BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN DAN PENCEGAHAN LUKA (DEKUBITUS)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. A. Dekubitus 1. Pengertian dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti sebagai suatu

Pengertian Luka Dekubitus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pembentukan perilaku baru yang dapat meningkatkan status kesehatan pada

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat strategis yaitu dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Magelang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal

BAB I PENDAHULUAN TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan umum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Univariat dan Uji Homogenitas. dekubitus, dan temperatur / suhu tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri

BAB I PENDAHULUAN. stroke masih tinggi. Menurut estimasi World Health Organisation (WHO), pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INOVASI KEPERAWATAN PENGGUNAAN SKALA BRADEN PADA PASIEN STROKE DI RSUD CENGKARENG

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

KEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN. FATWA IMELDA, S.Kep, Ns

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit

PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN DIET PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Sumardino, Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat

HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN KEJADIAN DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE DI YAYASAN STROKE SARNO KLATEN

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

Tindakan keperawatan (Implementasi)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang

Gangguan Pada Bagian Sendi

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

PATHWAY THALASEMIA. Mutasi DNA. Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang. Kelainan pada eritrosit. Pengikatan O 2 berkurang

untuk Mencegah Sakit Punggung

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Dimana

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

R. Siti Maryam Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Persahabatan Jakarta ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Peran, Fungsi, Tugas perawat dalam Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan. Rahmad Gurusinga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

Netti, Delima, Yossi Suryarinilsih (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat, memberikan terapi serta menunjang fungsi-fungsi vital pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

CATATAN PERKEMBANGAN. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Hari/tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi. 2. Mengkaji tandatanda

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat)

Konsep Perawatan Tujuan Kebersihan Diri Meningkatkan drajat kesehatan seseorang Memelihara kebersihan diri seseorang Memperbaiki kebersihan diri yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka tekan 2.1.1 Pengertian luka tekan Luka tekan adalah cedera pada kulit dan jaringan lain yang berada dibawahnya, biasanya di atas penonjolan tulang, akibat tekanan atau tekanan akibat gaya gesek dan/ atau pencukuran (Potter & Perry, 2010). 2.1.2 Faktor resiko luka tekan Menurut Potter & Perry (2010) faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya luka tekan pada pasien ada 4, yaitu gangguan input sensorik, gangguan mobilisasi, perubahan tingkat kesadaran, penggunaan gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain. Gangguan Input Sensorik adalah pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi, mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah posisi. Gangguan mobilisasi adalah pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi mengalami luka tekan. Hal ini meningkatkan peluang terjadinya luka tekan. Pada pasien yang mengalami

cedera medulla spinalis atau tidak memiliki sensasi motorik dan sensorik serta tidak mampu mereposisi pada penonjolan tulang. Perubahan tingkat kesadaran adalah pasien yang tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari luka tekan. Pasien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu untuk memahami bagaimana melepaskan tekanan atau mengkomunikasikan ketidaknyamanan mereka. Pasien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu bergerak secara volunter untuk melepaskan tekanan. Beberapa contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi. Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstermitasnya. Pasien yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi luka tekan karena adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak. Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan pasien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka tekan merupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan Plaiser, dkk (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang diberikan oleh empat jenis penyangga leher yang berbeda dengan subjek berada posisi terlentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang menutup kapiler.

Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada klien yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada di bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit. 2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pembentukan luka tekan Gangguan integritas kulit yang terjadi pada luka tekan merupakan akibat tekanan tetapi ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi luka tekan yang terjadi luka tekan yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter & Perry (2010) faktor yang mempengaruhi pembentukan luka tekan diantaranya gaya gesek dan friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia. 1. Gaya Gesek dan friksi Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2010). Gaya ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat tempat tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan memberi gaya pada kulit.

Kapiler jaringan yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tak lama setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu, terdapat Penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai drainase dari area nekrotik. Cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari kontrol, seperti berada di bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek. Brayan, dkk ( 1992 dalam Potter & Perry, 2010) mengatakan juga bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi. Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur. Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit. Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei sheet burns. Cedera ini terjadi pada pasien gelisah, pasien yang gerakan nya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan pasien yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari

permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2010). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengn mengunakan teknik mengangkat siku dan tumit yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis. 2. Kelembaban Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2010). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekenan atau gaya gesek. Pasien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya sendiri, tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses,

dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien. 3. Nutrisi Buruk Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak sembuh. Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C. Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminunea (level albumin serum dibawah 3g/100 ml) dan anemia. Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status protein pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah 3g/100 ml beresiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989; Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2010). Walaupun kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk

semua kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2010). Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka tekan, level total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2010). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry, 2010). Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminimea menyebabkan perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2010). 4. Anemia Pasien anemia beresiko terjadi luka tekan. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2010).

5. Kakeksia Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko luka tekan pada pasien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan ( Potter & Perry, 2010). 6. Obesitas Obesitas dapat mengurangi luka tekan. Jaringan adipose pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter & Perry, 2010). 7. Demam Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2010). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien (Potter & Perry, 2010).

8. Gangguan Sirkulasi Perifer Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan. 9. Usia Studi yang dilakukan oleh Kane et al (1989 dalam Potter & Perry,2010) mencatat adanya ulkus tekan yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai potensi besar untuk mengalami luka tekan oleh karena berkaitan dengan perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan memperlancar resiko terjadinya ulkus tekan pada lansia. Imobilsasi berlangsung lama hampir pasti dapat menyebabkan luka tekan (Roah, 2000 dalam Potter & Perry, 2010). Menurut Pranaka (1999 dalam Potter & Perry, 2010) ada tiga faktor penyebab luka tekan pada lansia yaitu Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh), faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan, faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap tertentu.

2.1.4. Ukuran perkiraan resiko luka tekan Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi, rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien harus dikaji risiko terjadi luka tekan (AHCPR,1992). Pengkajian risiko ulkus tekan harus dilakukan secara sistematis. Sangat dianjurkan menggunakan alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi klien tertentu. Bila klien terindentifikasi berisiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk mempertahankan intgritas kulit. Pengkajian ulang untuk risiko luka tekan harus dilakukan secara teratur. Untuk menentukan nilai resiko luka tekan pada pasien kita dapat menggunakan skala ukur yaitu barden scale. Skala Braden diciptakan di Amerika pada area nursing home (Braden, et all, 1987). Skala Braden terdiri dari 6 variabel yang meliputi persepsi-sensori, kelembaban, tingkat aktifitas, mobilitas, nutrisi, dan gesekan dengan permukaan kasur (matras). Skor maksimum pada skala Braden adalah 23. Skor diatas 20 risiko rendah, 16-20 risiko sedang, 11-15 risiko tinggi, dan kurang dari 10 risiko sangat tinggi.

Tabel 1.1 Skala Braden (Dari Potter & Perry, 2010, Fundamental Keperawatan) PERSEPSI SENSORI Terbatas total (1) KELEMB ABAN Kelembab an kulit yang konstan (1) AKTIVIT AS Tirah baring (1) MOBIL ISASI Imobilisas i total (1) NUTRI SI Sanga t buruk (1) FRIKSI DAN GESEKAN Masalah (1) Sangat terbatas (2) Sedikit terbatas (3) Tidak ada gangguan (4) Sangat lembab (2) Kadangkadang lembab (3) Jarang lembab (4) Diatas kursi (2) Kadangkadang berjalan (3) Sering berjalan (4) Sangat terbatas (2) Agak terbatas (3) Tidak terbatas (4) Mung kin kuran g (2) Cuku p (3) Baik (4) Masalah yang berpotensi (2) Tidak ada masalah (3) 2.2 Tirah Baring 2.2.1 Defenisi Menurut Potter & Perry (2010) tirah baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik. 2.2.2 Tujuan Menurut Potter & Perry (2010) tujuan umum tirah baring adalah mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh, mengurangi nyeri; meliputi nyeri pasca operasi dan kebutuhan analgesik dengan dosis besar, memungkinkan klien sakit atau lemah untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan, dan memberi kesempatan pada yang lebih untuk beristirahat tanpa gangguan

2.2.3 Beberapa Posisi yang efektif mencegah luka tekan pada pasien tirah baring lama Potter & Perry (2010) menjelaskan bahwa mengubah dan menentukan posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu untuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang. ketika mengubah posisi, lebih baik diangkat daripada diseret. Menurut WHO (2005, dalam Sari dan Sitorus, 2013) Adapun posisi yang dapat dilakukan untuk pasien tirah baring untuk mencegah dekubitus yaitu Posisi miring 30 derajat Posisi telentang, Posisi setengah duduk (semi fowler), Posisi miring kiri/ sim kiri, Posisi miring kanan/ sim kanan, Posisi menekuk dan meluruskan sendi bahu, dan Posisi menekuk dan meluruskan siku. 2.3 Peran Perawat Menurut Hutahaean (2010) peran adalah keadaan dari tingkah laku yang diharapkan orang lain terhadap seseorang, sesuai dengan kedudukannya dalam suatu lingkungan. Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Undang-Undang Kesehatan No.23,1992). Dalam Permenkes RI No. 1239 tahun 2001, dijelaskan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Peran perawat menurut Hidayat (2007), merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang konstan.peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan terdiri dari: 1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. 2. Peran sebagai advokat. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. 4. Peran koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Peran kolaborator Peran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. 6. Peran konsultan Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informais tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 7. Peran pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.4 Peran perawat dalam pencegahan luka tekan Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko klien. Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut. Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya membantu perawat mencegah terjadinya luka tekan. Pencegahan meminimalkan akibat dari faktor-faktor resiko atau faktor yang member kontribusi terjadinya luka tekan. Tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya luka tekan adalah perawatan kulit, yang meliputi higienis dan perawatan kulit topikal, pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik, dan pendidikan. Potter & Perry (2010), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan dalam pencegahan luka tekan, yaitu : 1. Perawatan kulit Higiene dan Perawatan Kulit topikal, Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus-menerus oleh perawat minimal 1 kali sehari. Pengkajian dan higiene kulit adalah dua pertahanan awal untuk mencegah kelrusakan kulit. Menurut Cammen (1991 dalam Pranarka, 1999) bahwa pada dekubitus Stadium I, kulit yang tertekan dan kemerahan harus dibersihkan menggunakan air hangat dan sabun 2-3 kali sehari agar luka tekan dapat dihindari.

Saat membersihkan kulit gunakan pembersih dengan surfaktan nonion yang dapat diberikan pada kulit (WOCN, 2003 dalam Potter and Perry 2010). Setelah membersihkan kulit dan memastikan kering dengan sempurna, berikan pelembab agar epidermis terlubrikasi dengan baik. Perawat menggunakan lapisan yang dapat menyerap keringat untuk mencegah kerusakan kulit. 2. pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan pencegahan mekanik berupa pengaturan posisi, pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan gaya gesek pada kulit. Membatasi tinggi kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan mengurangi kesempatan terjadinya luka tekan akibat gaya dorong. Lakukan perubahan posisi pada klien imobilisasi berdasarkan tingkat aktivitas, kemampuan perseptual, dan rutinitas harian (Braden, 2001). Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval 1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam, ketika mengubah posisi, lebih baik diangkat daripada diseret untuk mencegah cidera akibat friksi. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu unuk posisi harus gunakan alat yang membantu posisi untuk melindungi kulit dibawah tonjolan tulang. Petunjuk WOCN (2003 dalam Potter and Perry 2010) Merekomendasikan posisi lateral 30 derajat. Posisi lateral 30 derajat mencegah posisi tepat diatas penonjolan tulang. Perhatikan alas tidur pasien bersih dan tidak kusut. Pada klien yang mampu duduk,pastikan jumlah waktu yang digunakan oleh klien untuk duduk adalah 2 jam atau kurang.

pendukung untuk permukaan berupa Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik). Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat menghilangkan efek tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan antara alas atau alat pendukung yang dapat mengurangi tekanan dan alat pendukung yang dapat menghilangkan tekanan. Alat yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah 32 mmhg (tekanan yang menutupi kapiler. Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi tekanan antara permukaan tapi tidak di bawah besar tekanan yang menutupi kapiler. 3. Pendidikan kesehatan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan kesehatan adalah kegiatan di bidang penyuluhan kesehatan umum dengan tujuan menyadarkan dan mengubah sikap serta perilaku masyarakat agar tercapai tingkat kesehatan yang diinginkan. Pendidikan yang diberikan pada pasien resiko luka tekan adalah dengan mengedukasi tentang cara pencegahan luka tekan. Materi tertulis tersedia dalam berbagai topik, meliputi cara untuk mengukur luka tekan, cara untuk memosisikan

klien dengan benar, anjuran untuk duduk tidak lebih dari 2 jam pada pasien yang mampu duduk, perawat menggunakan lapisan yang dapat menyerap untuk mengurangi kelembaban pada kulit. Perawat menjelaskan pada pasien siapa yang bisa dihubungi klien jika terjadi tanda-tanda kerusakan kulit, perawat merencanakan intervensi yang dapat memenuhi kebutuhan psikososial klien dan orang yang mendukung mereka (Potter & Perry, 2010). Pemahaman dan pengkajian pengalaman klien dan orang pendukung merupakan dimensi penting terapi klien dengan luka tekan (WOCN, 2003 dalam Potter & Perry2010). Klinisi juga hanya melakukan eksplorasi melalui penelitian perpekstif pemberi asuhan terhadap masalah dan perhatian yang berhubungan perawatan yang dilakukan oleh lansia pada pasangannya yang mengalami luka tekan.