DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

Profil Sanitasi Wilayah

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT ( EHRA ) KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WONOSOBO

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Survey EHRA Kabupaten Jayapura 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL KABUPATEN ROTE NDAO

LAPORAN PELAKSANAAN STUDI EHRA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA Penentuan Target Area Survei... 4

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

5.1. Area Beresiko Sanitasi

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN STUDI EHRA. Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Environmental Health Risk Assessment Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMANT (EHRA) KABUPATEN SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

KATA PENGANTAR. Jembrana, Agustus Ketua Pokja PPSP Kabupaten Jembrana

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH

LAPORAN STUDY EHRA KOTA BUKITTINGGI Oleh : DINAS KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

Lampiran 1: Hasil Kajian Aspek Non Teknis dan Lembar Kerja Area Berisiko

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI

BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

Transkripsi:

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan bimbingan-nya kami dapat menyelesaikan Laporan Hasil Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Lampung Barat untuk menyusun buku Pemetaan Kondisi Sanitasi (Buku Putih Sanitasi) dan Strategi Sanitasi Kota (SSK) berdasarkan pendekatan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Secara substansi, hasil Studi EHRA memberi data ilmiah dan faktual tentang ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala kota Sub sektor sanitasi yang menjadi obyek studi meliputi limbah cair domestik, limbah padat/sampah dan drainase lingkungan, serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) termasuk praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan telah diarahkan sesuai dengan lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Laporan hasil Studi EHRA ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian Pokja PPSP Kabupaten dengan sumber daya yang dimiliki. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan laporan ini. Liwa, Agustus 2013

RINGKASAN EKSEKUTIF Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan / Envinronmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Dalam pelaksanaan studi EHRA menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh lurah. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga)/Pemangku. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total Pemangku/RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Kriteria utama penetapan klaster tersebut adalah kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi, daerah terkena banjir. Jumlah desa yang akan dijadikan objek studi ini adalah 30 desa yang terdistribusi dalam 4 kluster yaitu kluster 0 sebanyak 2 desa, kluster 1 sebanyak 11 desa, kluster 2 sebanyak 8 desa, kluster 3 sebanyak 8 desa, dan kluster 4 sebanyak 1 desa. Karena di Kabupaten Lampung Barat sampel yang akan dijadikan target survey adalah desa, maka hasil olah data adalah tidak per kluster melainkan per kelurahan. Di Kabupaten Lampung Barat responden yang digunakan dalam studi EHRA ini dalah sejumlah 1.200 responden yang telah dilakukan random sampling dan terdistribusi dalam 30 desa terpilih. Kondisi sampah di Kabupaten Lampung Barat adalah 46,8% pengelolan sampah rumah tangga dilakukan oleh responden adalah dengan di bakar. Untuk pemilahan sampah hanya 18,5% rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah, sedangakan 81,5% rumah tangga tidak melakukan pemilahan sampah.

Sarana kepemilikan jamban pribadi sebesar 72,9%, terdapat 24,2% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa tangki septic dan 90,3% rumah tangga yang memiliki tangki septic tidak pernah mengosongkan tangki septic. Persentase rumah tangga yang memiliki saluran pengelolaan air limbah adalah sebesar 56,3%, 70,5% SPAL dinyatakan berfungsi. Pengelolaan air bersih rumah tangga menunjukkan bahwa persentase tertinggi responden menggunakan air ledeng PDAM adalah sebesar 29,2% rumah tangga untuk keperluan masak, 27,8% rumah tangga menggunakan air ledeng PDAM untuk sumber air minum. Praktik Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Di Lima Waktu Penting berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 82,5% responden yang melakukan, dan hanya 17,5% yang tidak melakukan. Persentase tertinggi praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dilakukan sebelum makan yaitu sebesar 78,5%, setelah makan 46%, setelah buang air besar 44,8%. Hasil analisa indeks risiko sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Kategori area berisiko sangat tinggi pada anggota Kluster 2 yaitu dengan nilai/skor 266, dimana risiko sanitasi paling tinggi adalah persampahan sebesar 93%, perilaku hidup bersih dan sehat 60% dan 58% air limbah domestik. 2. Kategori area berisiko tinggi pada anggota Kluster 1 yaitu dengan nilai/skor 239, dimana risiko sanitasi paling tinggi adalah persampahan sebesar 94%, dan 58% air limbah domestik. 3. Kategori area berisiko sedang pada anggota Kluster 3 yaitu dengan nilai/skor 197, dimana risiko sanitasi paling tinggi adalah air limbah domestik sebesar 58%, dan 53% perilaku hidup bersih dan sehat. 4. Kategori area berisiko rendah pada anggota Kluster 4 dan Kluster 0 yaitu dengan nilai/skor masing-masing 186 dan 160, dimana risiko sanitasi paling tinggi untuk Kluster 4 adalah 68% air limbah domestik, dan 46% persampahan. Sedangkan untuk Kluste 0 adalah 56% Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan 46% persampahan.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.. 1.1 Latar Belakang.. BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA. 2.1 Penentuan Target Area Survey.. 2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden.. 2.3 Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei. 2.4 Penentuan RT/RW dan Responden di Lokasi Survei. BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1 Informasi Responden... 3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.. 3.3 Pembuangan Air Kotor atau Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja. 3.4 Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir. 3.5 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga 3.6 Perilaku Higiene dan Sanitasi. 3.7 Kejadian Penyakit Diare.. 3.8 Indeks Resiko Sanitasi (IRS).. BAB IV PENUTUP.. 1 1 3 4 7 8 9 10 10 11 14 20 24 27 30 32 35 DAFTAR ISTILAH DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK

DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA.. Grafik 2.2. Distribusi jumlah responden per kecamatan... Grafik 3.1. Pengelolaan Sampah. Grafik 3.2. Pemilahan Sampah. Grafik 3.3. Keluarga yang Memiliki Jamban Grafik 3.4. Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja. Grafik 3.5. Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik.. Grafik 3.6. Praktik Pengurasan Tanki Septik. Grafik 3.7. Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman Grafik 3.8. Anak balita buang air besar di lantai/kebun Grafik 3.9. Kebiasaan Membuang Tinja Anak Grafik 3.10. Anak BAB di Ruang Terbuka.. Grafik 3.11. Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir Grafik 3.12. Data Rumah Responden Yang Tegenang Banjir. Grafik 3.13. Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir Grafik 3.14. Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah. Grafik 3.14. Persentase Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Grafik 3.15. Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Grafik 3.16. Persentase SPAL Yang Berfungsi. Grafik 3.17. Persentase SPAL Yang Berfungsi. Grafik 3.18. Akses Terhadap Air Bersih.. Grafik 3.19. Sumber Air Untuk Minum dan Memasak... Grafik 3.20. Pemakaian Sabun Hari Ini atau Kemarin.. Grafik 3.21. Cuci Tangan Pakai Sabun-Umum.. Grafik 3.22. Persentase Penduduk yang Melakukan (BABS). Grafik 3.23. Riwayat Penyakit Diare Anggota Keluarga.. Grafik 3.23. Riwayat Keluarga Yang Sakit Diare.. Grafik 3.24. Indeks Resiko Sanitasi di Kabupaten Lampung Barat 6 7 12 13 14 15 16 17 17 18 19 19 20 21 21 22 22 23 23 24 25 26 28 29 29 30 31 34

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko.. Tabel 2.2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Lampung Barat... Tabel 2.3. Kecamatan Dan Desa Survei EHRA Kabupaten Lampung Barat Tabel 3.1. Informasi Responden... Tabel 3.2. Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA.. Tabel 3.3. Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA.. Tabel 3.4. Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA.. Tabel 3.5. Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA.. Tabel 3.6. Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA. Tabel. 3.7. Kejadian Diare Pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA Tabel 3.8. Katagori Daerah Berisiko Sanitasi Tabel 3.9. Hasil Skoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Risiko.. 5 6 8 10 13 18 24 26 30 31 33 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan / Envinronmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat Kabupaten/kota sampai dengan tingkat desa/kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten Lampung Barat karena: a. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat b. Data terkait dengan sanitasi dan higienitas terbatas dimana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda. c. Isu sanitasi dan higienitas masih dipandang kurang penting sebagaimna terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang d. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan e. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholder dan masyarakat di tingkat desa/kelurahan untuk melakukan kegitana advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholder desa/kelurahan f. EHRA merupakan studi yang menghasilkan data representative ditingkat Kabupaten/kota dan kecamatan sehingga dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa. 1.2 Tujuan Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, agar diketahui: a. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan b. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Resiko Kesehatan lingkungan

1.3 Manfaat Hasil survey digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota dan Strategi Sanitasi Kota (SSK) 1.4 Waktu dan Tempat Survey dilaksanakan pada pada Bulan Juli 2013, dan lokasi survey adalah di kelurahan Se-Kabupaten Lampung Barat 1.4 Pelaksana kegiatan Pelaksana kegiatan adalah: a. Kepala Puskesmas sebagai koordinator wilayah b. Petugas Sanitarian sebagai supervisor c. Kader sebagai enumerator d. Masyarakat sebagai responden 1.5 Lingkup Kegiatan Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat seperti: a. Fasilitas sanitasi yang diteliti 1. Sumber air minum 2. Layanan pembuangan sampah 3. Jamban 4. Saluran pembuangan air limbah b. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higienitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM: 1. Buang air besar 2. Cuci tangan pakai sabun 3. Pengelolaan air minum rumah tangga 4. Pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) 5. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) 1.6 Output Output yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah input untuk Buku Putih Sanitasi, khususnya bab III dan bab V.

BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh koordinator wilayah/kepala UPT. Puskesmas terkait. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 1 (satu ) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga)/Pemangku. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total Pemangku/RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator atau Dinas Kesehatan Provinsi yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan

standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja AMPL. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut: 1. Penanggungjawab : Kepala Dinas Kesehatan Kab. Lampung Barat 2. Koordinator Survey : Kepala Bidang P3PL Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat 3. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas 4. Supervisor : Sanitarian Puskesmas 5. Tim Entry dan Analisa Data : - Dinas Kesehatan KAbupaten Lampung Barat - BAPPEDA KAbupaten Lampung Barat - BLHKP KAbupaten Lampung Barat 6. Enumerator : Kader aktif kelurahan 2.1. Penentuan Target Area Survey Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah Probability Sampling dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini sangat cocok digunakan mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja dalam melakukan studi EHRA. Kriteria utama penetapan klaster tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. Studi EHRA di kabupaten/kota yang kepadatan penduduknya tidak merata akan diutamakan di Kecamatan dan kelurahan dengan kepadatan penduduk lebih dari 25 jiwa per Ha.

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (Σ Pra-KS + Σ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% Σ KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai Mandi Cuci Kakus (MCK) dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten/ Kota menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten/Kota. Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko. Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten/ Kota menghasilkan katagori klaster sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Tabel 2.2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Lampung Barat No. Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan 1 4 1 Pekon Tugu Sari 2 3 8 Suoh, Bakhu, Kejadian, Muara Jaya I, Sinar Luas, Suka Banjar, Simpang Sari, Ringin Sari 3 2 8 Negeri Jaya, Luas, Bedudu, Suka Makmur, Kagungan, Basungan, Pagar Dewa, Tugu Ratu 4 1 11 Pasar Liwa, Kegeringan, Batu Kebayan, Sukarame, Muara Baru, Pura Jaya, Tawan Sukamulya, Hanakau, Way Petai, Sukamarga, Puralaksana 5 0 2 Suka Jadi, Bahway Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 2.1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA 12 11 10 8 8 8 6 4 2 1 2 0 Klaster 4 Klaster 3 Klaster 2 Klaster 1 Klaster 0

Dari table dapat dilihat bahawa jumlah desa yang akan dijadikan objek studi ini adalah 30 desa yang terdistribusi dalam 4 kluster yaitu kluster 0 sebanyak 2 desa, kluster 1 sebanyak 11 desa, kluster 2 sebanyak 8 desa, kluster 3 sebanyak 8 desa, dan kluster 4 sebanyak 1 desa. Karena di Kabupaten Lampung Barat sampel yang akan dijadikan target survey adalah desa, maka hasil olah data adalah tidak per kluster melainkan per kelurahan. 2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden Untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di tingkat Kabupaten Lampung Barat telah disepakati oleh POKJA bahwa masing-masing kelurahan lebih dari 40 responden. Jumlah sampel Kabupaten Lampung Barat diharapkan 1.200 responden yang tersebar di 13 kecamatan. Adapun setelah dilakukan cleaning kuesioner, jumlah responden yang dapat dientri sejumlah 1.200 responden. Berikut adalah grafik distribusi responden per kelurahan. Grafik 2.2. Distribusi jumlah responden per kecamatan 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 40 80 80 40 120 160 160 120 80 40 120 120 40 KECAMATAN Berdasarkan rapat pokja disepakati bahwa jumlah sampel sejumlah 1.200 responden. Jumlah sampel terkecil adalah di Kecamatan Air Hitam, Batu Brak, Sukau, dan Way Tenong dengan jumlah responden masing-masing 40 responden dan jumlah sampel terbesar adalah di Kecamatan Belalau dan Kebun Tebu dengan jumlah responden masing 160 responden.

2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei Jumlah kelurahan di Kabupaten Lampung Barat sebanyak 136 Desa. Mengingat Kabupaten Lampung Barat jumlah kelurahan yang cukup banyak maka untuk desa area survey adalah 30 kelurahan yang tersebar di 13 kecamatan. Penentuan kluster dilakukan oleh pokja untuk menentukan jumlah responden masing-masing kelurahan. Total responden sejumlah 1.200, terlihat pada grafik berikut. Tabel 2.3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Survei EHRA Kabupaten Lampung Barat NO KLASTER KECAMATAN NAMA DESA JUMLAH RESPONDEN 1 4 SUMBER JAYA TUGU SARI 40 2 3 BANDAR NEGERI SUOH SUOH 40 3 BATU KETULIS BAKHU 40 4 BELALAU KEJADIAN 40 5 MUARAJAYA I 40 KEBUN TEBU 6 SINAR LUAS 40 7 LOMBOK SEMINUNG SUKABANJAR 40 8 SUMBER JAYA SUMPANGSARI 40 9 SUOH RINGIN SARI 40 10 2 BANDAR NEGERI SUOH NEGERI JAYA 40 11 BATU KETULIS LUAS 40 12 BEDUDU 40 BELALAU 13 SUKA MAKMUR 40 14 LOMBOK SEMINUNG KAGUNGAN 40 15 BASUNGAN 40 PAGAR DEWA 16 PAGAR DEWA 40 17 SUOH TUGU RATU 40 18 1 BALIK BUKIT PASAR LIWA 40 19 BATU BRAK KEGERINGAN 40 20 BATU KETULIS BATU KEBAYAN 40 21 BELALAU SUKARAME 40 22 MUARA BARU 40 KEBUN TEBU 23 PURAJAYA 40 24 LOMBOK SEMINUNG TAWAN SUKAMULYA 40 25 SUKAU HANAKAU 40 26 SUMBER JAYA WAY PETAI 40 27 SUOH SUKA MARGA 40 28 WAY TENONG PURALAKSANA 40 29 0 AIR HITAM SUKA JADI 40 30 BALIK BUKIT BAHWAY 40 JUMLAH RESPONDEN 1.200

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei Penentuan RW/RT dilakukan oleh kelurahan dan kecamatan setempat melalui kegiatan rapat koordinasi studi penilaian resiko kesehatan.unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih adalah sebagai berikut : Mengurutkan RT per RW per kelurahan. Menetukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil. Jumlah total RT kelurahan : X. Jumlah RT yang akan diambil : Y Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. Untuk menentukan RT pertama, mengambil secara acak angka antara 1 Z. Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb. Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung. Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5 Ambil/kocok angka secara random antara 1 AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2 Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.

BAB III HASIL STUDI EHRA Jumlah kuesioner yang telah di cleaning dan dapat dientri serta dianalisa adalah 1.200 kuesioner. Hasil studi EHRA dapat dilihat pada grafik berikut. 3.1. Informasi Responden Pada pelaksanaan studi EHRA memerlukan bantuan enumerator untuk melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke rumah responden. Persyaratan responden antara lain istri, anak perempuan yang sudah menikah, umur antara 18-60 tahun. Dalam melakukan pemilihan sampel, apabila dalam rumah bersangkutan terdapat 2 (dua) kepala keluarga, maka yang diwawancarai hanya 1 (satu) kepala keluarga dan diutamakan keluarga yang mempunyai balita dan apabila tidak mempunyai balita, yang diwawancarai adalah keluarga yang lebih lama tinggal di rumah tersebut. Informasi responden dapat dilihat pada table dan grafik berikut. Tabel 3.1. Informasi Responden VARIABEL KATEGORI Kluster Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Total Kelompok Umur Responden n % n % N % n % n % N % <= 20 tahun 6 7.6 15 3.4 12 3.7 10 3.2 0 0 43 3.6 21-25 tahun 12 15.2 47 10.7 32 10 28 8.9 1 2.5 120 10 26-30 tahun 12 15.2 77 17.5 62 19.3 58 18.4 4 10 213 17.8 31-35 tahun 12 15.2 76 17.3 42 13.1 78 24.7 6 15 214 17.9 36-40 tahun 14 17.7 80 18.2 50 15.6 45 14.2 7 17.5 196 16.4 41-45 tahun 14 17.7 61 13.9 48 15 36 11.4 4 10 163 13.6 > 45 tahun 9 11.4 83 18.9 75 23.4 61 19.3 18 45 246 20.6 B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? Milik sendiri 71 87.7 373 84.8 286 89.1 283 89 31 77.5 1044 87 Rumah dinas 0 0 3 0.7 0 0 2 0.6 1 2.5 6 0.5 Berbagi dengan keluarga lain 0 0 4 0.9 6 1.9 8 2.5 1 2.5 19 1.6 Sewa 1 1.2 6 1.4 1 0.3 2 0.6 0 0 10 0.8 Kontrak 0 0 4 0.9 3 0.9 3 0.9 0 0 10 0.8 Milik orang tua 6 7.4 44 10 22 6.9 19 6 5 12.5 96 8 Lainnya 3 3.7 6 1.4 3 0.9 1 0.3 2 5 15 1.2 B3. Apa pendidikan terakhir anda? Tidak sekolah formal 14 17.3 50 11.4 36 11.2 36 11.3 2 5 138 11.5 SD 43 53.1 200 45.5 164 51.1 155 48.7 24 60 586 48.8 SMP 11 13.6 90 20.5 81 25.2 87 27.4 9 22.5 278 23.2

B4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? B5. Apakah ibu mempunyai Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)? B6. Apakah ibu mempunyai anak? SMA 11 13.6 79 18 34 10.6 35 11 3 7.5 162 13.5 SMK 1 1.2 9 2 2 0.6 4 1.3 0 0 16 1.3 Ya 11 13.6 196 44.5 162 50.5 182 57.2 4 10 555 46.2 Tidak 70 86.4 244 55.5 159 49.5 136 42.8 36 90 645 53.8 Ya 14 17.3 60 13.6 55 17.1 113 35.5 4 10 246 20.5 Tidak 67 82.7 380 86.4 266 82.9 205 64.5 36 90 954 79.5 Ya 77 95.1 420 95.5 289 90 287 90.3 38 95 1111 92.6 Tidak 4 4.9 20 4.5 32 10 31 9.7 2 5 89 7.4 Berdasrakan tabel di atas data kelompok umur responden terendah adalah umur <20 tahun sebesar 3,6% dan dan tertinggi umur >45 tahun sebesar 20,6%, umur 21-25 tahun sebesar 10%, umur 26-30 tahun sebesar 17,8%, umur 31-35 tahun sebesar 17,9%, umur 36-40 tahun sebesar 16,4% dan umur 41-45 tahun sebesar 13,6%. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan bahwa responden adalah istri atau anak perempuan yang sudah menikah. Di Kabupaten Lampung Barat responden yang status di dalam rumah tangga sebagai istri sebesar 98,5% dan status sebagai anak perempuan yang sudah menikan sebesar 1,5%. Sedangkan berdasarkan status rumah responden yang ditempati dapat menunjukkan status kepemilikan rumah. Dari hasil wawancara status kepemilikan diperoleh hasil bahwa 87% responden sudah memiliki rumah sendiri, 8% masih ikut orang tua. Pada studi ini masih ada responden yang tidak memiliki rumah sendiri, yaitu 0,5% menempati rumah dinas, 1,6% berbagi dengan keluarga yang lain, 0,8% masih menyewa dan 0,8% menempati rumah kontrakan. 3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga a. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produkproduk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung, untuk itu pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting. Dari hasil analisa pengelolaan sampah rumah tangga terlihat pada grafik berikut.

Grafik 3.1. Pengelolaan Sampah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAAN KLUSTER DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 56.8 6.2 20.7 29.6 10.9 46.8 9 22.4 18.9 5 32.5 26.3 12 46.6 51.4 55 46.8 24.7 0 7 2.3 2.5 0 3.9 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Tidak tahu Lain-lain Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk Dibiarkan saja sampai membusuk Dibuang ke sungai/kali/laut/danau Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibakar Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang Pengelolan sampah rumah tangga dapat dilakukan oleh responden adalah dengan di bakar yaitu sebesar 46,8% sedangkan dibuang ke Tempat pembuangan Sampah (TPS) sebesar 3,9%. Meskipun pada beberapa responden masih mengelola sampah dengan cara dikumpulkan oleh kolektor yang mendaur ulang yaitu sebesar 0,2%, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan sebesar 2,4%, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 12%, dibuang ke sungai/ kali sebesar 4,2%, dibiarkan membusuk sebesar 2,1% dan dibuang ke lahan kosong/kebun sebesar 26,3%. b. Pemilahan Sampah Rumah Tangga Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R. Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya. Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di dalam

rumah. Berikut adalah grafik perilaku pemilahan sampah yang dilakukan oleh rumah tangga. Grafik 3.2. Pemilahan Sampah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PRAKTIK PEMILAHAN SAMPAH OLEH RUMAH TANGGA 86.7 91.7 13.3 8.3 37.5 62.5 81.5 18.5 KLASTER 1 KLASTER 2 KLASTER 3 TOTAL Tidak Ya Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa rumah tangga yang sudah melakukan pemulahan sampah hanya 18,5% rumah tangga, sedangakan 81,5% rumah tangga tidak melakukan pemilahan sampah. Tabel 3.2. Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA VARIABEL Pengelolaan sampah KATEGORI KLASTER 0 KLASTER 1 KLASTER 2 KLASTER 3 KLASTER 4 % % % % % Tidak 100 92.7 97.4 97.5 100 Ya 0 7.3 2.6 2.5 0 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai 0 100 100 0 0 Ketepatan waktu pengangkutan Tidak tepat waktu 0 100 100 0 0 sampah Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 82.7 84.1 75.7 87.7 85 Diolah 17.3 15.9 24.3 12.3 15 Berdasarkan table area berisiko persampahan di atas dapat kita lihat bahwa berdasarkan pengelolaan sampah rata-rata 97,52% rumah tangga belum melakukan pengelolaan sampah, freuensi pengangkutan sampah yang tidak memadai, pengangkutan sampah yang tidak tepat waktu, serta sebesar rata-rata 82,55% sampah tidak diolah.

3.3. Pembuangan Air Kotor atau Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). a. Tempat buang air besar / praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka saja seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Berikut grafik persentase tempat buang air besar. Grafik 3.3. Keluarga yang Memiliki Jamban Persentase Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2013 12.2 3.8 3.6 3.7 1.5 7 3.8 0.2 72.9 A. Jamban pribadi B. MCK/WC Umum C. Ke WC helikopter D. Ke sungai/pantai/laut E. Ke kebun/pekarangan F. Ke selokan/parit/got G. Ke lubang galian H. Lainnya, I. Tidak tahu Dari grafik diatas, keluarga yang buang air besar di jamban pribadi sebesar 72,9%. Meskipun demikian masih ditemukan responden yang berperilaku BAB di MCK/WC umum yaitu sebesar 3,6%, 3,8% menggunakan WC helikopter, 12,2% masih BAB kesungai, 3,3 ke kebun atau pekarangan, 1,5% BAB ke selokan/parit dan 7 % BAB dikebun dan lubang galian.

b. Saluran Akhir Pembuangan Tinja Tinja merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembuangan tinja tidak ditangani sebagaimana mestinya,maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencemaan. Tangki Septik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton, fbreglass, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Merupakan tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan dan material organik. Pada grafik dibawah menunjukkan saluran akhir pembuangan tinja. Grafik 3.4. Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja Tempat Penyaluran Akhir Tinja di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2013 1.2 3.4 2.2 1.2 27.6 39.3 24.2 0.8 Tangki septik Pipa sewer Cubluk/lobang tanah Langsung ke drainase Sungai/danau/pantai Kolam/sawah Kebun/tanah lapang Tidak tahu Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa 39,3% rumah tangga membuat saluran akhir tinja ke cubluk/lubang galian, terdapat 24,2% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa tangki septik, dan 3,4% rumah tangga membuang ke kolam dan 2,2% rumah tangga ke sungai.

c. Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik Grafik 3.5. Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik WAKTU TERAKHIR PENGURASAN TANKI SEPTIK DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 80% 60% 40% 20% 0% 100 90.1 80 94.9 85.7 90.3 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Tidak tahu Tidak pernah Lebih dari 10 tahun Lebih dari 5-10 tahun yang lalu 1-5 tahun yang lalu 0-12 bulan yang lalu Pada grafik diatas menunjukan bahwa 90,3% rumah tangga yang memiliki tangki septik tidak pernah mengosongkan tangki septik, 0,7% rumah tangga mengosongkan tangki septik 1-5 tahun yang lalu, 0,7% rumah tangga mengosongkan tangki septik lebih dari 5-10 tahun yang lalu, 0,3% rumah tangga mengosongkan tangki septiknya lebih dari 10 tahun yang lalu, 0,4% rumah tangga mengosongkan tangki septik 0-12 bulan yang lalu sedangkan 7,6% rumah tanggga tidak tahu kapan waktu mengosongkan tangki septiknya. Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cubluk dalam studi EHRA menggunkana rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik tersebut bukanlah tangki septik melainkan cubluk.

d. Praktik Pengurasan Tanki Septik 100% Grafik 3.6. Praktik Pengurasan Tanki Septik PRAKTIK PENGURASAN TANKI SEPTIK BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 80% 60% 40% 20% 0% 0 87.5 12.5 60 40 100 100 0 0 85.7 14.3 Tidak tahu Dikosongkan sendiri Kluster Desa / Kelurahan Bedasarkan grafik diperoleh bahwa 85,7% responden menyatakan tidak tahu siapa yang menguras tanki septiknya, dan hanya 14,3% yang menyatakan tanki septiknya dikuras/dikosongkan sendiri. e. Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman Grafik 3.7. Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman 100% TANKI SEPTIK SUSPEK AMAN DAN TIDAK AMAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 50% 0% 96.3 3.7 78.2 21.8 96.9 89.6 3.1 10.4 72.5 27.5 86.7 13.3 Ya Tidak Kluster Desa / Kelurahan

Tabel 3.3. Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan VARIABEL KATEGORI 0 1 2 3 4 % % % % % Tangki septik suspek aman Tidak 3.7 21.8 3.1 10.4 27.5 Ya 96.3 78.2 96.9 89.6 72.5 Pencemaran karena pembuangan isi tangki Ya 0 100 100 100 100 septik Pencemaran karena SPAL Ya 40.7 51.4 70.7 62.3 75 Tidak 59.3 48.6 29.3 37.7 25 f. Praktek pembuangan kotoran anak balita 1). Anak yang diantar untuk BAB di jamban Grafik 3.8. Anak balita buang air besar di lantai/kebun 60 50 47.8 40 30 20 17.8 28.2 10 0 6.1 Ya, sangat sering Ya, kadang-kadang Tidak biasa Tidak tahu Pada grafik diatas menunjukkan 28,2% balita tidak biasa buang air besar di lantai/kebun, 17,8% balita kadang-kadang buang air besar dilantai/kebun, 6,1% balita sering bunag air besar di lantai/kebun, dan 47,8% responden lainya mengatakan tidak tahu.

2). Kebiasaan Membuang Tinja Anak Grafik 3.9. Kebiasaan Membuang Tinja Anak 60 55.9 Ke WC/Jamban 50 Ke tempat sampah 40 30 26.2 Ke kebun/pekarangan/jalan Ke sungai/selokan/got 20 10 0 3.5 5.9 6.3 2.1 Lainnya Tidak tahu Praktik pembuangan tinja yang tidak aman dapat dilihat pada grafik diatas, bahwa masih ada rumah tangga yang membuang tinja ke sungai sebesar 6,3%, di kebun/pekarangan/jalan sebesar 5,9%, 3,5% dibuang ke tempat sampah, dan 26,2% rumah tangga sudah membuang tinja balita ke WC/jamban, sementara rumah tangga lainya menjawab tidak tahu sebanyak 55,9%. 4). Anak BAB di Ruang Terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah) Grafik 3.10. Anak BAB di Ruang Terbuka 60 A. Anak laki-laki umur 5-12 tahun 50 40 30 48.7 B. Anak perempuan umur 5-12 tahun C. Remaja laki-laki D. Remaja Perempuan E. Laik-laki dewasa F. Perempuan dewasa 20 20.2 G. Laki-laki tua 10 14.1 12.2 9.5 10.8 9.9 7.9 6 6.8 3.4 H. Perempuan tua I. Masih ada tapi tidak jelas siapa J. Lainnya, 0 K. Tidak ada

Grafik diatas menunjukkan 48,7% tidak ada orang yang BAB diruang terbuka, 14,1% Persentase anak laki-laki umur 5-12 tahun yang masih buang air besar di luar, 20,2% masih ada yang BAB diruang terbuka tapi tidak jelas siapa, sebanyak 12,2% anak perempuan umur 5-12 tahun masih ada yang BAB di luar, 10,8% masih ada Laki-laki dewasa yang BAB di luar, 9,9% perempuan dewasa masih ada yang BAB di luar, 9,5% remaja laki-laki masih BAB diluar, 7,9% remaja perempuan ada yang BAB di luar, dan sebanyak 6,8% dan 6% masih ada perempuan dan laki-laki tua yang BAB diluar. 3.4. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir Dalam masalah saluran air, EHRA meminta emunerator mengamati keberadaan saluran drainase di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah yang digunakan untuk embuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water). Bila ada, emunerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Pokok kedua dalam bagian ini adalah kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yakni datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang tengah disurvai. Air yang datang bisa berasal dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi. Artinya, air bisa setinggi dada ataupun lebih rendah dari tinggi tumit orang dewasa. a. Rumah Tangga Yang Terkena Banjir Grafik 3.11. Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG PERNAH MENGALAMI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 99% 98% 97% 96% 95% 94% 93% 92% 100 97.5 97.7 96.9 96.8 94.7 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Tidak tahu Sekali atau beberapa dalam sebulan Beberapa kali dalam Sekali dalam setahun Tidak pernah

Berdasarkan table tersebut dapat kita lihat bahwa sebesar 96,8% rumah tangga tidak pernah terkena banjir, terdapat 0,7% rumah tangga yang terkena banjir satu kali dalam setahun, 0,8% yang mengalami banjir beberapa kali dalam setahun, dan sebesar 0,5% rumah tangga yang terkena banjir beberapa kali dalam sebulan. b. Rumah Yang Tergenang Banjir Rutin Grafik 3.12. Data Rumah Responden Yang Tegenang Banjir PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENGALAMI BANJIR RUTIN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 80% 60% 40% 20% 0% 50 70 76.5 79.5 100 50 30 23.5 20.5 0 0 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Tidak Ya Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa persentase rumah yang mengalami banjir rutin adalah 20,5% responden menyatakan iya dan 79,5% responden menjawab tidak mengalami. c. Lama Waktu Air Menggenang Jika Terjadi Banjir Grafik 3.13. Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir LAMA AIR MENGGENANG JIKA TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 80% 60% 40% 20% 0% 0 16.7 33.3 50 33.3 60 13.3 50 0 13.3 25 20 40 25 20 0 0 0 0 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Lebih dari 1 hari Satu hari Setengah hari Antara 1-3 jam Kurang dari 1 jam

Berdasarkan grafik, lama waktu air menggenang ketika terjadi banjir adalah 33,3% lebih dari 1 hari, 13,3% satu hari, 13,3% setengah hari, 20% antara 1 3 jam, dan 20% kurang dari 1 jam. d. Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah Grafik 3.14. Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah LOKASI GENANGAN DI SEKITAR RUMAH Lainnya 7.5 Di dekat bak penampungan 9 Di dekat kamar mandi Di dekat dapur 30.8 38.3 Persentase Dihalaman rumah 39.1 0 10 20 30 40 50 Berdasarkan grafik lokasi genangan, 39,1% genangan di halaman rumah, 30,8% di dekat dapur, 38,3% di dekat kamar mandi, 9% di dekat bak penampungan, dan 7,5% lainnya. e. Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga Grafik 3.14. Persentase Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) PERSENTASE KEPEMILIKAN SPAL DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 43.7 56.3 E1. Apakah di rumah mempunyai sarana pengolahan air limbah selain tinja? Ya E1. Apakah di rumah mempunyai sarana pengolahan air limbah selain tinja? Tidak ada Dari grafik dapat dalihat persentase responden yang memiliki SPAL adalah 56,3%, sedangkan tang tidak memiliki adalah 43,7%.

f. Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Grafik 3.15. Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga AKIBAT TIDAK MEMILIKI SPAL RUMAH TANGGA BERDASARKAN KLUSTER 100% 80% 60% 40% 20% 0% 91.4 88.2 84.4 82.7 92.5 86.1 8.6 11.8 15.6 17.3 7.5 13.9 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Tidak ada genangan air Ada genangan air (banjir) Berdasarkan grafik, akibat tidak memiliki SPAL sebanyak 86,1% tidak ada genangan, dan 13,9% menyatakan adanya genangan. g. Persentase SPAL Yang Berfungsi Grafik 3.16. Persentase SPAL Yang Berfungsi PERSENTASE SPAL YANG BERFUNGSI BERDASARKAN CLUSTER DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 80% 33.3 26.4 11.8 24.5 17.5 22.2 Tidak ada saluran 60% 40% 20% 54.3 70.2 83.5 61.3 75 70.5 Tidak dapat dipakai, saluran kering Tidak 0% 0 1 2 3 4 TOTAL Cluster Desa / Kelurahan Ya Berdasarkan grafik, 70,5% SPAL dinyatakan berfungsi, 22,2% responden tidak ada saluran, 5,2% SPAL tidak berfungsi, dan 2,2% SPAL tidak dapat dipakai.

h. Grafik Pencemaran SPAL Grafik 3.17. Persentase SPAL Yang Berfungsi PENCEMARAN SPAL BERDASARKAN CLUSTER DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 80% 60% 40% 20% 0% 59.3 48.6 29.3 37.7 25 40.7 51.4 70.7 62.3 75 40.5 59.5 Ada pencemaran SPAL Tidak ada pncemaran SPAL Cluster Desa / Kelurahan Berdasarkan grafik hasil pengamatan diatas diperoleh sebanyak 59,5% tidak ada pencemaran SPAL, dan 40,5% disimpulkan bahwa ada pencemaran SPAL. i. Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Tabel 3.4. Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA VARIABEL Adanya genangan air KATEGORI Ada genangan air (banjir) Tidak ada genangan air Kluster Desa/Kelurahan Total 0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % 5 6.2 43 9.8 36 11.2 46 14.5 3 7.5 133 11.1 76 93.8 397 90.2 285 88.8 272 85.5 37 92.5 1067 88.9 Berdasarkan table dapat dilihat bahwa total 11,1% diperoleh bahwa ada genangan air, dan 88,9% tidak ada genangan air. 3.5. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Aspek yang yang diteliti dalam EHRA terkait dengan akses sumber air untuk minum terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni: 1. Jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga, dan 2. Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Dari sisi jenis sumber diketahui bahwa sumbersumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/pdam, sumur

bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau ketersediaan air pun memegang peranan. menurut para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit - penyakit yang berhubungan dengan lingkungan khususnya diare. Sejumlah studi menunjukkan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur.oleh karena itu kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan - kesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bias digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. a. Akses Terhadap Air Bersih Grafik 3.18. Akses Terhadap Air Bersih GRAFIK PENGGUNAAN SUMBER AIR DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0.3 0.2 0.2 0.7 0.6 29.5 5 10.1 1.9 23.7 13.1 9.5 6.2 4.4 4.8 3.3 0.7 1 30.7 5.3 10.2 1.9 22.8 13.3 9.6 6.7 6.3 5.4 3.4 30.2 5.2 10.3 1.9 22.9 13.1 9.7 6.8 3.2 6.7 5.2 3.4 4.7 29.2 5 10.1 2.1 24.8 13.5 9.5 5.9 4.1 4.9 3.5 27.8 5 10.2 2.1 24.5 13.5 9.6 5.6 3.5 4.5 3.4 Gosok Gigi Cuci Pakaian Cuci Piring dan Gelas Masak Minum

b. Sumber Air Untuk Minum dan Memasak Grafik 3.19. Sumber Air Untuk Minum dan Memasak Air sumur gali terlindungi 24.8 24.5 Air sumur pompa tangan Air kran umum -PDAM/PROYEK 2.1 2.1 10.1 10.2 Air hidran umum - PDAM Air Ledeng dari PDAM 5 5 29.2 27.8 Masak Minum Air isi ulang 1 4.7 Air botol kemasan 0.3 3.2 0 5 10 15 20 25 30 35 Tabel 3.5. Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA VARIABEL Sumber air terlindungi Penggunaan sumber air tidak terlindungi Kelangkaan air KATEGORI Tidak, sumber air berisiko tercemar Kluster Desa/Kelurahan Total 0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % 29 35.8 173 39.3 165 51.4 98 30.8 36 90 501 41.8 Ya, sumber air terlindungi 52 64.2 267 60.7 156 48.6 220 69.2 4 10 699 58.2 Tidak Aman 6 7.4 107 24.3 121 37.7 56 17.6 1 2.5 291 24.2 Ya, Aman 75 92.6 333 75.7 200 62.3 262 82.4 39 97.5 909 75.8 Mengalami kelangkaan air 38 46.9 137 31.1 110 34.3 71 22.3 1 2.5 357 29.8 Tidak pernah mengalami 43 53.1 303 68.9 211 65.7 247 77.7 39 97.5 843 70.2 Berdasarkan table diatas dapat kita lihat bahwa total 58,2% sumber air responden merupakan sumber air terlindungi, 41,8% sumber air tidak terlindungi, dan 75,8% menggunakan sumber air tidak terlindungi tetapi masih aman, 24,2% menggunakan sumber air tidak terlindungi yang tidak aman, serta 70,2% responden tidak pernah mengalami kelangkaan air, hanya 29,8% yang mengalami kelangkaan air.

3.6 Perilaku Higiene dan Sanitasi Seringkali kita menganggap remeh kebiasaan mencuci tangan. Itu terbukti, menurut Survey Environmental Services Program (ESP) USAID 2006 menunjukan perilaku mencuci tangan bangsa ini hanya 14,3%. Riset Kesehatan Dasar pada 2007 tercatat 25,2% anak usia 1-4 tahun meninggal akibat diare, berarti sekitar 3,5 juta anak di Indonesia setiap tahunnya tidak bisa melewati ulang tahunnya yang kelima. Sampai saat ini, kasus diare di negeri ini masih betah menduduki urutan tertinggi kedua penyebab kematian pada balita. Rendahnya kebiasaan Cuci Tangan Pake Sabun (CTPS) menyebabkan 90% anak Indonesia menderita cacingan. Hal ini mempengaruhi kecerdasan dan tumbuh kembang anak. Sebab, cacing di dalam tubuh akan membajak nutrisi dan menggerogoti tubuh. Dengan demikian negara terancam kehilangan generasi berpotensi. Semua orang dianjurkan untuk melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun, mulai dari bayi sampai orang dewasa. Tapi yang sangat dianjurkan adalah seorang Ibu. Karena ibu adalah tokoh central yang dapat menjadi vektor penularan berbagai penyakit bagi seluruh keluarga tercinta. Contohnya, ibu memasak ayam, kotor dan banyak virus, bisa jadi si ibu tidak terserang, tapi virus itu bisa menempel di tangan ibu dan selanjutnya menularkan ke anak. Jadi, apa susahnya ibu menyisihkan waktu sebentar untuk melakukan cuci tangan pakai sabun. Cuci tangan pakai sabun di 5 waktu penting yaitu: 1) sebelum makan, 2) sesudah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) sesudah menceboki anak, dan 5) sebelum menyiapkan makanan; akan dapat mengurangi hingga 47% angka kesakitan karena diare dan 30% infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA (infeksi saluran pernapasan atas). Fakta tentang Cuci tangan pakai sabun : Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia. Cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan; Tangan manusia yang kotor karena menyentuh feses mengandung kurang lebih 10 juta virus dan 1 juta bakteri;

Kuman penyakit seperti virus dan bakteri tidak dapat terlihatsecara kasat mata sehingga sering diabaikan dan mudahmasuk ke tubuh manusia; Hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakaisabun namun tidak membiasakan diri untuk melakukannyadengan benar pada saat yang penting. Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin. a. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Di Lima Waktu Penting Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 82,5% responden melakukan cuci tangan pakai sabun, dan hanya 17,5% yang tidak melakukan. Grafik 3.20. Pemakaian Sabun Hari Ini atau Kemarin CTPS DI LIMA WAKTU PENTING 17.5 82.5 Tidak Ya

b. Waktu Melakukan CTPS Grafik 3.21. Cuci Tangan Pakai Sabun-Umum WAKTU MELAKUKAN CTPS KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 Lainnya Sebelum sholat Setelah memegang hewan Sebelum menyiapkan masakan Sebelum memberi menyuapi anak Setelah makan Sebelum makan Setelah dari buang air besar Setelah menceboki bayi/anak Sebelum ke toilet 5.1 12.1 33 27.3 30.7 41.2 48.7 46 44.8 78.5 Persentase (%) 0 20 40 60 80 c. Persentase Penduduk yang Melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) Grafik 3.22. Persentase Penduduk yang Melakukan (BABS) PERSENTASE PRAKTIK BABS DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2013 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 25.9 22.7 34 40 57.7 60 74.1 77.3 66 60 42.3 40 0 1 2 3 4 TOTAL Kluster Desa / Kelurahan Tidak Ya, BABS Berdasarkan data dapat dilihat bahwa 60% masih melakukan praktik Buang Air Besar Sembarangan, dan 40% yang tidak melakukan.

Tabel 3.6. Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA VARIABEL KATEGORI Kluster Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Total n % n % n % n % n % n % CTPS di lima waktu penting Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? Keberfungsian penggelontor. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Perilaku BABS Tidak 80 98.8 381 86.6 265 82.6 240 75.5 24 60 990 82.5 Ya 1 1.2 59 13.4 56 17.4 78 24.5 16 40 210 17.5 Tidak 25 30.9 140 31.8 166 51.7 184 57.9 17 42.5 532 44.3 Ya 56 69.1 300 68.2 155 48.3 134 42.1 23 57.5 668 55.7 Tidak 43 53.1 171 38.9 188 58.6 171 53.8 9 22.5 582 48.5 Ya 38 46.9 269 61.1 133 41.4 147 46.2 31 77.5 618 51.5 Tidak 62 76.5 166 37.7 238 74.1 190 59.7 16 40 672 56 Ya, berfungsi 19 23.5 274 62.3 83 25.9 128 40.3 24 60 528 44 Tidak 41 50.6 224 50.9 238 74.1 217 68.2 16 40 736 61.3 Ya 40 49.4 216 49.1 83 25.9 101 31.8 24 60 464 38.7 Ya, tercemar 0 0 34 7.7 49 15.3 34 10.7 10 25 127 10.6 Tidak tercemar 81 100 406 92.3 272 84.7 284 89.3 30 75 1073 89.4 Ya, BABS 60 74.1 186 42.3 248 77.3 210 66 16 40 720 60 Tidak 21 25.9 254 57.7 73 22.7 108 34 24 60 480 40 3.7. Kejadian Penyakit Diare Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare. Responden sebanyak 79,3 % tidak pernah keluarganya terkena penyakit diare, 4,9 % lebih dari 6 bulan yang lalu terkena penyakit diare dan kejadian terkena diare ketika waktu diwawancarain (hari ini) sebanyak 1,3 %. Grafik 3.23. Riwayat Penyakit Diare Anggota Keluarga Tidak pernah Lebih dari 6 bulan yang lalu 6 bulan yang lalu 3 bulan terakhir 1 bulan terakhir 1 minggu terakhir Kemarin Hari ini 7 5.8 5.1 4.8 3 1.8 0.9 71.7 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Berdasarkan data dapat dilihat bahwa 71,7% responden menyatakan mereka teidak pernah menderita diare, 7% mengalami diare dalam kurun waktu 6 bulan yang lalau, 5,8% 6 bulan yang lalu, 5,1% 3 bulan yang lalu, 4,8% 1 bulan yang lalu, 3% 1 minggu terakhir dan 1,8% menderita diare kemarin. Grafik 3.23. Riwayat Keluarga Yang Sakit Diare F. Orang dewasa perempuan 30.9 E. Orang dewasa laki-laki 19.7 D. Anak remaja perempuan 10.3 C. Anak remaja laki-laki 9.4 B. Anak-anak non balita 12.6 A. Anak-anak balita 34.1 0 5 10 15 20 25 30 35 Dari grafik terlihat bahwa yang paling tinggi menderita diare adalah 34,1% diderita oleh balita dan 30,9% diderita oleh orang dewasa perempuan serta 19,% diderita oleh orang dewasa laki-laki, 12,6% diderita oleh anak-anak non balita,10,3% diderita oleh anak remaja perempuan dan 9,4% diderita oleh anak remaja laki-laki.