KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

BAB III METODE PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan, maupun lingkungan kehidupan masyarakat. Alam dapat dikatakan. terpisahkan antara manusia dengan lingkungan alam.

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas.

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB I PENDAHULUAN. Seni terapan meliputi semua karya seni pada produk benda guna yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

III. PROSES PENCIPTAAN

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Lirik Lagu Ismail Marzuki Sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Pop Art JURNAL

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

LANSEKAP VIRTUAL BANDUNG

III. METODE PENCIPTAAN

BAB III METODE PENCIPTAAN

Tugas Akhir ~~ PERANCANGAN BUKU VISUAL DEWA RUCI ~~ Mahasiswa / RijalMuttaqin pembimbing / RahmatsyamLakoro,S.Sn,MT.

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

KOMSEP KARYA SENI. Oleh: Zulfi Hendri, S.Pd NIP:

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAGASAN BERKARYA

SENI RUPA MODERN INDONESIA : ANAGLYPH 3D

ABSTRAK. Kata-kata kunci : distorsi, double parody, figure, teknologi. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENCIPTAAN. keluar dari kegelisahan tersebut. Ide/gagasan itu muncul didorong oleh keinginan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa kecil perupa hingga dewasa banyak terinspirasi oleh informasi yang di

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori

TEKNOLOGI GADGET SEBAGAI INSPIRASI PENCIPTAAN LUKISAN TUGAS AKHIR KARYA SENI

BAB III METODE PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi.

III. METODE PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Judul Perancangan UMK CREW (Buku Graffiti / dokumentasi)

Elemen Elemen Desain Grafis

II. KAJIAN PUSTAKA. A. Sumber Pustaka. sangat cemerlang dan sangat indah. Untuk menjadi kupu-kupu yang. Kupu-kupu memiliki banyak jenis dan memiliki

pribadi pada masa remaja, tentang kebiasaan berkumpul di kamar tidur salah seorang teman

BAB I PENDAHULUAN. kanji di Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei tahun 1771

BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA. memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa

satu alasannya adalah sebagai industri, Indonesia sudah kalah waktu. Industri game di Indonesia belum ada 15 tahun dibanding negara lain. Tentunya sei

BAB II LANDASAN TEORI

STRUKTUR KURIKULUM TAHUN 2012 SENI RUPA (KONS. DESAIN KOMUNIKASI VISUAL) S1

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus

JURNAL TUGAS AKHIR PERANCANGAN BOARD GAME SEBAGAI MEDIA EDUKASI TENTANG UNSUR BENTUK KARAKTERISTIK CANDI BOROBUDUR DAN CANDI PRAMBANAN PENCIPTAAN

W, 2015 #INSTAMOMENT KARYA CIPTA FOTOGRAFI MENGGUNAKAN MEDIA SMARTPHONE ANDROID DENGAN APLIKASI INSTAGRAM

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Desain Komunikasi Visual. Menurut Jessica Helfand dalam situs

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013

BAB III GAGASAN KARYA DAN PROSES BERKARYA

BAB III KONSEP PERANCANGAN

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

V. PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

BAB III. A. Implementasi Teoritis. yang menarik dan umumnya tampak cantik. Selain fungsi alamiah sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dunia publikasi, fotografi, video dan juga bidang berorientasi visual

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material.


II. KAJIAN PUSTAKA. apakah perbedaan penyebutan sadō dan chanoyu. Arti kata chanoyu. secara harafiah yaitu air panas untuk teh. Chanoyu mempunyai nama

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS

Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A)

BAB I I.PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP DESAIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan

BAB II METODOLOGI. Proses perancangan dan pembuatan karya ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak di antaranya:

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan kekayaan kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENCIPTAAN

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB 4 METODE PERANCANGAN

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Publikasi

BAB IV DATABASE KOMIK KOREA

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah: Tinjauan pustaka: melalui media buku, dan internet

Esensial Tip Memotret Foto dengan Tablet

Transkripsi:

Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI Astrini Isfandiari Adisoma Nuning Y. Damayanti Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: astrinisuika@gmail.com Kata Kunci : Amalia Kartika Sari, Chibi, Kritik Seni, Potret Diri, Radi Arwinda Abstrak Penelitian ini membandingkan lukisan potret diri dua seniman muda Bandung yaitu Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu faktor yang mempengaruhi visualisasi karya serta mencari persamaan serta perbedaan dari karya kedua seniman. Metode yang digunakan untuk menganalisa karya adalah kritik seni Terry Barret. Data-data dikumpulkan dengan kaji pustaka, dokumentasi data gambar serta wawancara. Kesimpulan yang didapat adalah karya kedua seniman memiliki persamaan, yaitu gaya dan visualisasi yang terpengaruh budaya pop Jepang yang kuat, yang terlihat dari penggunaan gaya gambar chibi, dan pewarnaan blok yang cerah dan datar. Namun karya kedua seniman juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada segi konsep. Radi menggunakan konsep Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T) serta melakukan kritik diri, sedangkan karya Amalia lebih merujuk kepada ekspresi diri dengan gaya naratif yang ilustratif. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena latar belakang pendidikan dan keluarga kedua seniman yang cukup berbeda. Abstract This research is to compare the self-portrait paintings of Radi Arwinda and Amalia Kartika Sari, two young artists from Bandung. The purpose of this research is to find out the factors that influence the visualization of their artwork, and well as finding the similarities and differences of both artists artworks. The method used to analyze the artworks is Terry Barret s method of art criticism. The data is collected by literature study, image data documentation and interviews. The conclusion is that both artists artworks have a similarity which is from the strong influence of Japanese pop culture. It can be seen from the usage of chibi style in their self-portraits and block coloring that is bright and flat. But both artists artworks have a significant difference in the concept of their artworks; Radi uses the concept of Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T) while performing selfcritique, while Amalia s artwork refers more to self-expression with a narrative and illustrative style. The reason behind these differences are their different backgrounds involving family and education. 1. Pendahuluan Seni rupa digunakan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan individual yaitu sebagai ekspresi pribadi. (Feldman, 1969: 4) Penting halnya untuk membedakan antara berkomunikasi dan berekspresi karena seni juga melibatkan hal-hal seperti pembentukan unsur-unsur rupa berupa garis, bentuk, warna dan volume, yang dapat memiliki artian spesifik bagi seniman, karena hal tersebut merepresentasikan maksud sang seniman dan membantu proses penciptaan karya seni. Salah satu cara bentuk seorang seniman berekspresi berupa lukisan potret. Potret merupakan representasi visual dari seorang individu yang dapat mencerminkan sifat sang subjek, kedudukan sosial, kekayaan, atau profesinya. Lukisan potret sudah berkembang dari awal abad ke-15. Fungsi dari lukisan potret pada masa itu adalah untuk mengabadikan sosok dari figur-figur penting pada masa tersebut, terutama agar sosoknya tetap diingat bahkan ketika subjek lukisan tersebut sudah tiada. Seniman-seniman pun mengabadikan dirinya sendiri ke dalam karya yang disebut dengan potret diri. Seorang seniman dapat melakukan banyak hal dengan potret diri, antara lain meninggalkan identitasnya sebagai seorang seniman di atas karya, mengeksplorasi teknik berkarya dengan memakai diri sendiri sebagai model, mendalami pemahaman mengenai dirinya sendiri baik secara fisik ataupun psikologis, serta mengekspresikan pemikiran-pemikiran atau masalah serta perasaan yang terjadi dalam dirinya. (http://www.artistdaily.com/blogs/artistdaily/archive/2013/ 05/10/what-artists-reveal-with-self-portraits.aspx) Pop Art, yang berkembang pada tahun 1950an mulai menggunakan aspek-aspek dari budaya masal seperti iklan, komik, dan objek sehari-hari. Karakter-karakter ikonik dari manga (komik) dan anime (kartun animasi) Jepang seperti Speed Racer dan Astro Boy juga telah digunakan dalam Pop Art. Manga dan anime Jepang juga mempengaruhi seniman Pop Art Jepang seperti Takashi Murakami. Sejumlah seniman muda seperti Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari memiliki ciri khas pada karya mereka yaitu subjek utama potret diri yang tidak foto realis, namun diekspresikan melalui gaya kartun dengan penyederhanaan bentuk seperti bentuk chibi khas gaya kartun Jepang. Hal ini menarik untuk diteliti karena penulis melihat bahwa kedua seniman tersebut memiliki latar belakang yang sangat berbeda, terutama dari segi latar belakang pendidikan. Namun, mereka memiliki kemiripan ciri khas dalam karya-karya mereka, yaitu membuat potret diri berbentuk chibi dengan unsur dekoratif tradisional khas Indonesia di dalamnya.

Berikut alur kerja penelitian. Astrini Isfandiari Adisoma Kajian Kritik Seni Pada Lukisan Portret Diri Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari Rumusan Masalah - Bagaimana visualisasi karya potret diri Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari? - Apa saja perbedaan dan persamaan potret diri kedua seniman? - Bagaimana latar belakang kedua seniman mempengaruhi karya seni mereka? Batasan masalah - Mengkaji potret diri dengan unsur chibi. - Visualisasi potret diri dan unsur-unsur rupa dalam karya kedua seniman. - Karya yang dibuat pada periode 2009 2011 - Lukisan dengan medium acrylic. - Hanya mengkaji karya yang dipadukan dengan unsur dekoratif Indonesia. Hipotesis Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari memiliki pengaruh animasi dan komik Jepang yang terlihat dari penyederhanaan bentuk potret diri mereka menjadi chibi dan warna yang cerah dan flat. Kedua seniman melakukan ekspresi diri melalui potret diri dengan gaya gambar pop Jepang, namun dipadukan dengan unsur dekoratif lokal untuk merefleksikan identitas mereka sebagai seniman Indonesia. Latar belakang kedua seniman membuat karya mereka memiliki perbedaan dari segi konsep, namun memiliki visualisasi karya yang cukup mirip dikarenakan ketertarikan keduanya terhadap budaya pop Jepang serta DKV. Pengumpulan data visual dan pustaka Wawancara Media cetak Internet Data karya seniman Data biografi seniman Teori: Kritik Seni Barret Analisa Kesimpulan Gambar 1. Alur Kerja Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dangan pendekatan kritik seni dan estetika. Penulis mencari sumber pustaka tentang sejarah perkembangan dan teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian, contohnya portrait, potret diri, pop culture, dan kritik seni. Sampel karya yang dipilih akan diurai menggunakan metode kritik seni Terry Barret. Kajian pustaka seperti buku-buku, penelitian, artikel ataupun essay mengenai karya seniman, biografi seniman, dan hasil wawancara akan dijadikan acuan untuk menganalisa pengaruh-pengaruh pada karya. Setelah itu penulis akan Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 2

membandingkan karya kedua seniman untuk menemukan persamaan serta perbedaan diantaranya, sehingga ditemukan sebuah kesimpulan yang dapat membuktikan hipotesa yang sudah dibuat. 2. Tinjauan Teori Potret Karya potret adalah penciptaan sebuah representasi visual yang memiliki kemiripan dengan manusia sesungguhnya dalam media yang beragam, termasuk didalamnya lukisan, drawing dan patung. Sejarawan seni rupa dari Barat menganggap masa Renaissans merupakan fase utama yang memiliki perkembangan portraiture dengan pesat. Contoh lukisan potret dalam masyarakat Inggris, Perancis dan Spanyol pada periode abad ke-16 abad ke-18 hampir seluruhnya merupakan sebuah proses penghormatan yang ditujukan untuk mengenang dan merayakan individu-individu yang berkuasa, kaya raya atau penting secara simbolis. Diantaranya adalah raja-raja dan bangsawan, tentara berpangkat tinggi, pegawai negri sipil, politikus, filsuf, paus dan uskup, pedagang, bankir, serta istri mereka. Potret Diri Gambar 2. Self-Portrait, Jean Fouquet, 1450 emas pada enamel Sumber: http://userpages.umbc.edu/~ivy/selfportrait/back.html Potret diri Jean Fouquet (c. 1450), merupakan sebuah gambar kecil yang dibuat dengan emas pada enamel hitam. Karya ini dipandang sebagai potret diri paling awal yang teridentifikasi dengan jelas dan merupakan karya tersendiri, bukan merupakan sebuah bagian dari karya lukis yang lebih besar. Sebuah potret diri sebagai proyeksi diri, mungkin telah dimulai dengan potret Fouquet, tapi seniman seperti Albrecht Dürer dan Parmigianino dikenal untuk eksplorasi rinci pencitraan mereka sendiri. Rembrandt menciptakan sejumlah besar potret diri melalui studi yang intensif tentang dirinya. Salah satu contoh terbesar dari potret diri sebagai studi tentang diri dapat dilihat dalam karya Frida Kahlo. Ia menggunakan medium lukis sebagai semacam terapi karena berbagai peristiwa yang terjadi di kehidupannya, seperti kecelakaan yang dialami semasa muda, perselingkuhan suami, dan ketika keguguran. Seniman menatap cermin dan berusaha untuk memahami identitas mereka. Mereka berusaha untuk menggambarkan citra masing-masing, baik itu untuk menunjukkan representasi fitur mereka yang jelas, sebuah perjalanan melalui masa lalu, atau sebuah alat untuk mengekspresikan emosi. Pop Art adalah gerakan seni yang muncul pada pertengahan 1950-an di Inggris dan di akhir 1950-an di Amerika Serikat. Pop art menyajikan sebuah tantangan untuk tradisi-tradisi seni rupa yaitu dengan menggunakan citra dari budaya populer dan budaya masal, seperti iklan, komik dan benda-benda keseharian. Dengan menciptakan lukisan atau patung dengan objek berupa benda-benda budaya masal dan bintang serta selebriti yang ada di media, gerakan Pop Art bertujuan untuk mengaburkan batas-batas antara seni tinggi dan rendah. Pop Art memberikan pengaruh bagi senimanseniman di dekade-dekade seterusnya, dan budaya populer merupakan materi yang mudah untuk diidentifikasi dan dipahami bagi pengamat dan masyarakat. (http://www.theartstory.org/movement-pop-art.htm) Animasi serta komik Jepang pun merupakan salah satu budaya populer yang telah menjadi konsumsi global yang sangat luas, serta menjadi ikon dari karya-karya seni seniman seperti Takashi Murakami. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 3

Gambar 3. Self-Portrait Of The Manifold Worries Of A Manifoldly Distressed Artist karya Takashi Murakami, 2012 Sumber: http://www.cavetocanvas.com/post/46037912446/takashi-murakami-self-portrait-of-the-manifold Chibi Chibi adalah sebuah istilah dalam bahasa slang Jepang yang dapat diartikan sebagai "orang yang pendek", kerdil, atau "anak kecil". Kata chibi telah memperoleh kepopuleran diantara penggemar manga (komik) dan anime (animasi) Jepang. Chibi biasanya digunakan dalam konteks yang lebih menekankan lucu atau imut. Pada berbagai anime dan manga, karakter chibi biasanya digunakan untuk menyampaikan humor, emosi yang ekstrim atau keimutan. Ini adalah gaya gambar di mana karakter menjadi seperti anak kecil, karena proporsi mereka lebih dekat dengan proporsi anakanak. Pada beberapa penggemar anime dan manga berbahasa Inggris, istilah lain yang umum digunakan untuk jenis karakter ini adalah Super Deformed, sebuah bentuk karikatur Jepang dimana proporsi dan fitur karakter didistorsi secara berlebihan. Gambar 4. Gambar Chibi Sumber: http://img1.wikia.nocookie.net/ cb20110118115939/fruitsbasket/images/d/dd/bleach-chibi-chibi-8861572-351-500.jpg Kritik Seni Kritik seni adalah proses analisa dan evaluasi karya-karya seni rupa dan seringkali dikaitkan dengan teori. Sifat kritik seni adalah dapat diinterpretasi, menyangkut usaha untuk memahami sebuah karya seni dari perspektif teoritis, dan menetapkan kepentingan karya tersebut dalam sejarah seni. Kritikus seni biasanya mengkritik seni dalam konteks estetika atau teori-teori keindahan. Tujuan dari kritik seni adalah mengincar sebuah dasar yang rasional untuk mengapresiasi seni. Terry Barrett, penulis Criticizing Art: Understanding the Contemporary, mendasarkan pendekatan kepada kritik seni pada beberapa kegiatan, yaitu deskripsi, interpretasi dan penilaian. - Deskripsi Dalam deskripsi, tujuan kritikus adalah untuk menyediakan informasi bagi pembaca mengenai karya seni dengan cara mendeskripsikan karya tersebut. Deskripsi dapat dibilang suatu kegiatan penjabaran secara lisan yang dilakukan oleh seorang kritikus agar fitur-fitur pada suatu karya dapat diperhatikan dan diapresiasi oleh pengamat. Melalui pengamatan yang hati-hati, informasi deskriptif dapat dikumpulkan dari dalam karya. Hal tersebut disebut informasi internal. Untuk tujuan pembelajaran, informasi deskriptif internal dapat dikelompokkan menjadi tiga topik yaitu subject matter, Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 4

medium, dan form. Kritikus juga menyediakan informasi deskriptif emengenai aspek-aspek yang tak terlihat dalam karya, yaitu termasuk informasi seperti fakta-fakta mengenai sang seniman atau waktu-waktu ketika karya tersebut dibuat. Hal ini disebut informasi eksternal. Interpretasi Barrett memberi kesan bahwa, meskipun semua saling tumpang tindih, "Interpretasi adalah kegiatan yang paling penting dari kritik, dan mungkin yang paling kompleks." (Barret, 2000: 87) Meskipun terjalin dengan deskripsi dan penilaian, interpretasi terhadap makna karya seni individual menjadi perhatian utama dalam kritik seni rupa kontemporer. Membuat interpretasi dengan penilaian keduanya merupakan kegiatan membuat keputusan, menyediakan alasan dan bukti atas keputusan-keputusan tersebut, dan memforulasikan argumen untuk suatu kesimpulan. Ketika kritikus menginterpretasi karya seni, mereka mencari cara untuk menentukan karya tersebut tentang apa. Penilaian Penilaian dan interpretasi merupakan dua kegiatan yang yang serupa namun membuahkan hasil yang berbeda. Penilaian merupakan argumen kritis mengenai nilai sebuah karya seni, dan selalu dibuat berdasarkan alasan-alasan yang berdasarkan kriteria-kriteria yang dapat diuraikan. Kritikus menilai sebuah karya seni untuk para pengamat dan pembaca, bukan untuk seniman yang menciptakan karya tersebut. Kritikus mencoba untuk membujuk pembaca untuk mengapresiasi, atau bahkan tidak mengapresiasi karya sebagaimana mereka melakukannya, dengan alasan-alasan tertentu. 3. Radi Arwinda, Amalia Kartika Sari dan Karyanya Radi Arwinda Radi Arwinda lahir di Bandung pada tanggal 24 Juli 1983. Ayahnya, Haryadi Suadi, adalah seorang seniman asal Cirebon yang juga merupakan staf pengajar di FSRD ITB. Radi menekuni Sekolah Dasar di Priangan, lalu menempuh SMP dan SMA di Taruna Bakti. Selama masa sekolahnya, Radi banyak menggemari budaya visual populer seperti komik-komik Jepang dan Amerika. Radi lalu menempuh pendidikan seni rupa di FSRD ITB pada tahun 2001. Radi mengeksplor idiom potret diri ketika belajar tentang simbolisme di jurusan seni lukis. Pada saat itu Radi mengaku sedang tertarik pada karya-karya potret diri Agus Suwage. Sejak saat itu Radi pun melukiskan potret diri sebagai subjek utama dalam sebagian besar karya-karyanya. Dalam karya potret dirinya itu Radi selalu menggabungkan unsur tradisional yang terinspirasi oleh lukisan kaca Cirebon dalam karya-karyanya. Radi sudah banyak mengikuti pameran bersama maupun pameran tunggal di dalam dan di luar negeri. Hal-hal serta tema yang dilukiskan Radi selalu mengenai hal-hal yang dekat dengan kehidupannya, contohnya budaya pop dan budaya tradisional Cirebon. Kedua unsur tersebut digabungkan menjadi karya dengan visualisasi yang menarik; komposisi lukisan yang berdasarkan lukisan kaca Cirebon, motif mega mendung dan wadasan di latar belakang lukisan, warna-warna cerah yang menyerupai baik lukisan kaca maupun visual pop Jepang, gaya yang imut dan bernuansa kartun, seperti bentuk subjek yang sederhana, outline hitam yang tegas, warna yang flat dan cerah, serta ekspresi wajah yang ceria. Latar belakang seni rupa dari keluarganya serta pendidikan formal yang ia tempuh mempengaruhi konsep berkarya Radi secara signifikan. Selain sebagai media untuk berekspresi, Radi menggunakan seni rupa sebagai alat untuk menyampaikan pemikiran kritisnya mengenai budaya. Radi menciptakan sebuah istilah untuk mendeskripsikan karyanya yaitu N. G. P. T., sebuah singkatan dari Neo Genre of Pop and Tradition, dimana budaya Barat dan Timur merupakan satu kesatuan, bukannya dua hal yang bertolak belakang. Salah satu tema yang sering diangkat Radi dalam karya-karyanya adalah mengenai budaya instan. Radi sendiri melakukan kritik diri melalui karya-karyanya dengan mengangkat budaya instan yang ada dalam hidupnya sendiri. Radi lalu mencari idiom budaya instan tersebut dari ranah tradisi dan menggunakan tema ritual pesugihan dalam karya-karyanya. Amalia Kartika Sari Amalia Kartika Sari lahir di Bandung, 17 April 1987. Sedari kecil, Amalia mengaku sudah suka menggambar walaupun tidak ada anggota keluarganya yang berkecimpung dalam dunia seni rupa. Sewaktu kecil, Amalia banyak membaca Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 5

komik-komik Jepang mulai dari komik Doraemon, Dragon Ball, hingga Miiko. Amalia menempuh Sekolah Dasar di SD Tunas Jaka Sampurna, SMP Al-Azhar Kemang Pratama, SMA 81 Jakarta Timur, dan SMA 22 Bandung. Amalia masuk FSRD ITB pada tahun 2005 dan mengambil jurusan Desain Grafis di Departemen Desain Komunikasi Visual ITB. Menurut dosen-dosennya, Amalia merupakan mahasiswa yang rajin dan memiliki ciri khas yang kuat di bidang layouting dan ilustrasi, terutama dalam character design. Amalia telah menyelenggarakan pameran tunggalnya, Happily (N) ever After pada tahun 2010 yang diadakan di Jakarta, diikuti dengan pameran tunggal selanjutnya yaitu Just Married pada tahun 2011. Pameran Just Married diselenggarakan setelah pernikahannya dengan kekasihnya, Yurra Yudhistira. Amalia menggunakan potret dirinya dan kekasihnya di sebagian besar karyanya.s Karya-karya Amalia terlihat seperti lukisan digital berbentuk vector namun sebenarnya merupakan lukisan dengan medium akrilik yang dibingkai dengan pigura ukiran kayu ataupun laser cut detail yang dibuat satu tema dengan lukisannya. Ciri khas karya Amalia adalah warna-warna yang cerah, gaya gambar sederhana yang menyerupai kartun chibi Jepang dengan wajah ekspresif dan detail ornamen yang banyak pada latar belakang. Konsep karya Amalia berkisar pada kehidupan pribadi dan kesehariannya. Sebagai lulusan DKV, Amalia mengaku terbiasa menggambar dengan objek yang lucu, menarik, dan selalu berusaha membuat karya yang komunikatif dengan cara menggunakan gaya gambar yang imut, warna yang cerah, serta atribut-atribut yang menggambarkan tema lukisan tersebut dengan jelas. Hal itu dapat terlihat dari karyakarya Amalia yang sangat ilustratif, naratif, dan gampang dimengerti oleh pengamat melalui subject matter yang dilukiskan serta judul yang menarik dan provokatif yang biasanya menjelaskan secara detail tema yang diangkat dalam karya. 4. Analisa Karya Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari Dalam analisa karya Radi, penulis akan memilih dua set karya dari seri Sugih. Yang pertama adalah 5 karya yaitu Lolo, Lengleng, Ranran, Tektek, dan Juljul. Yang kedua juga terdiri dari 5 buah karya yang identik yaitu Maneki Lolo, Maneki Lengleng, Maneki Ranran, Maneki Tektek, dan Maneki Juljul. Gambar 5. Lengleng, Tektek, Lolo, Ranran, dan Juljul dari seri Sugih oleh Radi Arwinda 170 x 120 cm, akrilik di atas kanvas Sumber: http://radiarwinda.com Gambar 6. Maneki Lengleng, Maneki Tektek, Maneki Lolo, Maneki Ranran, dan Maneki Juljul oleh Radi Arwinda 170 x 120 cm, akrilik di atas kanvas Sumber: http://radiarwinda.com Seluruh lukisan Radi Arwinda memiliki sebuah kesamaan yaitu pada format dan layout lukisan. Dalam semua lukisannya, latar belakang dihiasi oleh motif mega mendung dan wadasan serta border yang memiliki ornamen. Motif tersebut merupakan unsur dekoratif yang banyak terdapat pada lukisan kaca Cirebon. Selain dari lukisan kaca, border Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 6

yang digambarkan Radi juga terinspirasi dari action figure yang digemarinya. Oleh karena itu, untuk menyempunakan dan menambah nilai estetis pada lukisannya, Radi membuat sebuah border di setiap lukisannya yang berhiaskan ornamen serta bunga yang sederhana. Radi sebagai subjek dalam tiap lukisan memegang sebuah koin emas. Koin emas yang ia pegang merupakan simbolisasi dari inti ritual pesugihan, yaitu untuk mendapatkan harta atau uang dengan cara instan. Semua kostum hewan yang dipakai oleh Radi memiliki mata putih yang kosong dikarenakan subjek utama adalah Radi sendiri, dan kostum tersebut hanya merupakan atribut. Kostum yang dipakai oleh Radi menganalogikan budaya instan yang ada dalam hidupnya untuk menunjukkan bahwa hal instan itu menjadi suatu yang sudah mendarah daging dan ia gunakan setiap hari, seperti sudah membaju. Dalam setiap lukisan, Radi tersenyum dan menunjukkan ekspresi yang ceria. Hal itu melambangkan bahwa ia menerima dan merayakan budaya instan tersebut, bukannya menolaknya. Lukisan-lukisan Radi merupakan sebuah contoh yang baik akan karya seni yang mengangkat budaya modern dan tradisi pada saat yang bersamaan. Radi melalui karya-karyanya dapat menarik minat masyarakat modern dan anak muda akan nilai-nilai tradisi yang sudah mulai dilupakan dengan mengambil bentuk budaya pop yang sudah sangat akrab di kehidupan mereka dan mengaitkannya dengan budaya tradisi Indonesia. Karya-karya Radi mengingatkan kita bahwa tidak hanya dirinya saja yang tumbuh dengan dua jenis budaya yang saling terjalin, namun kita semua juga hidup dengan dua kebudayaan atau lebih, baik itu tradisi dari negara sendiri, tradisi dari negara lain, ataupun budaya modern. Dalam analisa karya Amalia, penulis memilih karya Srikandi & Arjuna, Roro Jonggrang, Reog, Tricky Timun Mas, Hanomanohara, dan Handcuff Me, Secure Me (Loro Blonyo). Gambar 7. Srikandi & Arjuna 100 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + laser cut acrylic frame Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/ Gambar 8. Roro Jonggrang 200 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + laser cut stainless frame Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/ Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 7

Gambar 9. Reog 200 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + carved wooden frame Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/ Gambar 10. Tricky Timun Mas 200 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + carved wooden frame Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/ Gambar 11. Hanomanohara 130 x 130 cm, akrilik di atas kanvas + carved wooden frame Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/ Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 8

Gambar 12. Handcuff Me, Secure Me (Loro Blonyo) 100 cm x 100 cm, akrilik di atas kanvas Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/ Pendidikan yang ditempuh oleh Amalia yaitu Desain Komunikasi Visual memberi pengaruh besar terutama pada visualisasi dan konsep karya-karyanya. Lukisan yang diciptakan Amalia sangat naratif dan ilustratif, yang digambarkan dengan visualisasi yang menarik mata seperti bentuk chibi yang imut, unsur dekoratif yang mendetail, serta menggunakan warna-warna yang cerah. Tema yang diangkat oleh Amalia juga direfleksikan oleh judul-judul karyanya yang cukup provokatif dan komunikatif, serta memberikan pemahaman lebih mendalam akan tema karya yang dibuat. Dengan atribut-atribut itu, karya Amalia menarik untuk dilihat serta mudah untuk dimengerti bagi pengamat. Lukisan Amalia memiliki daya tarik yaitu pada detail hiasan yang begitu kompleks dan rapi yang menunjukkan skill melukis Amalia yang cukup mengesankan. Meskipun begitu, banyaknya detail menjadikan visualisasi lukisan Amalia cukup ramai, dan dapat membuat pengamat dapat melewatkan beberapa detail penting. Hal tersebut dikarenakan oleh gaya gambar yang flat serta tidak adanya outline yang membatasi objek sehingga bidang gambar dan warna-warnanya terlihat menyatu. Pada setiap lukisan, Amalia tidak hanya melukiskan dirinya sendiri, namun ia selalu menempatkan sosok Yurra di sampingnya. Ia mengeksplorasi hubungannya dengan Yurra dan mengekspresikan perasaan yang ia alami ketika bersama kekasihnya itu. Namun dengan begitu pengamat belum tentu dapat merenung, berempati atau menghubungkan diri mereka dengan karya-karya Amalia dikarenakan tema-tema karya Amalia yang sangat personal. Meskipun begitu, salah satu daya tarik dari lukisan Amalia adalah tema yang diangkat untuk karya dapat diterima dan dipahami dengan mudah oleh pengamat, seperti folklore. Folklore yang ia pilih untuk dibahas di dalam karyanya merupakan cerita-cerita yang cukup populer dan mainstream, contohnya Legenda Candi Prambanan, Mahabarata, Timun Mas, dan lain sebagainya. Dari visualisasi lukisan serta judul karya yang menarik dan komunikatif, pengamat dapat dengan mudah memahami tema-tema yang dibahas oleh Amalia. Tabel 1. Perbandingan visual karya Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 9

Penulis menganalisa perbedaan dan persamaan antara kedua seniman. Pertama adalah persamaan antara ciri khas visual karya kedua seniman. Radi dan Amalia menggunakan bentuk kartun chibi khas Jepang untuk menggambar potret diri mereka. Baik Radi dan Amalia menggunakan cat akrilik untuk membuat warna-warna blok yang cerah, dan tidak menggunakan teknik gradasi pada warna, tekstur, ataupun brushstroke dalam lukisan mereka. Karya kedua seniman memiliki kesan yang flat dan tidak menggunakan shading ataupun pencahayaan yang signifikan dalam lukisannya yang menyebabkan tidak adanya kesan dimensi. Tema karya kedua seniman ini cenderung personal. Tema karya Radi tentang hal-hal mistis dan tema karya Amalia mengenai folklore, keduanya merupakan cerita-cerita yang mereka nikmati sewaktu kecil. Kedua seniman selalu menggambarkan ekspresi yang ceria pada potret diri mereka. Keduanya ingin agar karya mereka komunikatif dan dapat diterima dengan mudah oleh para pengamatnya. Potret diri mereka selalu memakai sebuah kostum. Hal ini merupakan sebuah simbolisasi dimana kostum yang mereka pakai melambangkan hal-hal, sifat-sifat, atau atribut- atribut yang mencerminkan diri mereka masingmasing. Perbedaan-perbedaan yang ada pada karya kedua seniman pun banyak yang ditemukan oleh penulis. Lukisan Radi menggunakan outline hitam yang cukup tegas pada pembentukan objek-objeknya, sedangkan Amalia hampir tidak menggunakan outline sama sekali. Lukisan-lukisan Radi terlihat lebih sederhana, yaitu dengan menggunakan satu warna yang polos untuk latar belakangnya, disertai sedikit motif dan sebuah border yang berwarna polos. Sedangkan dalam lukisan Amalia, latar belakang dipenuhi dengan berbagai ornamen yang penuh dengan detail dan warna-warni. Bingkai lukisan Radi merupakan bingkai sederhana yang tipis dan tidak mempengaruhi visualisasi lukisan secara signifikan. Sedangkan pada karya Amalia, bingkai-bingkai Amalia penuh dengan ornamen dan dibuat secara custom oleh pemahat di sebuah workshop. Ciri khas unsur dekoratif tradisional Indonesia yang terdapat pada karya Radi adalah budaya Cirebon, namun unsur dekoratif tradisional Indonesia yang terdapat pada karya Amalia tidak merepresentasikan daerah tertentu dan bervariasi. Jenis motif yang terdapat pada karya Amalia tergantung pada tema dari karyanya saja. Karya Radi memiliki suatu komposisi yang sama dalam setiap lukisannya. Dalam karya-karya Amalia, setiap karya memiliki komposisi yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan tema karyanya. Radi hanya melukiskan dirinya sendiri, sedangkan Amalia kerap kali melukiskan dirinya dengan kekasihnya, Yurra. Selain aspek visual, Radi dan Amalia juga memiliki beberapa persamaan dan perbedaan aspek dari latar belakang kehidupan mereka. Berikut adalah persamaan latar belakang kedua seniman. Kedua seniman lahir dan tumbuh di Bandung. Keduanya lahir pada era 80an dan banyak mengkonsumsi budaya pop Jepang yang sedang marak sewaktu mereka kecil pada masa 80an dan 90an, khususnya komik Jepang yang disebut dengan manga. Keduanya mengaku dipengaruhi oleh komik Dragon Ball dan juga oleh seniman Jepang Takashi Murakami. Oleh karena itu gaya gambar mereka memiliki ciri khas manga Jepang yang kuat. Keduanya memilih untuk berkarya dengan gaya chibi dikarenakan bagi mereka chibi merupakan gaya gambar yang paling nyaman untuk digunakan serta lebih mudah untuk membantu mengekspresikan pemikiran serta perasaan mereka. Kedua seniman juga memiliki ketertarikan terhadap bidang Desain Komunikasi Visual. Amalia merupakan lulusan DKV sedangkan sebelum masuk seni lukis, pilihan pertama Radi ketika penjurusan kuliah adalah DKV. Agus Suwage, seniman yang karyanya digemari oleh Radi, juga merupakan seniman dengan latar belakang desain grafis. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 10

Astrini Isfandiari Adisoma Dalam eksekusi karya, baik Radi maupun Amalia terlebih dulu membuat sketsa dengan bantuan software program komputer yaitu Corel Draw. Sketsa tersebut kemudian dipindahkan ke kanvas untuk eksekusi dengan cat akrilik. Kedua seniman juga memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Latar belakang pendidikan serta keluarga menjadi aspek yang membedakan karya Radi dan Amalia secara signifikan. Radi yang berasal dari keluarga yang kuat akan seni rupa dan tradisi Cirebon memberikan pengaruh yaitu pada kepekaan Radi yang cukup tinggi terhadap isu-isu budaya di sekitarnya yang kemudian diangkatnya menjadi karya seni. Namun sebagai anak yang tumbuh di era yang modern, tradisi yang didapatnya dari rumah serta budaya modern yang ada di lingkungannya menjadi sama pentingnya dan melebur menjadi budaya baru yang menjadi identitas bagi Radi dan juga menjadi konsep berkaryanya yaitu Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T.). Radi yang memiliki pendidikan seni rupa juga melakukan kritik diri, pencampuran budaya serta penggunaan simbol yang kuat dalam karya-karyanya. Lukisan-lukisan Radi memiliki visualisasi yang lebih sederhana ketimbang Amalia, dikarenakan oleh konsep karya-karyanya yaitu fokus kepada pembahasan mengenai budaya. Amalia di lain pihak, tidak memiliki anggota keluarga yang berkiprah di dunia kesenian. Pendidikannya di Desain Komunikasi Visual memberi pengaruh yaitu karyanya menjadi sangat komunikatif dan memiliki ciri khas ilustrasi yang sangat kuat. Walaupun tidak memiliki konsep karya yang melakukan kritik diri atau kritik sosial seperti karya Radi, namun Amalia dapat mengkomunikasikan maksudnya dengan sangat baik melalui karya-karyanya serta dapat menarik minat pengamat melalui tema-tema yang dekat dengan masyarakat seperti dongeng dan folklore yang dikenal secara luas. Amalia juga memiliki kecenderungan untuk menghias dan memenuhi bidang gambar dengan ornamen yang detail, yang selain berguna untuk memperindah karya, juga berguna untuk menarik pengamat serta menunjukkan ciri khas dari karya-karya Amalia. 5. Penutup / Kesimpulan Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari keduanya memiliki banyak kesamaan dari segi latar belakang kehidupan masing-masing maupun dari segi karya yang dihasilkan. Radi dan Amalia keduanya lahir di Bandung, pada era 80an, dimana budaya pop Jepang sedang marak di Indonesia dan menjadi sesuatu yang banyak dikonsumsi oleh keduanya semasa mereka tumbuh, terutama lewat media cetak seperti komik Jepang atau yang disebut dengan manga. Secara visual, karya mereka menunjukkan pengaruh budaya pop Jepang yang sangat kuat, yaitu dari penggambaran potret diri mereka menggunakan bentuk kartun chibi Jepang, dengan warna-warna cerah yang flat serta detail-detail seperti ekspresi yang ceria, dan bentuk keseluruhan visual yang imut dan juga menarik mata. Meskipun memiliki beberapa kesamaan dari segi latar belakang dan visualisasi karya, kedua seniman juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan paling besar antara kedua seniman adalah keluaga masing-masing dan pendidikan yang ditempuh. Radi merupakan putra dari seniman dan dosen Haryadi Suadi, dan sudah terekspos oleh seni rupa serta budaya tradisional sedari kecil, yang memberikan pengaruh yang kuat dalam visualisasi karya-karyanya. Pendidikannya di program Sarjana dan Magister seni rupa pun mempengaruhi karya-karya Radi terutama pada segi konsep. Radi memiliki konsep meleburkan dua budaya yang ia beri nama N. G. P. T. atau Neo Genre of Pop and Tradition. Selain ekspresi diri, Radi juga melakukan kritik diri dan sosial khususnya mengenai budaya instan dan mass culture. Di lain pihak, Amalia berasal dari keluarga yang tidak berkecimpung dalam bidang seni atau desain. Konsep karya Amalia kebanyakan berkisar antara kesehariannya dan mengekspresikan hubungannya dengan kekasihnya, Yurra. Pendidikan DKV Amalia juga memberikan pengaruh yaitu karya-karya seninya yang sangat ilustratif dan komunikatif. Hal tersebut membeikan kemudahan bagi pengamat untuk mengerti dan menerima karya-karya Amalia. Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir* Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir* ini disupervisi oleh pembimbing Nuning Y. Damayanti. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 11

Daftar Pustaka Astrini Isfandiari Adisoma Barret, T. 1994. Criticizing Art Understanding The Contemporary. California: Mayfield Publishing Company. Harris, J. 2006. Art History The Key Concepts. New York: Routledge. Feldman, E. B. 1967. Art As Image And Idea. New Jersey Prentice-Hall Incorporation. Schneider, N. 2002. The Art Of The Portrait. Italy: Taschen. Setiawan, H. 2011. Kajian Kritik Seni Pada Karya Radi Arwinda. Program Studi Seni Rupa FSRD ITB. Irianto, A. J. 2010. Katalog Pameran Tunggal Radi Arwinda: Sugih. Jakarta: SIGIarts Gallery. Supangkat, J. 2011. Katalog Just Married. Jakarta: Artworks Management-Puri Art Gallery. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 12

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING TA Bersama surat ini saya sebagai pembimbing menyatakan telah memeriksa dan menyetujui Artikel yang ditulis oleh mahasiswa di bawah ini untuk diserahkan dan dipublikasikan sebagai syarat wisuda mahasiswa yang bersangkutan. Nama Mahasiswa NIM Judul Artikel diisi oleh mahasiswa Nama Pembimbing Rekomendasi Lingkari salah satu 1. Dikirim ke Jurnal Internal FSRD 2. Dikirim ke Jurnal Nasional Terakreditasi 3. Dikirim ke Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi 4. Dikirim ke Seminar Nasional 5. Dikirim ke Jurnal Internasional Terindex Scopus 6. Dikirim ke Jurnal Internasional Tidak Terindex Scopus 7. Dikirim ke Seminar Internasional 8. Disimpan dalam bentuk Repositori diisi oleh pembimbing Bandung,.../.../... Tanda Tangan Pembimbing : Nama Jelas Pembimbing : Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 13