BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

dokumen-dokumen yang mirip
Data Reduksi, Data Display / Penyajian Data, Data Verifikasi / Pemeriksaan Kembali Pengulangan Data, Data Konklusi/Perumusan Kesimpulan. Hasil Penelit

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB III PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN AL QARDH. Pensyaratan adanya jaminan sebelum diadakan pembiayaan diterapkan oleh

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

Pembebanan Jaminan Fidusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

B AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) dalam

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat. Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun

BAB III UPAYA HUKUM BAGI BANK ATAS KREDIT YANG DIJAMIN DENGAN OBLIGASI KORPORASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

PERANAN NOTARIS DALAM PENGIKATAN AGUNAN DENGAN HAK TANGGUNGAN ( STUDI KASUS PADA KSPPS BMT BAHTERA KOTA PEKALONGAN )

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

Transkripsi:

1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. Jaminan menurut buku pintar ekonomi syariah, adalah harta yang ditempatkan sebagai agunan untuk pembayar atau kesanggupan atas suatu kewajiban. Aset ini adalah milik peminjam atau pihak yang berutang. Jika peminjam gagal memenuhi kewajibannya, aseet ini akan diambil alih oleh bank dan akan dijual untuk memenuhi perjanjian kontraknya. Jaminan yang biasanya dapat digunakan sebagai agunan pembiayaan/kredit adalah barang dagangan, surat berharga, aktiva tidak berwujud dan hasil usaha. Kas agunan yang dijaminkan kepada bank dapat pula berupa aseet yang didanai, seperti kredit dijamin dengan persediaan atau piutangnya, pada pemberian kredit, rumah yang dibeli dijadikan sebagai agnannya (collateral). 1 Jaminan dipakai oleh pihak BMT Istiqomah Unit II Plosokandang sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan atau sisa dari pembiayaan, ketika pihak nasabah gagal memenuhi kewajibannya/wanprestasi. Dalam prakteknya, nasabah diwajibkan untuk menyerahkan jaminan kepada BMT Istiqomah Unit II Plosokandang sebagai syarat pembiayaan yang diajukan. Jaminan tersebut bisa berupa BPKB motor atau mobil, atau bisa juga dengan akta/sertipikat tanah. 1 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010). Hal. 366

2 Pada penelitian ini, yang dikaji yaitu adanya jaminan yang berupa akta/sertipikat tanah, yang dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah jaminan hak tanggungan. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. 2 Dalam pelaksanaanya, jaminan hak tanggungan ini telah memberikan kemudahan bagi pihak nasabah. Karena yang diserahkan hanyalah hak kepemilikan dari benda tersebut, atas dasar kepercayaan dan dengan ketentuan bahwa benda dengan hak kepemilikan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. Jadi prosesnya, pihak nasabah dan BMT Istiqomah Unit II Plosokandang saling ridho/rela untuk melakukan perjanjian pembiayaan tersebut. Kemudian syarat-syarat yang harus diserahkan oleh pihak nasabah ke kantor BMT Istiqomah Unit II Plosokandang antara lain: Foto copy KTP suami istri (bagi yang sudah menikah), foto copy kartu keluarga (KK), foto copy barang bukti jaminan (akta / sertifikat tanah, atau STNK dan BPKB). Selain menandatangani perjanjian pembiayaan sebagai perjanjian pokok, bagi nasabah yang dianggap mengkhawatirkan / nilai pinjaman di atas 50 juta juga diharuskan untuk menandatangani perjanjian accesoir (tambahan) 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

3 untuk mengikat jaminan tersebut di kantor notaris. Bagi nasabah yang dianggap resiko kecil terjadinya wanprestasi dan nilai pembiayaan di bawah 50 juta tidak ada perjanjian accesoir (tambahan). Perjanjian accesoir (tambahan) adlh perjanjian ikutan dan keberadaanya dimaksudkan untuk mendukung perjanjian pokoknya, sehingga jika perjanjian/akad pokok hapus, perjanjian accesoir (hak tanggungan, gadai, fidusia, penanggungan, hipotek kapal dan cesie) juga turut hapus. Perjanjian accesoir dibuat berdasarkan perjanjian pembiayaan yang bersangkutan, oleh karena itu perjanjian accesoir tersebut harus menunjuk perjanjian pembiayaan sebagai perjanjian pokoknya. 3 Untuk mendaftarkan jaminan hak tanggungan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional, prosesnya melalui kantor notaris. Sehingga dalam hal ini, pihak BMT Istiqomah Unit II Plosokandang bekerja sama atau mewakilkannya kepada pihak Kantor Notaris Sri Areni, S.H., MM., untuk pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan melegalkan jaminan tersebut dengan cara mendaftarkannya ke kantor BPN Tulungagung, dengan tujuan agar jaminan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap, jika suatu saat debitur wanprestasi untuk mengajukan eksekusi jaminan harus ditingkatkan menjadi Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) keudian bisa diajukan eksekusi jaminan. Jadi, Faktor-faktor yang mendukung BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung sebagai berikut : 1. Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib 3 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar...,hal. 646

4 didaftarkan di Kantor Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan dan mempermudah pihak ketiga mengontrol apabila terjadi pengalihan benda jaminan. 2. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi pihak kreditur apabila debitur wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya. Faktor-faktor yang menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung sebagai berikut: 1. Biaya SKMHT atau APHT memberatkan nasabah. 2. Proses pembiayaan menjadi agak lama karena pencairan menunggu SKMHT di daftarkan di BPN. 3. Ketika objek jaminan dicatatkan kemudian terjadi wanprestasi, maka BMT melakukan eksekusi jaminan, image BMT menjadi jelek karena melakukan eksekusi jaminan. 4. Yang diinginkan nasabah proses pembiayaan cepat, mudah dan biaya ringan. B. Perlindungan hukum bagi BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur yang tidak mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan kepada Kreditur dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan saat debitur wanprestasi menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

5 Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur ketika debitur wanprestasi terdapat dalam bentuk perjanjian kredit, dimana berdasarkan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dijelaskan bahwa Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang dapat dibuat dengan akta di bawah tangan maupun akta autentik tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian tersebut. Akta di bawah tangan yang merupakan salah satu bentuk perjanjian kredit dalam prakteknya memiliki beberapa kelemahan, antara lain debitur menyangkal untuk mengakui tanda tangan yang ia bubuhkan pada saat penandatanganan perjanjian kredit yang akan melemahkan posisi bank sebagai kreditur apabila diperkarakan di pengadilan, hilangnya arsip atau file serta kekurangan data-data dalam pelaksanaan perjanjian kredit, sehingga menurut penulis yang lebih memberikan perlindungan hukum adalah akta autentik yang berbentuk Akta Pemberian Hak Tanggungan yang berisikan janji-janji guna melindungi hak kreditur. Akta ini akan lebih tegas dan jelas di dalam menjamin hak kreditur apabila telah dilakukan pendaftaran pada Kantor Pertanahan dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, diterbitkanlah Sertifikat Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan, dimana Sertifikat ini memiliki irah-irah yang memiliki kekuatan eksekutorial sama seperti putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Sertifikat ini berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan eksekusi apabila di

6 kemudian hari debitur melakukan wanprestasi atau mengingkari janjinya untuk melunasi hutangya. Penafsiran Ketentuan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah yang memberikan Perlindungan Hukum kepada Kreditur ketika Debitur wanprestasi. Dalam suatu perjanjian kredit yang dilakukan antara pihak kreditur dan debitur, tidak menutup risiko adanya tindakan wanprestasi dari pihak debitur, sehingga diperlukan jaminan kebendaan guna menjamin pelunasan piutang debitur. Jaminan yang paling banyak digunakan umumnya adalah hak atas tanah yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dimana Undang-Undang ini memberikan perlindungan hukum khususnya bagi pemegang Hak Tanggungan apabila di kemudian hari debitur cidera janji atau tidak memenuhi kewajibannya, dan perlindungan hukum yang diberikan menurut ketentuan Undang- Undang ini adalah : a) Pasal 1 angka 1 : Memberikan Kedudukan yang diutamakan atau didahulukan kepada pemegang Hak Tanggungan atau kreditur (droit de preference). Hak-hak kreditur yang didahulukan ini merupakan salah satu wujud perlindungan hukum yang diberikan bagi pihak kreditur apabila terjadi

7 wanprestasi dari debitur, khususnya dalam pengambilan pelunasan piutangnya. Pengaturan hak-hak privilege kreditur ini terdapat dalam Buku II Bab XIX tentang Piutang. Piutang yang diistimewakan, yakni mulai Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bab tersebut terdiri dari 3 (tiga) bagian yang mengatur tentang hal-hal berikut: 4 1) Piutang-piutang yang diistimewakan pada umumnya; 2) Hak-hak istimewa mengenai benda-benda tertentu; 3) Hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya. b) Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3), serta Pasal 20 ayat (2) dan (3) tentang Eksekusi Hak Tanggungan. Salah satu ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, yaitu mudah dan pasti dalam pelaksanaannya. Sehingga, hak eksekusi objek Hak Tanggungan berada di tangan kreditur. Eksekusi atas objek Hak Tanggungan ini juga merupakan perlindungan hukum bagi kreditur khususnya apabila terjadi wanprestasi debitur, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 20 ayat (2) dan (3), dimana berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan eksekusi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 519 4 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Kependudukan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.

8 1) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 : Parate Executie atau Lelang atas kekuasaan sendiri tanpa melalui Pengadilan. 2) Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 : Eksekusi atau Lelang dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat, berdasarkan irah-irah yang tercantum dalam sertifikat Hak Tanggungan yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap; 3) Pasal 20 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 : Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima Hak Tanggungan. c) Pasal 11 ayat (2) : tentang Janji-Janji yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Tidak semua janji yang memberikan perlindungan kepada kreditur, tetapi hanya sebagian besar saja. Dalam hal ini terdapat dua macam janji dalam ketentuan Pasal 11 ini, yaitu : 1) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan (debitur); 2) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan (kreditur). d) Pasal 7 : Asas droit de suite (Hak Tanggungan selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada). Asas ini merupakan jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan, yaitu walaupun objek Hak Tanggungan sudah

9 berpindah dan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melalui eksekusi apabila debitur cidera janji. C. Upaya hukum yang ditempuh oleh BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur ketika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur ketika objek jaminan tidak dicatatkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Tidak ada upaya hukum yang ditempuh oleh BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur ketika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur ketika objek jaminan tidak dicatatkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Tetapi pihak BMT Istiqomah Unit II Plosokandang pernah satu kali melakukan eksekusi jaminan, hal tersebut memberikan efek kurang baik terhadap BMT karena image/ nama baik BMT yang terkenal dengan syariahnya menjadi jelek, BMT dianggap kejam oleh nasabah. Bentuk penyelamatan pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh pihak BMT adalah pendekatan dengan cara kekeluargaan. Bapak Zainul Fuad menjelaskan, cara memberikan upaya penyelamatan pembiayaan terhadap debitur wanprestasi adalah diberikan masa tenggang selama 1 tahun dan pihak BMT tetap melakukan pendekatan. 5 Langkah penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan bank bagi debitur yang masih mempunyai iktikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya adalah: 5 Hasil wawancara dengan Bapak Zainul Fuad, selaku Manager BMT Istiqomah Unit II Plosokandang, pada tanggal 30 Juni 2016

10 1) Rescheduling Rescheduling adalah upaya penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali kredit atau jangka waktunya. 2) Reconditioning Reconditioning ialah upaya penyelamatan kredit dengan cara melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat perjanjian kredit, yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. 3)Restructuring Restructuring ialah upaya penyelamatan dengan melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yaitu antara lain dengan : Penurunan suku bungan kredit; Perpanjangan jangka waktu kredit; Pengurangan tunggakan bunga; Pengurangan tunggakan pokok; Penambahan fasilitas kredit; dan Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. 6 Eksekusi Hak Tanggungan yaitu terjadi apabila debitur cidera janji sehingga objek Hak Tanggungan kemudian dijual melalui pelelangan umum menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain. Menurut Pasal 20 ayat (1) UUHT, eksekusi Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan: 1. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas dasar 6 Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan penghapusan kredit macet, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), Hal. 39

11 kewenangan dan janji yang disebut dalam Pasal 6 UUHT; 2. Title Eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT. Berdasarkan Pasal 6 UUHT disebutkan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Penjualan objek Hak Tanggungan dapat juga dilakukan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan. Eksekusi Hak Tanggungan dengan Titel Eksekutorial dapat dilakukan karena berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUHT, sertipikat Hak Tanggungan sebagai tanda atau alat bukti adanya Hak Tanggungan yang memuat irah-irah yang berbunyi DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Dengan irah-irah tersebut, sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Artinya pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan atau dilaksanakan tanpa melalui Putusan Pengadilan. Dalam praktiknya, eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui penjualan di bawah tangan dan melalui proses lelang. 7 Proses eksekusi Hak Tanggungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 7 Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung: Kaifa, 2011), hal. 61

12 1. Penjualan jaminan melalui lelang. Yang dimaksud penjualan jaminan melalui proses lelang adalah penawaran langsung oleh peserta lelang dengan sistem harga naik-naik, yakni penawaran pertama dilemparkan oleh juru lelang dengan standar harga terbatas dan pemenangnya adalah penawar harga tertinggi. Proses Pelelangan tersebut merupakan pelelangan umum yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan. a. Pelelangan umum adalah cara alternatif apabila penyelamatan kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak kreditur tidak berhasil. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji, dan pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meninta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan serta tidak perlu pula meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut. Sehingga cukuplah apabila pemegang Hak Tanggungan pertama itu mengajukan permohonan kepada kepala kantor lelang negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut. Sebab kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenagan yang diberikan oleh undangundang artinya kewenangan tersebut dipunyai demi hukum.

13 Karena itu Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK. 06/ 2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, pengertian lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. b. Penjualan di bawah tangan. Yang dimaksud dengan penjualan di bawah tangan adalah penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan Hak Tanggungan oleh kreditur sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat, tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dan dimaksud. Namun, hati-hati, pelaksanaan penjualan jaminan di bawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang terbit didaerah tempat lokasi tanah dan bangunan berada. Hal ini dilakukan minimal 1 (satu) bulan sebelum penjualan dilakukan, serta tidak ada sanggahan dari pihak manapun. Apabila tidak dilakukan, penjualan dapat dikatakan batal demi hukum. 8 Sistem penjualan di bawah tangan diatur dalam Pasal 20 ayat (2) dan (3) UUHT, sebagai berikut: 8 Ibid.

14 1. Berdasarkan kesepakatan Menurut Pasal 20 ayat (2) UUHT, kebolehan melaksanakan penjualan objek Hak Tanggungan di bawah tangan oleh pemegang Hak Tanggungan: a. Harus berdasarkan kesepakatan antara pemberi Hak Tanggungan dengan dengan pemegang Hak Tanggungan, b. Kesepakatan baru dapat dibuat setelah terjadi cidera janji 2. Bentuk kesepakatan Perlu penjelasan dan penegasan tentang bentuk kesepakatan: a. Harus tertulis dalam arti bisa akta dibawah tangan atau autentik dan bisa dalam bentuk telegram, teks, dan faxsimile. b. Boleh dituangkan dalam persetujuan bersama, tetapi boleh juga dalam surat persetujuan terpisah. 3. Diperkirakan dapat diperoleh harga yang tinggi Di beberapa Negara, kebolehan penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan, sama dengan syarat yang digariskan Pasal 20 ayat (2) UUHT: a. Diperoleh harga yang lebih baik b. Harga yang lebih menguntungkan 4. Pelaksanaan penjualan Menurut Pasal 20 ayat (3) UUHT, pelaksanaan penjualan di bawah tangan baru bisa dilakukan : a. Setelah lewat waktu satu bulan dari tanggal pemberitahuan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada yang berkepentingan.

15 b. Diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar. c. Tidak adak pihak yang menyatakan keberatan. 9 Pelaksanaan penjualan di bawah tangan ini dapat dilakukan ketika debitur atau pemilik tanah yang dibebani Hak Tanggungan masih koperatif dengan pihak bank. Debitur bersedia pula untuk hadir lagi guna membuat dan menandatangani akta-akta atau dokumendokumen berkaitan dengan penjualan tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan. 9 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 199-200