalkan dalam hal ini koefisien variasi (KV) atau simpangan baku dari logaritma pendapatan/produk perkapita antarkelompok negara/daerah menurun dari waktu ke waktu (Barro dan Sala-i-Martin, 2004: 462). Tabel 1.1 Posisi Kesenjangan Gender Indonesia di Dunia, 2006 2014 Tahun Rangking Kesenjangan Gender Jumlah Negara 2006 68 0,6541 115 2007 81 0,6550 128 2008 93 0,6473 130 2009 92 0,6580 134 2010 87 0,6615 134 2011 90 0,6594 135 2012 97 0,6591 135 2013 95 0,6613 136 2014 97 0,6725 142 Sumber: World Economic Forum, 2006-2014 (diolah) Berdasarkan laporan World Economic Forum pada Tabel 1.1 tentang posisi kesenjangan gender Indonesia di dunia, posisi Indonesia selama 9 tahun terakhir belum beranjak dari posisi bawah. Kondisi tersebut seharusnya menjadi keprihatinan bagi Indonesia. Sejauh manakah pembangunan manusia di daerah telah mengakomodasi kesetaraan gender? Apakah antardaerah terjadi disparitas pembangunan manusia berbasis gender? Apakah telah terjadi konvergensi antardaerah dalam pembangunan manusia berbasis gender selama kurun waktu tertentu? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penting di Indonesia. Secara geografis, Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5 o 50' 7 o 50' Lintang Selatan dan 104 o 48' 108 o 48' Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut. 3

1. Sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta. 2 Sebelah timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. 3. Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia. 4. Sebelah barat, berbatasan dengan Provinsi Banten. Secara administratif, wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung Barat. Terdiri juga 9 kota yaitu Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar, serta terdiri dari 626 kecamatan, 641 kelurahan, dan 5.321 desa. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut BPS Provinsi Jawa Barat pada 2012 mencapai 44.548.431 jiwa atau 18,24 persen penduduk Indonesia, terdiri dari lakilaki sebanyak 22.609.621 jiwa dan perempuan sebanyak 21.938.810 jiwa. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat pada periode 2007 2012 berfluktuasi dan lebih tinggi dari LPP nasional sebagaimana pada Gambar 1.1. Fluktuasi pertumbuhan penduduk tersebut, diakibatkan kontribusi dari pertumbuhan migrasi penduduk (1,1 persen) dan pertumbuhan berdasarkan kelahiran (0,8 persen) menurut data Tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa 4

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang terbuka untuk keluar masuknya arus migrasi dari atau ke provinsi lain. 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20-1.83 1.90 1.89 1.90 1.71 1.66 1.58 1.44 1.29 1.35 1.20 1.19 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jawa Barat Indonesia Sumber: BPS Jawa Barat, 2007 2012 Gambar 1.1 Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jawa Barat, 2007 2012 Berdasarkan publikasi BPS selama kurun waktu 2009 2013, perekonomian Jawa Barat tumbuh rata-rata 5,84 persen dengan capaian tertinggi pada 2011 sebesar 6,48 persen. Rata-rata inflasi selama periode tersebut sebesar 5,13 persen dengan capaian terendahnya adalah 3,09 persen pada 2009 dan inflasi tertinggi adalah 9,15 persen pada 2013. Tabel 1.2 LPE dan Inflasi Jawa Barat, 2009 2013 Tahun Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Laju Pertumbuhan Ekonomi 4,19 6,20 6,48 6,28 6,06 Inflasi 3,09 6,46 3,10 3,86 9,15 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 Tingginya angka inflasi pada 2013 disebabkan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi dan kenaikan Tarif Dasar Listrik. Terkendalinya inflasi yang mencapai angka di bawah dua digit, tidak lepas dari peran kolaborasi 5

otoritas moneter dengan pemerintah daerah melalui forum pengendalian inflasi daerah. Data laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi dari 2009 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Provinsi Jawa Barat pada 2013 adalah penyumbang ketiga terbesar terhadap PDB Indonesia. Akan tetapi dari sisi pembangunan manusia berdasarkan data pada Tabel 1.3 terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat belum bisa berbicara banyak di tingkat nasional. Berdasarkan capaian IPM pada 2013 Provinsi Jawa Barat hanya menduduki peringkat 17, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Berdasarkan capaian IPG pada 2013 Provinsi Jawa Barat lebih memprihatinkan lagi dengan hanya menduduki peringkat 23 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, dan apabila dilihat peringkat kesenjangan gender Jawa Barat hanya menduduki peringkat 26. Tabel 1.3 Posisi Kesenjangan Pembangunan Gender Provinsi Jawa Barat, 2009 2013 Tahun IPM IPG Kesenjangan Gender Peringkat IPM Peringkat IPG Peringkat Kesenjangan Gender 2009 71,64 61,84 0,86 15 27 27 2010 72,29 62,38 0,86 15 26 27 2011 72,73 63,25 0,87 15 25 26 2012 73,11 63,68 0,87 16 25 26 2013 73,58 64,61 0,88 17 23 26 Sumber: KPPPA, 2010 2014 (diolah). 1.2 Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian tentang konvergensi pembangunan manusia berbasis gender dengan pendekatan IPG belum pernah dilakukan, baik itu di luar negeri maupun di dalam negeri. Biasanya analisis konvergensi lebih 6

membahas tentang topik-topik produk ataupun pendapatan per kapita. Adapun penelitian terkait sebelumnya dan perbedaannya dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya Mengenai Konvergensi No Peneliti Metode Analisis Hasil Penelitian Perbedaan 1. Sandilah dan Yasin (2011) 1.Ordinary Least Square (OLS) 2.Fixed Effect Models 3.GMM Terdapat perbedaan hasil uji konvergensi beta absolut pada masingmasing periode waktu. 2. Afzal (2012) Ordinary Least Square (OLS) Terjadi konvergensi beta absolut dan kondisional pada indikator pendidikan 3. Peridy Bagoulla (2012) dan 1.Ordinary Least Square (OLS) 2.Fixed Effect Models 3.Random Effects Model 1.Terjadi konvergensi gamma dan konvergensi beta 2.Faktor pendidikan mejadi salah satu penentu terjadinya konvergensi 4. Yunita (2012) 1.Ordinary Least Square (OLS) 2.Generalized Method of Moment (GMM) 3.Fixed Effect Model (FEM) 1.Terdapat konvergensi kemiskinan antar kabupaten/kota di Indonesia 2.Kondisi kemisikinan awal menghambat laju konvergensi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung. metode analisis, 5. Anoruo dan Ahmad (2013) Markov Switchng Augmented Dickey- Fuller (MS-ADF) Terdapat konvergensi kebijakan moneter antar negara-negara anggota Southern African Development Community (SADC) 6. Prianto (2013) Fixed Effect Model (FEM) bersama-sama dengan Heteroskedasticity and Autocorrelation Consistent (HAC) standard errors Terdapat konvergensi sigma dan konvergensi beta absolut pada IPM dan komponen kesehatan serta komponen pendidikan. metode analisis, 7

Tabel 1.4 Lanjutan No Peneliti Metode Analiis Hasil Penelitian Perbedaan 7. Song, Sek, dan Har (2013) 8. Dekiawan (2014) Seemingly Unrelated Regression Augmented Dickey Fuller (SURADF), Ordinary Least Square (OLS) dan Regresi data panel 1. Panel Least Square 2. Fix Effect Model 3. Random Effect Model 4. GMM first diffrence 5. System GMM Kelompok negara-negara Asia mampu catch up dengan negara bencmark lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara Eropa, negara-negara Asia terpilih mampu membentuk konvergensi kelompok yang lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara Eropa. 1.Terjadi konvergensi sigma pada total pendapatan, penerimaan, pajak, dana perimbangan, total belanja, belanja pegawai dan belanja barang 2.Terjadi konvergensi beta kondisional pada total penerimaan, pajak, total belanja, dan belanja barang 3. Terdapat ketergantungan spasial antar provinsi 9. Simionescu (2014) Analisis Spasial, ukuran dispersi varian, standar deviasi dan kofesien variasi. Ukuran variasi menurun, tetapi konvergensi sigma tidak bisa dikonfirmasi. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan keaslian penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, belum banyak penelitian yang mengangkat topik permasalahan tentang disparitas dan konvergensi pembangunan manusia berbasis gender. Penelitian di luar negeri maupun di dalam negeri tentang topik tersebut masih sangat terbatas jumlahnya. Berdasarkan kondisi tersebut ingin diidentifikasi dan dianalisis kondisi pembangunan manusia berbasis gender antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa 8

Barat. Analisis dilakukan dengan menggunakan IPG sebagai indikator pembangunan manusia berbasis gender, kemudian dianalisis disparitas dan konvergensinya serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konvergensi pembangunan manusia berbasis gender. 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah pembangunan manusia di Jawa Barat telah memperhatikan kesetaraan gender? 2. Apakah terjadi disparitas pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat? 3. Apakah terjadi konvergensi dalam pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat? 4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pencapaian konvergensi pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi pola pembangunan di Jawa Barat melalui perspektif arah pembangunan manusia dan pembangunan gender selama 2009 2013. 2. Mengidentifikasi disparitas pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat selama kurun waktu 2009 2013. 3. Mengidentifikasi konvergensi pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat selama kurun waktu 2009 2013. 9

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian konvergensi pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat selama kurun waktu 2009 2013. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti yaitu sebagai berikut. 1. Menggambarkan pola pembangunan di Jawa Barat melalui perspektif arah pembangunan manusia dan pembangunan gender. 2. Memberikan informasi disparitas dan konvergensi pembangunan manusia berbasis gender serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konvergensi di Jawa Barat. 3. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan evaluasi pembangunan manusia berbasis gender. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II Landasan Teori, menguraikan tentang teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, formulasi hipotesis, dan model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, menguraikan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode 10

analisis data. Bab IV Analisis, menguraikan deskripsi data, hasil regresi, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, menguraikan simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran. 11