SIMULASI PEMISAHAN BEBAN BERDASARKAN TINGKAT FLUKTUASI BEBAN PADA SUBSISTEM TENAGA LISTRIK 150KV

dokumen-dokumen yang mirip
PEMODELAN DAN SIMULASI PEMISAHAN BEBAN PADA SISTEM DISTRIBUSI 20 kv BERDASARKAN PRIORITAS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Komponen tersebut mempunyai fungsi

EVALUASI KEANDALAN SISTEM TENAGA LISTRIK SUBSISTEM KRIAN GRESIK 150 KV DENGAN METODE ANALISIS KONTINGENSI (N-1)

EVALUASI EKSPANSI JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv GI SOLO BARU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik tersebut dihubungkan satu

Nama : Ririn Harwati NRP : Pembimbing : 1. Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, PhD 2. Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, MT.

SIMULASI PELEPASAN BEBAN DENGAN MENGGUNAKAN RELE FREKUENSI PADA SISTEM TENAGA LISTRIK CNOOC SES LTD.

Panduan Praktikum Sistem Tenaga Listrik TE UMY

TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN PELEPASAN BEBAN DI PT. WILMAR NABATI GRESIK AKIBAT ADANYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN FASE 2

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar sampai ke konsumen.

STUDI ANALISIS SETTING BACKUP PROTEKSI PADA SUTT 150 KV GI KAPAL GI PEMECUTAN KELOD AKIBAT UPRATING DAN PENAMBAHAN SALURAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tugas Mingguan Peserta OJT Angkatan 13 Th. 2009

2015 EVALUASI RUGI-RUGI D AYA TEGANGAN SISTEM TRANSMISI 150 KV REGION II JAWA BARAT

Simulasi dan Analisis Stabilitas Transien dan Pelepasan Beban pada Sistem Kelistrikan PT. Semen Indonesia Pabrik Aceh

Analisis Kestabilan Transien dan Mekanisme Pelepasan Beban di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (R.U.) VI Balongan Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat, baik pada sektor rumah tangga, penerangan,

Erik Tridianto, Ontoseno Penangsang, Adi Soeprijanto Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen

Studi Keandalan Sistem Distribusi 20kV di Bengkulu dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... LEMBAR PENGESAHAN... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK...

BAB 1 PENDAHULUAN. Load Flow atau studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan studi

BAB II SALURAN DISTRIBUSI

ABSTRAK. Kata kunci : Arus Transien, Ketahanan Transformator, Jenis Beban. ABSTRACT. Keywords : Transient Current, Transformer withstand, load type.

I. PENDAHULUAN. untuk menunjang kehidupan manusia sekarang ini. Di era globalisasi sekarang ini

ANALISIS TEORITIS PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MENURUT JATUH TEGANGAN DI PENYULANG BAGONG PADA GARDU INDUK NGAGEL

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

EVALUASI KEANDALAN SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BERDASARKAN SAIDI DAN SAIFI PADA PT. PLN (PERSERO) RAYON KAKAP

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE LINE TO GROUND

ANALISIS JATUH TEGANGAN DAN RUGI DAYA PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP

Kata kunci : Hubung Singkat 3 Fasa, Kedip Tegangan, Dynamic Voltage Restorer, Simulink Matlab.

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS

STUDI KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DAN PENGARUH KEDIP TEGANGAN AKIBAT PENAMBAHAN BEBAN PADA SISTEM KELISTRIKAN DI PT. ISM BOGASARI FLOUR MILLS SURABAYA

STUDI ANALISIS KEDIP TEGANGAN AKIBAT PENGASUTAN MOTOR INDUKSI DI PT. PRIMATEXCO INDONESIA BATANG

Indar Chaerah G, Studi Penurunan Frekuensi pada Saat PLTG Sengkang Lepas dari Sistem

Analisa Koordinasi Relay Proteksi Dengan Recloser Pada Penyulang Purbalingga 05 Di PT. PLN (Persero) Rayon Purbalingga

Jurnal Media Elektro, Vol. 1, No. 3, April 2013 ISSN

ANALISIS HARMONIK DAN PERANCANGAN SINGLE TUNED FILTER PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 18 BUS DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP POWER STATION 4.

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS JATUH TEGANGAN DAN RUGI DAYA PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP

STUDI SUSUT UMUR TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 kv AKIBAT PEMBEBANAN LEBIH DI PT.PLN (PERSERO) KOTA PONTIANAK

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN BEBAN LEBIH PADA INTER BUS TRANSFORMER (IBT) TERHADAP KINERJA OVER LOAD SHEDDING (OLS) DI SUBSISTEM KRIAN-GRESIK

Analisis Unjuk Kerja Tiga Unit Inter Bus Transformers 500 MVA 500/150/66 kv di GITET Kediri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zenny Jaelani, 2013

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga penyaluran energi listrik ke konsumen berjalan lancar dengan kualitas

MODUL PRAKTIKUM SISTEM TENAGA LISTRIK II

2.2.6 Daerah Proteksi (Protective Zone) Bagian-bagian Sistem Pengaman Rele a. Jenis-jenis Rele b.

BAB III SPESIFIKASI TRANSFORMATOR DAN SWITCH GEAR

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu kebutuhan utama bagi penunjang dan pemenuhan kebutuhan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendukung di dalamnya masih tetap diperlukan suplai listrik sendiri-sendiri.

BAB III METODE ALIRAN DAYA SISTEM 500KV MENGGUNAKAN DIgSILENT POWER FACTORY

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Cilacap, Jl. Letjen Haryono MT. 77 Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia.

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ETAP POWER STATION 7.

Jurnal Media Elektro Vol. V No. 2 ISSN: ANALISIS RUGI-RUGI DAYA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv PADA SISTEM PLN KOTA KUPANG

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DI GARDU INDUK BUKIT SIGUNTANG DENGAN SIMULASI (ETAP 6.00)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat terpenuhi secara terus menerus. mengakibatkan kegagalan operasi pada transformator.

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

Yulius S. Pirade ABSTRAK

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDY KASUS BLACKOUT 30 SEPTEMBER 2007 SISTEM SUSELTRABAR

ANALISIS SUSUT ENERGI PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI SESUAI RENCANA OPERASI SUTET 500 kv

Kata Kunci : Transformator Distribusi, Ketidakseimbangan Beban, Arus Netral, Rugi-rugi, Efisiensi

BAB III SISTEM TENAGA LISTRIK INTERKONEKSI JAWA-BALI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi listrik selama ini selalu meningkat dari tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

ANALISIS KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TRAFO 1 GI SRONDOL TERHADAP RUGI-RUGI AKIBAT ARUS NETRAL DAN SUHU TRAFO MENGGUNAKAN ETAP

Analisis Kestabilan Transien dan Pelepasan Beban Pada Sistem Integrasi 33 KV PT. Pertamina RU IV Cilacap akibat Penambahan Beban RFCC dan PLBC

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

ANALISIS KEDIP TEGANGAN AKIBAT GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG ABANG DI KARANGASEM

Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kw

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini menggunakan data plant 8 PT Indocement Tunggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

STUDI KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. BOC GASES GRESIK JAWA TIMUR

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan :

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( X Print) B 1

STUDI PENEMPATAN SECTIONALIZER PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV DI PENYULANG KELINGI UNTUK MENINGKATKAN KEANDALAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern saat ini, tenaga listrik memegang peranan penting dalam

1. BAB I PENDAHULUAN

STUDI KOORDINASI FUSE

BAB I PENDAHULUAN. dengan energi, salah satunya energi listrik yang sudah menjadi

ABSTRAK Kata Kunci :

STUDI PERBANDINGAN KEANDALAN SISTEM DISTRIBUSI 20 KV MENGGUNAKAN METODE SECTION TECHNIQUE DAN RNEA PADA PENYULANG RENON

STUDI RUGI DAYA SISTEM KELISTRIKAN BALI AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS PEMBANGKITAN DI PESANGGARAN

Analisis Under Voltage Load Shedding berdasarkan nilai Sensitivitas Bus dan Daya Reaktif pada PT PLN (Persero) APB DKI Jakarta & Banten

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. Transmisi, dan Distribusi. Tenaga listrik disalurkan ke masyarakat melalui jaringan

Penentuan Nilai Arus Pemutusan Pemutus Tenaga Sisi 20 KV pada Gardu Induk 30 MVA Pangururan

Transkripsi:

SIMULASI PEMISAHAN BEBAN BERDASARKAN TINGKAT FLUKTUASI BEBAN PADA SUBSISTEM TENAGA LISTRIK 150KV Samia Sofyan, I. Made Ardita Y. Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok Email: samiasofyan@gmail.com Abstrak Kondisi fluktuasi beban yang sangat cepat harus diantisipasi dengan ketersediaan suplai yang memadai. Apabila beban meningkat tetapi suplai yang diberikan turun maka akan terjadi kelebihan beban. Kelebihan beban ini mengakibatkan suplai akan padam karena neracadaya tidak seimbang. Gangguan ini mengakibatkan tidak kontinuitasnya pelayanan daya. Kondisi tersebut diatasi dengan tahapan pemisahan beban (load shedding) secara terencana. Pemisahan beban dilakukan dengan simulasi analisa aliran daya pada software ETAP 7. Pada skenario pemisahan beban ini penulis menjadikan IBT 1 sebagai suplai cadangan ketika IBT 2 lepas. IBT 1 memberikan 30% suplai cadangannya kepada IBT 2. Hasil dari beban yang dilepas adalah load 1, load 2, lump 5, lump 6, load 3, load 4 dan lump 12 yaitu sebanyak 127,4 MVA atau 28,4% dari total pembebanan IBT 1 dan IBT 2. Kata kunci : Suplai Cadangan; Pemisahan Beban; Fluktuasi Beban Load Shedding Simulation Based on Load Fluctuation Rate in 150kV Electrical Power Subsystem Abstract Conditions of very rapid load fluctuations must be anticipated with the availability of adequate supplies. If the load increases but supply is given off, there will be overloaded. This overload will lead to supply balance of power outages due to unbalanced. This disturbancemakepower service is not continuity. The condition was overcome by stage load separation (load shedding) in a planned. Load shedding executed by simulation of load flow analysis with software ETAP 7. At this load separation scenario writer makes IBT 1 as a backup supply when IBT 2 off. IBT 1 gives 30% supply of reserves to the IBT 2. The result of released load are load 1, load 2, 5 lump, lump 6, load 3, load 4 and lump 12 as many as 127.4 MVA or 28.4% of the total loading from IBT 1 and 2. Keyword: Back Up Supply; Load shedding; Load Fluctuations I. PENDAHULUAN Permintaan jumlah beban listrik yang tinggi di Indonesia harus dibarengi dengan tersedianya jumlah pembangkit yang melayani beban tersebut. Oleh karena itu, kondisi fluktuasi beban yang sangat cepat ini harus diantisipasi dengan ketersediaan pembangkit yang memadai. Pada suatu sistem tenaga listrik dapat terjadi ketidakseimbangan antara kapasitas pembangkitan dan kebutuhan beban. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan karena gangguan dari dalam dan dari luar sistem. Dari dalam bisa disebabkan karena umurnya peralatan yang sudah tua. Gangguan dari luar sistem yaitu terputusnya saluran transmisi 1

utama, terlepasnya salah satu atau lebih unit pembangkit atau penambahan beban secara tibatiba. Gangguan ini mengakibatkan kontinuitas pelayanan listrik dapat berkurang atau tidak andal. Turunnya tegangan pada sistem atau undervoltage dapat mengakibatkan kegagalan sistem. Kegagalan ini berakibat fatal bagi kerusakan komponen listrik maupun kerugian operasional bagi beban yang memiliki fluktuasi yang tinggi, seperti pada sebuah industri. Sehingga turunnya tegangan menjadi indikator keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Ketika ada gangguan, suatu sistem harus memiliki cadangan pembangkitan. Akan tetapi cadangan suplai tersebut hanya terbatas. Sehingga untuk menjaga kontinuitas pelayanan dibutuhkan suatu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemisahan Beban adalah metode tahapan pemisahan beban secara terencana untuk mengatasi gangguan tersebut agar pelayanan listrik dapat terus berjalan. Penyebab pemisahan beban yang dibahas kali ini adalah hilangnya suplai pembangkit. Tujuan dari pemisahan beban itu sendiri adalah untuk pengelompokan beban. Beban listrik memiliki karakteristik dengan fluktuasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu pengelompokan beban ini berguna untuk mendapatkan tahapan pemisahan beban yang sesuai dengan tingkat fluktuasi beban konsumen. Pemisahan beban terencana ini akan diurutkan dari beban yang berfluktuasi rendah ke beban yang berfluktuasi tinggi. Sehingga kerugian dari sisi pembangkit dan dari sisi beban dapat dikurangi. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi beban yang akan diprioritaskan untuk dipisah serta dapat mensimulasikan tahapan pemisahan beban dari prioritas beban yang telah diidentifikasi. II. TEORI A. Klasifikasi Beban Berdasarkan jenis konsumen energi listrik, secara garis besar, jenis beban dapat diklasifikasikan ke dalam[1] : 1. Beban Rumah Tangga 2. Beban Komersial 3. Beban Industri 4. Beban Fasilitas Umum 2

Pengklasifikasian ini sangat penting artinya bila kita melakukan analisa karakteristik beban untuk suatu sistem yang sangat besar. Perbedaan yang paling prinsip dari empat jenis beban diatas, selain dari daya yang digunakan dan juga waktu pembebanannya. B. Sistem Keandalan Tingkat Tinggi Sistem tenaga listrik yang baik adalah yang tingkat keandalannya tinggi di mana frekuensi dan durasi terjadinya pemadaman sangat rendah. Sistem dengan keandalan tinggi sangat dibutuhkan pada instansi pemerintahan, industri, ataupun perusahaan yang mengutamakan kontinuitas daya listrik ke beban. Menurut Kriteria Desain Jaringan Distribusi PLN [8], secara ideal tingkat keandalan kontinuitas penyaluran terbagi menjadi 5 tingkat, antara lain : Tingkat-1 : pemadaman dalam orde beberapa jam. Umumnya terjadi pada sistem saluran udara dengan konfigurasi radial Tingkat-2 : Pemadaman dalam orde kurang dari satu jam. Mengisolasi penyebab gangguan dan pemulihan penyaluran kurang dari satu jam. Umumnya pada sistem dengan pasokan penyulang cadangan atau sistem loop Tingkat-3 : Pemadaman dalam orde beberapa menit. Umumnya pada sistem yang mempunyai sistem SCADA. Tingkat-4 : Pemadaman dalam orde detik. Umumnya pada sistem dengan fasilitas automatic switching pada sistem fork. Tingkat-5 : Sistem tanpa pemadaman. Keadaan di mana selalu ada pasokan tenaga listrik, misalnya pada sistem spotload, transformator yang bekerja parallel. C. Sistem Pemisahan Beban Tujuan utama dari sistem pemisahan beban adalah untuk mengantisipasi dan mencegah kolapsnya sistem tenaga yang disebabkan oleh transformator IBT yang kelebihan beban. Proses kelebihan beban ini dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama disebabkan oleh naiknya nilai beban melebihi kapasitas transformator maupun dalam waktu instan yang terjadi karena satu transformator trip dan melepas beban ke transformator lain. Akibat gangguan berupa beban lebih dapat mempengaruhi keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dan permintaan beban sehingga menyebabkan beberapa hal yang dapat mengganggu kestabilan sistem, penurunan Tegangan Sistem. Strategi pemisahan beban terdiri dari pengurangan beban, manual load shedding dan automatic load shedding. Pengurangan beban akan dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya 3

kekurangan pembangkitan sehingga sistem masih memiliki waktu untuk mengkoordinasikan pengurangan beban dengan konsumen. Biasanya sekitar 5 jam sebelum kekurangan itu muncul. Sebelum dilakukan pemisahan beban yang bertujuan untuk pemulihan sistem, ketiga kriteria dibawah ini harus terpenuhi, dengan begitu pemisahan beban aman untuk dilakukan, ketiga kriteria tersebut adalah : 1. Pemisahan beban dilakukan secara bertahap dengan tujuan apabila pada pemisahan tahap pertama tegangan bus belum juga pulih masih dapat dilakukan pemisahan beban tahap berikutnya untuk memperbaiki tegangan bus. 2. Jumlah beban yang dipisahkan hendaknya seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan sistem tenaga listrik dalam memperbaiki tegangan bus. 3. Beban yang dipisahkan adalah beban yang memiliki prioritas paling rendah dibandingkan beban lain dalam suatu sistem tenaga listrik. Oleh sebab itu seluruh beban terlebih dahulu diklasifikasikan menurut kriteria tertentu, seperti menurut tingkat fluktuasi beban listrik. III. METODE Metode penelitian pada skripsi ini adalah dengan pengambilan data di PT. PLN (persero) P3BJB Region Jakata-Banten. Data ini digunakan sebagai acuan pembuatan subsistem yang akan disimulasikan pada skripsi ini. A. Perencanaan Pemisahan Beban Dengan ETAP 7.0.0 Model pemisahan beban yang digunakan pada skripsi ini mengacu pada pemisahan beban secara manual dengan melihat persentase susut tegangan pada bus. Perencanaan pemisahan beban dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah terjadinya kekurangan daya pembangkitan akan tepat ditentukan besar kelebihan beban untuk selanjutnya dapat ditentukan besar beban minimal yang akan dipisah agar sistem dapat bekerja pada kondisi tegangan yang diizinkan yaitu +5%, -10%[6]. Apabila pada sistem besar, hal ini sulit dilakukan karena bebannya bervariasi. Oleh karena itu pada perencanaan pemisahan beban kali ini dilakukan pengelompokan beban menurut tingkat fluktuasinya agar mempermudah pemisahan beban. Diagram satu garis sistem kelistrikan subsistem transmisi tenaga listrik 150 kv dibuat dengan software ETAP 7.0.0. Dari sistem kelistrikan subsistem ini akan dilakukan simulasi load flow pada software ETAP 7.0.0. Pada simulasi akan dilihat kondisi tegangan bus sebelum dan setelah dilakukan tahapan pemisahan beban. Akhirnya didapatkan besar perbaikan 4

tegangan yang terjadi setelah terjadinya pemisahan beban berdasarkan tingkat fluktuasi beban subsistem. Berikut diagram satu garis sistem kelistrikan subsistem ini : Gambar 1. Diagram Satu Garis Sistem Kelistrikan Subsistem Tenaga Listrik 150kV Jaringan yang akan dianalisis adalah jaringan 150kV dengan berbagai macam tipe beban. Jaringan ini merupakan salah satu model subsistem dimana subsistem ini memiliki dua IBT 500/150kV sebagai sumber daya utama bagi jaringan 150kV. Dari diagram satu garis subsistem di atas dapat dilihat bahwa sistem kelistrikan subsistem ini memiliki Bus 500kV, Bus 150kV dan Bus 20kV. Standar kelistrikan yang digunakan adalah milik IEC dan frekuensi sistem 50 Hz. Pada subsistem ini kedua IBT memiliki daya tampung beban masing-masing. Pada saat tidak terjadi gangguan, alat pemutus tenaga (CB 13) yang menghubungkan Bus B dan bus C dalam kondisi terbuka. Apabila terjadi gangguan yaitu suplai salah satu IBT lepas, maka CB tersebut akan tertutup (closed). Sehingga beban pada salah satu IBT akan dipenuhi oleh IBT lainnya. Pada sistem ini IBT 2 akan trip sehingga IBT 1 akan memberikan 30% dari persentase pembebanannya sehingga dilakukan pemisahan beban. Simulasi yang penulis gunakan pada software ETAP 7.0.0 adalah simulasi aliran daya (load flow). Pada simulasi, metode aliran daya yang digunakan adalah metode accelerated Gauss-Seidel[4], dengan iterasi maksimum 2000. Secara garis besar, tahapan-tahapan dalam melakukan simulasi aliran daya hingga memperoleh data hasil simulasi adalah sebagai berikut: 5

Gambar 2. Diagram Alir Proses Simulasi B. Prioritas Beban Pada Subsistem Penggolongan beban ini dilakukan agar dapat melakukan pemisahan beban dari beban berfluktuasi rendah yaitu perumahan sampai beban berfluktuasi tinggi yaitu industri besar. Sehingga tingkat fluktuasi pembebanan dalam subsistem dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Fluktuasi Rendah b. Fluktuasi Sedang c. Fluktuasi Tinggi Beban berfluktuasi tinggi dikategorikan sebagai beban pada industri besar. Pada industri ini penggerak utama yang digunakan adalah motor induksi. Motor dikatakan beban berfluktuasi tinggi karena sensitif terhadap perubahan tegangan dan frekuensi. Pada beban yang lebih besar, waktu start motor akan lebih panjang, arus kerja motor lebih tinggi dan putaran kerja motor lebih rendah. Sementara itu karena besarnya arus motor, temperatur kerja motor akan lebih tinggi pula. 6

Pada industri ketergantungan akan sumber listrik juga sangat tinggi karena industri bekerja berpatokan pada jam kerja. Berapa banyak barang yang dapat dihasilkan pada waktu tertentu. Jika suplai terhenti maka produksi industri akan terhambat dan pabrik akan mengalami kerugian. Oleh karena itu konsumen industri harus memiliki sistem keandalan tingkat tinggi. Adanya hilang tegangan sekejap sangat menggangu, karena [7] : Peralatan atau industri yang menggunakan kontaktor magnetik, kontaktor akan berhenti (lepas/jatuh) sehingga suplai terhenti Kerusakan mutu produk dan terhentinya proses pemintalan pada pabrik pemintalan yang terdiri dari puluhan ribu mata pintal. Kerusakan mutu pertenunan. Hilang tegangan sekejap akan mengubah putaran mesin dengan mendadak; akibatnya pola pertenunan berubah. Kerusakan mutu produksi kertas karena berubahnya putaran mesin yang mendadak. Pada sofware ETAP 7.0.0 beban yang digunakan untuk simulasi yaitu beban lump yang merupakan campuran dari statis dan motor serta beban load yang merupakan beban statis saja. Beban lump memiliki persentase motor dan statis yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat fluktuasinya. Gambar 3. Penggolongan Beban Subsistem Pada gambar di atas beban pada subsistem digolongkan menjadi daerah-daerah tertentu. Daerah A,B,C dan D menjadi tanggung jawab IBT 1 untuk menyalurkan daya. Sedangkan daerah E, F,G dan H menjadi tanggung jawab IBT 2. Beban berfluktuasi tinggi memiliki persentase motor lebih besar dari 50%. Beban yang berfluktuasi menengah mempunyai persentase motor sama dengan 50%. Sedangkan beban yang berfluktuasi rendah persentase motor nya dibawah 50%. Sesuai dengan tabel dibawah ini : 7

Tabel 1. Prioritas Pemisahan Beban IBT 1 IBT 1 No Daerah Nama Beban Tingkat Fluktuasi Rating Tipe Beban S (Mva) %Pf % Statis % Motor 1. D Load 2 Rendah 20 85 100% 0% 2. D Load 1 Rendah 15 85 100% 0% 3. C Lump 6 Rendah 28 95 80% 20% 4. C Lump 5 Rendah 25 95 60% 40% 5. B Lump 3 Sedang 26 95 50% 50% 6. B Lump 4 Sedang 23 95 50% 50% 7. B Lump 14 Tinggi 27 95 20% 80% 8. A Lump 2 Tinggi 36 95 20% 80% 9. A Lump 1 Tinggi 38 95 0% 100% No Daerah Nama Beban Tabel 2. Prioritas Pemisahan Beban IBT 2 IBT 2 Tingkat Fluktuasi Rating S (Mva) %Pf % Statis Tipe Beban % Motor 1. G Load 3 Rendah 10 85 100% 0% 2. G Load 4 Rendah 15 85 100% 0% 3. H Lump 12 Rendah 26 95 90% 10% 4. F Lump 9 Rendah 24 95 80% 20% 5. G Lump 11 Rendah 29 95 80% 20% 6. F Lump 10 Sedang 28 95 50% 50% 7. E Lump 8 Tinggi 33 95 30% 70% 8. H Lump 13 Tinggi 26 95 20% 80% 9. E Lump 7 Tinggi 31 95 30% 70% IV. HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi dilakukan dengan melihat kondisi sistem saat dalam keaadan normal dan saat dilakukannya pemisahan beban sesuai dengan gambar dibawah ini. Sistem Dalam Keadaan Normal Saat ini CB 13 masih dalam keadaan terbuka, Tegangan Bus dalam Kondisi Normal Skenario IBT 2 Lepas CB 13 akan menutup - - > IBT 1 akan memberikan 30% cadangannya kepada IBT 2 - - > Dilakukan pemisahan beban pada IBT 1 Skenario Pemisahan Beban IBT 2 Dilakukan beberapa tahap pemisahan beban hingga mendapatkan tegangan bus dalam kondisi normal Gambar 4. Proses Simulasi Pemisahan Beban 8

A. Subsistem Saat Kondisi Normal Pada saat sistem dalam keadaan normal, pembebanan masing-masing IBT adalah sebagai berikut: Tabel 3. Pembebanan IBT Saat Kondisi Normal Trafo Aliran MVA %Pembebanan IBT 1 230,89 46,2 IBT 2 217,46 43,5 Jumlah 448,35 89,7 Dari tabel diatas dapat diketahui persentase pembebanan IBT 1 lebih besar dari IBT 2. Hal ini disebabkan oleh variasi beban yang ditanggung oleh IBT 1 lebih banyak beban berfluktuasi tinggi (sesuai dengan tabel 1 dan 2) atau pada ETAP direpresentasikan lebih banyak persentase beban motor dibandingkan persentase statis. Hasil dari analisa aliran daya sistem dalam kondisi normal didapatkan besar susut tegangan bus adalah sebagai berikut : Tabel 4. Persentase Susut Tegangan Subsistem Saat Normal Bus ID Bus Power Grid %Tegangan %Susut Tegangan Keadaan 100 0,00 Normal Bus A 96,37 3,63 Normal Bus C 93,7 6.30 Normal Bus B 93.43 6.57 Normal Bus G 93.35 6.65 Normal Bus I 93.15 6.85 Normal Bus H 92.88 7.12 Normal Bus D 92.53 7.47 Normal Bus F 92.32 7.68 Normal Bus E 92.26 7.74 Normal Bus 20 91.94 8.06 Normal Bus 14 91.65 8.35 Normal Bus 21 91.51 8.49 Normal Bus 11 91.42 8.58 Normal Bus 16 91.28 8.72 Normal Bus 15 91.27 8.73 Normal Bus 12 91.2 8.80 Normal Bus 17 91.04 8.96 Normal Bus 13 91.02 8.98 Normal Bus 6 90.79 9.21 Normal 9

Bus 9 90.73 9.27 Normal Bus 19 90.61 9.39 Normal Bus 5 90.54 9.46 Normal Bus 4 90.41 9.59 Normal Bus 7 90.39 9.61 Normal Bus 8 90.25 9.75 Normal Bus 10 90.2 9.80 Normal Bus 3 90.08 9.92 Normal Susut tegangan dihitung dengan cara: %!"#"$!"#$%#$% =!""% %!"#$%#$% Susut tegangan maksimum yang diijinkan oleh PLN adalah 10%. Pada keadaan diatas susut tegangan masih dibawah 10% sehingga sistem berada pada kondisi normal. B. Skenario IBT2 Lepas Pada tahap ini akan dilakukan skenario lepasnya IBT 2 yaitu CB 2 dalam keaadan open. Simulasi dilakukan dengan memutus CB yang tersambung pada IBT 1. Lepasnya suplai tersebut akan memberikan dampak pada tegangan bus. Dapat dilihat dari gambar dibawah ini bahwa semua bus kecuali bus A, dalam kondisi yang critical. Gambar 5. Kondisi Sistem Saat IBT 2 Lepas Pada bus yang mengalami kondisi critical, menandakan bahwa susut tegangan yang terjadi lebih besar dari batas toleransi yang diizinkan. C. Skenario Pemisahan Beban Pada IBT 1 Persentase pembebanan IBT 1 saat IBT 2 lepas adalah 89,3 %. Pada IBT 1 akan dilepas beban Load 1, Load 2, Lump 5 dan Lump 6 sesuai dengan tabel prioritas beban. Beban yang dilepas ini merupakan 30% dari persentase pembebanan IBT 1. Persentase pembebanan IBT 10

1 setelah pemisahan beban adalah 74,3%. Dapat dilihat pada gambar diagaram satu garis bahwa bus 150 kv sudah kembali normal. Gambar 6. Kondisi Diagram Satu Garis Sistem Setelah Pemisahan Beban Sebanyak 30% Pemisahan beban dilakukan agar sistem berada pada kondisi tegangan yang normal tetapi masih ada bus 20 kv yang kondisinya belum normal. Setelah pemisahan beban pada IBT, dapat dilihat besar susut tegangan di masing-masing bus adalah : Tabel 5. Keaadaan Tegangan Saat Pemisahan Beban Pada IBT 1 Bus ID Nominal %Susut %Tegangan kv tegangan Bus 3 20 88.82 11.18 Bus 4 20 89.18 10.82 Bus 5 20 89.83 10.17 Bus 6 20 90.08 9.92 Bus 11 20 89.99 10.01 Bus 12 20 89.71 10.29 Bus 13 20 89.53 10.47 Bus 14 20 90.2 9.80 Bus 15 20 89.81 10.19 Bus 16 20 89.84 10.16 Bus 17 20 89.55 10.45 Bus 19 20 89.89 10.11 Bus 20 20 90.51 9.49 Bus 21 20 90.07 9.93 Bus A 500 96.95 3.05 BusB 150 92.24 7.76 Bus C 150 92.24 7.76 BusD 150 91.82 8.18 BusE 150 91.83 8.17 BusF 150 91.83 8.17 11

BusG 150 91.89 8.11 BusH 150 91.42 8.58 BusI 150 91.69 8.31 Bus Power Grid 20 100 0.00 : Critical : Normal Diperlukan pemisahan beban selanjutnya di IBT 2 agar sistem kembali normal. D. Skenario Pemisahan Beban Pada IBT 2 Pada skenario pemisahan beban ini dilakukan dari sisi pembebanan IBT 2. Pada IBT 2 akan dilakukan beberapa tahapan pemisahan beban sesuai dengan prioritas beban yang telah disebutkan sebelumnya,. Tahap pertama, kedua dan seterusnya dilakukan hingga mendapatkan keadaan sistem kembali normal. 1) Pemisahan Beban Tahap 1 Pada tahap ini dilakukan pemisahan load 3 yaitu dengan membuka CB 18 pada rangkaian. Selanjutnya setelah dilakukan analisa aliran daya didapatkan diagram satu garis sistem dan tabel susut tegangan sebagai berikut. Gambar 7. Keaadan Sistem Saat Pemisahan Beban Tahap 1 12

Tabel 6. Persentase Susut Tegangan Saat Load 3 Dipisah Bus ID %Tegangan %Susut Tegangan Bus 3 89.36 10.64 Bus 4 89.71 10.29 Bus 5 90.34 9.66 Bus 6 90.59 9.41 Bus 12 90.23 9.77 Bus 13 90.05 9.95 Bus 14 90.71 9.29 Bus 15 90.32 9.68 Bus 16 90.34 9.66 Bus 17 90.08 9.92 Bus 19 90.41 9.59 Bus 20 91.12 8.88 Bus 21 90.68 9.32 Bus A 97.16 2.84 BusB 92.75 7.25 Bus C 92.75 7.25 BusD 92.34 7.66 BusE 92.34 7.66 BusF 92.34 7.66 BusG 92.51 7.49 BusH 91.93 8.07 BusI 92.2 7.80 Bus Power Grid : Critical : Normal 100 0.00 Dari gambar 7 didapatkan besar tegangan bus 150kV telah berubah normal. Namun pada tabel 6 masih ada batas kurang tegangan (undervoltage) sebesar 10% yang belum terpenuhi, sehingga masih terdapat tegangan bus yang critical yaitu pada bus 3 dan bus 4. Sehingga harus dilakukan pemisahan beban tahap kedua. 2) Pemisahan Beban Tahap 2 Pada pemisahan beban tahap kedua dilakukan dengan cara membuka CB 20, yaitu dengan beban Load 4 pada transformator T 18 sebesar 18 MVA. Setelah itu dilakukan analisa aliran daya pada ETAP sehingga didapatkan besar persentase tegangan bus saat load 4 dipisah. Gambar dan tabel dari sistem setelah dilakukannya pemisahan beban tahap kedua ini adalah sebagai berikut. 13

Gambar 8. Keadaan Sistem Saat Pemisahan Beban Tahap 2 Tabel 7. Persentase Susut Tegangan Saat Load 4 Dipisah Bus ID %Tegangan %Susut Tegangan Bus 3 89.8 10.20 Bus 4 90.14 9.86 Bus 5 90.77 9.23 Bus 6 91.01 8.99 Bus 12 90.66 9.34 Bus 13 90.48 9.52 Bus 14 91.13 8.87 Bus 15 90.75 9.25 Bus 16 90.76 9.24 Bus 17 90.51 9.49 Bus 19 90.84 9.16 Bus 21 91.19 8.81 Bus A 97.34 2.66 BusB 93.17 6.83 Bus C 93.17 6.83 BusD 92.76 7.24 BusE 92.76 7.24 BusF 92.76 7.24 BusG 93.03 6.97 BusH 92.35 7.65 BusI 92.63 7.37 Bus Power Grid : Critical : Normal 100 0.00 14

Pada tabel 7 diatas masih terdapat kondisi tegangan dimana batas kurang tegangan (undervoltage) sebesar 10% belum terpenuhi, sehingga masih terdapat tegangan bus yang critical yaitu pada bus 3. Sehingga harus dilakukan pemisahan beban tahap ketiga. 3) Pemisahan Beban Tahap 3 Pemisahan beban tahap ketiga dilakukan dengan cara membuka CB 21, yaitu dengan beban Lump 12 pada transformator T 12 sebesar 26 MVA. Setelah itu dilakukan analisa aliran daya pada ETAP sehingga didapatkan besar persentase tegangan bus saat lump 12dipisah. Gambar dan tabel dari sistem setelah dilakukannya pemisahan beban tahap ketiga ini adalah sebagai berikut Gambar 9. Keadaan Sistem Saat Pemisahan Beban Tahap 3 Tabel 8. Persentase Susut Tegangan Saat Lump 12 Dipisah Bus ID Nominal % Susut %Tegangan kv Tegangan Bus 3 20 90.41 9.59 Bus 4 20 90.73 9.27 Bus 5 20 91.35 8.65 Bus 6 20 91.59 8.41 Bus 12 20 91.25 8.75 Bus 13 20 91.07 8.93 Bus 14 20 91.82 8.18 Bus 15 20 91.45 8.55 Bus 17 20 91.35 8.65 Bus 19 20 91.43 8.57 Bus 21 20 91.76 8.24 Bus A 500 97.59 2.41 BusB 150 93.75 6.25 Bus C 150 93.75 6.25 BusD 150 93.34 6.66 BusE 150 93.34 6.66 BusF 150 93.34 6.66 15

BusG 150 93.6 6.40 BusH 150 93.19 6.81 BusI 150 93.33 6.67 Bus Power Grid 20 100 0.00 : Normal Setelah dilakukan pemisahan beban lump 12, persentase susut tegangan kembali pada kondisi normal. Sehingga pada pemisahan beban tahap ketiga ini kondisi tegangan sistem telah kembali normal. Hal itu dilihat dari nilai persentase tegangan yang berada pada batas kurang tegangan (undervoltage) yang diijinkan yaitu 10%. Pada pemisahan beban tahap ketiga ini didapatkan besar tegangan di semua bus kembali normal. Besar pembebanan IBT 1 menjadi 64,2%. Beban yang dipisah pada tahap ketiga ini merupakan beban dengan prioritas yang telah ditentukan sebelumnya. Karena pada tahap ketiga ini tegangan sistem telah kembali normal maka pemisahan beban tahap selanjutnya tidak perlu dilakukan. Perbandingan besar tegangan bus sebelum dan setelah dilakukannya pemisahan beban adalah sebagai berikut : Tabel 10. Perbandingan Susut Tegangan Bus ID %Susut Tegangan Normal Sebelum Sesudah Bus 3 9.92 13.58 9.59 Bus 4 9.59 13.17 9.27 Bus 5 9.46 12.95 8.65 Bus 6 9.21 12.7 8.41 Bus 12 8.8 12.61 8.75 Bus 13 8.98 12.8 8.93 Bus 14 8.35 12.07 8.18 Bus 15 8.73 12.48 8.55 Bus 17 8.96 12.77 8.65 Bus 19 9.39 12.93 8.57 Bus 21 8.49 12.19 8.24 Bus A 3.63 4.04 2.41 Bus B 6.57 10.05 6.25 Bus C 6.3 10.05 6.25 Bus D 7.47 10.94 6.66 Bus E 7.74 11.21 6.66 Bus F 7.68 11.15 6.66 Bus G 6.65 10.38 6.4 Bus H 7.12 10.87 6.81 Bus I 6.85 10.59 6.67 16

Bus Power Grid 100 0 0 : Kondisi Normal : Kondisi IBT 2 Lepas : Kondisi Setelah Pemisahan Beban Dari perbandingan di atas dapat dilihat bahwa terjadi perbaikan susut tegangan setelah dilakukannya pemisahan beban. Pemisahan beban berhasil dilakukan tanpa adanya pemisahan beban berfluktuasi tinggi. Kontinuitas pelayanan listrik dapat terjaga sehingga tujuan pengelompokan beban tersebut tercapai. Besar beban yang dipisahkan oleh sistem didapatkan dari analisa aliran daya adalah : Tabel 11. Perbandingan Persentase Pembebanan Sistem Sebelum Pemisahan Beban Setelah Pemisahan Beban Trafo Aliran %Pembebanan Aliran MVA %Pembebanan MVA IBT 1 230,89 46,2 320,95 64,2 IBT 2 217,46 43,5 Lepas Pada kondisi normal, persentase pembebanan IBT 1 46,2%. Setelah dilakukannya pemisahan beban akibat dari IBT 2 lepas, maka didapatkan persentase pembebanan IBT 1 menjadi 64,2 %. Faktor yang menyebabkan persentase pembebanan IBT 1 ini meningkat adalah karena saluran transmisi yang menghubungkan IBT dengan beban sebagian telah dipisahkan menurut pemisahan beban.beban yang dipisah adalah Load 1, Load 2, Lump 5, Lump 6, load 3, load 4 dan lump 12. Sehingga rugi-rugi transmisi dapat berkurang akibat dari lepasnya beban-beban tersebut. V. KESIMPULAN 1. Persentase pembebanan IBT 1 yang tadinya sebesar 46,2% menjadi 64,2% 2. Beban yang dipisah adalah load 1, load 2, lump 5, lump 6, load 3, load 4 dan lump 12 yaitu sebanyak 127,4 MVA atau 28,4% dari total pembebanan IBT 1 dan IBT 2 3. Pada pemisahan beban tahap ketiga telah terjadi perbaikan susut tegangan yaitu pada bus 3 dari 10,2 % menjadi 9,59 % sehingga pada setiap bus persentase susut tegangan kembali normal. 4. Dengan adanya tahapan pemisahan beban ini maka kontinuitas pelayanan listrik masih terjaga pada beban yang berfluktuasi tinggi 17

5. Penulis merekomendasikan pengelompokan beban pada suatu sistem agar mudah dalam melakukan pemisahan beban apabila terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik VI. REFERENSI [1] Kadir, Abdul. (2000). Distribusi Dan Utilisasi Tenaga Listrik. Jakarta: UI Press. [2] Marsudi, Djiteng. (2005). Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Erlangga. [3] Bidang Operasi Sistem PT. PLN (Persero) P3BJB (2012). Operasi Sistem Jawa-Bali. Gandul: Operasi-SJB. [4] Williams D., Stevenson Jr. (1996). Analisis Sistem Tenaga Listrik. Erlangga :Jakarta [5] Chapman, Stephen J. (2002). Electrical Machinery Fundamental. New York: McGraw- Hill. [6] Peraturan Menteri ESDM No 07 2010 tentang Tarif Dasar Listrik PT PLN (2010). [7] SPLN. 1986. Tingkat Jaminan Sistem Tenaga Listrik, Bagian Dua : Sistem Distribusi. PT.PLN (Persero): Jakarta. [8] Tim Penulis. 2010. Kriteria Desain Enjinering Konstruksi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik. PT.PLN (Persero) : Jakarta. 18