BAB V PEMBAHASAN. A. Implementasi Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. baru dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. musyarakah dengan akad ijarah atau bai. Yang mana akad musyarakah

~J:~ Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB IV. IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI No.23/DSN-MUI/III/2002 PADA POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH DI BNI SYRIAH CABANG PEKALONGAN

DOKUMENTASI WAWANCARA

I. PENDAHULUAN. Rumah merupakan suatu kebutuhan primer dan hak dasar manusia untuk

BAB IV ANALISA STUDI KOMPARASI TENTANG PEMBIAYAAN RUMAH HUNIAN DI BANK SYARIAH MANDIRI KCP PONOROGO DAN BANK MUAMALAT INDONESIA KCP PONOROGO

BAB V PENUTUP. 1. Dasar Pertimbangan Bank Muamalat sebelum dikeluarkan Produk

Produk KPR Syariah. Lain-lain

A. Mekanisme Pembiayaan KPR Muamalat ib dengan Menggunakan Akad Murabahah 1. Skema Pembiayaan KPR Muamalat ib dengan Menggunakan Akad Murabahah

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

ANALISIS KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERDASARKAN AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISAH (MMQ) PADA BANK BII UNIT USAHA SYARIAH CABANG BINTARO

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

Implementasi Akad MMQ pada Pembiayaan Modal Kerja Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Sharia Issues In Refinancing & Restructuring

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat modal yang mencukupi, sehingga untuk menambah modal tersebut

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. Analisa Hukum Islam Terhadap Penentuan Margin Pembiayaan Mud{a>rabah Mikro (Study Kasus Di BMT As-Syifa Taman Sidoarjo).

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Foto foto penelitian. Wawancara di Bank Muamalat. Wawancara di Bank Muamalat. Cabang Malang tanggal 08 Mei 2012

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH ANTARA AKAD MURA>BAH}AH DENGAN AKAD MUSHA>RAKAH MUTANA>QIS}AH DI BANK MUAMALAT CABANG DARMO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. bertambah pula kebutuhan akan perumahan. Menurut teori Maslow yang

BAB I PENDAHULUAN. properti bisa mencapai 20% pertahun tahun. Keadaan ini menyebabkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mudharabah di PT BPRS Puduarta Insani maka dapat diambil kesimpulan

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri.

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. mudharabah pada Unit Usaha Syariah (UUS) PT. Bank DKI. Dilaksanakannya

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Ketentuan Pembiayaan Kepemilikan Rumah (PKR) ib Flexi di Bank CIMB Niaga Syariah

BAB IV. ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan hidup, terutama kebutuhan

IV.2. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV ANALISIS MODEL PERHITUNGAN NISBAH BAGI HASIL PADA SIMPANAN BERJANGKA (DEPOSITO) DI BMT LESTARI MUAMALAT SURADADI TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. melalui jasa kredit yang sangat dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kehadiran bank syariah ditengah-tengah perbankan konvensional

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Praktek perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil, dilakukan di Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB I PENDAHULUAN. Akad memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan dan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak hanya lembaga keuangan perbankan, namun juga dijalankan oleh lembaga

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Ijarah pada Bank Muamalat. 1. Perhitungan Akuntansi Pembiayaan Ijarah

MAPPING PERBANDINGAN KHES FATWA DSN-MUI

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, hlm.93.

BAB V PENUTUP. syariah yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor

BAB IV ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN

BAB I PENDAHULUAN. dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Proses Akad Ijarah Multiguna Untuk Biaya Umroh. multiguna untuk biaya umroh yang diserahkan kepada nasabah diharapkan

V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA

BAB IV. ANALISIS PRODUK PEBIAYAAN ib MULTIGUNA DALAM MENINGKATKAN PORTOFOLIO PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA BANK MUAMALAT CABANG SURABAYA

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Pencatatan akuntansi pembiayaan ijarah pada PT. Bank Muamalat

Sharing (berbagi resiko). Cara pembayarannya sesuai dengan kebutuhan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1.

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin meningkat/padat,

BAB I PENDAHULUAN. tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

144 BAB V PEMBAHASAN A. Implementasi Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Karakteristik Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung Dan Bank Bri Syariah Cabang Pembantu Jombang Didalam fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X2013 tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan dijelaskan setidaknya terdapat 3 ciri khusus (karakteristik) untuk membedakan antara akad musyarakah mutanaqishah dengan akad lain yang ada di lembaga keuangan syariah. Adapun 3 karakteristik tersebut adalah sebgai berikut: 1. Modal usaha dari para pihak (Bank Syariah/Lembaga Keuangan Syariah [LKS]) dan nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk hishshah. Terhadap modal usaha tersebut dilakukan tajzi'atul hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai hishshah (portion) yang terbagi menjadi unit-unithishshah. Misalnya modal usaha syirkah dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari nasabah sebesar 20 juta rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah). Apabila setiap unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal usaha syirkah adalah 100 unit hishshah. 144

145 2. Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan contoh pada huruf a, maka modal usaha syirkah dari awal sampai akhir adalah 100 juta rupiah (l00 unit hishshah). 3. Adanya wa'd (janji). Bank Syariah/LKS berjanji untuk mengalihkan seluruh hishshahnya secara komersial kepada nasabah dengan bertahap; 4. Adanya pengalihan unit hishshah. Setiap penyetoran uang oleh nasabah kepada Bank Syariah/LKS, maka nilai yang jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan sebagai pengalihan unit hishshah Bank Syariah/LKS secara komersial (naqlul hishshah bil 'iwadh), sedangkan nilai yang jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang menjadi hak Bank Syariah/LKS. 142 Apabila kita melihat dari hasil temuan penelitian, tidak semua ketentuan yang ada didalam Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 diterapkan secara keseluruhan. Dalam peleburan modal dan tidak diperbolehkannya modal berkurang selama akad berlangsung kedua bank (bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang) sudah sesuai dengan bunyi Fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013. Selain itu, Bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan Bank BRI Syariah KCP Jombang juga mencantumkan klausula dalam akad perjanjianya 142 Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X2013 tentang Pedoman Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan. Implementasi

146 agar nasabah membeli aset yang dimiliki oleh bank. Hal ini tentu sudah sesuai dengan karakteristik yang ditetapkan oleh Fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 tentang akad musyarakah mutanaqishah.karena subtansi dari akad musyarakah mutanaqishah adalah terjadinya perpindahan hisah (aset) kepada salah satu pihak ketika akad tersebut berakhir. Ciri khas inilah yang memang harus dinampakkan dengan cara membuat perjanjian sejak awal terhadap salah satu pihak (nasabah) untuk membeli hisah yang dimiliki oleh pihak bank. Tidak boleh berkurangnya modal atau aset selama akad berlangsung dan adanya klausula yang menyebutkan bahwa pihak nasabah berjanji akan membeli aset/hishah sesuai dengan penelitian Nurdin (2011), dengan judul tesis Pembiayaan musyarakah Mutanaqishah dalam kredit kepemilikan rumah Syariah. Dalam penelitian tersebut meneliti tentang bagaimana konsep jaminan pembiayaan ini, serta bagaimana status kepemilikan sertifikat atas rumah yang menjadi objek pembiayaan. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, menggunakan metode kualitatif. Adapaun salah satu hasil penelitianya adalah nasabah hasrus berjanji memberli aset/rumah yang dimaksud ketika akad telah berakhir dan modal/aset tidak boleh berkurang karena alasan apapun. 143 Hal itu diperkuat dengan pendapat Maulana Hasanudin dan Jaih Mubaraok yang mengatakan bahwa disebutkan syirkah mutanaqishah karena akad tersebut memperhatikan kepemilikan bank dalam syirkah, yakni 143 Aad Rusyad Nurdin, Pembiayaan musyarakah Mutanaqishah dalam kredit kepemilikan rumah Syariah, (Jakarta: Universitas Islam, 2011).

147 penyusutan barang modal syirkah yang dimiliki oleh bank karena dibeli oleh nasabah secara berangsur. Mutanaqishah sendiri memiliki arti penyusutan modal milik bank karena dibayar oleh nasabah dengan cara baik. 144 Meski demikian kedua bank (bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang) sama-sama tidak melakukan tajzi atul hisha yaitu modal usaha dicatat sebagai hishah (portion) yang terbagi menjadi unit-unit hishah. Hal ini cukup disayangkan mengingat tajzi atul hisha merupakan unsur yang paling penting sebagai pembeda antara akad musyarakah mutanaqishah dengan akad-akad perbankkan syariah lainya. Memang dalam perjanjian akad kedua bank disebutkan berapa prosentase modal yang diberikan dalam syirkah tersebut, namun hal tersebut belum cukup. Karena didalam fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 sangat jelas menyebutkan bahwa selain membuat hishah/proporsi modal yang dalam syirkah, hishah harus dijadikan unit-unit dan setiap unit memiliki nilai tersendiri (model saham). Oleh karena itu, tidak adanya tajzi atul hisha pada kedua bank tersebut sangat disayangkan itu juga menunjukkan kepada kita bahwa masih ada penyimpangan implementasi antara fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 dengan praktik di perbnkan syariah. Selain karakteristik diatas, peneliti juga menemukan bahwa masingmasing bank memiliki kebijakan tersendiri terkait modal awal yang dimiliki oleh calon nasabah. Jika kita lihat, bank Muamalat Indonesia KCP 61. 144 Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah, hal. 60-

148 Tulungagung menyaratkan agar calon nasabah memiliki modal sebesar 30% dari total jumlah pembiayaan yang ada. Sementara itu bank BRI Syariah KCP Jombang hanya menyaratkan 20% dari keseluruhan pembiayaan yang harus dimiliki oleh calon nasabah. Perbedaan ini wajar dan tidak melanggar ketentuan yang ada. Selain didalam fatwa DSN-MUI tidak dijelaskan, adanya persyaratan jumlah modal awal ini merupakan upaya dari pihak bank untuk menjalankan menejemen risiko untuk upaya antisipasi. Sementara itu bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung juga memperbolehkan ketika melakukan akad musyarakah mutanaqishah, objek dari musyarakah mutanaqishah diatas namakan pihak nasabah diawal perjanjianya. Memang hal ini tidak diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013, akan tetapi melihat tujuan akhir dari musyarakah mutanaqishah adalah berpindahnya semua aset ke pihak nasabah maka hal tersebut dapat diapandang sebagai upaya untuk memudahkan proses pengalihan hishah secara prosedural. 145 B. Implementasi Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Prinsip Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung dan Bank BRI Syariah Cabang Pembantu Jombang Bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang sama-sama menyaratkan para pihak untuk bertanggung jawab 145 Secara tegas Fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 menyaratkan agar terdapat klausula perjanjian pengalihan hisah antara nasabah dengan pihak bank dalam akad pembiayaan musyarakah mutanaqishah. Lihat, Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X2013 tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan poin karakteristik musyarakah mutanaqishah item c.

149 penuh terhadap pengadaan barang sesuai dengan porsi masing-masing dan tidak ada satu pihak pun yang dapat melepaskan tanggung jawab kepada pihak lain dalam melakukan aktifitas tersebut. Meski dalam Fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 tidak disebutkan secara jelas, namu dalam Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah dalam poin kerja item ii dijelaskan bahwa: setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. 146 Itulah yang mungkin menjadi dasar tidak diperbolehkanya melepaskan tanggung jawabnya atas tugas yang diberikan masing-masing pihak. Karena jika melihat dari klausula diatas, apabila memang harus diwakilkan maka harus tertulis secara jelas sejak perjanjian awal dibuat. Oleh karena itu kebijakan yang ditetapkan oleh kedua bank tersebut sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang akad musyarakah. Selain itu, bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung tidak menetapkan modal hanya terbatas uang. Akan tetapi modal bisa berupa barang atau benda yang memiliki nilai. Modal tidak hanya sebatas uang saja ini memang dalam fatwa DSN-MUI Tahun 2013 tidak disebutkan secara jelas. Meski demikian bukan berarti ketentuan ini melanggar fatwa DSN- MUI. Karena dalam fatwa lain yakni Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN- MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah menyatakan diperbolehkanya 146 Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah

150 menggunakan emas/perak (selain uang) sebagai penyatuan awal modal. Ketentuan tersebut terdapat pada poin objek akad yang yakni: modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama. Modal bisa terdiri dari aset perdagangan seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Apabil modal berbentuk aset harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. 147 Dalam kasusu ini Jumhur ulama berpendapat bahwa modal usaha dalam syirkah tidak boleh berupa barang dagangan. Alasanya adalah bahwa modal yang berupa barang dagangan berubah-ubah harganya. Oleh karena itu keuntungan sebagai hasil usaha secara syirkah tidak dapat dipastikan jumlahnya. Berbeda dengan Imam Malik, ia berselisih dengan para jumhur ulama. Imam Malik tidak menyaratkan dalam bentuk uang tunai dengan syarat disepakati oleh semua syarik. 148 Kedua bank (bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang) sama-sama menetapkan adanya barang jaminan pada setiap pembiayaan akad musyarakah mutanaqishah. Meski di dalam fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 tidak ada klausula yang membolehkan praktik tersebut, namun didalam Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN- MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah dijelaskan bahwa: pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan. 149 147 Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. 148 Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah, hal. 27-28. 149 Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.

151 Jadi penetapan bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang terkait barang jaminan pada setiap akad musyarakah mutanaqishah sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Penetapan barang jaminan ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdin, dengan judul tesis Pembiayaan musyarakah Mutanaqishah dalam kredit kepemilikan rumah Syariah. Adapaun hasil dari penelitian ini adalah Dalam ketentuan musyarakah mutanaqishah tidak disinggung mengenai jaminan, tetapi bank syariah dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle) dapat meminta jaminan kepada nasabah yang bersangkutan. Walaupun rumah tersebut selama masa pembiayaan merupakan milik bersama bank dan nasabah, tetapi didalam sertifikat rumah tersebut bank mengkuasakan rumah atas nama nasabah. 150 C. Implementasi Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Nisbah Keuntungan (Bagi Hasil) Dalam Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung Dan Bank BRI Syariah Cabang Pembantu Jombang Dalam penentuan nisbah bag hasil antara bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang menerapkan ketentuan yang berbeda satu sama lainya. Bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung menetapkan nisbah bagi hasil berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (tidak berdasarkan prosentase modal awal). Sementara itu untuk 150 Aad Rusyad Nurdin, Pembiayaan musyarakah Mutanaqishah dalam kredit kepemilikan rumah Syariah, (Jakarta: Universitas Islam, 2011).

152 bank BRI Syariah KCP Jombang menetapkan besar nisbah bagi hasil ditntukan pada prosentase modal masing-masing pihak. Meski terjadi perbedaan pendapat antara bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang namun keduanya tetap dalam frame Fatwa DSN-MUI. Dalam Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN- MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan dijelaskan; Nisbah keuntungan (bagi hasil) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan modal. 151 Dari ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan diatas menunjukkan bahwa meski kedua bank berselisih pendapat namun mereka masih sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI. Sementara itu untuk porsi minimal bagi hasil sebesar 30% untuk bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan 20% untuk BRI Syariah KCP Jombang hanya didasarkan pada kebijakan awal masing-masing bank yang menentukan minimal modal awal yang dimiliki dari keseluruhan pembiayaan yang ada. Meski demikian bukan berarti kedua bank menentukkan bagi hasil yang diterima oleh pihak nasabah sebesar 20% atau 30%. Batas 20% dan 30% merupakan batas minimal dan tidak menutup kemungkinan nasabah bisa memperoleh bagi hasil lebih dari prosentase tersebut tergantung dari 151 Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan.

153 kesepakatan para pihak. Oleh karena itu, ketentuan minimal mendapatkan bagi hasil 20 % atau 30% tidak menyalahi ketentuan fatwa DSN-MUI. Untuk memudahkan pembayaran nisbah bagi hasil, bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang menetapkan pembayaran bagi hasil akan dibayar kedalam rekening atas nama nasabah untuk selanjutnya kuasa kepada bank untuk mendebet atau memotong dana tersebut sebagaimana pembayaran cicilan atau angsuran pengambil alihan porsi kepemilikan bank atas barang. Mekanisme inipun pada dasarnya tidak mencederai pembagian nisbah yang diperoleh masingmasing pihak. Hal ini ditujukkan semata-mata hanya untuk memudahkan dalam hal administrasi pembayaran pihak nasabah. Sehingga praktik yang semacam ini tidak menyalahi aturan baku dari fatwa DSN-MUI tentang pembiayaan musyarakah. Besar nisabah yang diterapkan oleh bank BRI Syariah KCP Jombang sesuai dengan prosentase modal yang disetor sama denga penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum (2012), dengan judul tesis Tanggung Jawab Nasabah dalam Pembiayaan Musyarakah (PT. LSKOM melawan PT. Bank CN, Tbk). Dalam penelitiannya salah satu kesimpulannya adalah pembagian porsi bagi hasil yang diterapkan antara nasabah dan pihak bank harus sesuai dengan porsi modal yang telah ditetapkan. 152 Dalam penentuan pembagian porsi modal ini, Hasanudin dan Jaih Mubarok menjelaskan bahwa dalam muktamar tentang Pengelolaan 152 Niken Wahyuningrum, Tanggung Jawab Nasabah dalam Pembiayaan Musyarakah (PT. LSKOM melawan PT. Bank CN, Tbk), (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012).

154 Keuangan Islam yang pertama yang diselenggarakan di Dubai dijelaskan tiga skema (gambaran) pelaksanaan al-musyarakah al-muntahiyyah bit tamlik: pertama, antara bank dengan nasabah sepakat untuk menyediakan harta guna dijadikan modal usha dengan bagi hasil (laba/rugi) sesuai kesepakatan atau proporsional. Kemudian barang modal syirkah tersebut dijual: 1) oleh pihak bank kepada nasabah, 2) oleh pihak nasabah kepada bank, atau 3) oleh pihak bank dan nasabah kepada pihak lain setelah masa syirkah berakhir, karena masing-masing syarik memiliki hak untuk menjual barang modalnya. 153 D. Implementasi Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Proyeksi Keuntungan Dalam Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung Dan Bank BRI Syariah Cabang Pembantu Jombang Dalam proyeksi bagi hasil, bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang sama-sama memiliki konsep yang sama yakni bahwa nisbah dari waktu ke waktu akan berubah sesuai dengan jumlah porsi kepemilikan masing-masing pihak terhadap barang, sebagaimana ditentukan didalam daftar angsuran/cicilan pembelian porsi kepemilikan bank. Hal ini sejalan dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan, yakni: Proyeksi keuntungan dalam pembiayaan Musyarakah mutanaqishahdapat didasarkan pada pendapatan masa depan (future income) dari kegiatan Musyarakah mutanaqishah, pendapatan proyeksi hal. 67-68. 153 Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah,

155 (projected income) yang didasarkan kepada pendapatan historis (historical income) dari kegiatan Musyarakah mutanaqishah atau dasar lainnya yang disepakati. Para pihak dapat menyepakati nisbah keuntungan tanpa menggunakan proyeksi keuntungan. 154 Dilihat dari hasil temuan peneliti dan fatwa DSN-MUI No. 01 Tahun 2013 maka dapat diambil kesimpulan jika proyeksi keuntungan bagi hasil sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Proyeksi bagi hasil sendiri penting mengingat setaip bulan terjadi perubahan hishah (aset) dari pihak bank ke nasabah. Apabila tidak diterapkan proyeksi bagi hasil ini maka akan terjadi ketidak seimbangan antara nasabah dan bank dalam pembagian nisbah bagi hasil, meski ketentuan bagi hasil tidak tergantung pada prosentase modal awal. Dalam temuan penelitian selanjutnya peneliti menemukan bahwa bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan bank BRI Syariah KCP Jombang sama-sama menetapkan pihak bank memiliki hak untuk mengajukan perubahan nisbah bagi hasil dengan pemberitahuan terlebih dahulu terhadap pihak nasabah. Meski didahului dengan pemberitahuan namun ketentuan ini bias dengan ketentuan yang ada dalam Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN- MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. Didalam fatwa DSN-MUI No. 08 Tahun 2000 poin Keuntungan item iii dijelaskan bahwa: Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan 155 154 Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan, point prinsip dan ketentuan item f. 155 Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, poin Keuntungan item iii.

156 Klausula diatas menyebutkan bahwa seorang mitra bukan pihak bank. Oleh karena itu seharusnya pihak nasabah juga memiliki hak untuk merubah nisbah bagi hasil dengan ketentuan yang sama oleh pihak bank. Apabila hal ini tetap terjadi, dan yang memiliki hak untuk merubah nisbah bagi hasil hanya dari pihak bank maka hal tersebut dapat dikatakan perjanjian yang dilakukan tidak memberikan keseimbangan antara pihak-pihak yang terkait. Selain itu, jika kita amati dalam fatwa DSN-MUI sangat mengakomodir keseimbangan antara kedua belah pihak yakni antara pihak nasabah dan pihak bank. Sehingga hal ini menjadi koreksi tersendiri bagi kedua lembaga keuangan tersebut. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian Gisniarti, dengan judul Pembiayaan musyarakah mutanaqishah pada investasi pembangunan pelabuhan. Adapun hasil penelitianya adalah pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqisah dimulai dengan bank memasukkan modal penyertaan untuk pengadaan suatu barang/asset dengan nasabah, sehingga asset menjadi milik bersama, asset dikelola, hasil dari pengelolaan akan dibagihasilkan antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi penyertaan modal. Selanjutnya hak bagi hasil nasabah diberikan seluruhnya kepada bank untuk meningkatkan porsi kepemilikan nasabah sehingga pada akhir masa syirkah, asset dimiliki sepenuhnya oleh nasabah. 156 Dalam kasusu ini bank dengan nasabah melakaukan musyarakah dengan masing-masing menyertakan harta guna dijadikan modal usaha dalam 156 Gisniarti, Pembiayaan musyarakah mutanaqishah pada investasi pembangunan pelabuhan, (Jakarta: Universitas Islam, 2007).

157 bentuk saham; setiap syarik memiliki jumlah saham sesuai dengan modal yang disertakan; dan syarik jika dikehendaki menjual sahamnya kepada bank pada setiap tahun (baca: tahun buku) baik pembayarannya dilakukan secara tunai maupun secara berangsur. Apabila pembayaran dilakukan secara berangsur, maka modal yang dimiliki nasabah dalam bentuk saham mengalami penurunan/berkurang (mutanaqishah), dan menjadi milik bank secara penuh apabila seluruh bagian/porsi milik nasabah dibayar lunas oleh bank. Pada skema ini, modal yang berkurang adalah modal milik nasabah (bukan modal milik bank). 157 E. Implementasi Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Kegiatan Usaha Dalam Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung Dan Bank BRI Syariah Cabang Pembantu Jombang Di dunia perbankan syariah khususnya di bank muamalat indonesia KCP Tulungagung dan Bank BRI Syariah KCP Jombang musyarakah mutanaqishah ini terimplementasi ke dalam produk KPR dan renovasi rumah. Pada bank muamalat KCP Tulungagung, yang menjadi obyek KPR hanya terbatas pada pembiayaan rumah saja sementara itu di bank BRI Syariah KCP Jombang lebih menawarkan produk KPR lebih banyak seperti pembiayaan apartemen, ruko, tanah dan yang lainnya. Namun pada prinsipnya dari keduanya menggunakan sistem KPR atau pengadaan suatu property. Pada fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 juga dijelaskan secara rinci 157 Ibid., hal 66-67 dan lihat juga Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia: Edisi 4, (Jakarta: Salemba Empat, 2015), hal. 154.

158 bahwa segala obyek dari musyarakah mutanaqishah ini adalah modal usaha yang sesuai prinsip syariah, baik itu property, kendaraan bermotor ataupun barang lainnya. 158 Kegiatan usaha musyarakah mutanaqishah ini dapat menggunakan beberapa prinsip dalam menjalankannya, diantaranya dapat menggunakan prinsip jual beli, ijarah ataupun kerjasama sebagaimana yang diterangkan dalam fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013. 159 Sehingga dalam menjalankan musyarakah mutanaqishah ini, pihak bank dapat memilih salah satu dari prinsip yang ada yang dirasa lebih memudahkan. Sementara itu dari hasil temuan peneliti mengenai kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank muamalat KCP Tulungagung menggunakan prinsip ijarah (sewa-menyewa) dalam menjalankan akad Musyarakah Muataqishahnya sementara di BRI Syariah KCP Jombang menggunakan prinsip ba i (jual beli) dalam menjalankan pembiayaan akad Musyarakah mutanaqishah. Di dalam fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013, menerangkan bahwa ketika menggunakan prinsip ijarah maka obyek pembiayaan musyarakah mutanaqishah ini dapat diambil manfaatnya dengan membayar ujrah baik dimanfaatkan oleh nasabah ataupun pihak lain. Sesuai dengan ketentuan tersebut maka nisbah bagi hasil yang diperoleh bank dan nasabah berasal dari ujrah yang telah ditentukan. Di awal akad pun pada bank muamalat indonesia KCP Tulungagung juga menjelaskan secara rinci ujrah yang akan diterima dari masing-masing pihak, yang mana dalam hal ini 158 Keputusan Dewan Syari ah Nasional Nomor 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah Dalam Produk Pembiayaan 159 ibid

159 pengguna manfaat dari obyek musyarakah mutanaqishah adalah pihak nasabah. Di dalam fatwa tersebut juga menjelaskan bahwa untuk rincian kriteria, spesifikasi dan juga waktu ketersediaan dari obyek musyarakah mutanaqishah dinyatakan secara jelas. Penjelasan mengenai prinsip ijarah ini memang dijelaskan lebih rinci jika dibandingkan dengan prinsip jual beli ataupun kerjasama. Dalam penerapannya dari kedua bank tersebut menentukan obyek musyarakah mutanaqishah ditunjuk dengan jelas, ini artinya bahwa kriteria dan spesifikasi obyek diketahui dengan jelas oleh masing-masing pihak. Meskipun dari masing-masing bank tidak menjelaskan secara rinci kepada peneliti namun dapat dipahami bahwa untuk kriteria dan spesifikasi dari obyek sudah ditentukan sejak awal sesuai dengan pernyataan dari pimpinan masing-masing bank bahwa, nasabah harus menunjuk obyek yang diinginkannya secara langsung kepada pihak bank. Sementara itu untuk jangka waktu ketersediaan dari obyek ini baik pada bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan juga Bank BRI Syariah KCP Jombang tidak menjelaskanya, sehingga waktu ketersediaan obyek musyarakah ini tidak diketahui secara pasti. Pada fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 juga menjelaskan bahwa, dalam melakukan kegiatan usaha musyarakah mutanaqishah obyek pembiayaan dapat diatas namakan nasabah. 160 Dalam penerapannya di bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung dan juga bank BRI 160 Lihat Keputusan Dewan Syari ah Nasional Nomor 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah Dalam Produk Pembiayaan

160 Syariah KCP Jombang meskipun prinsip yang digunakan berbeda namun untuk obyek pembiayaan musyarakah mutanaqishah sama-sama mengatas namakan nasabah pada saat akad tersebut dibuat. Hal ini karena pada saat akad dibuat sudah menentukan bahwa obyek pembiayaan musyarakah mutanaqishah ini nantinya adalah menjadi milik nasabah. Nurdin, dengan judul tesis Pembiayaan musyarakah Mutanaqishah dalam kredit kepemilikan rumah Syariah. Menjelaskan bahwa, kegiatan usaha yang ia teliti tidak hanya sebetas pada kredit kepemilikan rumah syariah, namun juga ada pembiayaan pembuatan ruko, pembelian barang dan lain sebagainya. 161 Dalam hal ini Muhammad Syafi I Antonio menjelaskan macammacam aplikasi dari akad musyarakah mutanaqishah yaitu: 1) Pembiayaan proyek Al-musyarakah biasanya diaplikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. 2) Modal ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk 161 Aad Rusyad Nurdin, Pembiayaan musyarakah Mutanaqishah dalam kredit kepemilikan rumah Syariah, (Jakarta: Universitas Islam, 2011).

161 jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. 162 F. Implementasi Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Proses Pengalihan Hishah Dalam Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung Dan Bank BRI Syariah Cabang Pembantu Jombang Proses pengalihan hishah merupakan pengalihan suatu asset dari obyek musyarakah mutanaqishah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 bahwa yang menjadi kharakteristik dari musyarakah mutanaqishah adalah adanya pengalihan hishah pada saat akad berakhir. Obyek musyarakah mutanaqishah ini nantinya adalah menjadi milik dari salah satu pihak, sabagaimana penjelasan fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 bahwa kegiatan musyarakah mutanaqishah ini terdapat suatu perjanjian dimana pengalihan dari keseluruhan hishah akan beralih pada nasabah secara bertahap. 163 Sementara itu pada penerapannya, baik di bank muamalat indonesia KCP Tulungagung maupun bank BRI Syariah KCP Jombang pengalihan hishah dilakukan secara beransur sesuai jatuh tempo yang disepakati. Penglihan hishah yang dimaksud disini adalah pengalihan porsi modal dari asset yang ada. Sehingga kepemilikan asset dari suatu obyek pembiayaan 162 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah:, hal. 91. 163 Lihat Keputusan Dewan Syari ah Nasional Nomor 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah mutanaqishah Dalam Produk Pembiayaan

162 musyarakah mutanaqishah akan bertambah porsinya untuk si nasabah karena ia melakukan angsuran kepada bank, sementara bank akan mengalami pengurangan dari porsi kepemilikan asset karena ia menerima angsuran yang dihitung sebagai modal yang dan juga nisbah bagi hasil untuk bank. Pada fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/X/2013 juga dijelaskan bahwa pengalihan hishah sesuai dengan jangka waktu yang disepakati atau dengan jangka waktu yang dipercepat. 164 Untuk itu maka pengalihan hishah ini bisa dilakukan oleh sesuai dengan pelunasan angsuran yang diberikan oleh nasabah kepada bank yang berupa angsuran modal dan nisbah bagi hasil yang telah disepakati. Pada penerapannya Di Bank Muamalat Indonesia KCP Tulungagung maupun bank BRI Syariah KCP Jombang, juga menyatakan bahwa pengalihan hishah bisa dilakukan ketika nasabah mampu melunasi angsuran meski lebih awal dari jangka waktu yang telah disepakati. Dengan syarat tidak mengurangi nisbah bagi hasil yang telah disepakati diawal perjanjian. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian dari Gisniarti, dengan judul Pembiayaan musyarakah mutanaqishah pada investasi pembangunan pelabuhan. Adapun hasil penelitianya adalah pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqisah dimulai dengan bank memasukkan modal penyertaan untuk pengadaan suatu barang/asset dengan nasabah, sehingga asset menjadi milik bersama, asset dikelola, hasil dari 164 Ibib

163 pengelolaan akan dibagihasilkan antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi penyertaan modal. Selanjutnya hak bagi hasil nasabah diberikan seluruhnya kepada bank untuk meningkatkan porsi kepemilikan nasabah sehingga pada akhir masa syirkah, aset dimiliki sepenuhnya oleh nasabah. 165 Dalam hal ini Hasanudin menjelaskan bahwa akad Musyarakah mutanaqishah terjadi karena dua akad yang dijalankan secara paralel. Pertama, antara nasabah dengan bank melakukan akad musyarakah dengan masing-masing menyertakan harta untuk dijadikan modal usaha guna mendatangkan keuntungan. Hal ini jelas merupakan syirkah-amwal (sebagai bagian dari syirkah milik-ikhtiar). Kedua, nasabah melakukan usaha dengan modal bersama tersebut yang hasilnya dibagi sesuai kesepakatan antara bank dengan nasabah; di samping itu, nasabah membeli (baca: membayar atau mengembalikan) barang modal milik bank secara berangsur sehingga modal yang dimiliki bank dalam syirkah tersebut secara berangsur-angsur berkurang (berkurangnya modal bank disebut (mutanaqishah). 166 165 Gisniarti, Pembiayaan musyarakah mutanaqishah pada investasi pembangunan pelabuhan, (Jakarta: Universitas Islam, 2007). 166 Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah,..., hal. 53-54.