I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia mempunyai lebih dari pulau dan dikelilingi garis

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

I. PENDAHULUAN. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu jenis udang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

KADAR KOLESTEROL MENCIT (MUS MUSCULUS) SETELAH PEMBERIAN KEPITING CANGKANG LUNAK (SCYLLA OLIVACEAE)

Fattening of Soft Shell Crab With Different Food

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya

BAB I PENDAHULUAN. beralihnya ke bidang usaha perikanan karena semakin tingginya permintaan akan produk

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PENGANTAR ILMU EKONOMI PEMANFAATAN BUDIDAYA KEONG SAWAH SEBAGAI PAKAN IKAN. Disusun Oleh : 1. Abdul Kholid ( )

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KEPITING (Scilla serrata) ABSTRAK

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup serta perbedaan-perbedaannya. Allah SWT menerangkan. dirasakan, dan dipikirkan oleh manusia. 1

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumberdaya perikanan merupakan tumpuan harapan pembangunan. ekonomi, karena kurang dari dua pertiga wilayah Indonesia terdiri dari lautan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyaraka Di sisi lain,

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian.

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

Analisis usaha industri tempe kedelai skala rumah tangga di kota Surakarta

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya terdapat sekitar 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan perairan tawar yang merupakan indikasi bahwa Negara Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang cukup potensial dan prospektif. Dengan adanya kawasan ini di seluruh wilayah pantai nusantara menjadikan Negara Indonesia sebagai pengekspor kepiting bakau yang cukup besar dibandingkan dengan pengekspor lainnya (Kanna, 2002). Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak digemari masyarakat Indonesia karena rasa dagingnya yang gurih dan gizi yang tinggi. Setiap 100 gram daging kepiting mengandung protein sebesar 13,6 gram, lemak 3,8 gram, hidrat arang 14,1 gram, dan air sebanyak 68,1 gram (Kordi, 1997). Daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kolesterol, kepiting rendah kandungan lemak jenuh, sumber vitamin B12, zat besi, serta selenium. Selenium diketahui dapat mencegah kanker dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi bakteri maupun virus. Bukan hanya dagingnya yang memiliki nilai komersil, kulitnya pun dapat dimanfaatkan. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber kitin, chitosan, dan

karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain (Kurnain, 2008) Berkaitan dengan nilai ekonomis yang dimiliki kepiting bakau tersebut menarik perhatian para petambak untuk membudidayakan kepiting bakau. Salah satu upaya budidaya yang dilakukan oleh para petambak adalah budidaya kepiting cangkang lunak atau kepiting soka. Upaya ini giat dilakukan akhir-akhir ini mengingat permintaan pasar yang mulai meningkat untuk kepiting soka. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perbedaan kecepatan waktu molting pada kepiting bakau (Scylla serrata) jantan dan betina dengan pemberian pakan pellet 2. Mengetahui jenis kelamin yang paling cepat molting dalam upaya pembesaran kepiting bakau C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang perbedaan kecepatan molting pada kepiting bakau (Scylla serrata) jantan dan betina dengan pemberian pakan pellet, agar dapat dijadikan alternatif pemberian pakan bagi para petambak terutama dalam upaya pembudidayaan kepiting soka.

D. Kerangka Pemikiran Kepiting bakau (Scylla serrata) banyak ditemukan di daerah ekosistem mangrove atau hutan bakau. Kepiting bakau merupakan komoditas perikanan yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Dari segi penyumbang perolehan devisa, kepiting juga mempunyai rekor yang baik dan selama ini menempati posisi ketiga setelah udang dan tuna. Nilai ekspornya pada tahun 2007 mencapai US$ 179 juta dan selama Januari- September 2008 nilainya telah mencapai 178 US$. Dengan semakin majunya tingkat pengolahan kepiting, kini tersedia beberapa bentuk olahan yang menarik dan praktis seperti kepiting soka atau kepiting cangkang lunak. Permintaan kepiting soka terus melonjak meski harganya cukup tinggi. Harga per kilonya bisa mencapai sekitar Rp 60 ribu. Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat lebih tinggi. Di luar negeri, harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai 8.40 U$ 9.70 U$ per kg sedangkan LB dihargai 6.10 U$ 9.00 U$ per kg. Ukuran >1000 g (super crab) harganya 10.5 U$ per kg. Berdasarkan peluang usaha tersebut maka jumlah penangkapan kepiting semakin meningkat baik yang merupakan ukuran konsumsi maupun ukuran kecil yang umumnya digunakan untuk budidaya. Untuk itu perlu dilakukan upaya budidaya yang terkendali. Salah satu upaya budidaya kepiting bakau yang sangat potensial adalah produksi kepiting soka atau kepiting cangkang lunak. Selain harganya yang lebih menjanjikan, budidaya ini

juga beresiko kecil terhadap kematian. Kepiting dengan postur tubuh yang kokoh dengan capit kuat memiliki sifat pemangsa yang ganas. Hal ini menjadi faktor pembatas dalam usaha pembudidayaannya. Kuatnya sifat saling memangsa atau kanibalisme tersebut ditunjang oleh tabiat kepiting yang harus ganti kulit (molting) pada saat mengalami pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam budidaya kepiting soka dapat dilakukan dengan menggunakan keranjang soliter. Faktor yang mempengaruhi molting antara lain kondisi lingkungan, gejala pasang saat bulan purnama dan terjadi penurunan volume air atau surut. Selain faktor lingkungan, faktor jenis kelamin juga berpengaruh terhadap waktu molting. Kepiting bakau jantan relatif lebih singkat untuk mencapai tahap ganti kulit, sedangkan kepiting bakau betina mencapai tahap ganti kulit yang relatif lama. Hal ini disebabkan keagresifan jantan mampu mempersingkat waktu ganti kulit. Pemberian pakan dalam budidaya kepiting soka umumnya berupa ikan rucah yang mudah didapatkan dan harganya relatif murah yaitu Rp.5000 per kg. Akan tetapi, kondisi perairan yang tidak menentu tidak dapat menjanjikan pakan alami ini selalu tersedia di alam. Sebagai alternatif, pakan buatan dapat menjadi solusi pemberian pakan, seperti pellet kering maupun pellet basah. Dalam hal budidaya ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah faktor biologis, pakan, dan kondisi pemeliharaan. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat korelasi antara pertambahan berat tubuh kepiting bakau dengan kecepatan molting. 2. Kepiting bakau betina lebih cepat waktu molting dibanding kepiting bakau jantan.