BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Ringkasan Temuan Proses Kota Bandung menuju kota kreatif tidak berdasarkan grand design atau tidak direncanakan dari awal oleh Pemerintah, seperti halnya yang terjadi di Toronto, Melbourne dan Glasgow yang telah direncanakan terlebih dahulu. Hal ini mengingat perkembangan ekonomi kreatif di Kota Bandung sebagai dampak dari terjadinya krisis moneter tahun 1998 lebih banyak disebabkan oleh peran aktif dari warga masyarakat untuk bisa survive secara mandiri. Inisiatif untuk mengembangkan Kota Bandung sebagai Kota Kreatif berasal dari tiga orang yaitu Gustaff H. Iskandar (Common Room), Fiki Satari (KICK) dan Ridwan Kamil (Urbane), sedangkan ide awalnya lebih karena pengaruh eksternal setelah Ridwan Kamil menjuarai program Youth Creative Entrepreneur dari British Council dan berkesempatan melakukan studi banding melihat penerapan kota kreatif dan perkembangan ekonomi kreatif di Inggris. Kekuatan utama Kota Bandung dalam menuju Kota Kreatif adalah dimensi sosial. Aktor-aktor yang berperan dalam pengembangan Kota Bandung menuju Kota Kreatif adalah komunitas, pemerintah, perguruan tinggi, swasta, dan media massa. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengembangan Kota Bandung menuju Kota Kreatif adalah faktor kepemimpinan, komunikasi, inspirasi dari eksternal, struktur birokrasi dan partisipasi masyarakat. 153
6.2. Kontribusi Teoritik Tahapan sebuah kota menuju kota kreatif di negara berkembang (dengan kondisi yang mirip dengan Kota Bandung) adalah seperti diagram berikut ini: Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Ekonomi Sosial Budaya Lingkungan Gambar 6.1. Diagram Tahapan Kota Menuju Kota Kreatif di Negara Berkembang Sumber: Analisis, 2014 Proses kota dalam menuju kota kreatif ini dipicu dari terjadinya krisis moneter 1998. Dengan adanya krisis tersebut membuat masyarakat, khususnya anak-anak muda yang tergabung dalam komunitas-komunitas untuk mensiasati kondisi sulit tersebut dengan membuat kegiatan-kegiatan ekonomi yang berbasiskan kreativitas atau disebut ekonomi kreatif. Kemunculan ekonomi kreatif ini lebih didominasi dari peran mandiri masyarakat. Secara garis besar, tahapan proses untuk menuju Kota Kreatif di Bandung ini diawali dari dimensi ekonomi. Selanjutnya tahapan yang kedua adalah dimensi sosial. Setelah disadari berkembangnya sektor ekonomi kreatif dengan pesat di Kota Bandung, tetapi masih terpisah-pisah satu dengan yang lainnya dan adanya pengaruh eksternal dari British Council, membuat beberapa individu mencoba membuat jejaring dalam memperkuat modal sosial diantara para pelaku kreatif. Akhirnya pada 21 Desember 2008 terbentuklah Bandung Creative City Forum (BCCF) yang merupakan jejaring pelaku kreatif di Kota Bandung. 154
Pada tahap ketiga adalah dimensi budaya. Dalam memperkuat rasa kebersamaan dan soliditas komunitas kreatif di Kota Bandung, maka diselenggarakanlah perayaan, pawai dan pesta komunitas dalam bentuk pelaksanaan festival-festival, seperti Helarfest. Selain untuk memperkuat rasa kebersamaan komunitas kreatif, tujuan lain dari pelaksanaan festival ini adalah untuk mengajak masyarakat untuk membudayakan kreatif dalam keseharian. Pada tahap yang keempat adalah dimensi lingkungan. lingkungan ini berkaitan dengan penyediaan ruang-ruang publik beserta fasilitas penunjang lainnya dalam rangka menstimulasi kegiatan-kegiatan kreatif. lingkungan ini menjadi yang tahap yang terakhir karena faktor keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah untuk membangun prasarana tersebut. 6.3. Implikasi Kebijakan Gagasan kota kreatif saat ini sedang trend di kalangan para perencana perkotaan. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya kota-kota di dunia yang mulai mengadopsi gagasan kota kreatif untuk diterapkan, tidak hanya di negara-negara maju, namun di negara-negara berkembang juga sudah mulai menerapkan gagasan kota kreatif, tidak terkecuali di Indonesia. Penerapan gagasan kota kreatif di kota-kota pada negara maju sedikit banyak mempunyai perbedaan jika dibandingkan dengan pengaplikasiannya di negara berkembang. Sebagai kesimpulan dari penelitian penerapan kota kreatif di Kota Bandung, yang merupakan salah satu contoh penerapan kota kreatif di negara 155
berkembang, terlihat bahwa untuk penerapan kota kreatif tidak harus berasal dari inisiatif Pemerintah. Pada kasus Kota Bandung yang lebih berperan dalam mengambil inisiatif dan peranan sejak awal adalah komunitas, melalui penguatan modal-modal sosial seperti membangun kepercayaan dan membangun jejaring. Hal lain yang penting adalah dalam penerapan kota kreatif tidak harus diawali dengan pembangunan infrastruktur/lingkungan kreatif yang juga berarti dengan menyediakan pendanaan yang besar. Dalam kasus di negara berkembang, terdapat kearifan lokal dalam mensiasati masalah keterbatasan pendanaan yaitu melalui penguatan dimensi sosial yang kemudian para pelaku kreatif saling berkolaborasi dan kemudian baru melibatkan swasta serta pemerintah. Namun bagaimanapun peran pemerintah masih sangat penting karena pemerintah mempunyai wewenang sebagai regulator dan fasilitator, yang mampu menjadikan industri kreatifnya bisa bersaing dengan negara lain. 6.4. Rekomendasi Penelitian Lebih Lanjut Saat ini penelitian yang mengkaji penerapan gagasan kota kreatif di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya. Oleh karena itu penulis mendorong agar para peneliti lain bisa mengambil topik mengenai kota kreatif dalam rangka memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Penulis merekomendasikan adanya penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan penulis, mengingat penelitian ini masih mengambil cakupan yang makro 156
dan masih banyak hal yang bisa dikaji dari Kota Bandung ini. Rekomendasi penelitian lanjutan adalah sebagai berikut: a. Melakukan penelitian kembali setelah 5 tahun ke depan pada pengembangan Kota Bandung menuju Kota Kreatif dan penggunaan creative city index. b. Mengkaji peranan sektor industri kreatif dalam perkonomian Kota Bandung. c. Melakukan evaluasi kebijakan kota kreatif di Kota Bandung. d. Mengkaji penerapan kota kreatif di kota-kota lain, seperti Kota Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Denpasar. 157