BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurun waktu 30 tahun terakhir, negara-negara industri mulai berpendapat bahwa pertanian modern yang memberikan hasil panen tinggi ternyata menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Teknologi pertanian modern yang dimaksud adalah : penggunaan varietas unggul berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia/sintetis, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil (Sutanto, 2002). Sejalan dengan meningkatnya bahaya yang ditimbulkan oleh pertanian modern, seperti pestisida, herbisida, dan pupuk kimia terhadap lingkungan, maka dampak negatif pertanian modern mulai mendapatkan perhatian yang serius, meskipun pakar lingkungan mulai memperhatikan masalah yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia sejak 20 tahun sebelumnya. Perhatian terhadap dampak penggunaan pupuk kimia mulai nampak pada akhir tahun tujuh puluhan, setelah residu pupuk terutama nitrogen mulai diketahui mencemari air tanah sebagai sumber air minum sehingga akan membahayakan kesehatan manusia. Hal-hal tersebut tidak akan terjadi apabila secara bertahap menerapkan sistem pertanian organik. Pertanian organik akan selalu berjalan dengan pengembangan pertanian yang menggunakan masukan teknologi rendah (low input technology) dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Menurut Sutanto (2002), penerapan pertanian organik merupakan perwujudan kondisi ekologi yang berdasarkan pada : (1) memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah. (2) optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara. (3) membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan perlakuan preventif. (4) pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung. 1
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa salah satu komponen penting pertanian organik adalah penggunaan pupuk organik. Pupuk organik sangat baik untuk pertumbuhan tanaman, karena dapat memberi asupan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik juga bermanfaat memperbaiki sifat kimia tanah, sifat fisika tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap air, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, dan meningkatkan hasil panen. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari makhluk hidup yang mudah terurai, dan tidak memberikan dampak buruk bagi tanah dan lingkungan (Parnata, 2004). Berdasarkan bentuk fisiknya, pupuk dibedakan menjadi pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk padat berbentuk remah, butiran, atau kristal. Pupuk cair dalam bentuk konsentrat atau cairan. Pupuk padatan biasanya diaplikasikan ke tanah/media tanam, sementara pupuk cair diberikan secara disemprot ke tubuh tanaman (Anonim a, 2012). Salah satu jenis pupuk organik yang berbentuk padatan adalah kompos. Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Kompos sebagai produk proses penguraian bahan organik memiliki sifat-sifat yang baik untuk menyuburkan tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanaman, namun sifat-sifat kompos masih tergantung pada tingkat kematangannya (Suzuki et al., 2004). Menurut Sutedjo (2008), pertimbangan-pertimbangan mengapa bahan organik segar harus dikomposkan adalah : a. Struktur bahan organik segar yang dibenamkan ke dalam tanah masih kasar dan daya ikat terhadap air masih kecil. Sehingga pembenaman bahan-bahan organik segar dalam tanah, terutama tanah-tanah yang ringan dan berpasir dapat menjadikan tekstur tanah tersebut menjadi terurai. b. Bahan organik segar yang dibenamkan ke dalam tanah sedikit memberikan humus serta unsur hara ke dalam tanah, padahal humus dan unsur hara sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 2
c. Proses pengomposan mampu mematikan biji-biji gulma, telur, serta larva hama tanaman dan benih penyakit tanaman yang terangkut bersama bahanbahan organik, dikarenakan panas yang ditimbulkan. d. Pupuk kompos berperan sebagai soil ameliorator, yaitu meningkatkan kapasitas tukar kation pada tanah tegalan maupun tanah sawah. e. Pupuk kompos berfungsi memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan hayati tanah. Kompos berasal dari bahan-bahan organik, berupa tumbuhan sisa hasil pertanian maupun organisme lain yang telah mengalami proses dekomposisi dalam waktu relatif lama, maka untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan suatu cara untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehingga dapat segera digunakan sebagai pupuk kompos untuk memenuhi kekurangan unsur hara tanah yang nantinya digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cara mempercepat proses dekomposisi bahan organik adalah dengan menggunakan bioaktivator. Bioaktivator merupakan konsorsia mikroba perombak selulosa dan lignin dengan fungsi metabolik yang komplementer merombak dan mengubah residu organik menjadi bahan organik tanah, serta menyuburkan tanah. Penggunaan biodekomposer pada residu bahan organik pertanian mampu mengubah lingkungan mikro tanah dan komunitas mikroba menuju peningkatan kualitas tanah dan produktivitas tanaman. Menurut Zucconi dan Bertoldi (1987) beberapa dekomposer yang berfungsi sebagai pengurai bahan organik meliputi bakteri, Actinomycetes, fungi, algae, dan protozoa. Mikroorganisme tersebut dapat ditumbuhkan dan dibiakkan pada medium yang sesuai susunannya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat tumbuh baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anorganik ditambah sumber karbon organik seperti gula atau molase (Zucconi dan Bertoldi, 1987). 3
Selain gula atau molase yang dijadikan sebagai sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme, dapat pula digunakan sumber karbon organik lainnya yaitu fruktosa. Fruktosa adalah jenis pemanis alami yang dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui reaksi enzimatis. Digunakannya fruktosa sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dekomposer adalah sebagai penyedia energi yang dapat digunakan secara instan oleh mikroorgnisme pengurai. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : 1. Berapa konsentrasi fruktosa yang paling baik terhadap kualitas pupuk 2. Berapa frekuensi injeksi fruktosa yang paling baik terhadap kualitas pupuk 3. Bagaimana kombinasi dua perlakuan tersebut terhadap kualitas pupuk C. Tujuan Dari perumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini, antara lain : 1. Mengetahui konsentrasi fruktosa yang paling baik terhadap kualitas pupuk 2. Mengetahui frekuensi injeksi fruktosa yang paling terhadap kualitas pupuk 3. Mendapatkan kombinasi konsentrasi frekuensi injeksi fruktosa untuk menghasilkan pupuk kompos fermentasi yang baik. 4
D. Hipotesis 1. Diduga konsentrasi fruktosa 3 gram/ml air merupakan konsentrasi yang paling baik terhadap kualitas pupuk 2. Diduga frekuensi injeksi fruktosa tiga kali injeksi pada umur pengomposan 5, 10, 15 hari merupakan frekuensi yang paling baik terhadap kualitas pupuk 3. Diduga kombinasi perlakuan konsentrasi 3 gram/ml air dengan perlakuan frekuensi injeksi fruktosa tiga kali yaitu pada umur pengomposan 5, 10, 15 hari adalah kombinasi perlakuan untuk mendapatkan pupuk kompos fermentasi yang berkualitas baik. E. Manfaat Penelitian Dengan ditemukannya kombinasi antara konsentrasi fruktosa dan frekuensi injeksi pada pembuatan pupuk kompos fermentasi diharapkan bisa membantu petani dalam menghasilkan pupuk kompos fermentasi yang berkualitas baik, dalam waktu singkat, sehingga petani bisa membuat secara mandiri. Selain itu penggunaan pupuk anorganik dapat dikurangi yang diharapkan dapat mereduksi efek negatif pupuk anorganik guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi petani dan mendukung pertanian organik yang berkelanjutan. 5