KOHESI DAN KOHERENSI WACANA NARASI DALAM MODUL KARYA GURU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa

Azis dan Juanda. Keywords: grammatical cohesion, unity of discourse

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL DALAM WACANA TAJUK RENCANA HARIAN SINGGALANG EDISI APRIL-MEI 2014 ARTIKEL ILMIAH DESI PATRI YENTI NPM

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

PEMARKAH KOHESI LEKSIKAL DAN KOHESI GRAMATIKAL (Analisis pada Paragraf dalam Skripsi Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

PENGGUNAAN PEMARKAH KOHESI DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap orang perlu mengungkapkan ide atau gagasan pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

KOHESI GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERKAIT. Halliday dan Hasan (1976: 1) menyatakan bahwa teks adalah kumpulan sejumlah

PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI DALAM KARANGAN NARASI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BLAHBATUH

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

KEUTUHAN STRUKTUR WACANA OPINI DALAM MEDIA MASSA CETAK KOMPAS EDISI BULAN MARET 2012

WACANA NARATIF SHORT-SHORT STORY BOKKOCHAN KARYA HOSHI SHIN ICHI

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI IKLAN DALAM SURAT KABAR KOMPAS

KOHESI GRAMATIKAL DALAM TEKS LAPORAN PENELITIAN DOSEN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BOLEH TAHU PADA MAJALAH BOBO ONLINE SERTA RELEVANSINYA TERHADAP BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA SD/MI

Oleh: SEPTIKA NIKEN ERLINDA A

KESALAHAN PENULISAN KONJUNGTOR DALAM NOVEL GARIS WAKTU: SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA KARYA FIERSA BESARI

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

PRATIWI AMALLIYAH A

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. itu terbentuk keterkaitan: satu (unit) pengalaman (experimental meaning dan

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSIAL DALAM WACANA BERITA SITUS EDISI DESEMBER 2015 JANUARI 2016

PERANTI KOHESI DALAM WACANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA

PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN CERPEN BINTANG KECIL DI LANGIT KELAM KARYA JAMAL T. SURYANATA

KEUTUHAN WACANA LEMBAR KERJA SISWA (LKS): ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI (JURNAL INI MASIH MELALUI PROSES PENYUNTINGAN)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

Kohesi Gramatikal Referensi Substitusi Elipsis Konjungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. baru tersebut, maka badan bahasa bertindak menjadi agen perubahan

PEMARKAH KOHESI SEBAGAI PENYELARAS WACANA: TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB V SIMPULAN, IMPLIKSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

KOHESI DAN KOHERENSI SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN WACANA YANG UTUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

Transkripsi:

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA NARASI DALAM MODUL KARYA GURU Darmawati SMPN 1 Bulukumba Jalan Teratai No 5B Bulukumba email: dar7416@yahoo.co.id Abstract: Cohesion and Coherence in Narrative Discourse in The Module by The Teacher. This study aims to describe the cohesion and coherence markers that are used to build the integrity of the narrative discourse in Indonesian module composed by the Indonesian language teachers. The research is descriptive qualitative. Research data was sourced from Module Bahasa Indonesia: Jendela Pengetahuan composed by junior high school teachers. The techniques of collecting data were; reading techniques, technical notes, and the techniques of composing corpus. The results showed that: 1) markers of cohesion are used to build the integrity of the narrative discourse consists of: reference, substitution, ellipsis, conjunction, and lexical, 2) the use of coherence markers consist of linkage time, how, conflict, cause and effect, sequences, usability, condition, expressed more meaning. Abstrak: Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi dalam Modul Karya Guru. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemarkah kohesi dan koherensi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana narasi dalam modul bahasa Indonesia karya guru. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif. Data penelitian bersumber dari Modul Bahasa Indonesia Jendela Pengetahuan karya guru SMP. Pengumpulan data menggunakan teknik baca, teknik catat, dan teknik penyusunan korpus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pemarkah kohesi yang digunakan membangun keutuhan wacana narasi terdiri atas: referensi, subtitusi, elipsis, konjungsi, dan leksikal; (2) pemarkah koherensi yang digunakan terdiri atas pertalian waktu, cara, pertentangan, sebab-akibat, urutan, kegunaan, syarat, menyatakan makna lebih. Kata kunci: analisis wacana, kohesi, koherensi Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, buku pelajaran merupakan sumber yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik. Meskipun demikian, masih banyak yang tidak memilikinya. Dengan demikian, salah satu bahan ajar yang biasa dipergunakan dalam pembelajaran ialah modul. Modul merupakan bahan ajar yang disusun sendiri oleh guru. Dalam menyusun modul, guru harus selektif. Isi modul yang disusun disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang dalam program satuan pembelajaran serta sesuai pula dengan kemampuan guru dan siswa dalam memahami isi modul. Salah satu faktor yang sangat memengaruhi pemahaman isi modul yang digunakan adalah lengkap tidaknya syarat-syarat wacana pada materi modul. Dalam wacana, dikenal istilah kesatuan (kohesi) dan keruntutan (koherensi), baik dalam paragraf maupun dalam karangan yang utuh. Kedua sarana ini merupakan sarana terpenting bagi siswa dalam memahami isi wacana. Keutuhan dan kepaduan wacana menjadi ukuran keterbacaan isi wacana. Demikian juga wacana da- 88

Darmawati, Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi 89 lam modul bahasa Indonesia karya guru Sekolah Menengah Pertama (SMP). Apabila wacana dalam modul tersebut tidak menggunakan pemarkah kohesi dan koherensi maka kemungkinan besar pesan yang disampaikan tidak dapat dipahami siswa secara efektif. Dengan kata lain, kekeliruan dalam penggunaan kohesi dan koherensi dapat mengakibatkan pemahaman pembaca menjadi minim dan kabur. Berdasarkan pembacaan terhadap beberapa modul yang digunakan di sekolah, ditemukan adanya pemarkah kohesi dan koherensi belum diterapkan secara tepat sehingga isi wacana tidak dapat dipahami secara tepat. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang pemarkah kohesi dan koherensi yang digunakan pada wacana dalam modul bahasa Indonesia karya guru SMP di Bulukumba. Penelitian ini dikhususkan pada kajian kohesi dan koherensi wacana narasi dalam modul tersebut. Berpijak pada uraian di atas, dalam penelitian ini digunakan analisis wacana sebagai pendekatan yang dapat mengungkap penggunaan pemarkah kohesi dan koherensi wacana dalam modul bahasa Indonesia karya guru SMP. Melalui penelitian ini akan dideskripsikan: (1) pemarkah kohesi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana narasi dan (2) pemarkah koherensi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana narasi. Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat secara teoretis dan praktis terhadap penggunaan kohesi dan koherensi, khususnya yang terdapat dalam wacana narasi pada modul bahasa Indonesia karya guru SMP. Untuk kepentingan praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai perrtimbangan dalam mengambil kebijakan untuk merevisi modul agar lebih bermakna dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada sekolah menengah pertama. Bagi siswa, hasil penelitian ini menginformasikan bahwa semakin tinggi kekohesifan dan kekoherensian wacana semakin memudahkan siswa memahami isi sebuah wacana. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka yang dirancang secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis wacana. Sumber data dalam penelitian ini berupa kalimat-kalimat dan paragraf pada wacana narasi dalam Modul Bahasa Indonesia karya guru SMP yang berjudul Bahasa Indonesia Jendela Pengetahuan yang disusun pada tahun 2008. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah peneliti dengan menggunakan lembar catatan untuk menjaring data yang berhubungan dengan penggunaan kohesi dan koherensi dalam modul bahasa Indonesia. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, data dikumpulkan melalui metode kepustakaan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: (1) teknik baca, (2) teknik catat, dan (3) teknik penyusunan korpus. Data dianalisis dengan analisis alir Miles dan Huberman (1993: 73) berupa pengumpulan data, unitisasi, pencatatan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sementara, validasi, dan penarikan kesimpulan akhir. HASIL Pemarkah Kohesi yang Digunakan Membangun Keutuhan untuk Untuk membangun keutuhan wacana, pemarkah kohesi yang digunakan guru terdiri atas referensi, subtitusi, elipsis, konjungsi, dan leksikal. Berikut penjelasan pemarkah hohesi tersebut. Referensi Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda, (Rani, 2006:97). Halliday Hasan (1976:31) menyatakan bahwa referensi atau pengacuan adalah hubungan antara unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa dengan lambang yang dipakai untuk mewakilinya (makna referensial). Menurutnya, referensi dibedakan menjadi dua, yaitu eksoforis (pengacuan terhadap anteseden di luar bahasa) dan endoforis (pengacuan terhadap anteseden yang terdapat di dalam teks) dengan menggunakan pronomina persona atau demonstratif. Berikut ini diuraikan penggunaan pemarkah kohesi referensi yang ditemukan dalam wacana narasi. (1) Orang-orang seusia orang tua kita tentu mengenal Michael London. (2) Ia adalah seorang bintang film terkenal.

90 Jurnal Retorika, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2012, hlm. 88 96 (3) Beberapa film yang dibintanginya pernah diputar di layar televisi Indonesia. (4a) Ia tidak memiliki rasa percaya diri, (4b) karena Eugene Orowitz tidak menonjol dalam pelajaran maupun olah raga. (5a) Rasa percaya diri timbul, (5b) ketika ia duduk di bangku SMA. (6a) Rasa percaya diri itu didapatkan, (6b) ketika ia mencoba melakukan olahraga lempar lembing. (7) Guru olahraganya meminta Eugene dapat melempar lembing, dengan lemparan yang baik. (8) Orang-orang berdecak kagum dan memujinya. (9) Bahkan ia pernah berhasil memecahkan rekor Amerika Serikat untuk pelajar SMA. Penggunaan kata ia pada kalimat (2) merupakan pemarkah kohesi referensi pronomina yang mengacu secara anafora kepada Michael London pada kalimat (1). Pemarkah kohesi referensi enklitik -nya pada kata dibintanginya mengacu secara anafora kepada Michael London pada kalimat (1). Penggunaan pronomina persona ketiga tunggal ia pada klausa (5b), (6b) dan (9) merupakan pemarkan kohesi referensi pronomina persona yang mengacu secara anafora kepada Michael London pada kalimat (1). Subtitusi Subtitusi adalah salah satu pemarkah kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Subtitusi merupakan hubungan leksikogramatikal, yakni hubungan tersebut ada pada level tata bahasa dan kosakata dengan alat penyulihnya berupa kata, frase, atau klausa yang maknanya berbeda dari unsur substansinya (Rani, 2006: 105). Penggunaan pemarkah ini ditemukan pada kalimat berikut ini. (10) a. Yang seorang bernama Dini b. Gadis kecil yang selamat dari reruntuhan rumahnya. Pemarkah kohesi yang digunakan sebagai penanda hubungan antara kedua klausa di atas, yaitu kata ganti diri Dini disubtitusi atau disulih oleh frase gadis kecil. (11) Tiba-tiba liz maju ke depan. (12) Para dewa, Rob tidak bohong. (13) Ia tidak sengaja menemukannya. (14) Hamba percaya ceritanya. Hubungan antara kalimat (11) dengan (14) ditandai oleh pemarkah kohesi subtitusi, yakni nama diri Liz (11) digantikan oleh kata hamba dalam kalimat (14). Subtitusi yang terjadi ini disebut subtitusi nominal. Elipsis Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 2008:50). Pada wacana dalam modul juga ditemukan penggunaan elipsis, sebagai-mana pada kalimat berikut ini. (15a) Aku datang, (15b) karena Ø mendengar kau menangis. Pada klausa (15b) digunakan pemarkah kohesi ellipsis, yaitu penghilangan unsur subjek aku seperti pada klausa sebelumnya (15a). Jenis elipsis pada kalimat di atas adalah elipsis nominal. (16a) Ia selalu berpikir masak-masak, (16b) sebelum Ø melakukan sesuatu. Pemarkah elipsis digunakan pada klausa (16b) juga berupa penghilangan unsur subjek, yaitu ia sebagaimana pada klausa (16a). (17a) Saat Ø sampai di tengah hutan, (17b) ia menoleh ke sekeliling. Pemarkah kohesi elipsis digunakan pada klausa (17a) berupa subjek, yaitu kata ia seperti pada klausa berikutnya. (18a) Namun ingat pesan ibu, ujar Ibu Boto Ijo penjaga sungai (18b) kau hanya boleh membuka kotak ini (18c) setelah Ø sampai di rumah. Penggunaan pemarkah elipsis pada kalimat di atas terdapat pada klausa (18c) berupa

Darmawati, Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi 91 kata ganti orang kedua tunggal kau sebagai subjek pada klausa ini. (19a) Gubernur yang licik itu pun meninggalkan putra mahkota yang masih kecil di lereng gunung terpencil, (19b) lalu Ø kembali ke istana. Pada klausa (19b) digunakan pemarkah kohesi elipsis berupa penghilangan subjek ia yang dapat mengacu kepada Gubernur yang licik pada klausa (19a). Konjungsi Dalam membentuk wacana khususnya teks tertulis diperlukan konjungsi. Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan atau mengikat beberapa proposisi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana itu terasa lembut. Kata yang digunakan disebut konjungtor (Alwi, 2003: 296). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan penggunaan konjungsi baik konjungsi intrakalimat maupun konjungsi antarkalimat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada data berikut ini. (20a) Rasa percaya diri timbul, (20b) ketika ia duduk di bangku SMA. Hubungan antarklausa dalam kalimat (20b) ditandai oleh penggunaan konjungsi subordinatif waktu dengan menggunakan kata ketika pada awal klausa (20a). Leksikal Kepaduan suatu wacana dapat pula dipengaruhi oleh penggunaan pemarkah leksikal. Tarigan (2003:102) menyatakan bahwa kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosakata yang serasi. Dalam wacana pemarkah kohesi leksikal meliputi reiterasi (repetisi), sinonim, antonim, hiponim, dan kolokasi. (21a) Ia tidak memiliki rasa percaya diri, (22b) karena Eugene Orowitz tidak menonjol dalam pelajaran maupun olahraga. (22a) Rasa percaya diri timbul, (22b) ketika ia duduk di bangku SMA. Hubungan antara kalimat (21) dengan (22) ditandai oleh penggunaan kohesi leksikal repetisi (pengulangan), yaitu frase rasa percaya diri dalam kalimat (21) diulang kembali dalam kalimat (22). Dengan demikian, hubungan antara kedua kalimat ini kohesif. Pemarkah Koherensi yang Digunakan untuk Membangun Keutuhan Pemarkah kohesi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana terdiri atas: kegunaan, sebab-akibat, urutan, syarat, waktu, cara, pertentangan, dan menyatakan makna lebih. Pertalian Kegunaan Pertalian kegunaan ini ditandai oleh penggunaan kata untuk atau agar (Ramlan 2005: 63). Hal ini dapat ditemukan pada kalimatkalimat berikut ini. (23) Betapa senangnya mereka berdua. (24) Untuk merayakannya mereka berdua terbang keliling dunia. Hubungan antara kedua kalimat ini koherensif yang ditandai oleh penggunaan pertalian tujuan (kegunaan) dengan menggunakan kata untuk pada awal kalimat (24). (25) Rasanya alasan itu tidak terlalu tepat. (26a) Itu hanya alasan yang kubuat-buat saja, (26b) agar Adit tidak kecewa. Pertalian makna yang digunakan pada kalimat di atas adalah pertalian makna tujuan dengan menggunakan kata agar pada kalimat (26). Pertalian Sebab-Akibat Hubungan ini menunjukkan bahwa salah satu kalimat/ klausa merupakan sebab terjadinya peristiwa atau menyatakan akibat dari suatu peristiwa (Alwi, 2003:409). Hal ini ditemukan pada kalimat berikut. (27) Ia menanyakan bagaimana sang pengelana bisa mempunyai puri dan harta benda yang berlimpah ruah macam itu. (28) Karena mabuk kepayang sang pengelana menceritakan rahasianya. (29) Ia berkisah tentang lilin ajaibnya.

92 Jurnal Retorika, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2012, hlm. 88 96 (30) Ia juga memberitahu di mana lilin itu ia sembunyikan. (31) Orang bodoh, pikir sang putri. (32) Sebab dalam hati sang putri tidak sudi kawin dengan sang pengelana. Pertalian makna yang digunakan pada paragraf di atas berupa pertalian sebab-akibat. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan kata karena pada kalimat (28) dan pertalian makna akibat ditemukan pada kalimat (29) dan (30). Penggunaan pemarkah koherensi sebab yang lain dapat dilihat pada penggunaan kata sebab pada kalimat (32). Dengan melihat penggunaan pemarkah koherensi yang lengkap dan tepat, maka dapat dinyatakan paragraf di atas koheren. Pertalian Urutan Pertalian makna urutan (perturutan) ialah hubungan makna yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan atau perbuatan, yang dinyatakan dalam klausa atau kalimat itu beturut-turut terjadi atau dilakukan. Pertalian urutan dapat dilihat pada kalimat berikut. (33) Dengan sedih Bawang Putih terus berjalan. (34) Sejam kemudian dia bertemu dengan seorang laki-laki tua yang menyabit rumput untuk kambingnya. (35) Laki-laki itu pun tidak tahu keberadaan baju-baju Bawang Putih. (36) Akhirnya ia bertemu dengan ibu Buto Ijo penjaga sungai. (37) Dia pun kembali bertanya, Ibu, apakah Ibu melihat cucian saya yang hanyut? Pada kalimat (34) digunakan pertalian makna yang menyatakan urutan waktu dengan menggunakan frase sejam kemudian. Demikian pula pada kalimat (36) digunakan kata akhirnya yang juga merupakan penanda pertalian makna urutan. Dengan demikian, kalimat-kalimat di atas koheren. Pertalian Syarat Hubungan (pertalian) syarat merupakan hubungan yang terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan syarat terlaksananya sesuatu yang disebutkan dalam klausa utama (Ramlan, 2005: 71). Penggunaan pertalian syarat dalam wacana narasi ditemukan pada kalimat berikut ini. (38) Ikan kedua sangat pintar. (39) Ia mampu membuat keputusan cepat bila dibutuhkan. (40a) Jika mendapat kesulitan, (40b) ia selalu mudah mengatasinya. Hubungan antarklausa dalam kalimat (40) di atas ditandai oleh penggunaan koherensi yang menyatakan syarat dengan menggunakan kata jika pada klausa (40a). Klausa subordinatif dalam kalimat di atas adalah (40a) sebagai syarat terlaksananya hal yang dikatakan pada klausa utama (40b). Maksudnya, ikan sebagaimana subjek pada kalimat (38) dapat mengatasi kesulitannya jika ia mendapat kesulitan. Pertalian Waktu Pertalian makna waktu ialah hubungan makna yang menyatakan waktu, yaitu waktu terjadinya, waktu permulaan, maupun waktu berakhirnya perbuatan atau peristiwa yang telah dinyatakan pada klausa atau kalimat sebelumnya (Ramlan, 2005: 64). Penggunakan pemarkah koherensi yang menyatakan waktu dapat dilihat pada temuan berikut ini. (41) Tak lama setelah kejadian itu Rob dan Liz sibuk mempersiapkan kejutan. (42) Hari itu ayah Liz pulang dari perjalanan dagangnya. (43a) Liz duduk di kursi roda (43b) sementara Rob mendorongnya di belakang. (44) Mereka menanti di depan rumah Liz. (45) Tak lama kemudian ayah Liz pulang. (46) Ketika sang ayah tiba, Liz bangun dari kursi rodanya dan berjalan menuju ayahnya. Hubungan antara kalimat di atas ditandai oleh penggunaan pemarkah koherensi yang menyatakan waktu dengan menggunakan frase tak lama setelah kejadian itu (41). Hubungan antara kalimat (41) dengan dengan kalimat (42) ditandai oleh pemarkah yang menyatakan waktu dengan menggunakan frase hari itu pada kalimat (42). Penggunaan kata sementara merupakan pemarkah koherensi waktu yang menghubungkan klausa (43a) dan (43b). Hubungan antara

Darmawati, Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi 93 kalimat (44) dan (45) ditandai oleh pemarkah koherensi waktu dengan menggunakan frase tak lama kemudian pada awal kalimat (45). Hubungan antara kalimat (45) dengan (46) ditandai oleh pertalian waktu dengan menggunakan kata ketika pada awal kalimat (46). Dengan demikian, hubungan antara kalimat-kalimat di atas koherensif. Pertalian Cara Hubungan cara ini menyangkut bagaimana suatu perbuatan dilakukan atau bagaimana suatu peristiwa terjadi. Secara eksplisit pertalian cara ditandai oleh penggunaan kata hubung dengan, tanpa, dan seraya. (47) Kedua sahabat ikan yang bijak juga terperangkap, yaitu si pintar dan si apatis. (48) Dengan cepat ikan yang pintar itu memikirkan rencana untuk melepaskan diri. (49a) Ia pura-pura mati (49b) dan tergolek diam dalam jala. Penggunaan pemarkah koherensi cara dengan mengunakan kata dengan pada awal kalimat (48) menunjukkan hubungan kohesif dengan kalimat (47). Kalimat (49) merupakan penjelasan tentang cara ikan pintar untuk melepaskan diri. Dengan demikian, hubungan antara kalimat-kalimat di atas koheren. (50) Sumantri sangat cemas. (51a) Dengan gagap-gagap, (51b) ia berbisik kepada Samsu, (51c) stttt Bung, bilang saja. Pada kalimat di atas digunakan pemarkah koherensi cara, yaitu pada frase dengan gagapgagap (51a) yang menunjukkan hubungan koherensif dengan kalimat (50). Pertalian Pertentangan Pertalian pertentangan terjadi apabila pernyataan pertama berbeda dengan pernyataan berikutnya. Hal ini ditandai oleh penggunaan kata hubung akan tetapi, namun, melainkan, sedangkan, sebaliknya, dan kata penghubung lainnya (Ramlan, 2005:56). (52a) Bagi Manen, hubungan itu telah menyadarkan dirinya, (52b) bahwa inilah untuk pertama kalinya ia merasakan jatuh cinta. (53) Ya, itulah cinta pertamanya. (54) Sebaliknya bagi Monang, Manen baginya adalah termasuk salah satu gadis dari sekian gadis yang ditaklukkannya. (55) Sebenarnya, dapat saja Monang menjadikan Manen menjadi korban yang kesekian, kemudian meninggalkannya. (56) Namun, keluguan gadis Manado itu telah membuat insinyur muda itu amat menyayanginya. (57) Suatu perasaan yang sebelumnya yang tak pernah terjadi dalam petualangan cinta Monang. (58) Akan tetapi Monang memilih cara lain untuk mengungkapkan cintanya. (59a) Tak pernah sekalipun kata cinta keluar dari mulut lelaki itu, (59b) padahal, ucapan itu sangat dibutuhkan oleh kekasihnya, Manen. Pemarkah koherensi pertentangan yang digunakan pada kalimat-kalimat di atas ditandai oleh penggunaan kata sebaliknya pada kalimat (54) yang menunjukkan hubungan koheren dengan kalimat sebelumnya. Pada kalimat (56) digunakan kata namun yang merupakan penanda koherensi yang menghubungkan kalimat ini dengan kalimat (55). Penggunaan frase akan tetapi pada kalimat (58) merupakan pemarkah koherensi yang menghubungkan kalimat ini dengan kalimat (57). Pada kalimat (59) digunakan kata padahal yang menghubungkan klausa (59a) dengan klausa (59b). Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa hubungan antara kalimat-kalimat di atas koheren. (60a) Manen menyampaikan kehamilannya, (60b) Monang begitu gembira membayangkan anak, darah dagingnya sendiri. (61) Sebaliknya Manen sendiri merasa takut. (62) Kondisi dirinya tak mengizinkan punya anak. Hubungan antara kalimat (60) dengan kalimat (61) ditandai oleh penggunaan pemarkah

94 Jurnal Retorika, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2012, hlm. 88 96 koherensi pertentangan, yakni dengan menggunakan kata sebaliknya pada kalimat (61). Pertalian Makna Lebih Pertalian makna lebih lebih berkaitan dengan hal yang dinyatakan pada suatu klausa lebih dari hal yang dinyatakan dalam klausa lainnya. Kata penghubung yang digunakan dalam hal ini adalah, bahkan, malah, dan malah-an (Ramlan, 2005: 63). Penggunaan pemarkah koherensi yang menyatakan makna lebih ini ditemukan pada kalimat berikut ini. (63) Sejak saat itu Eugene aktif dalam olahraga tersebut. (64) Bahkan ia pernah berhasil memecahkan rekor AS untuk pelajar SMA. Penggunaan pemarkah koherensi bahkan pada kalimat (64) memiliki makna bahwa Eugene bukan hanya sekadar aktif di olahraga, tetapi ia juga memili prestasi. PEMBAHASAN Penanda Kohesi yang Digunakan untuk Membangun Keutuhan Wacana Narasi Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penanda kohesi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana narasi pada modul Bahasa Indonesia Jendela Pengetahuan adalah penanda kohesi referensi, subtitusi, elipsis, konjungsi, dan leksikal. Hal ini sejalan dengan pendapat dua pakar Halliday dan Hasan pada tahun 1976 telah mengemukakan saranasarana kohesif yang terperinci dalam karyanya yang berjudul Cohesion in English. Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda, Rani dkk (2006: 97). Halliday Hasan (1976: 31) menyatakan bahwa referensi atau pengacuan adalah hubungan antara unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa dengan lambang yang dipakai untuk mewakilinya (makna referensial). Menurut Halliday Hasan, referensi dibedakan menjadi dua, yaitu eksoforis (pengacuan terhadap anteseden di luar bahasa) dan endoforis (pengacuan terhadap anteseden yang terdapat di dalam teks) dengan menggunakan pronomina persona atau demonstratif. Penggunaan pronomina persona pada wacana narasi dalam modul merupakan salah satu penanda kohesi wacana. Pronomina persona merupakan penanda referensi, selain pronomina lainnya, misalnya tunjuk (demontsratif). Alwi, dkk. (2003: 249) menyatakan pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu kepada orang. Pronomina persona dapat mengacu kepada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu kepada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), dan mengacu kepada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Di antara pronomina itu ada pada jumlah satu atau lebih dari satu ada bentuk yang bersifat ekslusif, ada yang inklusif, dan ada yang netral. Pronomina persona ketiga tunggal juga digunakan dalam wacana. Pronomina ini berupa kata ia dan dia, dan beliau. Penggunaan pronomina persona ketiga tunggal ia ditemukan dalam kalimat (2) Ia adalah seorang bintang film yang terkenal. Pronomina Ia pada kalimat ini mengacu secara anafora kepada Michael London dalam kalimat sebelumnya. Penggunaan konjungsi dalam wacana narasi sangat bervariasi. Alwi, dkk. (2003:302) menyatakan konjungtor dalam bahasa Indonesia dibedakan atas (1) koordinatif, (2) korelatif, (3) subordinatif, dan (4) konjungtor antarkalimat. Pemarkah koherensi berupa konjungsi koordinatif dapat berupa penambahan, pertentangan, dan pemilihan. Selain konjungsi koordinatif ditemukan pula konjungsi subordinatif. Alwi, dkk. (2003: 299) menyatakan bahwa konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih yang tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi subordinatif sangat beragam, antara lain: (1) yang menyatakan waktu, (2) tujuan, (3) sebab, (4) syarat, (5) cara, dan (6) alat. Penggunaan konjungsi subordinatif waktu dengan menggunakan kata ketika ditemukan dalam klausa (20b) yang menunjukkan hubungan kohesif dengan klausa (20a). Tarigan (2003:102) menyatakan bahwa kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosakata yang serasi. Kohesi ini juga bertujuan untuk membangun keutuhan wacana. Dalam wacana pemarkah kohesi leksikal meliputi reiterasi (repetisi), sinonim, antonim, dan hiponim. Penggunaan kohesi leksikal pengulangan dapat dilihat pada kalimat (21) rasa percaya diri yang diulang

Darmawati, Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi 95 kembali dalam kalimat (22). Penanda kohesi Leksikal yang digunakan berupa pengulangan. Subtitusi dalam bahasa Indonesia dapat bersifat nominal, verbal, klausal, dan campuran (Tarigan, 1993:100). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tiga sifat subtitusi, yaitu nominal, verbal, dan klausal. Penggunaan subtitusi nominal ditemukan klausa (288a) Dini yang disulih oleh frase nominal gadil kecil dalam klausa (238b). Bukti lain penggunaan subtitusi ini ditemukan pada frase Eman Tua pada kalimat (423) disulih oleh kata baginda dalam kalimat (247). Berdasarkan analisis terhadap wacana dalam modul, peneliti menemukan pula bahwa dalam menulis wacana narasi guru sering menghilangkan bagian tertentu dari sebuah kalimat, sehingga tidak jelas penanda kohesi yang digunakan pada kalimat itu. Dalam hal ini guru harus memilih berbagai cara untuk membentuk hubungan kohesif itu. Salah satu caranya adalah dengan subtitusi. Rani (2006) menyatakan bahwa subtitusi pada dasarnya ada pada level tatabahasa dan kosakata, alat penyulihnya berupa kata, frase, atau klausa. Misalnya, pada data kata Denpasar, hal ini dapat disubtitusikan dengan menggunakan frase di daerah ini. Jadi acuan, antara kata yang bersubtitusi tetap sama. Salah satu jalan yang ditempuh untuk membentuk hubungan ini ialah dengan menambahkan subjek, missalnya kata istrinya, yang dapat bersubtitusi dengan kata bininya yang terdapat pada kalimat sebelumnya, sehingga terbentuk kalimat yang kohesif dengan penanda kohesi subtitusi. Suatu kata atau kelompok kata tidak dapat menjadi penyulih kata atau frase tertentu jika makna/acuannya berbeda. Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 2008:50). Tarigan (1993:101) menyatakan bahwa penghilangan (elipsis) dapat berupa elipsis nominal, verbal dan klausal. Penggunaan elipsis pada wacana narasi umumnya ditemukan dalam kalimat majemuk. Dalam kalimat ini elispsis terjadi pada salah satu klausanya. Penggunaan elispsis ditemukan dalam kalimat (15b). Dalam klausa ini terjadi penghilangan subjek yang telah dikatakan sebelumnya dalam klausa (15a). Elipsis ini merupakan elispsis nominal. Dalam menggunakan elipsis pun harus hati-hati. Elipisis yang digunakan tanpa kesesuaian bentuk dengan aturan, akan mengakibatkan rusaknya kohesi pada wacana. Salah satu tujuan elispsis ialah penghematan (efisiensi) penggunaan kata. Tarigan (1993: 93) menyatakan salah satu tujuan elispsis adalah demi kepraktisan. Akan tetapi, frase kapal perang, tidak boleh dielipsiskan menjadi kata perang, karena maknanya sangat jauh berbeda. Pemarkah Koherensi yang Digunakan untuk Membangun Keutuhan Wacana Narasi Dengan menggunakan pemarkah kohesi sebagaimana pada pembahasan terdahulu, diharapkan sebuah wacana dapat menjadi koherensif. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk wacana yang runtut meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung kalimat yang digunakan. Dengan kata lain, koherensi sebuah wacana tidak hanya terletak pada pemarkah kohesinya saja. Akan tetapi, sebuah wacana dapat dipahami maksudnya karena memiliki kekoherensian wacana yang mantap. Pertalian waktu menyatakan terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama (Alwi, 2003: 405). Pertalian waktu yang ditemukan dalam wacana dengan menggunakan frase tak lama setelah kejadian itu (41), hari itu (42) dan tak lama kemudian (45). Hubungan cara menyangkut bagaimana suatu perbuatan dilakukan atau bagaimana suatu peristiwa terjadi. Secara eksplisit pertalian cara ditandai oleh penggunaan kata hubung dengan (51a), tanpa, dan seraya. Berdasarkan analisis data, ditemukan bahwa penggunaan pemarkah pertentangan. Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide yang menunjukkan kebalikan atau pengontrasan. Pemarkah tersebut dapat digunakan untuk menghubungkan proposisi yang bertentangan atau kontras dengan bagian lain. Piranti yang biasa digunakan, misalnya: akan tetapi, tetapi, sebaliknya, namun (Ramlan, 2005: 56). Berdasarkan hasil analisis data ditemukan adanya penggunaan pertalian pertentangan dengan menggunakan kata sebaliknya dalam kalimat (54), namun dalam kalimat (58). Penggunaan frase akan tetapi pada awal kalimat (56) merupakan penanda pertalian pertentangan, kata padahal digunakan dalam klausa (59b). Hubungan sebab-akibat menunjukkan bahwa salah satu kalimat/klausa merupakan sebab terjadinya peristiwa atau menyatakan

96 Jurnal Retorika, Volume 8, Nomor 2, Agustus 2012, hlm. 88 96 akibat dari suatu peristiwa. Hal ini ditandai oleh penggunaan kata sebab, karena, akibat, dan oleh karena (Alwi, 2003:409). Penggunaan pertalian sebaban dengan menggunakan kata karena pada kalimat (28) dan kata sebab pada kalimat (32). Berdasarkan hasil analisis terhadap wacana narasi dalam modul, dinyatakan bahwa pertalian makna kegunaan dapat ditandai oleh penggunaan kata agar, supaya, dan untuk (Ramlan 2005:65). Penggunaan pemarkah koherensi kegunaan dengan mengggunakan kata untuk ditemukan pada kalimat (24). Kata agar digunakan sebagai penanda pemarkan koherensi tujuan yang menghubungkan klausa (26a) dan (26b). Hubungan (pertalian) syarat merupakan hubungan yang terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan syarat terlaksananya sesuatu yang disebutkan dalam klausa utama( Alwi, 2003:406). Penggunaan pertalian syarat dalam wacana narasi ditemukan pada kalimat (40a) dan (40b) yang ditandai oleh penggunaan kata jika. Penggunaan pertalian makna lebih dimaksudkan untuk mengungkapkan hal melalui klausa atau kalimat untuk menyatakan bahwa klausa yang diikuti oleh kata bahkan melebihi klausa lainnya. Demikian pula dalam satu kalimat. Kalimat yang menggunakan kata bahkan melebihi makna kalimat yang tidak menggunakan kata bahkan (Ramlan, 2005:63). Penggunaan makna lebih dalam wacana narasi pada modul sudah tepat. Hal ini dapat dilihat pada kalimat (63) dan (64). PENUTUP Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, simpulan bahwa kohesi dan koherensi wacana narasi dalam modul Bahasa Indonesia sebagai berikut ini. (1) Jenis pemarkah kohesi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana narasi berupa: (a) referensi, yang terdiri atas pronomina persona dan pronomina demonstratif, (b) konjungsi yang terdiri atas konjungsi subordinatif, konjungsi koordinatif, dan konjungsi antarkalimat (c) leksikal yang terdiri atas leksikal pengulangan (repetisi), sinonim, hiponim, dan antonim, (d) subtitusi yang terdiri atas subtitusi nominal, verbal, dan klausal, (e) elipsis yang terdiri atas elipsis nominal, verbal, dan klausal. (2) Jenis pemarkah koherensi yang digunakan untuk membangun keutuhan wacana dalam modul bahasa Indonesia berupa: (a) waktu, (b) cara, (c) pertentangan, (d) pertalian sebab-akibat, (e) pertalian urutan, (f) pertalian kegunaan, (g) pertalian syarat (h) menyatakan makna lebih. Penggunaan pemarkah kohesi dan koherensi umumnya sudah baik, meskipun ada ada sebagian kecil yang masih perlu diperbaiki. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonensia. Jakarta: Balai Pustaka. Halliday, M.A.K. dan Rugaiya Hasan. 1976. Cohesion in English. London: Logman. Halliday, M.A.K. dan Rugaiya Hasan. 1992. Language, Conteks, Teks: Bahasa, Konteks, dan Teks. Terjemahan oleh Asruddin Barori. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Miles, Mattew B. dan Huberman, A. Michael. 1993. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia. Ramlan, M. 1993. Paragraf Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. Ramlan, M. 2005. Sintaksis. Yogyakarta: Karyono. Rani, Abdul, dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing. Tarigan, H.G. 1993. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.