PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

MATERI DAN METODE. Materi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

MATERI DAN METODE. Materi

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

METODE. Materi. Rancangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

MATERI DAN METODE. Materi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

II. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

Lampiran 1 Formulir organoleptik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

BAB III METODE PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April Pelaksanaan penelitian

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan kemampuan Bacillus mycoides dalam memfermentasi onggok untuk

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB III METODE PENELITIAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

PENINGKATAN NILAI NUTRIEN (PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR) LIMBAH SOLID KELAPA SAWIT TERFERMENTASI DENGAN Trichoderma reesei

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Transkripsi:

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN SUCI MERLINA. D24080166. 2012. Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis M.Sc. : Dr. Ir. Yuli Retnani M.Sc. Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kandungan nutrien yang cukup baik. Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi ini menggunakan kapang Aspergillus niger. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan kandungan nutrien wheat bran fermentasi menggunakan level yang berbeda dari Aspergillus niger. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Mei hingga Juni 2012. Bahan yang digunakan adalah wheat bran dan kapang Aspergillus niger. Perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger adalah tanpa fermentasi (R 0 ), 0.2% (R 1 ), 0.4% (R 2 ), dan 0.6% (R 3 ) dari bahan kering wheat bran. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah perubahan bahan kering, kadar abu, serat kasar, protein kasar dan lemak kasar. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Aspergillus niger nyata (P<0.01) menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN. Namun, nyata (P<0.05), meningkatkan kadar abu protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%. Kata-kata kunci : Aspergillus niger, fermentasi, wheat bran ii

ABSTRACT Changes in Nutrient of Wheat Bran Fermented Using Different Level of Aspergillus niger S. Merlina, A. Darobin Lubis, Y. Retnani Wheat bran is a product that resulted with amount of 13% from wheat hulling processing into flour and have still in good nutrient content. Commonly, the utilization of wheat bran is limited, i.e. for a filler material of the bread and feed for ruminants or horses. For the poultry, especially broiler, wheat bran utilization is limited, because of high in its crude fiber. Therefore, required the processing technology to improved its utilization on poultry rations. Fermentation is one of the biological process by using the enzyme that it is produced by microbe. The objective of this experiment its to evaluate changing of nutrient content of wheat bran fermented using different level of Aspergillus niger. The research was carryout at Laboratory of Feed Science and Technology, Animal Science Faculty, Bogor Agricultural University, from May to June 2012. The materials that were utilized wheat bran and Aspergillus niger. The treatments were R 0 (without addition of Aspergillus niger), R 1 (with addition of 0.2% Aspergillus niger), R 2 (with addition of 0.4% Aspergillus niger), and R 3 (with addition of 0.6% Aspergillus niger). The experiment of design utilized Complete Randomized Design (CRD) by four treatments and four replications. The measured variables were the alteration of dry materials, ash, crude fiber, crude protein and crude fat. The data analyzed by ANOVA and followed by orthogonal contrast test (Steel and Torrie, 1997). The results showed that Aspergillus niger fermentation significantly (P <0.01) decreased dry matter, crude fat and NFE. However, significantly (P <0.05) increased ash, crude protein and crude fiber content. The used of Aspergillus niger starter with amount of 0.2% more efficient and economical because of the result were not significantly different with 0.4 and 0.6%. Keywords: Aspergillus niger, fermentation, wheat bran iii

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SUCI MERLINA D24080166 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 20 Februari 1990 dengan Bapak Nurhocim dan Ibu Suti Yati. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tanah Sereal 01 Pagi Jakarta pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 54 Jakarta. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 25 Jakarta pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam kegiatan belajar mengajar program PAUD Melati Putih Jakarta Pusat dan komunitas Taman Hijau Ceria di Bogor. vi

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil aalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang Berbeda. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Mei Juni 2012 bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tidak menghasilkan racun. Jenis kapang yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah Aspergillus niger. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Desember 2012 Penulis vii

DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Wheat Bran (Dedak Gandum)... 3 Jenis Fermentasi... 6 Fermentasi menggunakan Aspergillus niger... 7 Pertumbuhan Mikroorganisme... 12 METODE... 14 Lokasi dan Waktu... 14 Materi Penelitian... 14 Alat... 14 Bahan... 14 Metode Penelitian... 14 Pembuatan Kultur Aspergillus niger... 14 Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger... 15 Pengamatan Kondisi Umum Penelitian... 16 Rancangan Percobaan... 19 Peubah yang Diamati... 19 Metode Analisis Zat Makanan... 20 Analisis Bahan Kering... 20 Analisis Kadar Abu... 20 Analisis Kadar Serat Kasar... 20 Analisis Protein Kasar... 21 Analisis Kadar Lemak Kasar... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN... 22 Kondisi Umum Penelitian... 22 ii iii vi vii viii x xi xii viii

Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Bebagai Level Starter Aspergillus niger... 24 Bahan Kering... 24 Kadar Abu... 26 Protein Kasar... 27 Serat Kasar... 29 Lemak Kasar... 30 BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)... 31 KESIMPULAN DAN SARAN... 33 Kesimpulan... 33 Saran... 33 UCAPAN TERIMA KASIH... 34 DAFTAR PUSTAKA... 35 LAMPIRAN... 41 ix

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100% BK)... 4 2. Kandungan Asam Amino dan Vitamin Dedak Gandum Kasar dan Nilai Kimiawi Dedak Gandum Kasar... 5 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada Substrat Wheat Bran selama Fermentasi... 22 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Bahan Kering Wheat Bran... 24 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi... 25 6. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Kadar Abu Wheat Bran... 26 7. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Protein Kasar Wheat Bran... 27 8. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Serat Kasar Wheat Bran... 29 9. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran... 30 10. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan BETN Wheat Bran... 32 x

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum... 3 2. Aspergillus niger...... 9 3. Mekanisme Hidrolisis Selulosa... 10 4. Kurva Pertumbuhan Kapang...... 13 5. Tahapan Kultur Aspergillus niger...... 17 6. Tahapan Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger... 18 7. Grafik Perubahan Suhu Selama Fermentasi... 23 xi

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Bahan Kering... 42 2. Anova danuji Kontas Ortogonal Kadar Abu... 42 3. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Serat Kasar... 43 4. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Protein Kasar... 43 5. Anova dab Uji Kontras Ortogonal Lemak Kasar...... 44 6. Anova dan Uji Kontras Ortogonal BETN... 44 7. Dokumentasi... 45 xii

PENDAHULUAN Latar Belakang Wheat bran atau yang dikenal dengan dedak gandum, merupakan hasil samping terbesar yaitu 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu (Wardani, 2002). Scott et al. (1982) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung terigu. Menurut Welirang (2012) memperkirakan Indonesia mengimpor gandum tahun 2012 ini mencapai 6 juta ton atau meningkat 9% dari tahun 2011. Jadi, Indonesia memiliki potensi wheat bran sebesar 780.000 ton. Wheat bran mempunyai kandungan nutrient yang cukup baik. Kandungan protein yang terdapat pada wheat bran sebesar 14% dan serat kasar sebesar 15% (Azhar, 2002). Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam porsi kecil karena ayam broiler tidak mempunyai enzim selulase di dalam saluran pencernaannya, sehingga ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan tertentu sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Pengolahan merupakan suatu cara agar kandungan nutrient dan kecernaan wheat bran dapat meningkat. Teknik pengolahan pakan dapat berupa pengolahan secara biologis, kimia, maupun fisik. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tidak menghasilkan racun. Aspergillus niger.merupakan jenis kapang yang banyak digunakan dalam proses fermentasi pakan ternak. Aspergillus niger memiliki kemampuan baik dalam menghasilkan enzim. Beberapa jenis enzim yang penting penerapannya dalam bidang industry pertanian yang dihasilkan oleh Aspergillus niger adalah amilase, selulase, dan amiloglukosidase. Proses fermentasi pakan oleh Aspergillus niger menghasilkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu 1

pakan, baik dari segi nutrisi maupun daya cernanya serta dapat meningkatkan daya simpan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan kandungan nutrient wheat bran fermentasi dengan menggunakan starter Aspergillus niger dengan taraf 0 (tanpa fermentasi), 0,2, 0,4, dan 0,6% dari substrat. 2

TINJAUAN PUSTAKA Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar) Wheat bran atau yang lebih dikenal dedak gandum kasar, merupakan hasil samping proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Azhar (2002) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung. Menurut Ikhsanudin (2010) hasil samping proses penggilingan gandum terdiri dari millrun, shorts dan bran kasar. Millrun adalah seluruh fraksi yang dihasilkan dari tepung terigu. Shorts merupakan fraksi hasil samping gandum yang terutama terdiri dari red dog dan germ. Bran kasar adalah hasil penggilingan setelah didapatkan tepung terigu tetapi tidak termasuk red dog. Bran terdiri dari kulit luar (epidermis), kulit kedua (epicarp), testa, dan aleuron. Bran tersusun dari serat, mengandung vitamin B dan elemen mineral, sedangkan lapisan aleuronnya kaya akan protein dan vitamin B, terutama asam nikotinat (niasin). Red dog adalah hasil samping proses penggilingan gandum setelah bran kasar dan germnya. Karakteristik penampang biji gandum terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp) Sumber : Europen Flour Milling Association (2012) 3

Proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu melalui beberapa proses. Proses tersebut antara lain dalam gudang penyimpanan biji gandum dilakukan proses pra pembersihan, kemudian mengalami proses pembersihan I, pembersihan II dan terakhir proses penggilingan untuk mendapatkan tepung terigu. Pada proses penggilingan tersebut dihasilkan hasil samping berupa wheat bran dan wheat pollard. Wheat bran memiliki tekstur yang lebih besar dibandingkan dengan pollard (Bogasari, 1999). PT. Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung terigu sebesar 10.500 metrik ton per hari dari pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton dari pabrik yang berada di Surabaya sehingga akan menghasilkan hasil samping masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton per hari (Sugijianto, 2000). Proses penggilingan gandum di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills menghasilkan 74% tepung terigu dan hasil sampingan sebesar 25-26%. Hasil samping terbesar berupa bran sebanyak 13%, pollard 10% dan 3% lainnya untuk bahan kayu lapis (Wardani, 2002). Kandungan nutrient wheat bran menurut literatur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK) Zat nutrisi (%) A B Bahan kering 86.00 87.00 Protein 16.86 18.16 Abu 7.56 - Lemak 4.65 5.52 Serat Kasar 11.05 11.95 BETN 59.88 - Sumber : A: Bogasari(1999), B : Leeson dan Summers (2005) Dedak gandum kasar sangat potensial sebagai pakan ternak karena mempunyai protein 18.16% dan energi metabolis 3.672 kkal/kg ransum (Leeson dan Summers, 2005). Menurut Lorenz dan Kulp (1991) protein dedak gandum kasar lebih tinggi daripada protein tepung terigu. Selain itu, dedak gandum kasar mengandung vitamin yang jauh lebih banyak daripada tepung terigu. Asam amino pembatas pada dedak gandum kasar adalah methionin dengan nilai kimiawi 37.84% (Tabel 2). 4

Tabel 2. Kandungan asam amino dan vitamin dedak gandum kasar dan nilai kimiawi dedak gandum kasar Zat nutrisi Dedak gandum kasar 1) Asam amino (%) Nilai kimiawi dedak gandum kasar (%) 2) Lisin 4.50 52.32 Histidin 2.80 100.00 Argini 6.00 88.88 Asam aspartic 7.30 60.38 Treonin 3.50 61.40 Serin 4.60 51.68 Asam glutamik 20.80 133.33 Prolin 6.90 143.75 Glisin 5.50 137.50 Alanin 4.90 73.13 Sistin - - Valin 5.10 69.86 Metionin 1.40 37.84 Isoleusin 3.80 38.46 Leusin 6.70 65.69 Tirosin 2.10 42.86 Fenilalanin 4.00 62.50 Protein 17.70 Vitamin (µg/g bk) Tiamin 13.20 Riboflavin 5.50 Niasin 171.4 Biotin 0.16 Folasin 1.59 Asam Panthotenik 31.70 Vitamin B6 13.00 Sumber : 1. Lorenz dan Kulp (1991), 2. Hasil perhitungan data Lorenz dan Kulp (1991) dan Amarican Egg Board (2002) 5

Jenis Fermentasi Fermentasi secara umum dibagi menjadi dua menurut jenis medium yaitu fermentasi medium cair (liquid state fermentation,lsf) dan fermentasi medium padat (solid state fermentation, SSF) (Muchtadi et al., 1992). Fermentasi medium cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi pada penelitian ini menggunakan fermentasi medium padat. Fermentasi medium (substrat) padat mempunyai kandungan nutrient per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat. Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, yaitu : medium yang digunakan relatif sederhana, ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil karena air yang digunakan sedikit, inokulum dapat disiapkan secara sederhana, kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya, aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel substrat, dan produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah (Harjo et al., 1989). Secara umum, media fermentasi harus menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk produk metabolis (Rachman, 1989). Menurut Presscott dan Dunn (1982) menyatakan bahwa bahan bahan seperti onggok, dedak padi dan dedak gandum dapat digunakan sebagai medium fermentasi meskipun kadang-kadang masih memerlukan penambahan sumber nitrogen dan unsur unsur mineral. Menurut Akmal (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi medium padat diantaranya yaitu : 1. Kadar air : kadar air optimum tergantung pada substrat, organisme dan tipe produk akhir. Kisaran kadar air yang optimum adalah 50-75%. Kadar air 6

yang tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri. 2. Temperatur : Temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama proses fermentasi. 3. Pertukaran gas : Pertukaran gas antara fase dengan substrat padat mempengaruhi proses fermentasi. Fermentasi menggunakan Aspergillus niger Proses fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan kering bahan menjadi energi (panas), molekul air (H 2 O) dan CO 2 (Fardiaz, 1988). Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009). Perubahan bahan kering dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme, proses dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais 2008). Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur (Hidayat et al. 2006). Kadar air mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan dinamika yang terjadi selama proses ensilase karena air dibutuhkan untuk sintesis protoplasma mikroorganisme dan melarutkan senyawa organik. Selama fermentasi, terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan ph, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh ph, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. Jamarun et al. (2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik akan merubah lebih banyak 7

komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein. Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tumbuhnya jamur terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan protein (Noferdiman et al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984) yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6.3% protein, sedangkan membran sel pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Sedangkan menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%. Pertumbuhan jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tumbuh jamur (Musnandar, 2004). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan protein meningkat. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983). Aspergilus niger adalah kapang anggota genus Aspergilus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub kelas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, sub divisi Ascomycotina dari divisi Amastigmycota, Aspergilus niger mempunyai kepala yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat (Gambar 2). Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifa aseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di atas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergilus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada 8

suhu 35 C 37 C. Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2-8.8 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau ph yang rendah (Fardiaz, 1989). Ciri-ciri umum dari Apergillus niger antara lain : warna konidia kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, bersifat temofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, dapat hidup dalam kelembapan nisbi 80, dapat menguraikan benzoate dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoate-4 hidroksibenzoat menjadi 4-hidroksibenzoat, memiliki enzim 4- hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidroksilase 4-hidroksilasibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoate, natrium dan formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, dapat hidup dalam spons, dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan uang memiliki kadar garam tinggi, dan dapat mengakumulasi asm sitrat. Gambar 2. Aspergillus niger Sumber : Singh et al. (2011) Aspergillus niger adalah salah suatu jenis mikroorganisme yang berkemampuan baik dalam menghasilkan enzim. Beberapa jenis enzim yang penting penerapannya dalam bidang industri pertanian yang dapat dihasilkan oleh Aspergillus niger adalah amilase, selulase (Frazier dan Westhoff, 1981) dan amiloglukosidase (Blain, 1975). Enzim yang dapat menghidrolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah selulase. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 3. 9

Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa Sumber : Wikipedia (2012) Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi adalah yang terbaik. Tarram (1995) meneliti onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama enam hari dan mampu meningkatkan protein murni 25.75% dan kehilangan bahan kering 16.8%. Penelitian Palinggi (2003) menghasilkan bahwa dedak halus yang diinkubasikan dengan Aspergillus niger sebanyak 5 g/kg bahan dan kemudian ditambah air 100%, kandungan proteinnya meningkat dari 10% menjadi 18.30%. Menurut Kompiang (1993), fermentasi Aspergillus niger pada onggok dapat meningkatkan kadar proteinnya dari 1-2% menjadi 18-25% yang ditambahkan dengan mineral. Akmal dan Mairizal (2003) menyatakan bahwa pada proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan Aspergillus niger dapat meningkatkan protein kasar dari 22.41 menjadi 35.27%. Peningkatan protein disebabkan peningkatan aktivitas mikroba yang mengubah nitrogen anorganik menjadi protein sel. Raharjo et.al (2000) menyatakan bahwa evaluasi nilai nutrisi pollard gandum terfermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein pollard meningkat lebih dari 100% dan meningkatkan kandungan komponen serat 27-34%. Menurut Bintang et al. (1998) menjelaskan bahwa kandungan gizi bungkil inti sawit setelah difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar sebesar 76.60%, 10

protein sejati sebesar 33.83%, dan kadar abu sebesar 121.43%, serta dapat menurunkan kandungan lemak kasar sebesar 30.21%. Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14.97% dari 1.52% menjadi 16.49% setelah difermentasi dengan Aspergillus niger. Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan terhadap bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia dan kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial. Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami kehilangan bahan kering sekitar 20-37%. Menurut Mirwandhono et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat dan terjadi juga penurunan lemak kasar. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Taram (1995) melaporkan bahwa perlakuan lama fermentasi dengan jenis kapang Aspergillus niger selama 6 hari pada onggok, mampu meningkatkan kandungan protein murni dari 0.75% sampai 25.72%, kandungan serat kasar dari 15.46% menjadi 16.80%, dan kadar abu dari 2.25% menjadi 4,24%, sedangkan perubahan bahan kering dari 22.72% menjadi 13.75%. Menurut Suhartono (2001) fermentasi onggok dengan Aspergillus niger pada lama fermentasi 6 hari mampu meningkatkan kadar abu dari 0.75% menjadi 4.05%, protein kasar dari 1.85% menjadi 5.03%, dan menurunkan serat kasar dari 8.40% menjadi 6.64%. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik pada onggok adalah selama enam hari karena mampu meningkatkan kandungan protein kasar dari 2.56% menjadi 4.47%, kadar abu dari 4.34% menjadi 4.47%, dan menurunkan kandungan serat kasar dari 6.74% menjadi 5.26%. 11

Pertumbuhan Mikroorganisme Pertumbuhan mikroorganisme merupakan puncak aktivitas fsiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahanbahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembang biakan. Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung lingkungan dan kimia. Menurut Gadjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa fase, antara lain : 1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat. 2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif. 3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan akhir pada fase ini. 4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel. 5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini. 6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada selsel yang masih hidup. Kurva pertumbuhan suatu kapang dapat dilihat pada Gambar 4. Soeprijanto et al.(2009) menambahkan bahwa kapang Aspergillus niger melewati fase adaptasi dimulai pada jam ke 8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24. Fase stasioner merupakan jumlah kapang yang tumbuh sama dengan kapang yang mati, fase stasioner terjadi pada jam ke 40-100. Setelah jam ke 100 terjadi penurunan biomassa kapang yang mati lebih banyak yang tumbuh. 12

Gambar 4. Kurva pertumbuhan kapang: 1. fase lag, 2. fase akselerasi, 3. fase eksponensial, 4. fase deselerasi, 5. fase stationer, dan 6. fase kematian, Sumber : Gandjar dan Wellyzar (2006) 13

METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei-Juni 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Alat Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian antara lain alat ekstrasi soxhlet, neraca analitik, eksikator, cawan porselin, gelas piala, pompa vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, oven 105 o C, oven 60ºC, tanur, gegep, autoclave, destilator, corong Buchner, buret, kertas saring, kondensor, kapas wol, dan termometer. Bahan Bahan yang diperlukan untuk fermentasi adalah wheat bran, kapang Aspergillus niger, larutan pengencer, pelarut dietil eter atau petroleum eter NaOH 1,5N, H 2 SO 4 pekat, H 2 SO 4 0,3N, air panas, dan aseton. Metode Penelitian Pembuatan Kultur Aspergillus niger : a. Pembuatan Ekstrak Toge Agar (ETA) Ekstrak toge didapat dengan cara merebus 200 g toge dalam 1000 ml aquadest selama ± 3jam, disaring dan ditetapkan menjadi 1000 ml. Media ETA dibuat dengan cara memasukkan bacto agar sebanyak 3 g, gula pasir 4 g, dan ekstrak 14

toge 200 ml ke dalam gelas piala, setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk hingga mendidih. Kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam tabung reaksi masing-masing ± 4ml, ditutup dengan kapas dan dilapisi dengan alumunium foil, kemudian di autoclave pada suhu 120 o C selama 15 menit. Tabung reaksi diangkat dan diletakkan dengan posisi miring (Azhar,2002). b. Pebanyakan Inokulum Murni Perbanyakan inokulum murni diambil dari stock kapang murni yang berasal dari IPB Culture Collection dengan cara mengambil satu ose didekat api bunsen. Kemudian digoreskan pada agar miring, setelah itu di inkubasi selama 4 hari (Azhar,2002). (Gambar 3). Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger : a. Pembuatan Starter Media yang digunakan untuk membuat starter adalah wheat bran sebanyak 15 g ditambahkan dengan air aquadest sebanyak 13 ml, diaduk sampai rata di dalam cawan petri. Cawan petri tersebut dibungkus menggunakan kertas dan dilapisi dengan plastik tahan panas, kemudian di autoclave pada suhu 120 o C selama 15 menit. Setelah cawan petri tersebut dingin dimasukkan biakan kapang Aspergillus niger yang sudah diberi aquadest steril, kemudian media yang ada di dalam cawan diaduk menggunakan spatula sampai tercampur merata. Selanjutnya media tersebut di inkubasi selama 4 hari, lalu di oven selama 3 hari pada suhu 40 o C. Setelah kering ditumbuk halus (Azhar, 2002). b. Fermentasi Wheat Bran Wheat bran 112 g yang telah ditambah aquadest sebanyak 100 ml diaduk rata dan di autoclave selama 15 menit dengan suhu 120 o C. Kemudian wheat bran tersebut diangkat dan dibiarkan dingin. Setelah itu, diberikan starter dengan taraf 0.2, 0.4, dan 0.6 persen, diaduk sampai merata. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik, kemudian dilubangi dan di inkubasi selama 6 hari. Setelah itu, dikeringkan dalam oven suhu 60 o C sampai kering dan dilakukan analisis proksimat. (Gambar 4), (Azhar, 2012) 15

Pengamatan Kondisi Umum Penelitian : a. Pertumbuhan Aspergillus niger Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran pengamatannya dilakukan setiap hari, dimulai pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-6 fermentasi. Substrat wheat bran yang belum terlihat adanya pertumbuhan Aspergillus niger diberikan tanda (-), substrat yang telah ditumbuhi hifa sekitar 25% diberi tanda (+), substrat ditumbuhi hifa sekitar 60% diberikan tanda(++), dan substrat sudah tebal merata ditumbuhi hifa diberikan tanda (+++). Substrat ditumbuhi spora sekitar 25% diberikan tanda (*), substrat ditumbuhi spora sekitar 40% diberikan tanda (**), dan substrat ditumbuhi spora sekitar 60% diberikan tanda (***). b. Suhu Pengukuran suhu dilakukan menggunakan thermometer suhu. Pengukuran suhu diawali dengan pengukuran suhu ruangan terlebih dahulu sebelum fermentasi dilakukan. Setelah 12 jam substrat wheat bran difermentasi dilihat peningkatan suhu ruangan fermentasi. Peningkatan suhu ini terus diamati selama proses fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan selama 6 hari. 16

Kultur Aspergillus niger Diagram alur metode kultur Aspergillus niger disajikan pada Gambar 5. Air ekstrak toge diambil sebanyak 200 ml untuk 50 tabung Erlenmeyer Ditambahkan bacto agar sebanyak 3 g dan gula sebanyak 4 g Dipanaskan dan diaduk sampai homogen Diambil 4 ml agar untuk setiap tabung, ditutup kapas Autoclave (120ºC, tekanan 250 psi, 15 menit) Media agar miring Kapang Aspergillus niger dioles diatas media agar Ditutup kapas dan alumunium foil Inkubator (4hari) Gambar 5. Tahapan kultur Aspergillus niger (Azhar, 2002) 17

Fermentasi Wheat bran dengan Aspergillus niger Diagram alur proses fermentasi Wheat bran dengan Aspergillus niger di sajikan pada Gambar 6. Kultur Aspergillus niger ditambahkan aquades steril Dicampur ke dalam 15 g wheat bran 112 g wheat bran di tambahkan aquades steril sebanyak 100 ml Inkubasi (4 hari) di autoclave (120ºC, tekanan 250 psi, 15 menit) wheat bran terkontaminasi Aspergillus niger (di oven 40ºC selama 4hari untuk starter) Starter dicampur dengan wheat bran yang sudah di autoclave dengan taraf 0, 0.2, 0.4, dan 0.6 persen (4 kali ulangan) Inkubasi 6 hari Di oven 60ºC (2hari) Analisis proksimat Gambar 6. Tahapan fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger (Azhar, 2002) 18

Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : R0 = wheat bran tanpa difermentasi R1 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.2 persen starter Aspergillus niger R2 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.4 persen starter Aspergillus niger R3 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.6 persen starter Aspergillus niger Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : X ij = + i + ij Keterangan : Xij = Variabel hasil pengamatan = Rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-i (0,1,2,3) ij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis data untuk percobaan ini menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel and Torrie,1997). Peubah yang Diamati : a. Bahan kering b. Kadar abu c. Protein Kasar d. Serat Kasar e. Lemak Kasar 19

Metode Analisis Zat Makanan Analisis Bahan Kering (AOAC, 2005) Penentuan kadar air adalah dengan mengeringkan cawan dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam, kemudian dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (x), setelah itu sampel ditimbang kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan dan sampel dioven pada suhu 105 C selama 6-8 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang (z). Bahan kering dapat diketahui dengan menggunakan rumus : Kadar Air = (x+y-z) x 100% y Bahan Kering = (100 Kadar Air) % Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005) Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama beberapa jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (x). Sampel ditimbang kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dipijarkan sampai tidak berasap, lalu dimasukkan dalam tanur pada suhu 400-600 C. Setelah abu menjadi putih seluruhnya, dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (z). Kadar Abu dapat diketahui dengan menggunakan rumus: Kadar Abu = (z-x) x 100% y Analisis Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005) Sampel kira-kira 1 gram (x) dimasukkan dalam gelas piala 500 ml dan ditambahkan 50 ml H 2 SO 4 0.3 N, lalu dipanaskan selam 30 menit (dari mendidih). Setelah itu tambahkan 25 ml NaOH 1.5 N dan dididihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring dengan kertas saring (a) dengan corong Buchner dan dicuci berturutturut dengan: 50 ml air panas, 50 ml H 2 SO 4, 50 ml air panas dan 25 ml Aceton. Kertas saring dan isinya dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dioven pada suhu 105 C sampai kering. Setelah itu dimasukkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang (y), lalu dipijarkan dalam tanur sampai putih dan didinginkan kembali serta ditimbang (z). penentuan nilai kadar serat kasar dengan menggunakan rumus: 20

Kadar Serat Kasar = (y-z-a) x 100% y Analisis Protein Kasar (AOAC, 2005) Sampel kira-kira 0,3 gram (x) dimasukkan ke labu destruksi dan ditambahkatalis secukupnya serta 25 ml H 2 SO 4 pekat. Kemuian dipanaskan dalam ruangan asam sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Setelah itu didinginkan dan dimasukkan dalam labu penyulingan dan diencerkan dengan 300 ml air serta ditambah batu didih dan 100 ml NaOH 33%. Labu penyulingan dipasang dengan cepat diatas alat penyulingan hingga 2/3 cairan dalam labu penyulingan menguap yang ditangkap larutan H 2 SO 4 berindikator dalam labu erlenmeyer. Hasil penyulingan dalam labu Erlenmeyer dititar dengan larutan NaOH 0.3N sampai warna menjadi biru kehijauan. Volume NaOH dihitung sebagai z ml dan dibandingkan dengan titar blanko y ml. penentuan nilai kadar protein kasar dengan menggunakan rumus: (y-z) x titar NaOH x 0,014 x 6,25 Kadar Protein Kasar = x x 100% Analisis Kadar Lemak Kasar (AOAC, 2005) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wol yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstrasi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada didalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C. selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. Berat Lemak (g) Kadar Lemak Kasar = Berat Sampel (g) x 100% 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan ph, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Secara umum pertumbuhan kapang Aspergillus niger pada substrat terdiri dari pengamatan deskriptif meliputi perubahan warna menjadi hitam, rasa hangat, adanya spora pada substrat dan perubahan aroma menjadi asam. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi Perlakuan R 1 R 2 R 3 0 - - - 1 + + + 2 + + ++ 3 ++ ++* ++* 4 ++* +++* +++** 5 +++* +++** +++** 6 +++** +++** +++*** Keterangan: - = belum terlihat adanya pertumbuhan, + = hifa tumbuh sekitar 25%, tidak merata, ++ = hifa tumbuh sekitar 60%, tidak merata, +++ = hifa tumbuh merata dipermukaan substrat dan tebal, * = spora tumbuh sekitar 25%, ** = spora tumbuh sekitar 40%, *** = spora tumbuh sekitar 60% Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran (Tabel 3) hari ke-0 belum terlihat adanya hifa ataupun spora Aspergillus niger pada semua perlakuan yaitu R1, R2, dan R3. Pada hari ke-1 setiap perlakuan mulai terlihat adanya hifa yang tumbuh tidak merata sekitar 25%. Hari ke-2, perlakuan R1 dan R2 hifa yang tumbuh sekitar 25%, sedangkan perlakuan R3 hifa yang tumbuh lebih banyak daripada perlakuan R1 dan R2. Pertumbuhan hifa terus meningkat pada hari ke-3, akan tetapi perlakuan R2 dan R3 mulai terlihat adanya spora yang tumbuh pada substrat sekitar 25%. Pada hari ke-4, hifa yang tumbuh di setiap perlakuan sudah diikuti dengan adanya spora, akan tetapi perlakuan R3 hifa yang tumbuh sudah merata dan terlihat 22

tebal serta spora yang tumbuh sekitar 40%. Hifa yang tumbuh sudah merata di permukaan substrat dan terlihat tebal pada hari ke-5 serta pertumbuhan spora sekitar 25-40%. Setelah hari ke-6 spora yang tumbuh semakin banyak pada setiap perlakuan sekitar 40-60%. Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh ph, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Pengamatan suhu juga dilakukan selama proses fermentasi berlangsung. Pada awal fermentasi suhu fermentasi sekitar 27-28 o C. Setelah 12 jam kemudian terjadi peningkatan suhu sekitar 1-3 o C yang menunjukkan adanya aktivitas biologis dari kapang, walaupun demikian belum terlihat adanya pertumbuhan kapang pada awal fermentasi. Suhu terus meningkat selama proses fermentasi berlangsung sejalan dengan meningkatnya massa sel kapang. Pada saat tersebut berturut-turut mulai terlihat adanya hifa, misellium dan adanya spora pada permukaan substrat. Peningkatan suhu ini disebabkan karena dalam pertumbuhannya, kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pemecahan karbon ini diikuti dengan pembebasan energi dalam bentuk panas, CO 2 dan H 2 O. Gambar 7. Grafik Perubahan Suhu Selama Fermentasi Pada hari ke-6 proses fermentasi, suhu mulai menurun. Perubahan suhu selama proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini diduga pertumbuhan dan aktivitas kapang di dalam substrat mulai mengalami penurunan karena jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang hidup. Pada saat tersebut juga ketersediaan sumber karbon yang dibutuhkan oleh kapang juga mulai berkurang. Menurut Fardiaz (1989) menyatakan bahwa Aspergillus niger merupakan mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37ºC. 23

Pemanenan hasil fermentasi wheat bran dengan kapang Aspergillus niger dilakukan pada lama fermentasi enam hari. Disaat tersebut terlihat misellium telah menyebar rata dipermukaan substrat yang menyebabkan tekstur substrat terikat kompak dan spora kapang semakin banyak terbentuk. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik adalah selama enam hari. Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Berbagai Level Starter Aspergillus niger Bahan Kering Bahan kering (BK) merupakan berat suatu bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 105ºC (Suparjo, 2000). Bahan kering sering dipengaruhi jumlah kadar air suatu bahan. Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi perombakan terhadap bahan-bahan penyusun media yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Perombakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan bahan kering. Tabel 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Bahan Kering Wheat Bran Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 Rata-Rata 1 86.63 48.71 50.14 47.60 58.27±18.94 2 89.39 49.45 50.26 51.93 60.26±19.45 3 90.19 49.00 50.01 47.55 59.19±20.69 4 88.87 49.32 44.54 46.46 57.30±21.14 Rata-Rata 88.77±1.53 b 49.12±0.33 a 48.74±2.80 a 48.39±2.42 a keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger Hasil analisis statistik perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger terhadap perubahan bahan bahan kering menunjukan berbeda nyata (P<0.01) (Tabel 4). Perubahan ini dikarenakan adanya penyusutan bahan kering selama proses fermentasi (Tabel 5). Wheat bran tanpa fermentasi mempunyai bahan kering lebih tinggi dibandingkan wheat bran fermentasi. Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan bahan kering yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. 24

Tabel 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 1-37.92 36.49 39.03 2-39.94 39.13 37.46 3-41.19 40.18 42.64 4-39.55 44.33 42.41 Rata-Rata - 39.65±1.35 a 40.03±3.26 a 40.39±2.55 a keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger Perubahan bahan kering ini dikarenakan adanya perombakan bahan organik terutama karbohidrat untuk dijadikan sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas kapang Aspergillus niger. Karbohidrat tersebut akan dipecah melalui suatu degradasi dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat, kemudian dilanjutkan sampai terbentuk energi. Selain itu juga, perubahan bahan kering tidak hanya memanfaatkan karbohidrat akan tetapi lemak juga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kapang Aspergillus niger sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Dari hasil proses tersebut akan diperoleh hasil sampingan berupa CO 2 dan H 2 O (Fardiaz, 1988). Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia sehingga terjadi perubahan bahan kering. Adanya perubahan bahan kering wheat bran setelah proses fermentasi diduga karena pertumbuhan Aspergillus niger yang baik, hal ini mengindikasikan nutrisi yang terkandung dalam bahan kering wheat bran dirombak oleh Aspergillus niger untuk mendapatkan energi yang cukup. Perubahan bahan kering juga terkait dengan perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolis (Gervais, 2008). Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami perubahan bahan kering sekitar 20-37%. Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. 25

Kadar Abu Kandungan abu dalam bahan makanan mencerminkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, walaupun nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur-unsurnya. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Kadar Abu Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 Rata-Rata 1 8.38 8.76 8.93 7.42 8.37±0.69 2 3.36 7.05 8.26 8.10 7.19±1.33 3 5.37 8.30 7.83 8.16 7.42±1.38 4 4.59 8.18 7.90 8.18 7.21±1.75 Rata-Rata 5.92±1.68 b 8.07±0.73 a 8.23±0.50 a 7.97±0.36 a keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap peningkatan kadar abu wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kadar abu berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 6). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kadar abu wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.14% pada level 0.2%, 2.30% pada level 0.4%, dan 2.04% pada level 0.6% (Tabel 6). Peningkatan persentase kadar abu disebabkan karena banyaknya miselium kapang yang tumbuh dan perubahan persentase bahan organik substrat. Perubahan bahan organik ini erat kaitannya dengan perubahan berat kering substrat. Semakin tinggi perubahan bahan kering, maka perubahan bahan organik substrat juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena bahan organik yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak dimanfaatkan oleh kapang untuk keperluan pertumbuhan dan pembentukan massa sel. Peningkatan persentase kadar abu juga disebabkan karena penggunaan bahan anorganik. Penggunaan bahan anorganik berfungsi mencukupi kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen terpenuhi yang nantinya dibutuhkan dalam pertumbuhan. Akan 26

tetapi, pada penelitian ini kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen tidak tercukupi karena tidak adanya penambahan bahan anorganik sehingga mengakibatkan pertumbuhan kapang yang tidak maksimal. Menurut Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. Protein Kasar Fermentasi adalah aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer, protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang, dan protozoa. Tabel 7. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Protein Kasar Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 Rata-Rata 1 16.71 20.56 21.31 20.95 19.88±2.14 2 16.47 20.86 20.41 21.35 19.77±2.23 3 16.88 20.83 20.70 20.92 19.83±1.97 4 18.09 20.49 20.82 21.01 20.10±1.36 Rata-Rata 17.04±0.72 b 20.69±0.19 a 20.81±0.38 a 21.06±0.20 a keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.01) terhadap peningkatan kandungan protein kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan protein kasar berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 7). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan protein kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. 27

Kandungan protein kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 3.65% pada level 0.2%, 3.77% pada level 0.4%, dan 4.02% pada level 0.6% (Tabel 7). Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14,97% dari 1,52% menjadi 16,49% setelah fermentasi dengan Aspergillus niger. Peningkatan kandungan protein fermentasi diakibatkan karena terjadinya perubahan bahan kering, dan peningkatan protein juga berasal dari kapang Aspergillus niger dikarenakan tubuh kapang terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga merupakan protein (Noferdiman et. al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Sehingga mikroba dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kandungan protein substrat sebagai protein sel. Menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%. Pertumbuhan kapang Aspergillus niger dapat optimal bila ditunjang dengan komposisi media fermentasi (media untuk tumbuh) yang baik, oleh karena itu penambahan bahan anorganik sangat diperlukan karena untuk merangsang pertumbuhan Aspergillus niger. Jamarun et al. (2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembang biakan yang baik akan merubah lebih banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga dapat dilihat bahwa peningkatan kadar protein kasar tidak maksimal. Kapang dalam pertumbuhannya menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tubuhnya (Musnandar, 2004). 28

Serat kasar Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat. Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, kemampuan kapang memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi, dan kehilangan bahan kering selama fermentasi. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983). Tabel 8. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Serat Kasar Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 Rata-Rata 1 18.01 21.11 21.11 20.89 20.28±1.52 2 17.37 20.59 20.85 21.57 20.10±1.86 3 17.49 20.65 20.59 20.67 19.85±1.57 4 18.45 20.81 21.37 20.90 20.38±1.31 Rata-Rata 17.83±0.50 b 20.79±0.23 a 20.98±0.34 a 21.01±0.39 a keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan serat kasar wheat bran berbeda nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan level fermentasi. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan serat kasarnya berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 8). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan serat kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan serat kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.96% pada level 0.2%, 3.15% pada level 0.4%, dan 3.18% pada level 0.6% (Tabel 8). Wheat bran mengandung serat kasar (selulosa) yang tinggi sehingga hal ini mendukung enzim pemecah serat seperti enzim selulase bekerja aktif memecah serat, peningkatan serat kasar yang relatif sedikit dibandingkan dengan perubahan bahan kering selama fermentasi berlangsung. Hal ini, disebabkan karena sejalan dengan terjadinya pemecahan serat, terbentuk pula dinding sel mikroba yang juga 29

mengandung selulosa. Selain itu, lama waktu inkubasi menyebabkan meningkatnya kesempatan Aspergillus niger untuk melakukan fermentasi. Menurut Mirwandhono, et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat. Penambahan bahan anorganik saat fermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan kapang yang optimal dan akan mempengaruhi kandungan serat kasar. Hal ini dapat mempengaruhi produksi enzim selulase yang ada dalam kapang, sehingga selama proses fermentasi diperlukan ketersediaan nitrogen yang cukup Perkembangan kapang yang optimal dapat menyebabkan produksi enzim selulosa yang optimal. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga pertumbuhan dan perkembangan kapang tidak optimal. Lemak Kasar Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform, dan benzena. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adipose, lemak juga berfungsi sebagai pelarut yang membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Tabel 9. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 Rata-Rata 1 2.53 0.89 0.84 1.31 1.39±0.79 2 2.70 0.91 1.23 0.77 1.40±0.89 3 2.57 1.36 0.99 0.82 1.44±0.79 4 3.08 1.05 0.92 0.91 1.49±1.06 Rata-Rata 2.72±0.25 b 1.05±0.22 a 1.00±0.17 a 0.95±0.25 a keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger 30

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan lemak kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan lemak kasarnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (9). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan lemak kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan lemak kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 1.67% pada level 0.2%, 1.72% pada level 0.4%, dan 1.77% pada level 0.6%. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh adanya perubahan bahan kering selama proses fermentasi berlangsung, serta adanya pemanfaatan sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangan kapang membentuk massa sel. Penurunan kandungan lemak kasar wheat bran terfermentasi ini sesuai dengan penelitian Mirwandhono et al.(2006) bahwa penambahan Aspergillus niger selama 6 hari kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial sehingga laju pertumbuhan populasi kapang mulai mengalami penurunan. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009). BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) merupakan karbohidrat yang mudah larut. BETN terdiri dari pati, gula, dan sakarida lainnya. Kandungan BETN suatu pakan tergantung pada komponen lainnya, yaitu abu, protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar. 31

Tabel 10. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan BETN Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) R 0 R 1 R 2 R 3 Rata-Rata 1 54.37 48.68 47.81 49.43 49.82±2.46 2 58.10 50.59 49.25 48.21 51.66±4.73 3 57.69 48.86 49.89 49.43 51.59±4.42 4 55.79 49.47 48.99 49.00 50.81±3.33 Rata-Rata 56.49±1.74 a 49.40±0.86 b 48.99±0.87 b 49.02±0.58 b keterangan : R 0 : wheat bran tanpa fermentasi, R 1 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter Aspergillus niger, R 2 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R 3 : wheat bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan BETN wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan BETNnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 10). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan BETN yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan BETN wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 7.09% pada level 0.2%, 7.50% pada level 0.4%, dan 7.47% pada level 0.6%. Penurunan BETN ini sejalan dengan pertumbuhan kapang Aspergillus niger, dimana dalam pertumbuhannya kapang memerlukan karbohidrat. Karbohidrat mudah larut ini dirombak oleh kapang Aspergillus niger sebagai energi untuk pertumbuhannya. Selama proses fermentasi, kapang Aspergillus niger memanfaatkan karbohidrat dan lemak substrat untuk mensuplai energi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. BETN merupakan karbohidrat mudah larut, sehingga akan terlebih dahulu dimanfaatkan oleh kapang Aspergillus niger untuk tumbuh sehingga BETN akan mengalami penurunan setelah proses fermentasi dilakukan oleh kapang. Menurut Hermana et al. (2010), bakteri anaerob akan merombak BETN menjadi asam lemak terbang pada proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Purwanti (2012) bahwa setelah proses fermentasi kandungan nutrient onggok mengalami penurunan BETN dari 89.09% menjadi 79.97%. 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger dapat menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN, namun meningkatkan kadar abu, protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan kualitasnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%. Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang berapa jumlah spora Aspergillus niger terbaik untuk fermentasi, lama fermentasi dan pengaruh penambahan larutan mineral yang sesuai kebutuhan Aspergillus niger untuk meningkatkan kualitas wheat bran fermentasi. 33

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. sebagai dosen pembimbing anggota atas segala bimbingannya selama penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji seminar Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M. Sc., dosen penguji sidang Dr. Ir. Sumiati, M.sc. dan M. Sriduresta Soenarno, S.Pt., M.sc., dan dosen panitia Iwan Prihantoro M.si. Sembah bakti dan ucapan terima kasih yang tulus dan tak terkira penulis persembahkan kepada kedua orangtua, Ayahanda Nurhocim, Ibunda Sutiyati di Jakarta yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tiada hentinya, do a, kesabaran, dukungan moril dan materil yang diberikan. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang terbaik. Amin. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang telah membimbing dan membantu saya selama proses analisis bahan penelitian ini. Penulis tidak lupa turut mengucapkan terima kasih kepada temanteman penelitian saya yang memberikan bantuan dan kerjasamanya selama penelitian dan untuk penulisan skripsi ini. Penulis berterimakasih kepada seluruh teman-teman INTP 45 atas persaudaraan yang telah diberikan selama 3 tahun dan membuat masa kehidupan di kampus menjadi sangat berharga, semoga silahturahmi kita tidak terputus sampai disini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihakpihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2012 Penulis 34

DAFTAR PUSTAKA Akmal, B. dan Mairizal. 2003. Pengaruh Penggunaan Bungkil Kelapa Hasil Fermentasi Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition Oktober 2003. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Akmal, B. dan L. Ginting. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi, Jambi. American Egg Board. Egg Produts Reference Guide. http:www/aeb.org.htm. [15 Juli 2002] AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. 17 th Arlington, Virginia. ed. Assoc. Off. Anal. Chem., Azhar, Y. 2002. Pengaruh dedak gandum kasar (Wheat bran) dengan Trichordema harzianum terhadap koefisien cerna bahan kering dan retensi protein dengan metode sibbald. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bintang, I. A. K., A.P. Sinurat, T. Murtisari, T. Pasaribu, Purwadaria dan T. Haryati.. 1998. Penggunaan Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya dalam Ransum Itik sedang Bertumbuh. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3): 179-184. Blain, J. A. 1975. Industrial Enzym Production. Vol. I. Industrial Mycology. Edward Arnold, London. Bogasari, Laboratorium Quality Control. 1999. Analisa Kimia Pollard dan Brand. PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills, Jakarta. EFMS. 2012. The Milling Process, Brussels. http://www.flourmillers.eu/. [7 Juli 2012]. Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antara Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Frazier W. C. dan Westhoff D. C. 1978. Food Microbiology. 4th Edition. New York: Mc Graw-Hill Book. Publishing. Co. Ltd. Gandjar, I. dan Wellyzar. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 35

Garraway, M. O. dan R. C. Evans. 1989. Fungal Nutrition and Physiology. John Wiley and Sons, New York. Gervais. P. 2008. Water Relation in Solid State Fermentation. In: A. Pandey, C. R. Soccol, & C. Larroche (Eds). Current Developments in Solid-state Fermentation. Asiatech Publisher Inc., New Delhi. Halid, I. 1991. Perubahan nilai gizi onggok diperkaya nitrogen bukan protein selama fermentasi dengan biakan kosong. Tesis. Pasca Sarjana. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harjo, S., N. S. Indrasti dan B. Tajaddin. 1989. Biokonversi: Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heuser, G.F. 1995. Feeding poultry. 2 nd Edition. John Wiley and Son Inc., New York. Hidayat, N., C. P. Masdiana dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta. Jamarun N, Nur Y.S. dan Rahman J. 2001. Pemanfataan Serat Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Abstrak. Pengembangan Peternakan Berbasis Sumber Daya Lokal. Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Isprindasari, M. 1998. Pengaruh Lama Fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap kadar protein kasar dan serat kasar. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Kompiang, IP. 1993. Prospect of Biotechnology on Improvement of Nutritional Quality of feedstuff. IARD Journal. 15 (4): 86-90. Leeson, S. dan J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition Third Edition. Departement of Animal and Poultry Science. University of Guelph. Guelph, Ontario, Canada. Lorenz, K.J. dan K. Kulp. 1991. Handbook of Cereal Science and Technology. Marcel Dekker, Inc., New York. Mirwandhono, E. dan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang dan Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Aspergillus niger, Rhizhopus oligosporus, dan Thricoderma viridae dalam Ransum Ayam Pedaging. Fakultas Pertanian. Unversitas Sumatera Utara, Sumatera. Mirwandhono, E., I. Bachari, dan D. Situmorang. 2006. Uji nilai nutrisi kulit ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Jurnal Agribisnis, vol.2 (3) : 91-95. 36

Miskiyah, Mulyawati I, dan Haliza W. 2006. Pemanfataan Ampas Kelapa Limbah Pengolahan Minyak Kelapa Murni Menjadi Pakan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Verteliner. hlm. 830-834. Muchtadi, D., N. S. Palupi dan M. Astawan. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Musnandar, E. 2004. Reput Hayati Sabut Kelapa Sawit Oleh Jamur Marasmius Dan Implikasinya Terhadap Performan Kambing. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Neufil, M. H., H. D. Wallace, G. E. Combs dan A. Z. Palmer. 1973. Level of Wheat Bran for Growing-Finishing Swine. Journal Animal Sci. 36 (1): 195-196. Noferdiman, Y. Rizal, Mirzah, Y. Heryandi, dan Y. Marlida. 2008. Penggunaan Urea sebagai Sumber Nitrogen pada Proses Biodegradasi Substrat Lumpur Sawit oleh Jamur Phanerochaete chrysosporium. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan XI (4): 175-181. Nort, M. O. 1978. Comercial chicken production manual. Avi. Publ. Co. Inc. Wesport Connecticul. California. Palinggi, N. 2003. Pengaruh Penambahan Kapang Aspergillus niger Dalam Dedak Halus Dengan Kadar Air Yang Berbeda Terhadap Kecernaan Pakan Ikan Kerapu Bebek (Balanthiocheillus melanopterus Bleeker): 12hlm. Paderson, C. S., 1971. Microbiology of Food Fermentation. AVI Publishing, USA. Perlman. D. 1979. Annual Report on Fermentation Processess. Vol. 4 Academic Press. New York. Prescott SC, Dunn CC. 1982. Industrial Microbiology. The AVI Publ. Co. Inc. Westport, Connecticut. Putri, P. T, B. A. Bagus, dan A. Fitri. 2009. Efek Fermentasi Berbagai Jenis Mikroorganisme Terhadap Kompleks Onggok-Urea-Zeolit. Laporan Akhir. Program Kreativitas Mahasiswa. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen pendiidikan da kebudayaan> dirjen Pendidikan Tinggi> Pusat Anatara Universitas Pangan dan gizi. Institut pertanian Bogor, Bogor. 37

Raharjo, Y. C., T. Haryati, dan D. Gultom. 2000. Evaluasi Nilai Nutrisi Pollard Gandum Terfermentasi dengan Aspergillus niger NRRL 337 pada Itik Alabio dan Mojosari. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Saono, S. 1974. Pemanfaatana Jasad Renik dalam Pengolahan Hasil Sampingan atau Sisa-Sisa Produksi Pertanian. Berita Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 18 (4): 1-11. Saunders, R. M. dan A. A. Betschart. 1977. Nutritional Quality of Wheat Millfeed Protein Concentration. Central Chem. 42 : 4. Scott, M. L., M. C., Nesheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3 th Ed. M. L. Scott and Assoiates, Itacha, New York. Shurtleff, W. dan Aoyagi. The Brook of Tempe. A super Soy Food from Indonesia. Harper and Row, New York. Singh, S. M., L. S. Yadav, S. K. Singh, P. Singh, P. N. Singh dan R. Ravindra. 2011. Phosphate Solubilizing Ability of Two Arctic Aspergillus niger Strains. Vol. 30, India. Smith, J. E., D. R. Berry dan B. Kristiansen. 1980. Fungal Biotechnology. Academic Press, London. Soeprijanto, A. Anzip dan Suharmadi. 2009. Pemanfaatan Tanaman Sorghum Untuk Pembuatan Bioetanol Melalui Proses Hidroksis Enzim dan Fermentasi Saccharomyces cerevisiae. Laporan Akhir. Strategis Nasional. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1997. Principles and Procedures of Statistics a Biometrical Approach, 3 rd ed. McGraw-Hill, Inc. Singapore. Sugijianto, V. V. 2000. Pembuatan Protein Konsentrat Wheat Pollard sebagai Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Gandum. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suhartono, M.G. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan. PAU Bioteknologi IPB. hlm 322. Suhartono. 2001. Perubahan Kualitas Onggok-Urea-Zeolit Fermentasi (Cassabio) Pada Lama Ferentasi yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 38

Sumanti, D.M., C. Tjahjadi, M. Herudiyanto, dan T. Sukarti. 2009. Mempelajari Mekanisme Produksi Minyak Sel Tunggal dengan Sistem Fermentasi Padat Pada Media Onggok-Ampas Tahu dengan Menggunakan Kapang Aspergillus terreus. http:pustaka.unpad. ac. id [15 Juni 2012]. Suparjo. 2000. Analisis Secara Kimiawi. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi, Jambi. Taram. 1995. Pengaruh Lama Fermentasi dan Jenis Kapang terhadap Perubahan Kandungan Onggok Zat-Zat Makanan Onggok. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thanh N. C., dan J. S. Wu. 1976. Treatment of Tapioca Starch Weste Walter by Torulla Yeast. J. Applied Sci. Research of Thailand 8 (4):202-205. Wang, H.I., Doris I, Ruttle, dan Hesseltine, C. W. 1996. Protein Quality of Wheat and Soybeans after Rhizopus oligosporus Fermentation: 96: 109-114. Wardani, P. 2002. Peningkatan Mutu Wheat Bran Melalui Berbagai Cara Pengolahan Untuk Pakan Broiler. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Welirang, F. 2012. Bisnis Makanan Berbahan Tepung Camilan Unik Berkibar Tepung Alternatif Berpeluang. Ide Bisnis Edisi 24 Hal. 14-18. Wikipedia. 2012. Cellulase. http://en.wikipedia.org/wiki/cellulase/. [7 Juli 2012] Winarno, F. G dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein Angkasa. Bandung. Winamo, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1983. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta Zurriyati, Y. 1995. Peningkatan Nilai Nutrisi Elod Sagu (Metroxylon sp) Sebagai Bahan Pakan Monogastrik Dengan Teknologi Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 39

LAMPIRAN 41

Lampiran 1. Anova dan Uji Kontas Ortogonal Bahan Kering Anova Bahan Kering SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 3 4806.48 1602.16 396.97 3.49 5.95 Error 12 48.43 4805.40 Total 15 4854.91 Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Uji Kontras Ortogonal 1 2 3 4 JK Komponen 0 166.13 167.16 165.78 C Q C 2 /Q/r 2,3,4 vs 1-3 1 1 1-480.27 12 4805.40 3 vs 2,4 0-1 2-1 0.12 6 0.00 2 vs 4 0 1 0-1 -2.94 2 1.08 Jumlah 4806.48 Lampiran 2. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Kadar Abu Anova Kadar Abu SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 3 14.19 4.73 5.08 3.49 5.95 Error 12 16.79 1.40 Total 15 27.92 Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Uji Kontras Ortogonal 1 2 3 4 JK Komponen 23.70 32.29 32.92 31.86 C Q C 2 /Q/r 2,3,4 vs 1-3 1 1 1 25.97 12 14.05 3 vs 2,4 0-1 2-1 1.69 6 0.12 4 vs 2 0 1 0-1 -0.43 2 0.02 Jumlah 14.19 42

Lampiran 3. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Serat Kasar Anova Serat Kasar SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 3 28.86 9.62 67.91 3.49 5.95 Error 12 1.70 0.14 Total 15 30.56 Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Uji Kontras Ortogonal 1 2 3 4 JK Komponen 71.32 83.16 83.92 84.03 C Q C 2 /Q/r 2,3,4 vs 1-3 1 1 1 37.15 12 28.75 3,4 vs 2 0-2 1 1 1.63 6 0.11 4 vs 3 0 0-1 1 0.11 2 0.002 Jumlah 28.86 Lampiran 4. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Protein Kasar Anova Protein Kasar SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 3 43.91 14.64 79.56 3.49 5.95 Error 12 2.21 0.18 Total 15 46.12 Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Uji Kontras Ortogonal 1 2 3 4 JK Komponen 68.15 82.24 83.24 84.23 C Q C 2 /Q/r 2,3,4 vs 1-3 1 1 1 45.76 12 43.62 4 vs 2,3 0-1 -1 2 2.48 6 0.26 3 vs 2 0-1 1 0 0.5 2 0.03 Jumlah 43.91 43

Lampiran 5. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Lemak Kasar Anova Lemak Kasar SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 3 8.90 2.97 59.78 3.49 5.95 Error 12 0.60 0.05 Total 15 9.49 Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Uji Kontras Ortogonal 1 2 3 4 JK Komponen 10.88 4.21 3.98 3.81 C Q C 2 /Q/r 1 vs 2,3,4 3-1 -1-1 20.64 12 8.88 3,4 0 2-1 -1 0.63 6 0.02 3 vs 4 0 0 1-1 0.17 2 0.004 Jumlah 8.90 Lampiran 6. Anova dan Uji Kontras Ortogonal BETN Anova BETN SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 3 162.64 54.21 28.21 3.49 5.95 Error 12 23.06 1.92 Total 15 185.70 Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F 0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F 0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Uji Kontras Ortogonal 1 2 3 4 JK Komponen 225.95 197.60 195.94 196.07 C Q C 2 /Q/r 1 vs 2,3,4 3-1 -1-1 88.24 12 162.22 2 vs 3,4 0 2-1 -1 3.19 6 0.42 4 vs 3 0 0-1 1 0.13 2 0.002 Jumlah 162.64 44

DOKUMENTASI Wheat Bran (Dedak Gandum) Perbanyakan inokulum murni Pembuatan Starter Fermentasi wheat bran 45