BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

EMOSI NEGATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 SUNGAI LIMAU

KURANGNYA KONTROL DIRI SISWA DI LINGKUNGAN SMK NEGERI 2 BATAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMPN 3 NGADIROJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupanya tidak akan terlepas dari pendidikan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain, disaat berinteraksi dengan orang lain tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa tersakiti saat terjadinya konflik. Namun, tidak semua orang mau dan mampu secara tulus memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain. Memaafkan juga merupakan inti ajaran semua agama yang dianut oleh umat manusia di dunia ini (Gani, 2011). Memaafkan adalah suatu cara untuk membebaskan individu dari rasa marah dan keinginan untuk membalas dendam dengan cara menunjukkan kasih sayang dan kebaikan kepada sesorang yang telah meyakiti individu tersebut (Sianturi, 2001). Sedangkan menurut Hughes (Paramitasari & Alfian 2012) memaafkan merupakan cara untuk memperbaiki harmoni sosial. Untuk sebagian orang memaafkan adalah suatu kebutuhan karena dapat memperbaiki hubungan dengan orang lain. Nashori (2008) menjelaskan bahwa memaafkan adalah menghapus luka atau bekas-bekas luka dalam hati. Boleh jadi ingatan kejadian yang memilukan pada masa lalu masih ada, tetapi persepsi kejadian itu sesuatu yang menyakitkan hati telah terhapuskan. Untuk mampu memaafkan kita harus memiliki keberanian untuk menatap perbuatan salah, keburukan yang diperbuat oleh orang kepada kita (Smedes, 1991). 1

Memaafkan adalah proses melepaskan rasa nyeri, kemarahan, dan dendam yang disebabkan oleh pelaku. Memaafkan adalah pengalaman perpindahan dari suatu momen ke momen lain. Kedamaian dan pemahaman terjadi saat penderitaan anda hilang dan keinginan membalas kepada pihak lain berhasil dialihkan (Gani, 2011). Memaafkan merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, serta dorongan untuk tidak memelihara rasa benci terhadap pihak yang menyakiti (Hapsari, 2011). Secara psikologis, memaafkan merupakan proses menurunnya motivasi membalas dendam dan menghindari interaksi dengan orang yang telah menyakiti sehingga cenderung mencegah seseorang berespons destruktif dan mendorongnya bertingkah laku konstruktif dalam hubungan sosialnya. Memaafkan sangat erat kaitannya dengan emosi, sebuah kontrol emosi yang baik akan mempermudah seseorang untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain (McCullough, 1997). Individu yang mampu mengatur emosinya dikatakan telah mencapai kematangan emosinya yang ditandai oleh adanya kemampuan yang baik didalam mengontrol emosi, mampu berfikir realistik, memahami diri sendiri dan mampu menampakkan emosi disaat dan tempat yang tepat. Seseorang yang memiliki kematangan emosi akan lebih bisa mengatur emosinya dengan baik. Memaafkan adalah salah satu cara untuk melepaskan emosi-emosi negatif yang muncul akibat perlakuan menyakitkan yang dilakukan seseorang (McCullough, 2000). Kematangan emosi akan tercapai apabila remaja tidak meluapkan emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. 2

Individu yang memiliki kematangan emosi menilai situasi secara kritis terlebih dalulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang emosinya. Remaja yang emosinya matang, dapat memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari suatu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya (Hurlock, 1980). Kematangan emosi adalah kondisi atau keadaan dalam mencapai tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosional seseorang. Orang yang mempunyai emosi matang tidak akan menampilkan pola-pola emosional yang hanya pantas dilakukan oleh anak-anak. Orang yang mempunyai emosi matang juga mampu melakukan kontrol terhadap emosinya dalam menghadapi situasi (Chaplin, 1981). Kematangan emosi adalah kemampuan dan kesanggupan individu untuk memberikan tanggapan emosi dengan baik dalam menghadapi tantangan hidup yang ringan dan berat serta mampu mengendalikan luapan emosi dan mampu mengantisipasi secara kritis situasi yang dihadapi (Asih & Pratiwi, 2010). Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi apabila pada masa remajanya tidak meluapkan emosinya dihadapan orang lain tetapi ia mampu untuk menempatkan emosinya itu pada tempat lain untuk lebih dapat diterima. Remaja yang emosinya matang maka reaksi emosionalnya cenderung stabil tidak berubahubah dari suasana hati ke suasana hati yang lain (Hurlock,1980). Siswa SMA adalah individu yang ada pada tahap perkembangan remaja, dimana remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa jauh lebih matang 3

dari segala aspek perkembangan, yaitu masa dewasa. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak pada remaja antara lain adalah marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang dan ingin tahu. Dalam hal emosi yang negatif, umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik. Sebagian remaja dalam bertingkahlaku sangat dikuasai oleh emosinya (Mappiare, 1982). Remaja yang menunjukan kontrol emosi yang baik memiliki kapasitas perilaku yang dapat menangani kemarahannya. Remaja yang tidak matang emosinya adalah remaja yang tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik, serta tidak bisa mengendalikan emosi dan kemarahannya, ia tidak mampu bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang dapat memaafkan mengalami penurunan kemarahan, kecemasan, dan depresi yang sigifikan (Anderson, 2006). Siswa yang tengah berada di lingkungan sekolah mungkin pernah mengalami konflik dengan orang lain, terlebih lagi pada saat dilaksanakan MOS (Masa Orientasi Siswa), siswa baru dituntut untuk melakukan hal-hal yang seringkali membuatnya merasa tidak nyaman, apalagi biasanya para senior selalu memerintahkan sesuatu kepada siswa baru dengan kata-kata yang bernada tinggi dan mengancam. Hal tersebut menimbulkan rasa kebencian terhadap seniornya yang pada akhirnya berujung kepada perasaan sakit hati dan dendam. Rasa marah di sekolah banyak berhubungan dengan perasaan dendam dan sakit hati. Tugas dan peraturan sekolah banyak menimbulkan rasa marah pada remaja (Sulaeman, 1995). 4

Siswa yang berada di lingkungan sekolah tidak semuanya bisa menerima perlakuan buruk yang dilakukan orang lain terhadapnya. Hal tersebut tidak menjadi masalah jika siswa tidak menaruh perasaan dendam kepada temannya dan menjadi masalah jika siswa tidak bisa menerima perlakuan yang orang lain yang menyakitinya dan menyimpaan dendam kepada orang tersebut. Dari masalah tersebut akhirnya berujung dengan terjadinya permusuhan di antara mereka. Hal inilah yang membuat hubungan siswa dengan siswa yang lain menjadi bermasalah, sehingga membutuhkan perilaku untuk memaafkan. Fenomena yang terjadi yaitu pada siswa yang pernah mengalami konflik dengan temannya cenderung untuk menjauhi temannya tersebut dengan alasan belum bisa memaafkan kesalahan yang telah dilakukan oleh temannya. Bahkan tidak hanya menjauhi, tetapi saling menjatuhkan satu sama lain untuk membalas dendam karena tidak bisa memaafkan. Berdasarkan masalah tersebut bila seorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi-situasi kritis dalam rangka konflik peran itu karena ia terlalu mengikuti gejolak emosinya, maka besar kemungkinannya ia akan terperangkap masuk ke jalan yang salah (Sarwono, 2011). Remaja yang tidak bisa memaafkan orang lain atas konflik yang terjadi bisa saja menimbulkan sebuah balas dendam, seperti pada kasus berikut ini ; Aksi tawuran antara Siswa SMAN 1 Merbau dan SMKN 1 baru-baru ini membuat kaget para pihak Sekolah dan Dinas Pendidikan Merbau. Guna mencegah terjadinya tawuran yang lebih besar, masing-masing pihak sekolah telah memberikan kesadaran dan himbauan kepada seluruh siswanya. 5

Aksi saling ejek dan lempar batu sekelompok siswa SMK dan SMA tersebut di benarkan oleh Kasi Trantip Kecamatan Merbau, Indad AMa Pd. Pihaknya menyebutkan peristitiwa saling ejek dan lempar batu itu cepat dilerai oleh masyarakat dan satpam sekolah. Pihaknya juga mengantisipasi terjadinya tawuran susulan yang lebih besar lagi. Peristiwa itu dipicu akibat saling ejek-ejekan, saat anak SMK jatuh dari sepeda motornya dan diejek anak SMA, mereka malu dan mencoba memancing perkelahian. Agar tidak berbuntut panjang pihaknya mengaku sudah menyarankan dan menegaskan kepada pihak sekolah yang besangkutan secepatnya untuk melakukan pertemuan dari masing-masing sekolah dan menghadirkan komite sekolah. Ia juga mengaharapakan partisipasi orang tua murid guna lebih memperhatikan anak-anaknya. "Karena pengaruh lingkungan juga bisa membuat anak-anak kita mudah terpedaya dengan hal-hal yang kurang menyenangkan," sebutnya. Sementara itu Kepala Sekolah SMA Negegri 1 Merbau, Tati wahyuni S.Pd juga membenarkan aksi tersebut. "Untuk mengantisifasi hal itu agar tidak terulang kembali kami bersama pihak sekolah SMK Negeri 1 Merbau juga sudah melakukan pertemuan bersama yang dihadiri oleh masing-masing guru, ujarnya singkat. Kepada UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Merbau juga telah mengaku telah melapor atas kejadian dan sudah melakukan pertemuan bersama dengan pihak sekolah SMK Negegri 1 Merba dan SMA 1 ( m.xnewss.com). 6

Berdasarkan kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah terjadinya sebuah tawuran tersebut adalah saling ejek-mengejek antar siswa, karena siswa tersebut tidak memiliki kematangan emosi, sehingga siswa tidak bisa menerima perlakuan yang tidak baik orang lain kepadanya. Ahli-ahli psikologi sosial menjelaskan bahwa perilaku agresif terjadi akibat rasa benci dan rasa dendam yang dimiliki seseorang (Nashori, 2008). Disaat siswa tidak bisa menerima perlakuan yang menyakitinya, siswa tersebut akhirnya memiliki rasa dendam kepada orang yang telah menyakitinya sehingga berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus yang telah dipaparkan tersebut. Berdasarkan masalah tersebut dapat disimpulkan bahwa memaafkan adalah suatu hal yang penting dalam suatu penyelesaian masalah/konflik, selain itu emosi sangat berperan penting dalam terjadinya sebuah perilaku memaafkan. Ketika seseorang tidak bisa untuk memaafkan, dia akan memperoleh berbagai kerugian diantaranya yaitu hati dipenuhi emosi negatif seperti dendam, marah dan benci terhadap orang yang telah menyakitinya. Kematangan emosi yang dimiliki seseorang membuat diri lebih mudah dalam mengontrol munculnya konflik, hal tersebut memberikan gambaran bahwa saat individu mampu mengendalikan munculnya konflik, Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah perilaku memaafkan, diantaranya yaitu : empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat kelukaan, kualitas hubungan, dan kecerdasan emosional, Salah satu kunci dari bagian proses memaafkan itu sendiri adalah pelepasan emosi negatif. Sesuai dengan hal tersebut, maka kecenderungan memafkan sendiri berkaitan erat dengan emosi. seseorang yang 7

matang emosinya adalah seseorang yang bisa mengontrol perilaku dan emosinya, sehingga manusia tersebut bisa memilih hal yang baik untuk dirinya dan menolak hal yang tidak baik untuk dirinya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan kematangan emosi dengan perilaku memafkan pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Dayun. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti dapat mengidentifikasikan permasalahan dalam penelitian ini dengan rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku memaafkan pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Dayun? C. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku memaafkan pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Dayun. D. Keaslian Penelitian Penelitian terkait hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku memaafkan yang telah dilakukan sebelumnya antara lain: 1. Memaafkan, Kaitannya Dengan Empati dan Pengelolaan Emosi ( Ni Made Taganing Kurniati,2009). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji studistudi empiris tentang memaafkan dalam kaitannya dengan empati dan 8

pengolaan emosi. Meta analisis metode Glassian dan koreksi kesalahan sampling dari Hunter dan Schmidt yang digunakan dalam penelitian tersebut. Sebanyak 31 studi dari 7 penelitian (N=4.544) digunakan untuk menganalisis hubungan antara empati dengan memaafkan dan 16 studi dari 2 penelitian (N=1.760) untuk menganalisis hubungan antara pengelolaan emosi dengan memaafkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara empati dan memaafkan, ada hubungan negatif signifikan antara empati dan tidak memaafkan, ada hubungan yang positif signifikan antara pengelolaan emosi dan memaafkan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah di lihat dari variabel nya, dimana variabel pada penelitian ini adalah memaafkan, empati dan pengelolaan emosi, sedangkan variabel pada penelitian ini adalah kematangan emosi dengan perilaku memaafkan. 2. Pemaafan Remaja yang Pernah Ditelantarkan oleh Ayahnya (Sari Desty S. Sianturi). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif (studi kasus) dengan metode pengambilan data observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, subjek sudah melewati keempat tahap-tahap pemaafan yaitu menyadari kemarahan, memutuskan untuk melakukan pemaafan, berusaha untuk melakukan pemaafan serta menemukan dan melepaskan diri dari penjara emosi. Selain itu diketahui bahwa gambaran pemaafan subjek sudah baik dimana subjek telah melakukan pemaafan baik secara intrapsychic state maupun interpersonal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah metode penelitian yang di gunakan, dimana 9

penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. 3. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan pada Remaja Akhir (Paramitasari & Alfian 2011). Dimana penelitian ini mengungkap tentang hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan seseorang memaafkan pada remaja akhir. Pada penelitian ini menemukan nilai korelasi antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan dan menghasilkan nilai sebesar 0,864 dengan nilai P=0,000<0,05. Letak perbedaan penelitian yang akan di teliti adalah terdapat pada subjek yang akan di teliti, dimana penelitian tersebut di lakukan pada remaja yang tinggal di pulau jawa pada remaja akhir. Sedangkan penelitian ini di gunakan pada remaja yang tinggal di pulau sumatera dan mayoritas sampelnya adalah siswa/siswi yang rentang usianya berada pada tahap remaja madya. Berdasarkan perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti belum pernah ada diteliti sebelumnya. Maka penelitian ini perlu dilakukan karena berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. 10

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : Penelitian ini, diharapkan menambah wawasan dalam aspek teoritis yaitu bagi perkembangan pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi khususnya psikologi sosial yaitu tentang kematangan emosi, perilaku memaafkan dan hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku memaafkan. 2. Manfaat praktis : Penelitian ini, diharapkan memberikan informasi tentang hubungan antara kematangan emosi terhadap perilaku memaafkan pada siswa, yang pada akhirnya berguna pada siswa yang memiliki masalah/konflik dengan teman-temannya. 11