BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1-4 µm. ukuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan. mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA

: Laila Wahyu R NIM :

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

PENGARUH PERBEDAAN BAGIAN DAGING SAPI (PAHA-HAS DALAM) DAN KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SNACK BEEF SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Umbi-umbian dapat tumbuh dengan baik

KERIPIK LEVEL 03, 05 DAN 10

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

BABI PENDAHULUAN. potongan daging yang relatifkecil dan tidak beraturan yang kemudian dilekatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tepung-tepungan lokal atau non terigu saat ini telah menjadi

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

Karakteristik Dendeng Ayam Broiler Pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur. Masyarakat di Indonesia mulai dari anak-anak hingga dewasa sebagian besar gemar mengkonsumsi makanan ringan. Makanan ringan di Indonesia hingga saat ini adalah makanan ringan berbasis pati sehingga mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi. Produk makanan ringan yang kurang bervariasi ini menyebabkan masyarakat di Indonesia menjadi sangat terbiasa dengan makanan ringan berbasis karbohidrat. Pengembangan inovasi baru untuk produk makanan ringan selain berbasis karbohidrat masih jarang dilakukan di Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan inovasi produk makanan ringan misalnya dengan mengembangkan produk makanan ringan berbasis protein, terutama protein hewani. Hal ini juga bertujuan agar masyarakat di Indonesia dapat mengkonsumsi bahan pangan berbasis protein hewani dengan lebih praktis yaitu dalam bentuk makanan ringan yang siap makan. Alasan ini mendasari peneliti untuk mengembangkan produk inovasi berupa snack beef sebagai makanan ringan berbasis protein hewani. Produk snack beef hingga saat ini belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, namun di beberapa negara seperti United States, New Mexico, Texas, Paris, Singapura (Espitia, 2006) mengenal snack beef sebagai dried beef jerky snack. Dried beef jerky snack merupakan daging sapi yang dipotong memanjang, berbentuk suatu lapisan tipis, dan dikeringkan dengan menggunakan panas matahari. Karakteristik lain dari 1

2 produk dried beef jerky snack ini adalah teksturnya yang agak keras dan berasa asin serta memiliki kandungan protein yang tinggi (Tyler, 1995). Pada penelitian ini snack beef yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik berbentuk suatu lembaran tipis (± 1mm), kering, bertekstur renyah, kompak, berwarna coklat kemerahan, dan rasa khas daging sapi. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi yaitu sebesar 16-22% (Soeparno, 2009). Daging sapi ini juga memiliki karakteristik warna merah kecoklatan sehingga dapat memberikan kenampakan warna yang menarik pada snack beef. Selain itu juga adanya rasa khas dari daging sapi juga dapat memberikan flavor khas pada snack beef yang dihasilkan. Daging sapi yang digunakan dalam proses pembuatan snack beef adalah daging sapi bagian paha. Daging sapi bagian paha dipilih sebagai bahan baku karena daging sapi bagian paha memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sebesar 20,2% dan kandungan lemak relatif lebih rendah yaitu sebesar 12,3% (Price dan Schweigert, 1987). Pemilihan daging sapi bagian paha juga dikarenakan kemudahan saat proses preparasi bahan baku sehingga pengolahannya menjadi produk snack beef lebih mudah dan daging sapi bagian paha ini merupakan bagian daging sapi yang cukup sering diolah menjadi produk dendeng. Daging sapi bagian paha mudah diperoleh di pasar dalam jumlah besar dengan harga yang lebih ekonomis dibandingkan bagian has dalam. Snack beef yang dibuat tanpa penambahan pati pada penelitian pendahuluan tidak sesuai dengan karakteristik snack beef yang diharapkan, yaitu memiliki tekstur yang keras. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dibutuhkan adanya peranan pati dalam pembuatan snack beef untuk memperbaiki tekstur snack beef yang dihasilkan, yaitu agar tekstur snack beef menjadi renyah. Peranan pati pada olahan pangan salah satunya adalah dalam pengendalian tekstur (Haryadi, 1994).

3 Eliasson (2004) menyatakan bahwa amilosa berperan dalam menguatkan adonan, dan menurut Muchtadi (1988), amilopektin dalam pati bersifat merangsang terjadinya proses pengembangan produk sehingga dengan adanya kandungan amilopektin yang tinggi maka produk yang dihasilkan akan bersifat ringan, porus, dan renyah. Pati garut pada umumnya banyak digunakan sebagai bahan substitusi dalam proses pembuatan produk kue kering. Hal ini disebabkan karena pati garut memiliki kandungan protein yang rendah (0,14%db), dengan adanya kandungan protein yang rendah ini maka produk yang dihasilkan tidak akan menjadi keras (menjadi lebih renyah) (Doescher, 1987). Pemilihan pati garut juga didukung dari penelitian pendahuluan yang dilakukan, di mana snack beef dengan penambahan pati garut memiliki tekstur yang renyah dibandingkan pati maizena dan pati tapioka. Pati garut memiliki karakteristik yaitu, ukuran granulanya lebih besar dibandingkan pati tapioka dan maizena yaitu sebesar 25-50µm (Cecil et al., 1982). Ukuran granula pati akan berpengaruh terhadap kemampuan pengikatan dan pemerangkapan air saat gelatinisasi sehingga berdampak terhadap tekstur snack beef. Pati garut memiliki warna putih dan tidak ada rasa khas yang tertinggal dari umbi garut itu sendiri. Pati garut yang ditambahkan saat proses pembuatan snack beef dengan kondisi tergelatinisasi dan non-gelatinisasi dibuat sebagai larutan pati induk terlebih dahulu. Konsentrasi larutan induk pati garut (nongelatinisasi dan tergelatinisasi) yang ditambahkan ke dalam snack beef tersebut berkisar antara 5-15% dari berat daging. Pemilihan konsentrasi pati garut ini berdasarkan adanya penelitian pendahuluan. Snack beef tanpa penambahan pati garut menghasilkan tekstur yang keras, sedangkan snack beef yang dibuat dengan konsentrasi penambahan pati garut lebih dari 15% akan menghasilkan snack beef dengan karakteristik yang terlalu rapuh dan porus.

4 Kondisi pati (tergelatinisasi dan non-gelatinisasi) akan dapat berpengaruh terhadap sifat fisikokimia snack beef yang dihasilkan. Menurut Winarno (2004), pati mentah yang dimasukkan ke dalam air dingin granula patinya akan menyerap air dan membengkak secara terbatas karena jumlah air yang dapat terserap hanya mencapai kadar 30%. Larutan pati tersebut bila dipanaskan di dalam air pada suhu 55 0 C- 65 0 C maka air akan masuk ke dalam granula pati sehingga granula patinya akan membengkak. Perbedaan kondisi pati non-gelatinisasi dan tergelatinisasi menyebabkan perbedaan struktur granula pati sehingga berpengaruh terhadap karakteristik snack beef yang dihasilkan. Mempertimbangkan bahwa karakteristik fisikokimia dan organoleptik snack beef dipengaruhi oleh kondisi pati dan konsentrasinya maka perlu diteliti lebih lanjut tentang kondisi pati (tergelatinisasi dan nongelatinisasi) serta konsentrasi pati garut terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik snack beef. 1.2. Rumusan Masalah 1) Bagaimana pengaruh kondisi pati garut (non-gelatinisasitergelatinisasi) beef yang dihasilkan? 2) Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi larutan induk pati garut yang tersarang dalam kondisi pati garut (non-gelatinisasitergelatinisasi) beef yang dihasilkan? 3) Kondisi pati dan konsentrasi larutan induk pati garut manakah yang dapat menghasilkan snack beef yang paling disukai oleh konsumen?

5 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengetahui pengaruh kondisi pati garut (non-gelatinisasitergelatinisasi) beef yang dihasilkan. 2) Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi larutan induk pati garut yang tersarang dalam kondisi pati garut (non-gelatinisasitergelatinisasi) beef yang dihasilkan. 3) Untuk mengetahui kondisi pati dan konsentrasi larutan induk pati garut yang dapat menghasilkan snack beef yang paling disukai oleh konsumen. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk menghasilkan suatu inovasi produk makanan ringan (snack) yang berbasis protein daging, yaitu berupa snack beef yang dapat diterima konsumen.