INOVASI FONOLOGIS DENASALISASI DALAM ISOLEK BONAI ULAKPATIAN Yanti Riswara

dokumen-dokumen yang mirip
ASIMILASI DALAM ISOLEK BONAI ULAKPATIAN. Zainal Abidin

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

KEKERABATAN BAHASA AKIT DAN DUANU: KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK. Zainal Abidin

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

VARIASI BAHASA MINANGKABAU PADA LIRIK-LIRIK LAGU MINANG: SEBUAH GAMBARAN RETENSI DAN INOVASI BAHASA

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

Rendi Rismanto* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA *) Oleh Wahya

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

VARIASI DAN REKONSTRUKSI FONOLOGIS ISOLEK KERINCI: STUDI DIALEKTOLOGI DIAKRONIS DI KECAMATAN BUKIT KERMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Telepon: , Faksimile.

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi berbahasa secara fonologis hampir dimiliki setiap manusia

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

KAJIAN DIALEKTOLOGIS DAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SEBAGAI SARANA MEMETAKAN BAHASA DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467

THE CATEGORIZING OF MEANING OF MEMBAWA IN BONAI LANGUAGE OF ULAKPATIAN DIALECT. Zainal Abidin

ANIS SILVIA

FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA. Wahya*

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT

BAHASA PASER DI KALIMANTAN TIMUR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA

BAB III METODE PENELITIAN

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha

BAB V SISTEM FONEM BAHASA BATAK ANGKOLA

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

PERUBAHAN SILABEL KOSAKATA (SILABEL AWAL) BAHASA MINANGKABAU DAN BAHASA INDONESIA: ANALISIS KOMPARATIF

K A N D A I. KAJIAN DIALEK SOSIAL FONOLOGI BAHASA INDONESIA (Social Dialect Study of Indonesian Phonology)

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BUNYI / / DAN //: KARAKTERISTIK BAHASA BONAI ULAK PATIAN. Zainal Abidin

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

PERKEMBANGAN STUDI PERUBAHAN BAHASA DI MASA SEKARANG MASIH RELEVANKAH?

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

KOSAKATA BATU DALAM BAHASA-BAHASA DAERAH DI INDONESIA: ANALISIS LINGUISTIK BANDINGAN HISTORIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan

SILABUS MATA KULIAH : Historical and Comparative Linguistics

Transkripsi:

INOVASI FONOLOGIS DENASALISASI DALAM ISOLEK BONAI ULAKPATIAN Yanti Riswara Balai Bahasa Provinsi Riau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Binawidya, Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru, 28293 riswara68@gmail.com Abstract The paper is aimed at describing a language variation, that is Ulakpatian Bonai isolect in Riau Province. This is a kind of historical linguistic study which is objected to describe a phonological inovation process of denasalisation among nasal phonemes at final positions or at close ultimate sillables in an isolect used by Bonai tribe in Ulakpatian, Rokan Hulu District, Riau Province. Analysis of inavation is based on protomalayic (PM) which is reconstructed by Adelaar.The research applicates top-down method of anaysis which are gaining the results by deductive process. Data of this research are oral speech of Bonai people based on 200 Swadesh words. The data are gathered by conversational and listening methods which applied several techniques. The results of the analysis are presented by formal and informal methods. The research findings reveal that the language of the tribe shows three kinds of denasalisation of phonological innovation at final position which have changed the nasal phonemes of *PM to unnasal ones in isolek Bonai Ulakpatian: (*PM > BU), i.e. 1) PM *n/-# > []/-#, 2) PM *m/-# > [p]/-#, dan 3) PM * /- # > [g]/-#. Keywords: Ulakpatian Bonai isolect, historical denasalisation Abstrak linguistic, phonological innovation, Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah variasi bahasa, yaitu isolek Bonai Ulakpatian yang terdapat di Provinsi Riau. Kajian ini merupakan kajian linguistik historis yang memaparkan proses inovasi fonologis denasalisasi yang terjadi pada fonem-fonem nasal yang berada pada posisi akhir atau silabe ultima tertutup dalam sebuah isolek yang digunakan oleh suku Bonai di Desa Ulakpatian, Kabupaten Rokan Hulu. Analisis inovasi fonologis tersebut didasarkan pada protomalayik (PM) yang direkonstruksi oleh Adelaar. Kajian ini menerapkan mentode analisis top-down yang bersifat deduktif. Data penelitian merupakan data tuturan masyarakat suku Bonai yang mengacu pada 200 kosakata dasar yang dijadikan rujukan dalam penjaringan data kebahasaan. Data dikumpulkan dengan penerapan metode cakap dan metode simak dengan menggunakan teknik pancing dan teknik rekam. Data dideskripsikan secara fonetis dengan simbol IPA. Hasil penelitian disajikan dengan metode formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolek Bonai Ulakpatian memiliki tiga bentuk inovasi fonologis denasalisasi pada posisi akhir beberapa fonem nasal *PM menjadi taknasal pada isolek BU (*PM > BU), yaitu 1) PM *n/-# > []/-#, 2) PM *m/-# > [p]/-#, dan 3) PM * /-# > [g]/-#. Kata Kunci: isolek Bonai Ulakpatian, linguistik historis, inovasi fonologis, denasalisasi 235

naskah masuk : 23 Mei 2015 naskah diterima: 12 Juni 2015 1. Pendahuluan Isolek Bonai Ulakpatian adalah salah satu isolek yang digunakan oleh masyarakat suku Bonai di Desa Ulakpatian. Menurut laporan penelitian yang dilakukan oleh Balai Bahasa Provinsi Riau tahun 2013, kelompok suku Bonai merupakan salah satu suku asli dalam komunitas adat terpencil (KAT) yang terdapat di Provinsi Riau. Masyarakat suku Bonai bertempat tinggal di sekitar wilayah Sungai Rokan Kiri dan Rokan yang berjarak sekitar 150 200 km dari Kota Pekanbaru dengan situasi perhubungan yang masih relatif sulit dijangkau melalui jalan darat. (Riswara, 2013:18 19). Dalam laporan Penelitian Pemetaan dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau tahun 2006 dilaporkan bahwa satu isolek Bonai yang dianalisis dalam penelitian tersebut tergolong pada bahasa-bahasa dalam kelompok Melayu Daratan (BMD) yang untuk sementara dibedakan dengan bahasa-bahasa dalam kelompok Melayu Kepulauan (BMK) karena memiliki jarak kosakata di atas 80% berdasarkan hasil penghitungan dengan metode dialektometri (Riswara dkk, 2008: 26 27). Penerapan penghitungan jarak kosakata dengan metode dialektometri yang dilakukan dalam penelitian tersebut mengabaikan perbedaan fonologi dan leksikon sesuai saran yang dikemukan oleh Guiter (1973) dalam Mahsun (1995:120). Sementara itu, dalam buku Peta dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Komunitas Adat Terpencil di Riau tahun 2013 disebutkan bahwa isolek yang digunakan oleh masyarakat suku Bonai Ulakpatian memiliki status kebahasaan berbeda bahasa dengan semua bahasa kelompok KAT yang terdapat di Riau 236 dengan persentase jarak kosakata terendah adalah 83,76%, yaitu dengan bahasa Talang Mamak (BTM) dan tertinggi adalah 96,32%, yaitu dengan dengan bahasa Akit Meranti (BAm) (Riswara, 2013:53). Penghitungan jarak kosakata dalam penelitian ini yang dilakukan menerapkan metode berkas isoglos, sama seperti yang dilakukan oleh Mahsun dalam penelitian Distribusi dan Pemetaan Varian-Varian Bahasa Mbojo (2006). Berdasarkan deskripsi perbedaan fonologis isolek-isolek KAT yang diteliti dalam penelitian tersebut, dapat diasumsikan bahwa isolek-isolek yang dituturkan oleh masyarakat suku Bonai berpotensi menjadi bahasa sendiri karena memiliki ciri-ciri dialektal yang sangat spesifik yang tidak terdapat dalam bahasa-bahasa lain dalam kelompok BMD, BMK, dan KAT yang terdapat di Provinsi Riau, yaitu tidak ditemukannya bunyi-bunyi nasal pada posisi akhir (ultima), baik bunyi konsonan bilabial nasal bersuara [m], konsonan alveolar nasal bersuara [n], maupun konsonan velar nasal bersuara [ ]. Ketiga bunyi nasal tersebut berkorespondensi secara sangat sempurna berturut-turut dengan bunyi bilabial hambat tansuara [p], bunyi retrofleks hambat tansuara [], dan bunyi velar hambat bersuara [g]. Ciri-ciri dialektal yang sangat spesifik ini memberi karakteristik tersendiri pada isolek Bonai Ulakpatian, yaitu tidak terdapatnya bunyi nasal pada posisi akhir ultima tertutup (Riswara, 2013:55 77). Apabila dicermati, bunyi-bunyi nasal pada posisi akhir atau ultima tertutup merupakan retensi atau bunyi-bunyi yang diwariskan dari proto-malayik (PM) 6 ke 6 Proto-Malayik (PM) direkonstruksi oleh Adelaar (1992) dari enam isolek dalam keluarga bahasa Melayu, masing-masing satu isolek dari bahasa Melayu Standar (SM), satu isolek dari bahasa Minang (MIN), satu isolek dari bahasa Banjar (BH), satu isolek dari bahasa Serawai (SWY),

bahasa-bahasa modern dalam keluarga bahasa Melayu pada umumnya. Bunyibunyi nasal tersebut berkorespondensi sangat sempurna dengan bunyi-bunyi hambat dalam isolek Bonai Ulakpatian (BU). Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi proses perubahan bunyi PM nasal/-# > fonem-fonem hambat dalam isolek BU. Proses tersebut dapat disebut sebagai proses denasalisasi, yang dapat dipahami sebagai sebuah proses menjadi tidak nasal. Analisis inovasi fonologis denasalisasi yang mengubah bunyi-bunyi nasal pada posisi akhir pada isolek BU ini merujuk pada fonem-fonem purba yang direkonstruksi dalam PM yang direkonstruksi oleh Adelaar (1992), bukan dari fonem purba dalam PMLR yang direkonstruksi oleh Riswara (2011) dari isolek-isolek Melayu. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, isolek BU diasumsikan berpotensi menjadi bahasa sendiri, yaitu bahasa Bonai (BB) karena memiliki fitur-fitu linguistik yang sangat spesifik. Asumsi ini juga didasarkan pada hasil penghitungan dialektometri yang dilakukan dengan beberapa isolek bahasa komunitas adat terpencil (KAT) 7 yang terdapat di Riau seperti yang dilaporkan oleh Riswara (2013: 85 86) yang menyimpulkan bahwa isolek BU adalah dialek bahasa Bonai (BB) yang ditentukan status kebahasaannya sebagai bahasa berbeda dengan empat kelompok isolek lainnya dalam KAT. satu isolek dari bahasa Iban (IBN), dan satu isolek Melayu Jakarta (JKT). 7 Penelitian Peta dan Kekerabatan Bahasa- Bahasa Komunitas Adat Terpencil di Riau dilakukan terhadap 16 isolek yang mencakup isolek-isolek dalam empat komunitas adat terpencil (KAT), yaitu, Bonai, Talangmamak, Akit, dan Duanu. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan lima kelompok bahasa, yaitu bahasa Bonai (BB), bahasa Talangmamak (BTM), bahasa Akit Meranti (BAm), bahasa Akit Rupat (Bar), dan bahasa Duanu (BD) Riswara (2013: 90). Kajian Inovasi Fonologis Denasalisasi dalam Isolek Bonai Ulakpatian ini bersifat deskriptif kualitatif. Analisis bertujuan untuk mendeskripsikan protofonem PM yang mengalami proses denasalisasi dengan memaparkan bentuk-bentuk inovasi yang terjadi akibat proses perubahan bunyi yang mengubah fonem-fonem protofonem nasal *PM menjadi fonemfonem tannasal (tidak nasal) dalam isolek BU. Data primer adalah data ujaran atau data lisan yang dikumpulkan dengan metode survei menggunakan kuesioner yang berisi 200 kosakata dasar Swadesh. Pengumpulan data dilakukan dengan metode cakap dan metode simak dengan menerapkan beberapa teknik, seperti teknik pancing, teknik catat, dan teknik rekam seperti yang disarankan oleh Mahsun (2007: 121 128). Berkenaan dengan teknik rekam, Wray, A., dkk. (1998:153) menjelaskan bahwa rekaman audio dan video sangat penting dilakukan dalam berbagai penelitian bahasa untuk mengantisipasi risiko kehilangan informasi penting ketika peneliti menemukan catatan-catatan yang membingungkan, kurang lengkap, atau kurang jelas. Sementara itu, untuk melengkapi informasi mengenai isolek BU, data sekunder digali semaksimal mungkin dari berbagai sumber, seperti informasi dari sesepuh masyarakat, lembaga pemerintahan, sumber-sumber literatur, dan situs-situs internet yang terkait dengan penelitian. Data ditraksripsikan secara fonetis menggunakan simbol-simbol fonetik sederhana sesuai lambang-lambang dalam tabel IPA (International Phonetic Alphabeth) yang disarankan oleh Pike (1978: 5 7), baik untuk simbol-simbol vokoid silabis maupun simbol-simbol nonvokoid nonsilabis. Hasil analisis disajikan dengan metode formal dan informal sesuai yang 237

disarankan oleh Sudaryanto (1993:145). Penyajian informal berupa deskripsi dengan kata-kata untuk menjelaskan perubahan bunyi-denasalisasi yang terjadi, sedangkan penyajian formal berupa penggunaan simbol-simbol dan lambang-lambang untuk menggambarkan bunyi-bunyi yang dimaksud. Riswara (2011:21) 8 menjelas-kan bahwa inovasi-inovasi yang terjadi pada bahasa dapat diamati melalui evidensievidensi yang ditemukan pada bahasabahasa atau dialek-dialek modern. Analisis perubahan bunyi yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti konsep hukum perubahan bunyi yang tanpa pengecualian yang dicetuskan oleh kaum neogrammarians dalam kajian-kajian dialek dalam bahasa Jerman. Secara umum, diketahui bahwa terdapat beberapa bentuk perubahan bunyi, seperti asimilasi bunyi (assimilation of sounds), pelemahan bunyi (lenition of sound), peluncuran bunyi (gliding of sounds), dan pelesapan bunyi (deleting/lossing of sounds). Asimilasi terjadi akibat pengaruh lingkungan bunyi, baik pengaruh bunyi depan (asimilasi progresif) maupun pengaruh bunyi belakang (asimilasi regresif) yang dapat terjadi secara total atau secara parsial. Perubahan bunyi yang mengalami proses asimilasi progresif parsial, misalnya PMLR *t/n- > d/ndalam isolek Setoko. Contohnya, pada glos jantung. PMLR *[jantu ] > [j ndu ]. Sementara itu, asimilasi regresif total misanya terjadi pada perubahan PMLR *b/m- > m/m- dalam isolek Setoko. Contohnya, pada glos jambang. PMLR *[jamba ] > [jamm ] pada isolek Setoko (Riswara, 2011:110 112) 8 Riswara (2011) melakukan rekonstruksi prabahasa Melayu Riau (PMLR) dari delapan isolek bahasa Melayu yang terdapat di Riau dan Kepulauan Riau dengan menerapkan pendekatan bottom-up (induksi) dan metode rekonstruksi yang digunakan oleh Crowley (1987: 89 119). 238 Pelemahan bunyi atau lenisi biasanya terkait dengan pergeseran titik artikulasi atau posisi artikulator dalam proses memproduksi bunyi. Misalnya, perubahan PM alveolar tril *r/v-v menjadi uvular tril R/V-V dalam dialekdialek bahasa Melayu modern terjadi akibat pergeseran titik artikulasi dari alveopalatal ke uvular. Pada beberapa dialek Melayu modern lainnya, PM alveolar tril *r mengalami proses pelesapan atau direalisasikan sebagai bunyi kosong (PM *r > Ø) pada semua posisi. Misalnya pada glos rumah, [rumah] > [umah], glos baru, [baru] > [bau], dan glos b sar, [b sar] > [b s(a, )]. Beberapa peneliti lain juga mengajukan adanya proses inovasi fonologis glotalisasi atau penambahan bunyi glotal pada silabe ultima terbuka dalam beberapa dialek modern. Proses inovasi fonologis glotalisasi merupakan upaya mempercepat penghentian bunyi dengan menutup silabe ultima terbuka itu sehingga menjadi silabe ultima tertutup dengan menambahkan bunyi glotal pada posisi akhir. Misalnya, pada bahasa Sunda dan bahasa Melayu dialek Jakarta. Sementara itu, dalam dialek-dialek Melayu modern yang digunakan di wilayah Indonesia bagian timur, terdapat silabe ultima terbuka yang berasal dari ultima tertutup dalam PM. Inovasi fonologis itu diasumsikan terjadi dengan proses pelesapan bunyi-bunyi konsonan pada posisi akhir silabe ultima tertutup itu sehingga menjadi silabe ultima terbuka. Oleh sebab itu, dialek-dialek Melayu di wilayah Indonesia bagian timur disebut dengan istilah dialek vokalis. 2. Hasil dan Pembahasan Inovasi fonem-fonem nasal yang terdapat dalam Bonai Ulakpatian (BU), yaitu inovasi fonem-fonem nasal pada posisi ultima tertutup yang direkonstruksi oleh Adelaar (1992) sebagai protofonem

dalam Protomalayik (PM) berinovasi menjadi fonem-fonem tannasal dalam isolek disebut inovasi fonologis denasalisasi (menjadi taknasal). Proses inovasi tersebut terjadi tanpa dipengaruhi oleh lingkungan bunyi, baik pada silabe yang sama atau pada silabe yang lain. Terdapat tiga protofonem nasal 9 yang mengalami proses denasalisasi pada posisi ultima tertutup yang direkonstruksi dalam PM. Ketiga protofonem yang mengalami perubahan bunyi menjadi bunyi-bunyi tannasal pada posisi ultima tertutup dalam isolek Bonai Ulakpatian tersebut adalah sebagai berikut. 1. PM *n/-# > BU []/-#, 2. PM *m/-# > BU [p]/-#, dan 3. PM * /-# > BU [g]/-#. Secara umum, dapat dikatakan bahwa proses inovasi fonologis denasalisasi yang terjadi pada silabe ultima tertutup dalam isolek BU memperlihatkan keseragaman arah inovasi, yaitu dari bunyi nonvokoid nasal menjadi bunyi nonvokoid hambat. Inovasi fonologis ini tidak dipengaruhi oleh keberadaan bunyi-bunyi lain, baik pada silabe yang sama atau pada silabe yang lain. Oleh sebab itu, faktor yang mendukung terjadinya proses inovasi fonologis denasalisasi yang mengubah bunyi-bunyi nasal pada posisi akhir tersebut tidak dapat dijelaskan kecuali sebagai upaya percepatan penghentian bunyi dengan mengubah-bunyi-bunyi 9 Adelaar (1992:81) menyatakan bahwa pada posisi final, hanya terdapat tiga konsonan nasal yang muncul pada semua isolek yang dijadikan dasar dalam rekonstruksi PM, yaitu m, n, dan. Semua isolek memiliki konsonan n dan pada posisi akhir sehingga drekonstruksi, dan m direkonstruksi dari semua isolek kecuali isolek MIN yang memiliki korespondensi m n/-#, tetapi tidak ada yang memiliki pada posisi akhir sehingga tidak dapat direkonstruksi. nasal pada posisi akhir tersebut menjadi bunyi-bunyi hambat. Ketiga bentuk inovasi denasalisasi dalam isolek BU tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1. PM *n/-# > BU []/-# Inovasi fonologis denasal-isasi PM alveolar nasal tansuara *n/-# > BU retrofleks hambat tansuara []/-# dalam isolek BU diidentifikasi dari sejumlah leksem BU yang menunjukkan korespondensi bunyi-bunyi tersebut pada posisi akhir. Tabel 1: Contoh Inovasi Denasalisasi PM *n/-# > BU []/-# No. Glos PM BU 1 jalan *(mb)arjalan 2 makan *ma/kan 3 bulan *bulan 4 awan *a(bw)an 5 daun *daun 6 ikan *ik n 7 hujan *hujan Inovasi tersebut mengubah secara teratur semua protoleksikon yang memiliki memiliki silabe ultima tertutup dengan bunyi nonvokoid nasal PM *[n]/-# menjadi leksem dengan silabe ultima tertutup dengan bunyi nonvokoid retrofleks hambat tansuara []/-#. Namun, pada posisi awal, posisi antarvokal, dan posisi sesudah konsonan (pra)penultima, PM nonvokoid alveolar nasal bersuara *[n] direalisasikan sebagai retensi [n] atau tidak mengalami proses inovasi. Inovasi fonologis denasal-isasi PM alveolar nasal tansuara *n/-# dalam protoleksikon PM menjadi BU retrofleks hambat tansuara []/-# dapat digambarkan sebagai berikut. 239

1. PM *jalan > BU jala 2. PM *ma/kan > BU maka 3. PM *bulan > BU bula 4. PM *a(bw)an > BU awa 5. PM * daun > BU 6. PM *ikan > BU ika 7. PM * hujan > BU uja *n/-# > BU []/-# ini tidak terjadi pada glos angin, glos dan/dengan serta glos tangan yang mempertahankan *n/-# sebagai retensi pada leksem BU [a in], [ ], dan [ ]. Tidak ada faktor internal yang dapat dikemukakan sebagai penjelasan mengapa proses denasalisasi tidak terjadi pada leksem-leksem tersebut kecuali pengaruh faktor eksternal, yaitu kemungkinan leksem-leksem tersebut adalah unsur pinjaman dari isolek-isolek yang lain atau bukan merupakan leksem asli isolek BU. Adelaar (1992:13 137) juga tidak merekonstruksi PM protoleksikon *de an karena lima dari enam isolek yang menjadi dasar dalam rekonstruksi PM tidak memiliki leksem [de an], kecuali SWY [ an] yang mengalami proses inovasi pelesapan bunyi pada silabe prapenultima secara total. Sementara itu, dua protoleksikon yang lain mempertahankan PM *n/#- dalam BU, yaitu PM *a in dan PM *ta an. 2. PM *m/-# > BU [p]/-# bilabial nasal tansuara *m/-# > BU bilabial stop tansuara [p] dalam isolek BU diidentifikasi dari sejumlah leksem BU yang menunjukkan korespondensi bunyi-bunyi tersebut. bilabial nasal tansuara *m/-# > BU bilabial stop tansuara [p] dalam isolek BU terjadi secara teratur pada ultima tertutup atau pada posisi akhir. Tabel 2: Contoh Inovasi Denasalisasi PM *m/-# > BU [p]/-# No. Glos PM BU 1 di dalam *(d-) 2 hitam * *mal (hø) 3 malam m 4 minum *inum 5 tajam * tikam *, t 6 (me) tusuk Proses inovasi fonologis denasalisasi PM bilabial nasal tansuara *m/-# > BU bilabial stop tansuara [p]/- # dalam isolek BU mengubah secara kosisten semua protoleksikon PM yang memiliki silabe ultima tertutup dengan bunyi nonvokoid bilabial nasal tansuara *m/-# menjadi leksem dengan silabe ultima tertutup dengan bunyi nonvokoid bilabial hambat tansuara [p]/-#. Namun, bunyi nonvokoid bilabial nasal tansuara [m] direalisasikan sebagai [m] posisi awal, posisi antarvokal, dan posisi sebelum konsonan pada silabe (pra)penultima. Inovasi fonologis denasal-isasi PM bilabial nasal tansuara *m/-# dalam protoleksikon PM menjadi BU bilabial stop tansuara [p]/-# dapat digambarkan sebagai berikut. 1. PM *(d-)al m > BU (di) dalap 2. PM *itam > BU itap 3. PM *malan > BU malap 4. PM * inum > BU minup 5. PM *taj m > BU tajap 6. PM *tik m > BU tikap 240

*m/-# > BU [p]/-# terjadi pada semua leksem yang merefleksikan protofonem nasal ini pada posisi akhir atau posisi ultima tertutup. Dari 200 leksem yang diperoleh dengan 200 kosakata dasar Swadesh yang diajdikan acuan, tidak terdapt pengecualian untuk inovasi denasalisasi PM *m/-# > BU [p]/-#. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa semua PM *m/-# berkorespondensi total dengan BU [p]/-# 3. PM * /-# > BU [g]/-# konsonan velar nasal tansuara * /-# > BU konsonan velar stop bersuara [g]/- # diidentifikasi dari sejumlah leksem BU yang menunjukkan korespondensi bunyi-bunyi tersebut pada posisi ultima tertutup atau posisi akhir. Tabel 3: Contoh Inovasi Denasalisasi PM * /-# > BU [g]/-# No. Glos PM BU 1 bintang * 2 burung *buru 3 daging * 4 datang * 5 hidung * 6 pegang * 7 orang * Inovasi fonologis denasal-isasi PM * /-# > BU [g]/-# terjadi secara teratur. Protofonem velar nasal tansuara PM * bertahan atau direalisasikan sebagai retensi pada posisi awal, posisi antarvokal, dan posisi sebelum konsonan silabe (pra)penultima. Inovasi tersebut menyebabkan semua proto-leksikon PM yang memiliki silabe ultima tertutup dengan bunyi nonvokoid velar nasal *[ ]/-# berubah menjadi leksem dengan silabe ultima tertutup dengan bunyi nonvokoid velar hambat bersuara [g]/-#. Namun, pada posisi awal, posisi antarvokal, dan posisi sesudah konsonan (pra)penultima, PM nonvokoid alveolar nasal bersuara *[ ] direalisasikan sebagai retensi bunyi nonvokoid velar hambat bersuara [g] atau tidak mengalami proses inovasi denasalisasi. Inovasi fonologis denasal-isasi fonologis denasalisasi PM konsonan velar nasal tansuara * /-# > BU konsonan velar stop bersuara [g]/-# dapat digambarkan sebagai berikut. 1. PM * > BU bintag 2. PM * > BU burug 3. PM * > BU dagig 4. PM *data > BU datag 5. PM * > BU idug 6. PM * > BU p gag 7. PM * > BU urag * /-# > BU [g]/-# terjadi pada semua leksem yang merefleksikan protofonem nasal ini pada posisi akhir. Beberapa protoleksikon yang mengandung PM * /-# muncul dengan leksem yang tidak berasal dari etimon yang sama (variasi leksikon). Namun, terdapat satu protoleksikon yang direkonstruksi dalam PM tidak merealisasikan inovasi fonologis denasalisasi PM * /-# > BU [g]/-#, yaitu pada glos berenang. Protoleksikon PM *(mb)a-r na direalisasikan sebagai BU [ ]. 241

3. Penutup Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bagi pembahasan, dapt disimpulkan bahwa proses inovasi fonologis denasalisasi dalam isolek BU terjadi pada fonem-fonem nasal yang berada pada posisi akhir atau ultima tertutup. Proses denasalisasi tersebut menyebabkan perubahan pada tiga protofonem PM PM *n/-# > BU []/-#, protofonem PM *m/-# > BU [p]/-#, dan protofonem PM * /-# > BU [g]/-#. Secara umum, inovasi denasalisasi ini terjadi cukup teratur atau konsisten pada semua leksem BU yang berasal dari etimon yang sama dengan protoleksikon PM yang mengandung bunyi-bunyi nasal tersebut pada posisi akhir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tiga protofonem nasal, yaitu 1) PM *n/-#, PM *m/-#, dan PM * /-# telah berubah menjadi fonem-fonem tannasal dalam BU, berturut-turut yaitu BU []/-#, BU [p]/-#, dan BU [g]/-#. Namun, terdapat beberapa leksem BU yang tidak memenuhi kaidah perubahan bunyi inovasi denasalisasi tersebut. Hal itu dimungkin terjadi akibat beberapa faktor eksternal, misalnya penggunaan leksikon pinjaman dalam isolek BU yang berasal dari etimon yang sama dengan protoleksikon PM yang direkonstruksi oleh Adelaar (1992). Sementara itu, leksikon isolek BU yang asli mungkin tidak dipakai karena beberapa faktor yang belum dapat dijelaskan dalam penelitian ini. Leksemleksem yang tidak menunjukkan inovasi denasalisasi tersebut dapat dianggap sebagai pengecualian dalam proses inovasi denasalisasi dalam isolek BU karena hanya memiliki tidak lebih dari dua kasus. Inovasi fonologis denasalisasi dalam isolek BU menunjukkan karakteristik perubahan bunyi yang cukup spesifik, yaitu perubahan bunyi-bunyi nasal posisi akhir menjadi fonem-fonem hambat posisi akhir tanpa mengubah titik artikulasi, kecuali pada inovasi fonologis denasalisasi PM *n/-# > BU []/-# terjadi sedikit pergeseran. Ujung lidah yang menempel lurus ke alveolar (pangkal gigi) pada pelafalan bunyi nonvokoid nasal alveolar tansuara [n], sedikit digulung saat memproduksi bunyi nonvokoid retrofleks []. Hal ini juga dapat dijelaskan bahwa, PM alveolar hambat tansuara *t direfleksikan sebagai bunyi nonvokoid retrofleks [] pada semua posisi. Analisis inovasi fonologis denasalisasi dalam isolek Bonai Ulakpatian ini merupakan sebagian dari analisis inovasi fonologis dalam isolek Bonai Ulakpatian karena masih terdapat beberapa perubahan bunyi dalam isolek tersebut yang belum dianalisis, baik pada silabe ultima, maupun (pra)penultima. Namun, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk penelitianpenelitian lain, baik penelitian-penelitian terkait inovasi fonologis maupun penelitian-penelitian lain dalam bidang dialektologi dan penelitian historis komparatif dalam bahasa-bahasa daerah di Provinsi Riau. 242

Daftar Pustaka Adelaar, K. Alexander. 1992. Proto Malayic: The Reconstruction of Its Phonology and Parts of Its Lexicon and Morphology. Canberra: A.N.U. Printing Service. Crowley, Terry.1987. An Introduction to Historical Linguistics. Papua New Guinea: University of Papua New Guinea. Mahsun. 2007. Metodologi Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pike, L. Kenneth. 1974. Phonemics: A Technique for Reducing Languages to Writing. London: University of Michigan Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Riswara, Yanti. 2011. Rekonstruksi Protofonem dan Inovasi Fonologis Bahasa Melayu Riau (Tesis). Padang: Universitas Andalas. Riswara, Yanti. dkk. 2013. Peta dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Komunitas Adat Terpencil di Riau. Pekanbaru: Palagan Press.. 2008. Pemetaan dan Kekerabatan Bahasa-bahasa Daerah di Provinsi Riau dan kepulauan Riau. Laporan Penelitian Balai Bahasa Provinsi. Pekanbaru: Balai Bahasa Provinsi Riau. Wray, Allison dkk. 1998. Projects in Linguistics: A Practical Guide to Researching Language. Great Britain: Arnold. 243