BAB I PENDAHULUAN. Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar bertujuan untuk mengatasi

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN KONFLIK SEKOLAH REGROUPING DI SD NEGERI PUCANGSAWIT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik (Komariah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan kejuruan merupakan program strategis untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life

PENINGKATAN KESADARAN SISWA TERHADAP LINGKUNGAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS BERITA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS TESIS

REGROUPING SEBAGAI UPAYA EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PENDIDIKAN

EVALUASI PROGRAM REGROUPING SD NEGERI TUKANG 01 DAN SD NEGERI TUKANG O2 KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. daya manusialah yang menjadi kunci keberhasilan suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PROGRAM MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU SD NEGERI 2 PURWOKERTO KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

BAB I. 1 C. Turney. et al, The School manager (Australia: Allen and Unwin, 1992). h. 5.

KEPEMIMPINAN DALAM MEWUJUDKAN MADRASAH IBTIDAIYAH EFEKTIF TESIS

KAJIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REGROUPING SDN DI KOTA BEKASI. Haris Budiyono *)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan terhadap masalah

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK TAHUN ANGGARAN 2009 DAMPAK REGROUPING SEKOLAH DASAR: KASUS SDN PAKEM 1 KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

Fety Novianti. Keyword: Efektifitas Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran, Motivasi Belajar Siswa, dan Pendidikan Kewarganegaraan

KEMAMPUAN MENDENGARKAN LAGU BERBAHASA INGGRIS PADA SISWA KELAS X SMA ISLAMIC CENTRE DEMAK PADA TAHUN AJARAN 2006/2007

BAB I PENDAHULUAN. (SISDIKNAS), penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN KUALITAS SISWA TERAMPIL IPTEK DENGAN EDUKASI KOMPUTER BAGI SISWA SD DI DUSUN WONOLELO

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 yaitu : untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Makna

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, baik ekonomi, Iptek, sosial, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah

Abstrak. Kata kunci: strategi guru, kualitas pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PEMBELAJARAN KEMAMPUAN GERAK DASAR

STRESS MANAGEMENT. Problems To Be Addressed. Menjawab Masalah Apa. Objectives. Manfaat Apa yang Anda Peroleh

Pertumbuhan penduduk Indonesia pada abad 21 terus menurun, seiring. meningkatnya kualitas pendidikan masyarakatnya. Walaupun angka pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan

TAHUN : 2006 NOMOR : 06

DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan bahwa faktor-faktor kinerja

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bagian komponen penting

ABSTRACT BOARD GAME AS A TEACHING AID IN TEACHING CITIZENSHIP EDUCATION IN THE ELEMENTARY SCHOOL. Submitted by Clarissa Fareta NRP

KEGIATAN KEPALA SEKOLAH, GURU DAN KOMITE SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN SSN PADA SD N BATURSARI 6 MRANGGEN DEMAK TAHUN AJARAN 2013/2014

ABSTRAK. Kata-kata kunci: Job order costing method, efisiensi, dan efektivitas. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penarikan simpulan ini dapat dilakukan setelah dilaksanakannya

EFEKTIVITAS DANCE/MOVEMENT THERAPY

KETERAMPILAN GURU DALAM MENGELOLA KELAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD N 4 KRAJANKULON KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL TESIS

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan

Laila Itsnaini Agus Timan Ahmad Yusuf Sobri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun

Kata Kunci: Kualitas Jasa, Perbaikan layanan, SERVQUAL, Importance Performance Analysis (IPA), Kano, Integrasi IPA-Kano. xvi

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK IAN UNY 2012 UTAMI DEWI

Kata Kunci: Sekolah Engagement, metode deskriptif, Convenience sampling.

TESIS MAGISTER. Oleh : Aan Heryadi Zulihadi Saputra

BAB I PENDAHULUAN. manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan manajemen suatu lembaga pendidikan (sekolah) sangat

HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN PERMUKIMAN DAN KEBERHASILAN METODE BANK SAMPAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERKELANJUTAN DI KOTA SURAKARTA

Goodlad seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah. melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI. (Studi Situs SMAN 2 Karanganyar) TESIS

ABSTRACT. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

ABSTRAK. Kata-kata kunci: servant leadership, dan inovasi. viii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat digolongkan menjadi dua yaitu: tenaga pendidik dan non

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

IMPLEMENTASI INTEGRASI LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN DI MI MIFTAKHUL HUDA BENGKAL KRANGGAN TEMANGGUNG

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH METODE PICTURE AND PICTURE TERHADAP

PEMBUKTIAN DALAM MALPRAKTEK MEDIK BERDASARKAN PERIKATAN HASIL DAN PERIKATAN IKHTIAR (Studi Perbandingan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Hukum Perdata)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2011

PENGELOLAAN KELAS YANG DINAMIS SEBAGAI DAYA TARIK MOTIVASI BELAJAR SISWA DI SD NEGERI SAMPANGAN NO. 26 TAHUN 2016

INTERPERSONAL SOFTSKILLS

By SRI SISWANTI NIM

ABSTRAK. Kata-kata Kunci: Financial Distress, Rasio Keuangan, Altman Z-Score.

BAB I PENDAHULUAN. utuh. Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan selalu mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat.

ABSTRAK. Kata Kunci : Motivasi Kerja dan Produktivitas Kerja. Universitas Kristen Maranatha

SISTEM PENGUTIPAN (Disarikan dari Kemdiknas, Ditjen Dikti DP2M, 2011) Palembang, 23 Mei 2017

PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SD NEGERI SE-KECAMATAN MUNTILAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Rotari, 2016

Studi tentang Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Efektifitas Sekolah Pada SMAN Dinas Pendidikan Kota di Propinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah Pendidikan Nasional bertujuan

ABSTRAK. Kata Kunci : partisipasi penyusunan anggaran, kinerja manajerial, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan. viii

PENDAHULUAN. Keywords: Teachers Commitment, Principal Leadership and Teachers discipline

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU BAHASA INGGRIS DI SMP N 10 PADANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA SEMESTER III AKADEMI KEBIDANAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN MIRA JAYATI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

ABSTRAK. Kata kunci: conflict resolution style, dewasa awal, pacaran. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar mengajar siswa akan meningkat. Iklim pembelajaran yang

EFFECTIVE COST MANAGEMENT

ABSTRACT. Keywords : production process, preventive maintenance, breakdown maintenance, minimum maintenance cost. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRACT. viii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah tentang regrouping sekolah yang tertuang dalam SK Mendagri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/smp kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar. Kebijakan tersebut sudah dilaksanakan di berbagai sekolah yang dianggap layak untuk di-regroup dengan berbagai alasan. Kebijakan tersebut diperkuat kembali dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 yang menjelaskan bahwa salah satu kegiatan pokok dalam mengupayakan pemerataan pendidikan dasar adalah melaksanakan revitalisasi serta penggabungan (regrouping) sekolah-sekolah terutama SD, agar tercapai efisiensi dan efektivitas sekolah yang didukung dengan fasilitas yang memadai. Di satu sisi, kebijakan tersebut memang cukup efisien dalam meningkatkan mutu dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Di sisi lain, 1

2 kebijakan tersebut juga menimbulkan berbagai masalah sosial yang timbul sebagai dampak ikutan dari proses regrouping sekolah tersebut. Hasil penelitian Rizka (2005) menunjukkan bahwa perencanaan sarana dan prasarana pendidikan SDN yang terkena kebijakan regrouping yang tidak digunakan untuk KBM umumnya sudah direncanakan dan dimusyawarahkan terlebih dulu oleh kedua belah pihak (sekolah yang digabungi dengan yang digabung) yang dihadiri oleh kepala sekolah, guru, komite sekolah/bp3 kedua SD serta dihadiri oleh perangkat desa setempat dan Dinas Pendidikan Kulonprogo. Hasil penelitian Yuliana (2004) menunjukkan bahwa regrouping SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo mampu berperan dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di sekolah dasar. Dijelaskan lebih jauh, nilai indeks efisiensi meningkat dari 1,0 menjadi 2,3 atau meningkat dari 0,43 menjadi 1,0. Efisiensi biaya produksi tiap satuan produk (unit cost) sebesar Rp. 1.587.119,566 dengan peningkatan produktivitas dari 9,75 menjadi 15,59 atau terjadi peningkatan produktivitas sebesar 5,84. Regrouping juga mampu mengatasi kekurangan guru sekolah dasar di kecamatan Minggir dengan sumbangan efektif 6,4%, dari total kekurangan guru sejumlah 78 orang. Regrouping juga mampu meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan sarana prasarana pendidikan. Hasil penelitian Marsono (2003) menunjukkan bahwa regroupng menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran), kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan

3 masyarakat, dan ketatalaksanaan, karena pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan, tetapi surat keputusan penggabungan belum terbit. Meskipun demikian, hal yang patut disayangkan adalah bahwa baik penelitian yang dilakukan oleh Kiemas maupun Marsono tersebut baru terbatas pada persoalan teknis semata. Penelitian Yuliana, nampaknya lebih memberikan kejelasan terhadap efektifitas dan efisiensi tujuan regrouping, bahkan implikasi terhadap hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa sekalipun kesimpulannya merupakan sebuah indikasi positif bagi pelaksanaan regrouping sekolah, namun demikian kehati-hatian dalam mengalisa indikasi regrouping sekolah sangat diperlukan mengingat jumlah penduduk yang kemungkinan besar terus bertambah banyak. Penelitian lain berkaitan dengan kebijakan regrouping sekolah yang dilakukan oleh Dwiningrum dan Widiowati (2014) lebih memfokuskan pada dasar kebijakan regrouping sekolah paska terjadinya bencana meletusnya Gunung Merapi. Penelitian tersebut menekankan pada modal sosial dan kaitannya dengan kondisi pendidikan guna pemulihan bencana. Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan di atas, aspek konflik yang terjadi di sekolah paska regrouping yang menjadi dampak ikutan dari kebijakan tersebut belum tersentuh dan dikaji. Di sisi lain, aspek konflik dalam organisasi sebagai akibat penggabungan dua atau lebih sekolah ke dalam satu wadah pasti tidak dapat dihindarkan. Hal ini dikarenakan bahwa masingmasing sekolah sebelum digabung sudah memiliki karakter dan budaya

4 organisasi yang berbeda. Dengan adanya penggabungan dua budaya dan karakter yang berbeda tentu saja menimbulkan konflik dalam berbagai bentuk. Hal tersebut dikemukakan oleh Denohue (1992) yang menyatakan bahwa Conflict arises when a difference between two or more people necessitates change in at least one person in order for their engagement to continue and develop (Ghaffar, 2012: 212-213). Konflik yang terjadi paska regrouping sekolah juga terjadi di SD Negeri Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Sekolah tersebut merupakan penggabungan dari SD Negeri Kentingan No. 79 Surakarta dengan SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta. Dua sekolah yang memang berada dalam satu kompleks bangunan tersebut digabung menjadi satu sekolah baru dengan nama SD Negeri Pucangsawit. Regrouping kedua sekolah tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor. 421.2/69-A/1/2012 tertanggal 18 Juli 2012. Meskipun berada dalam satu kompleks bangunan, kedua sekolah tersebut sejak lama memang terkenal selalu bersaing dalam segala hal. Persaingan kedua sekolah tersebut secara struktural ikut melibatkan guru dan orang tua siswa di masing-masing sekolah (Wawancara dengan Ibu Tri Hartanti, M. Pd., Pengawas sekolah Kecamatan Jebres). Dengan adanya kebijakan regrouping, yang menggabungkan kedua sekolah tersebut menjadi satu sekolah, bukannya menyatukan dan

5 menghilangkan persaingan antara kedua elemen di sekolah tersebut. Efek persaingan yang sudah bertahun-tahun terjadi tersebut semakin mengkristal dan menemukan bentuknya menjadi konflik ketika guru dan siswa dilebur ke dalam satu sekolah. Konflik tersebut sangat mengemuka ketika dilakukan penamaan sekolah baru sebagai hasil regrouping. Elemen-elemen sekolah di SD Negeri Kentingan menghendaki nama SD Negeri Kentingan sebagai nama baru sekolah hasil regrouping dengan alasan bahwa prestasi di sekolah tersebut lebih unggul dibandingkan dengan prestasi SD Negeri Pucangsawit. Di sisi lain, elemenelemen di SD Negeri Pucangsawit menghendaki nama SD Negeri Pucangsawit sebagai nama Sekolah baru hasil regrouping dengan alasan bahwa lokasi sekolah berada di Kalurahan Pucangsawit. Konflik yang terjadi semakin meruncing ketika nama yang digunakan untuk sekolah baru adalah SD Negeri Pucangsawit disesuaikan dengan SK Walikota Surakarta. Konflik tersebut termanifestasikan ke dalam bentuk ketidaksukaan antara satu sama lain dan perasaan negatif diantara mereka. Konflik semacam ini oleh Campbell, Carbally, dan Nustrand dikategorikan sebagai bentuk affective conflict, yaitu a condition in which group members have interpersonal clashes characterized by anger, frustration, and other negative feelings (Ghaffar, 2012: 215). Konflik yang berkepanjangan di sekolah tersebut tentu saja tidak kondusif untuk kondisi pembelajaran. Iklim sekolah menjadi tidak kondusif

6 untuk pembelajaran sebagai akibat terjadinya konflik di sekolah tersebut. Para guru dari kedua sekolah pun belum bersedia menempati satu ruangan yang sama. Guru yang berasal dari SD Negeri Kentingan tetap menempati ruang guru di SD Negeri Kentingan, sedangkan guru yang beraqsal dari SD Negeri Pucangsawit tetap menempati ruangan guru di SD Negeri Pucangsawit. Konflik yang terjadi di sekolah tersebut paska kebijakan regrouping harus dikelola dan diselesaikan dengan baik. Konflik yang terjadi tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sekolah. Hal ini dikemukakan oleh Albert (2001) sebagaimana dikutip oleh Akinnubi, Oyeniran, Fashiku, dan Durosaro (2012: 170) yang menyatakan bahwa Conflict is part of a school because teachers have varying ideas about issues, they have different backgrounds and their experiences are different. Meskipun konflik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan di sekolah, konflik tersebut harus dikelola dengan baik. Hal ini dikarenakan bahwa konflik yang tidak terkelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap iklim pembelajaran. Terkait hal ini, Albert (2001) menyatakan bahwa These differences can cause so much damage to the school if they are not well managed; hence the importance of conflict resolution strategies to schools administrators (Akinnubi, et al., 2012: 170). Penyelesaian konflik di sekolah adalah menjadi tugas kepala sekolah sebagai manajer. Hal ini dijelaskan oleh Folger, et al., (1977) yang menyatakan School administrators are managers and they should be able to manage

7 conflict effectively rather than suppress or avoid them (Akinnubi, et al., 2012: 170). Kewajiban kepala sekolah untuk dapat menyelesaikan dan mengatasi konflik di sekolah yang dipimpinnya merupakan salah satu indikator dari kompetensi kewirausahaan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Indikator tersebut adalah berupa mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi pembelajaran siswa. Terciptanya iklim kerja yang kondusif akan menjadi pendorong bagi peningkatan kinerja warga sekolah. Hal ini ditegaskan oleh Ubben dan Hughes yang menyatakan bahwa principals could create a school climate that improves the productivity of both staff and students and that the leadership style of the principal can foster or restrict teacher effectiveness (Macneil, Prater, dan Busch, 2012: 77). Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peranan kepala sekolah dalam penciptaan iklim sekolah sangat penting. Peranan kepala sekolah di SD Negeri Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta dalam penciptaan iklim sekolah yang kondusif paska dilaksanakannya kebijakan regrouping dapat dijadikan percontohan bagi sekolah-sekolah lain. Strategi penanganan konflik sebagai bentuk penciptaan iklim kerja yang kondusif dari kondisi konflik berkepanjangan paska kebijakan regrouping sekolah patut ditiru di sekolah-sekolah regrouping lain yang mungkin mengalami konflik yang sama.

8 B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang penelitian di atas, maka fokus dalam penelitian ini adalah mengenai manajemen konflik sekolah regrouping di SD Negeri Pucangsawit Surakarta. Fokus tersebut selanjutnya dapat dijabarkan ke dalam 3 sub fokus berikut ini. 1. Bagaimana jenis-jenis dan sumber-sumber konflik sekolah paskaregrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta? 2. Bagaimana pengelolaan konflik sekolah paska-regrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta? 3. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan konflik paska-regrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen konflik sekolah regrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta. Adapun tujuan khusus penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut ini. 1. Untuk mendeskripsikan jenis-jenis dan sumber-sumber konflik sekolah paska-regrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta. 2. Untuk mendeskripsikan pengelolaan konflik sekolah paska-regrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta.

9 3. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan konflik paska-regrouping di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Manfaat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut ini. 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi seluruh stakeholder sekolah untuk dijadikan sebagai gambaran tentang hal-hal yang dapat menimbulkan konflik serta dampat yang ditimbulkan dari adanya konflik itu sendiri bagi proses belajar-mengajar di sekolah. b. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi kepala sekolah untuk dijadikan sebagai gambaran tentang hal-hal yang dapat menimbulkan konflik serta dampat yang ditimbulkan dari adanya konflik itu sendiri bagi proses belajar-mengajar di sekolah. c. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi dinas pendidikan untuk dijadikan sebagai gambaran tentang hal-hal yang dapat menimbulkan konflik serta dampat yang ditimbulkan dari adanya konflik itu sendiri bagi proses belajar-mengajar di sekolah.

10 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi seluruh stakeholder sekolah untuk dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengelola konflik di sekolah. b. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi kepala sekolah untuk dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam mengelola konflik di sekolah. c. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi dinas pendidikan untuk dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengelola konflik di sekolah.