BAB III Pelaksanaan Penelitian Pada bab ini dibahas pelaksanaan ekstraksi unsur jalan secara otomatis yang terdiri dari tahap persiapan dan pengolahan data. Tahap persiapan yang terdiri dari pengambilan citra sampel pada data foto udara serta penghitungan georeferensi citra. Adapun tahap pengolahan citra terdiri dari proses dekomposisi yang mewakili transformasi wavelet, proses deteksi tepi, dan proses pengenalan jalan yang hasil-hasilnya turut disajikan dalam pembahasan dari masing-masing proses tersebut. III.1 Data Dan Sampel Data induk yang digunakan pada penelitian ini adalah foto udara grayscale daerah Bandung Utara berformat tagged image file format (*.tif) dengan kedalaman warna 8-bit yang memiliki resolusi spasial,2 meter. Komponen georeferensi yang ada disimpan pada world file yang berisi data-data koordinat piksel (1,1), resolusi, dan rotasi dari citra induk. Nama world file ini sama dengan nama file dari data induk dengan ekstensi tiff world file (*.tfw). Lihat Tabel III.1 Tabel III.1 Komponen georeferensi foto udara Citra Orto_R7-17.tif Pada foto udara Nama Unit X Rotasi X Rotasi Y Unit Y X Awal Y Awal World File : Orto_R7-17.tfw :,23 :, :, : -,23 : 787911,29999999923 : 9238538,519 tersebut diambil sampel sebagian kecil area yang meliputi perumahan di sebelah barat kompleks Perkantoran LIPI, Kota Bandung. Lihat Gambar III.1 3
Gambar III.1 Area sampel pada Data foto udara III.2 Peralatan Yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam persiapan adalah perangkat lunak CAD dan pengolah data citra. Pada tahap pelaksanaan dan analisis digunakan aplikasi MATLAB untuk mengolah citra dalam bentuk matriks. Perangkat keras yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan minimum perangkat lunak yang digunakan. Lihat Tabel III.2 Tabel III.2 Peralatan yang digunakan III.3 Perangkat lunak Sistem Operasi Windows XP SP 2; MATLAB R27a; ER Mapper 7.; AutoCAD 27. Perangkat keras CPU AMD Turion 64; RAM 512MB; HDD 4 GB; Pengolah Grafik Onboard; Printer Canon Pixma IP16. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan ini dilakukan proses pemotongan dan konversi ke citra berukuran 2 n untuk keperluan proses dekomposisi pada transformasi Wavelet. Proses pemotongan citra tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Autodesk Raster Design 27 sedangkan konversi ke citra berukuran 512x512 piksel dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ER Mapper 7. 31
III.3.1 Pemotongan Citra Proses pemotongan citra ini dilakukan dengan mendigitasi vektor cakupan area studi pada citra induk. Dengan menggunakan vektor hasil digitasi tersebut, nilainilai piksel dari citra foto udara diclip sehingga menghasilkan citra sampel berukuran 751x751 piksel. Citra sampel tersebut memiliki resolusi yang sama dengan citra induk dengan koordinat piksel awal sama dengan koordinat verteks kiri bawah dari vektor hasil digitasi. Lihat Tabel III.3 Tabel III.3. Komponen georeferensi citra hasil pemotongan Nama file crop.tif World File Nama : crop.tfw Unit X :,23 Rotasi X :, Rotasi Y :, Unit Y : -,23 X Awal : 788123,1797768362 Y Awal : 9238494,614424199 III.3.2 Resampling ukuran Citra ke 512x512 piksel Proses selanjutnya adalah melakukan resampling dari citra hasil pemotongan ke citra baru berukuran 512x512 piksel (Gambar III.2) dengan perangkat lunak ER Mapper. Proses resampling ini menggunakan metode nearest neighbourhood sehingga data sampling hanya berasal dari nilai piksel asli [Nixon Aguado, 22]. Gambar III.2 Hasil resampling ke citra berukuran 512x512 piksel Hasil resampling dengan ukuran 512x512 piksel tersebut selanjutnya disebut citra asli dan dijadikan input dalam proses ekstraksi unsur jalan. Nilai georeferensi dari citra asli tersebut memiliki nilai koordinat piksel awal sama dengan nilai 32
koordinat piksel awal citra induk, namun dengan resolusi yang berbeda. Lihat Tabel III.4 Tabel III.4 Komponen georeferensi citra hasil resampling Nama file sangkur_rect_512.tif III.4 Nama Unit X Rotasi X Rotasi Y Unit Y X Awal Y Awal World File : sangkur_rect_512.tfw :,29295862885167356 :, :, : -,29295862885167356 : 788.123,1797768362 : 9.238.494,614424199 Dekomposisi Wavelet Pada Citra Proses dekomposisi Wavelet ini dilakukan pada perangkat lunak MATLAB menggunakan fasilitas Discrete Wavelet Transform dua dimensi (dwt2) yang terdapat pada modul Wavelet Toolbox. III.4.1 Dekomposisi ke Level 1, 2, dan 3 Proses dekomposisi pada citra asli menghasilkan citra aproksimasi dan data detail. Citra aproksimasi yang diperoleh pada proses tersebut menjadi input dari proses dekomposisi pada level yang lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan citra asli, maka resolusi citra aproksimasi pada level 1, level 2 dan level 3 memiliki resolusi berturut turut.5,.25, dan.125 kali citra asli. Pengelompokan citra aproksimasi dan data detail yang diperoleh dari proses dekomposisi dapat dilihat pada gambar III.3, dimana hasil yang diperoleh adalah semakin tinggi level dekomposisi, semakin banyak komponen detail. Lihat Gambar III.4 III.6 data citra yang menjadi : 33
Level 1 Level 2 Level 3 Gambar III.3 Susunan hasil dekomposisi Keterangan Gambar : A : Citra Aproksimasi Dh : Detail horisontal Dv : Detail vertikal Dd : Detail diagonal Level 1 Level 2 Level 3 Gambar III.4 Hasil dekomposisi dengan fungsi Wavelet haar Level 1 Level 2 Level 3 Gambar III.5 Hasil dekomposisi dengan fungsi Wavelet db3 34
Level 1 Level 2 Level 3 Gambar III.6 Hasil dekomposisi dengan fungsi Wavelet sym3 III.4.2 Penghitungan Cakupan Dari Citra Hasil Dekomposisi Cakupan (extent) citra aproksimasi dihitung dengan membandingkan perbandingan antara luas cakupan dan jumlah piksel pada citra aproksimasi. Tabel III.5 dan Tabel III.6 menunjukkan hasil perhitungan cakupan citra hasil dekomposisi Tabel III.5 Cakupan citra hasil dekomposisi haar Level resolusi Xmin(m) Ymin(m) dx dy 512 788.123,171 9.238.494,61,29295863,29295863 1 256 788.123,317 9.238493,915,58591726,58591726 2 128 788.123,61 9.23.8493,622 1,17183452 1,17183452 3 64 788.124,196 9.238493,36 2,3436693 2,3436693 Tabel III.6 Cakupan citra hasil dekomposisi db3 dan sym3 Level resolusi Xmin(m) Ymin(m) dx dy 512 788.123,171 9.238.494,61,29295863,29295863 1 258 788.123,317 9.238.493,915,58137526,58137526 2 131 788.123,68 9.238.493,624 1,14499861 1,14499861 3 68 788.124,181 9.238.493,52 2,258615 2,258615 III.4.3 Penajaman Citra Dengan Ekualisasi Histogram Adaptif Hasil dari Transformasi wavelet yang cenderung lebih gelap pada Gambar III.5 dan III.6 menunjukkan berkurangnya variasi nilai piksel. Dilihat dari histogramnya (Gambar II.7) nampak bahwa rentang citra aproksimasi berada pada 35
level yang lebih sempit dibandingkan citra asli diantaranya nampak pada Gambar III.6. 3 3 15 15 255 255 Gambar III.7 Histogram citra asli dan aproksimasinya dengan db3 pada level 1 Nampak pada Gambar III.7 di atas bahwa kendati penghalusan membantu menurunkan variasi nilai piksel, namun rentang variasi piksel yang juga menjadi lebih sempit ini menurunkan daya deteksi tepi sehingga kondisi citra aproksimasi perlu ditajamkan [Steger, 1996]. Salah satu metode perbaikan rentang sebaran piksel diantaranya adalah dengan ekualisasi histogram [Nixon dan Aguado, 22]. Penajaman Citra dilakukan dengan metode ekualisasi histogram adaptif (adapthisteq) dengan menggunakan fasilitas Image Processing Toolbox pada perangkat lunak Matlab untuk mengeliminasi pengaruh penghalusan(smoothing) pada citra hasil dekomposisi. Citra menjadi lebih terang setelah ditajamkan, namun citra aproksimasi mengalami perubahan kecerahan seperti nampak pada Gambar III.8 dimana perubahan histogramnya ditunjukkan oleh Gambar III.9 36
Hasil Dekomposisi Level 1 Hasil Penajaman Level 1 Level 2 Level 2 Level 3 Level 3 Gambar III.8 Citra hasil dekomposisi db3 dan penajamannya 37
Hasil Dekomposisia Hasil Penajaman Level 1 Level 2 Level 3 Gambar III.9 Histogram Dekomposisi db3 Keterangan Gambar 8 : Satuan nilai pada arah sumbu x tersaji dalam interval -1. Nilai interval ini sebanding dengan interval piksel -255. III.5 Deteksi Tepi Dengan Metode Canny Pelaksanaan Deteksi tepi metode Canny pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan nilai σ yang memiliki nilai default 1. Untuk meninjau pengaruh nilai σ ini dipakai dua alternatif nilai σ yang diinputkan secara manual yaitu,5 dan 1,5. Beberapa contoh hasil deteksi tepi ditunjukkan oleh Gambar III.1 dan Gambar III.11. 38
σ =,5 σ=1 σ = 1,5 Gambar III.1 Hasil Deteksi tepi Canny pada citra asli σ =,5 σ=1 level 1 σ = 1,5 level 2 level 3 Gambar III.11 Hasil deteksi tepi pada citra hasil dekomposisi db3. 39
III.6 Pengenalan Jalan Proses pengenalan jalan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu: kliping, eliminasi percabangan, eliminasi arah berubah cepat, dan eliminasi segmen pendek dari citra hasil dekomposisi. III.6.1 Analisis Watershed Analisis Watershed dilakukan secara bertahap pada citra aproksimasi dari setiap level dekomposisi. Dimulai dari thresholding, penghitungan jarak Euclides dan proses thinning dengan. Nilai threshold diperoleh secara otomatis menggunakan metode Otsu yang pada dasarnya mencari batas antara suatu unsur dan latar belakangnya (background) [Nixon dan Aguado, 22]. Nilai threshold tersebut dapat dimodifikasi menggunakan suatu konstanta k [Gonzales dan Woods, 23]. Pada penelitian ini digunakan tiga nilai k yang diperoleh secara empiris yang ditunjukkan oleh Tabel III.7 dengan nilai default 1. Dimana jika hasil penghitungan threshold terlalu besar (garis Watershed yang diperoleh sedikit) maka nilai k dikurangi antara.4 hingga.22 dari nilai default tersebut di atas. Tabel III.7 Nilai pengali threshold pada analisis Watershed Level 1 2 3 k1,94,94,84,78 k2,95,95,85,78 k3,96,96,86,8 Hasil dari analisis Watershed yang diharapkan adalah garis-garis yang dianggap sebagai pusat jalan. Pada prosesnya, masih terdapat bagian citra yang bukan jalan yang teridentifikasi. Beberapa contoh hasil analisis Watershed ditunjukkan oleh Gambar III.12 dan Gambar III.13 4
K1 =,94 k2 =,95 k3 =,96 Gambar III.12 Hasil analisis watershed pada citra asli level 1 k2 =,95 k1 =,94 k3 =,96 Gambar III.13 Contoh Hasil analisis watershed yang diterapkan pada citra hasil dekomposisi haar Pada hasil analisis watershed di atas, dibuat buffer jalan dengan nilai radius dari buffer yang disesuaikan dengan resolusi citra hasil dekomposisi. Lihat Tabel III.8 Tabel III.8 Variabel jarak buffer pada hasil dekomposisi haar Level 1 2 3 Resolusi,29295863,58591726 1,17183452 2,3436693 Diameter Buffer 16 8 4 2 Lebar buffer (m) 4,687338 4,687338 4,687338 4,687338 Nampak pada tabel III.8 di atas, nilai radius yang dipilih tersebut lebih besar dari perkiraan lebar jalan pada tiap level. Beberapa contoh hasil delineasi buffer ditunjukkan oleh Gambar III.14 dan III.15. 41
k1 =,94 k2 =,95 k3 =,96 Gambar III.14 Hasil buffering pada citra asli k1 =,94 level 1 k2 =,95 k3 =,96 Gambar III.15 Hasil buffering pada dekomposisi haar level 1 Selanjutnya pada hasil deteksi tepi dan buffer dilakukan proses cliping menggunakan buffer yang diperoleh dari analisis Watershed. Hasil yang diperoleh dari proses cliping tersebut berupa citra hasil deteksi tepi yang sebagian besar pada area jalan. Lihat Gambar III.16 dan Gambar III.17 σ =,5 σ=1 σ = 1,5 Gambar III.16 Kliping Deteksi Tepi pada citra asli 42
σ =,5 σ=1 level 1 σ = 1,5 level 2 level 3 Gambar III.17 Kliping Deteksi Tepi deteksi tepi db3 III.6.2 Eliminasi Percabangan Proses eliminasi percabangan ini terkait dengan model jalan yang digunakan, untaian tidak sesuai dengan salah satu model tepi jalan yaitu sebagai untaian piksel yang tidak bercabang dieliminasi. Dengan menggunakan analisis pencocokan citra menggunakan matriks template, keberadaan percabangan piksel pada citra hasil deteksi tepi dicari untuk kemudian dinolkan. Matriks-matriks template yang digunakan dalam proses eliminasi percabangan tersebut ditunjukkan pada Gambar III.18. 43
Gambar III.18 Template dan hasil pencocokannya III.6.3 Eliminasi Untaian Garis Yang Arahnya Berubah Cepat Pada deteksi arah, nilai sudut yang dihitung adalah selisih sudut yang merupakan sudut dibentuk suatu titik segmen piksel dengan segmen piksel lainnya. Sebagaimana pada bagian II.3.3. Dalam penelitian ini eliminasi piksel dilakukan jika perubahan sudut arah lebih besar daripada 6º. Proses eliminasi percabangan ini dilakukan dengan matriks template berukuran 3x3 yang dicocokkan dengan untaian piksel pada citra hasil deteksi tepi. Pada suatu untaian piksel tepi yang terdiri dari tiga piksel, dua diantaranya akan dianggap sebagai arah awal (piksel biru). Hasil penghitungan sudut yang dibentuk kedua dan piksel ketiga kemudian dicocokkan dengan untaian piksel yang terdapat pada elemen citra. Jika piksel ketiga berada pada zone merah, maka piksel kemudian dieliminasi. Lihat Gambar III.19 Gambar III.19 Zone arah dan sudut perubahannya III.6.4 Eliminasi Segmen Pendek Eliminasi segmen pendek dilakukan dengan cara menghitung panjang untaian piksel yang membentuk garis pada citra. Jika panjang untaian piksel lebih kecil dari nilai tertentu maka dianggap tidak memenuhi model jalan yakni jalan cenderung memanjang. Nilai batas yang digunakan adalah setengah kali lebar buffer jalan (Tabel III.8) yang digunakan. Lihat Tabel III.9 44
Tabel III.9 Panjang untaian piksel minimum Level 1 2 3 Jumlah piksel 8 4 2 1 Hasil eliminasi segmen pendek yang merupakan tahap akhir pengenalan jalan menjadi hasil dari proses ekstraksi jalan dalam penelitian ini. Beberapa hasil dari ekstraksi unsur tersaji pada Gambar III.2 dan Gambar III.21 σ =,5 σ=1 σ = 1,5 Gambar III.2 Hasil pengenalan jalan pada citra asli σ =,5 σ=1 level 1 σ = 1,5 level 2 Gambar III.21.(a) Contoh hasil pengenalan jalan pada dekomposisi db3 45
level 3 Gambar III.21.(b) Contoh hasil pengenalan jalan pada dekomposisi db3 46