BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi pada berbagai keadaan sakit secara langsung maupun tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi sangat berpengaruh pada proses

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari penetapan peraturan pemberian makan di rumah sakit,

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya metode sectio caesarea, bukan hanya ibu yang akan menjadi aman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN SISA MAKANAN BIASA YANG DISAJIKAN DI RUANG MAWAR RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).



METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif dan promotif. Ada 4 kegiatan pokok PGRS yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. adalah pelayanan gizi, dalam standar profesi Gizi, dinyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan yang meliputi upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pelayanan gizi yang bermutu terutama dalam menyediakan makanan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan gizi ruang rawat inap adalah rangkaian kegiatan mulai dari

Indikator pelayanan makanan : Waktu Daya terima /kepuasan. BAB II Penampilan makan. Keramahan pramusaji Kebersihan alat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

DAFTAR PUSTAKA. Almatsier Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2020 Indonesia diperkirakan merupakan negara urutan ke-4

BAB V PEMBAHASAN. seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan. pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan.

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk mencapai pemulihan penderita dalam waktu singkat. Upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami


BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

BAB I PENDAHULUAN. Standar akreditasi rumah sakit menyebutkan bahwa pelayanan gizi. metabolisme manusia untuk pemulihan dan mengoreksi kelainan

* Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. zat-zat gizi. Oleh karena itu, manusia dalam kesehariannya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Definisi lansia menurut UU nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sumber energi, pertumbuhan dan perkembangan, pengganti sel-sel yang rusak,

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya malnutrisi pada pasien dan meningkatkan angka infeksi, atrofi otot,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diet Pasca-Bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. Penatalaksanaan nutrisi pada pasien pasca-bedah sering dilupakan, padahal kondisi pasien yang masih puasa, masih perlu penambahan kalori akibat stres metabolisme yang terjadi. Penatalaksanaan nutrisi adalah prioritas untuk mengurangi kehilangan gizi selama periode hipermetabolisme dan mempercepat proses penyembuhan. Pengaruh pembedahan terhadap metabolisme pasca-bedah tergantung berat ringannya pembedahan, keadaan gizi pasien pasca-bedah, dan pengaruh pembedahan terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi. Setelah pembedahan sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-bedah. Peningkatan ekskresi kalsium terjadi setelah bedah besar, trauma kerangka tubuh, atau setelah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam dapat 1

meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan perdarahan meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C serta cairan yang hilang perlu diganti. Dalam suatu institusi seperti rumah sakit, masalah penyelenggaraan makanan merupakan suatu subsistem dari sistem pelayanan kesehatan paripurna dari rumah sakit itu sendiri. Mengetahui apa yang diharapkan oleh pasien dalam hal penyediaan makanan merupakan tujuan utama dari penyelenggaraan makanan itu sendiri, serta akan memberikan manfaat yang besar bagi pihak rumah sakit. Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada dasarnya harus meliputi tiga hal, asuhan medis, asuhan keperawatan, dan asuhan nutrisi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007). Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju maupun berkemabang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia 17-47%, Denmark 28%, dan di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya antara 40-50% (Lipoeto, 2006). Studi di Asia Tenggara seperti di Malaysia mengungkapkan bahwa 71,4% pasien mengalami 2

hipoalbuminemia selama periode rawat inap (Shahar, 2002). Di rumah sakit Vietnam periode 2002-2004, Pham et al menemukan bahwa 56% pasien prabedah elektif mengalami malnutrisi (Sauer, 2009). Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari sekitar 20-60% pasien yang telah menyadang status malnutrisi dan 69%-nya mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa masih ada masalah dengan asuhan nutrisi yang ada di rumah sakit. Menurut Barker (2011), malnutisi di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkuranganya persediaan nutrisi yang terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi ketiganya. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit mempunyai ciri tersendiri dimana konsumennya adalah orang sakit, dirawat dengan berbagai tingkat perawatan, dimana makanan juga harus mempunyai efek terapi. Jadi secara keseluruhan tujuan penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah untuk memenuhi gizi pasien guna mempelancar proses penyembuhan. 3

Kemampuan pasien dalam menerima atau daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi pasien. Semakin tinggi daya terima pasien terhadap makanan maka kebutuhan gizi pasien selama perawatan di rumah sakit semakin tercukupi. Sebelum membicarakan pedoman diet, kita harus memahami dahulu definisi Diet yang sering diartikan oleh orang awam sebagai pembatasan makanan pada penderita suatu penyakit. Diet dalam pengertian umum adalah memiliki dua makna yaitu pertama sebagai makanan dan kedua pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan setiap hari agar kita tetap sehat. Diet yang dilakukan di Rumah Sakit bertujuan untuk meningkatkan status nutrisi dan atau membantu kesembuhan pasien, maka istilah yang lazim digunakan adalah Diet Rumah Sakit (Hospital Diet). (Asuhan Nutrisi Rumah sakit) Citra sebuah rumah sakit di tentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah sistem pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit tersebut. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit sehingga pelaksanaannya dipadukan dengan kegiatan pelayanan kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Bentuk pelayanan gizi yang paling umum terdapat di rumah sakit adalah penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat di rumah sakit. Kegiatan 4

penyelenggaraan makanan ini meliputi kegiatan pengadaan makanan hingga penyalurannya kepada pasien dengan mutu, jenis dan jumlah yang sesuai dengan rencana kebutuhan. Unit yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan tersebut adalah instalasi gizi rumah sakit. Masalah pengadaan makanan kepada orang sakit lebih kompleks dari pada pengadaan makanan untuk orang sehat. Hal ini disebabkan terutama oleh selera makan dan kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit yang dideritanya, aktifitas fisik yang menurun dan reaksi obat-obatan. Perubahan selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya terima makanan yang disajikan oleh instalasi gizi rumah sakit. Menurut Rosary (2002) dan Ratna (2009), pasien membutuhkan asupan zat gizi yang sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Berdasarkan penelitian Lydiyawati (2008), tingkat kepuasan pasien masih rendah terhadap pelayanan makanan di rumah sakit. Konsumsi makanan pasien harus dapat memenuhi kebutuhan zat gizi baik kuantitas maupun kualitasnya. Konsumsi makanan lebih ditekankan pada 5

kebutuhan energi dan protein, karena jika kebutuhan energi dan protein sudah terpenuhi maka kebutuhan zat gizi lain juga akan terpenuhi atau setidaknya tidak terlalu sulit untuk memenuhinya (Khumaidi 1987). Peranan gizi dalam proses penyembuhan penyakit menjadi sangat penting pada masa sekarang ini, karena berdasarkan data-data yang ada sekitar 30% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan berat badan (Suandi, 1998). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Almatsier, Jus at dan Akmal (1992) tentang persepsi pasien terhadap makanan yang disediakan oleh rumah sakit (survei dilakukan terhadap 10 rumah sakit di DKI Jakarta) menunjukkan 43% pasien yang mempunyai selera makan baik dan 57% pasien yang mempunyai selera makan kurang baik menyatakan kurang puas terhadap makanan yang disajikan. Sebagian pasien yang dirawat di rumah sakit harus menjalani diet tertentu yang mungkin berbeda dengan kebiasaan makan sehari-hari di rumah seperti macam makanan, cara makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, suasana makan serta rasa dari makanan (Moehyi, 1999). Hal ini dapat terjadi pada pasien yang mendapatkan diet rendah garam karena pada diet ini penggunaan garam sedikit sekali sehingga mempengaruhi rasa makanan yang berakibat menurunnya selera makan pasien. Penurunan selera makan ini 6

menyebabkan pasien tidak menghabiskan porsi makanan yang disajikan yang berakibat kebutuhan gizinya tidak terpenuhi. Bila keadaan ini terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit akan mengakibatkan penurunan berat badan dan menimbulkan masalah gizi kurang serta memperlambat penyembuhan penyakit. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian perbandingan konsistensi makanan lunak dan makanan biasa dengan daya terima pada pasien pasca-bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. B. Identifikasi Masalah Penatalaksanaan gizi pada pasien pasca bedah sering dilupakan, padahal kondisi pasien yang masih puasa, masih perlu penambahan kalori akibat stres metabolisme yang terjadi. Pengaruh pembedahan terhadap metabolisme pasca-bedah tergantung berat ringannya pembedahan, keadaan gizi pasien pasca-bedah, dan pengaruh pembedahan terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti perbandingan konsistensi makanan lunak dengan daya terima pada pasien pasca-bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. 7

C. Pembatasan Masalah Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan teori yang di dapat sehingga penelitian ini hanya dilakukan untuk mengetahui perbandingan daya terima makanan lunak pada pasien pasca bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. D. Perumusan Masalah Apakah ada perbandingan daya terima makanan lunak pada pasien pasca bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbandingan daya terima makanan lunak pada pasien pasca bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden seperti : umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis penyakit, lama hari rawat dan kategori fisiologi responden. b. Mengidentifikasi menu makanan lunak yang terdapat di RSPAD Gatot Soebroto. 8

c. Mengidentifikasi menu makanan lunak yang terdapat di RSPI Puri Indah. d. Membandingkan menu makanan lunak yang terdapat di RSPAD Gatot Soebroto dan menu makanan lunak yang terdapat di RSPI Puri Indah. e. Mengidentifikasi daya terima menu makanan lunak dalam segi aspek asupan energi dan zat gizi makro di RSPAD Gatot Soebroto. f. Mengidentifikasi daya terima menu makanan lunak dalam segi aspek asupan energi dan zat gizi makro di RSPI Puri Indah. g. Membandingkan daya terima menu makanan lunak dalam segi aspek asupan energi dan zat gizi makro di RSPAD Gatot Soebroto dan di RSPI Puri Indah. 9

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Praktisi Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai perbandingan daya terima makanan lunak pada pasien pasca bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. 2. Manfaat bagi Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun mahasiswa jurusan ilmu gizi mengenai perbandingan daya terima makanan lunak pada pasien pasca bedah di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit non pemerintah. 3. Manfaat bagi Rumah Sakit Dapat digunakan sebagai sumber informasi dan pengetahuan mengenai apakah makanan lunak dapat di terima dengan baik oleh pasien pasca bedah dan sebagai tolak ukur dalam mengetahui menu makanan apa yang di sukai atau tidak oleh pasien. 10