Jason Pratama Salim 1 dan Johannes Tarigan 2. ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
USU Medan. Abstract. Key word: Beam, Steel, Lateral torsional buckling, stiffener, ABAQUS. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. atas dan bawah dengan cara digeser sedikit kemudian dilas. Gagasan semacam ini pertama kali dikemukakan oleh H.E.

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

BAB II STUDI PUSTAKA

PANJANG EFEKTIF UNTUK TEKUK TORSI LATERAL BALOK BAJA DENGAN PENAMPANG I (230S)

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

E-Journal Graduate Unpar Part C Civil Engineering

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

DINDING GESER PELAT BAJA DENGAN STRIP MODEL YANG DIMODIFIKASI MENGACU PADA SNI , SNI dan AISC 2005

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BRESING TAHAN TEKUK

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

STUDI TEKUK TORSI LATERAL BALOK KASTELA BENTANG PANJANG DENGAN ANALISIS KERUNTUHAN

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

Putra NRP : Pembimbing : Djoni Simanta, Ir., MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

STRUKTUR BAJA 2 TKS 1514 / 3 SKS

ANALISIS METODE ELEMEN HINGGA DAN EKSPERIMENTAL PERHITUNGAN KURVA BEBAN-LENDUTAN BALOK BAJA ABSTRAK

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

STUDI PERBANDINGAN ANTARA GABLE FRAME METODE BAJA TAPER DENGAN METODE BAJA KONVENSIONAL DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN DAN BIAYA TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PENGEMBANGAN TABEL BAJA UNTUK PROFIL GANDA SEBAGAI ALAT BANTU DESAIN KOMPONEN STRUKTUR BAJA

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

ABSTRAK. Kata Kunci : LRFD, beban, lentur, alat bantu, visual basic.

ANALISA TEKUK PADA KOLOM BAJA TAMPANG IWF AKIBAT GAYA TEKAN AKSIAL

ANALISA PERBANDINGAN BERBAGAI PENAMPANG DINDING GESER KOMPOSIT AKIBAT BEBAN LATERAL

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL STRUKTUR BAJA II 4 BATANG TEKAN METODE ASD

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

ANALISIS MOMEN-KURVATUR PENAMPANG PERSEGI BETON BERTULANG MUTU NORMAL. Fajri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

BAB I PENDAHULUAN. bangunan saat ini adalah : kayu, beton, dan baja. Pada mulanya, bangunan-bangunan

Bab II STUDI PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

Kajian Eksperimental Bresing Tahan Tekuk pada Bangunan Tahan Gempa di Indonesia

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

ANALISIS DAN DESAIN PADA STRUKTUR BAJA DENGAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIK BIASA (SRBKB) DAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIK KHUSUS (SRBKK)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

STUDI PARAMETRIK PENGARUH VARIASI TINGKATAN BEBAN AKSIAL TERHADAP PERILAKU LENTUR DAN AKSIAL PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG DENGAN BEBAN SIKLIK

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

ANALISIS PELAT BUHUL STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

KAJIAN KINERJA LINK YANG DAPAT DIGANTI PADA STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK TIPE SPLIT-K

Filosofi Desain Struktur Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

Analisis Perkuatan Balok Baja dengan Memperhitungkan Efek Redistribusi Momen

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Permasalahan Yang Akan Diteliti 7

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

STUDI KOMPARASI PERILAKU STRUKTUR SISTEM RANGKA BERPENGAKU EKSENTRIK TIPE D TERHADAP SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya didesain dengan baik sehingga mampu menunjukkan kinerja yang

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

Transkripsi:

STUDI PENGARUH LETAK TAMBATAN LATERAL PADA SAYAP BAWAH BALOK H DENGAN PELAT YANG DICOR DI ATAS BALOK TERHADAP PERPINDAHAN LATERAL MAXIMUM PADA SAYAP BAWAH BALOK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS Jason Pratama Salim 1 dan Johannes Tarigan 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email : jason_pratama109@yahoo.com 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email : johannes.tarigan@usu.ac.id ABSTRAK Penampang tipis terbuka pada profil H baja yang sering dijadikan balok, tentu merupakan profil dengan penampang yang sangat rentan terhadap masalah stabilitas. Ketika balok dengan bentuk langsing diberikan beban lentur terhadap sumbu lemah penampang, lendutan pada arah sumbu pembebanan akan muncul pada awalnya, namun, jika tidak adanya pengaku lateral yang cukup pada balok untuk melawan daerah tekan, lendutan dengan arah lateral dan perputaran penampang akan muncul pada nilai pembebanan tertentu yang dikenal dengan tekuk torsi lateral. Deformasi lateral dan puntir dari balok menjadi salah satu kriteria yang menentukan performa dari balok baja saat memikul gempa besar. Beberapa analisis dilakukan terhadap balok baja yang dibebani oleh momen kurvatur ganda dengan beban siklik yang mencerminkan kondisi pembebanan balok pada saat memikul beban gempa. Perilaku stabilitas balok dianalisis dengan kriteria balok yang memiliki pelat lantai yang dicor di atasnya dan dengan balok yang tidak ada pelat lantai di atasnya. Tiap balok dianalisis dengan jarak perletakan bresing yang berbeda-beda guna mengetahui letak bresing yang lebih efisien dalam mengurangi perpindahan lateral dan puntir penampang yang terjadi saat terjadinya tekuk torsi lateral. Analisa stuktur balok-balok di atas dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Abaqus versi 13. Hasil dari analisis menunjukkan efisiensi dari jumlah perletakan bresing yang bisa dihemat yang dibandingkan dengan standar peraturan yang tercantum pada AISC Seismic Provision 2010. Kata kunci : Stabilitas balok, tekuk torsi lateral, efisiensi perletakan bresing. 1. PENDAHULUAN Pada perencanaan ketahanan gempa, khusunya pada rangka portal baja, penampang balok baja yang umumnya memiliki kekakuan lentur terhadap sumbu lemah yang relatif kecil jika dibandingkan dengan kekakuan lentur terhadap sumbu kuatnya, potensi terjadinya ketidakstabilan yang berupa deformasi ke luar arah bidang pembebanan menjadi sangat besar khususnya pada saat balok menggunakan penampang dengan tinggi yang cukup besar. Ketidakstabilan pada balok ini sering dikenal dengan istilah tekuk torsi lateral (lateral torsional buckling) (Chen, W.F. and Lui, E.M., 1986). Perilaku struktur balok seperti ini dapat mengurangi kapasitas lentur dari balok baja sehingga pada umumnya, momen plastis penampang balok tidak akan dapat tercapai. Ketika suatu balok langsing memikul beban lentur yang bekerja searah sumbu lemah penampang, lentur terhadap sumbu kuat akan timbul. Namun, jika tidak terdapat penambatan lateral (lateral support) yang cukup pada sisi penampang yang mengalami tegangan tekan, lentur pada arah sumbu lemah penampang balok dan puntir akan terjadi jika suatu batas nilai beban terlewati (Segui, William T., 2003). Untuk suatu komponen balok elastis tanpa tegangan residu yang memiliki geometri sempurna, batas nilai beban dimana ketidakstabilan lateral mulai terjadi dinamakan beban tekuk torsi lateral kritis elastis. Bresing balok merupakan topik yang lebih kompleks dibandingkan bresing kolom. Ini terlihat dari fakta bahwa kebanyakan

tekuk pada kolom adalah tekuk primer, sedangkan tekuk pada balok meliputi lentur dan torsi (Yura, J.A., 2001). Untuk meningkatkan kapasitas kekuatan dari balok baja khususnya pada sistem struktur gedung, maka di dalam standar perencanaan ditetapkan perlunya dipasang penambatan lateral pada suatu jarak tertentu untuk mencegah terjadinya tekuk torsi lateral. Dari beberapa pengamatan, mulai diyakini bahwa keberadaan pelat lantai beton yang dicor di atas balok baja berpotensi meningkatkan stabilitas balok baja terhadap tekuk torsi lateral. Kekakuan aksial dan kekakuan lentur dari pelat lantai yang dicor di atas balok baja dapat menyediakan kekakuan lateral dan kekakuan torsi yang cukup berarti bagi balok baja (Erwin, 2011). Pada kondisi pembebanan yang menghasilkan momen positif pada balok (serat bawah tertarik, serat atas tertekan), tekuk torsi lateral dapat dicegah dengan baik. Namun tidak demikian pada saat memperhitungkan efek dari beban gempa. Di bawah pengaruh beban gempa, momen lentur positif dan negatif dapat terjadi secara bergantian pada ujung balok tergantung kepada arah gaya gempa yang terjadi. Oleh karena itu, penambatan lateral juga diperlukan pada sayap bawah balok. Gambar 1.2 menunjukkan contoh penambatan lateral konvensional berupa bresing yang sering digunakan pada bangunan gedung untuk mencegah terjadinya perpindahan lateral pada sayap bawah. Lateral Support (Brace) Gambar 1.2 Menunjukkan penambatan lateral konvensional yang sering digunakan pada bangunan gedung untuk mencegah perpindahan lateral pada sayap bawah balok Di dalam standar perencanaan untuk bangunan tahan gempa, AISC seismic provision (2010), agar balok dapat memiliki daktilitas yang cukup untuk memenuhi syarat komponen berdaktilitas tinggi, bresing perlu ditambahkan pada jarak kurang dari Ls yang dihitung berdasarkan persamaan (1.1). Saat panjang balok tertambatkan Lb adalah lebih kecil dari Ls, penampang balok dianggap dapat mencapai kekuatan plastisnya Mp serta dapat mengalami rotasi plastis yang cukup besar pada saat memikul beban gempa besar. Oleh sebab itu, perencanaan balok baja pada umumnya akan mengikutsertakan penggunaan bresing pada tiap jarak Lb yang lebih kecil dari nilai Ls di sepanjang balok. L 0. 086E r F (1.1) s s y y di mana Es adalah modulus elastis baja yaitu sebesar 200 GPa, ry adalah jari-jari girasi penampang terhadap sumbu lemah, Fy adalah nilai tegangan leleh baja. Namun, pada saat suatu gedung mengalami beban gempa, distribusi momen yang terjadi di dalam balok adalah seperti terlihat pada Gambar 1.3. Momen maksimum hanya terjadi di kedua ujung balok sedangkan pada tengah bentang balok, momen adalah relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan momen pada ujung balok. Oleh sebab itu, bentangan tengah balok tidak perlu direncanakan untuk dapat mencapai kekuatan plastisnya yang sebesar Mp, sehingga membuka kemungkinan untuk tidak memasangkan bresing di sepanjang bentangan tengah balok.

M p M ms Bresing L b L Gambar 1.3 Menunjukkan distribusi momen pada suatu balok akibat beban gempa L b Salah satu langkah yang dapat diambil yaitu dengan menambahkan satu bresing pada masing-masing titik yang berjarak lebih kecil dari Ls dari kedua ujung balok seperti ditunjukkan pada Gambar 1.3 kemudian kapasitas balok nominal pada bentangan tengah balok dikontrol agar cukup untuk menahan momen sebesar Mms yang merupakan momen maksimum yang dialami oleh balok dibentangan tengah pada saat Mp dicapai pada kedua ujung balok. Jika bentang balok semakin panjang sehingga kapasitas kekuatan balok pada bentangan tengah tidak cukup untuk memikul momen sebesar Mms, maka tambahan bresing akan diperlukan pada bentangan tengah ini. Di samping dinilai dari segi kekuatan balok, deformasi lateral dan puntir dari balok juga menjadi salah satu kriteria yang menentukan performa dari balok baja saat memikul gempa besar. Walaupun metode yang disebutkan di atas mungkin telah memenuhi dari segi kekuatan, namun masih tetap memungkinkan bahwa pada suatu kondisi gempa tertentu, deformasi lateral dan puntir yang dialami oleh balok menjadi sangat besar walaupun kekuatan yang diharapkan dapat dicapai. Dalam tugas akhir ini akan dilakukan beberapa analisis terhadap balok baja yang dibebani oleh momen kurvatur ganda yang mencerminkan kondisi pembebanan balok pada saat memikul beban gempa. Kapasitas momen serta besarnya perpindahan lateral dan puntir yang dialami oleh balok baja akan dipelajari untuk mengetahui dengan lebih jelas perilaku dari balok baja yang memikul beban gempa, serta perilaku dari balok yang memiliki pelat atap di atasnya juga akan dipelajari. PERUMUSAN MASALAH Dua jenis balok akan dianalisis yaitu balok tanpa pelat lantai dan balok dengan pelat lantai. Penampang balok yang akan dianalisis adalah H600 200 12 22. Untuk balok yang memiliki pelat lantai yang dicor di atas balok, keberadaan pelat lantai tersebut akan dimodelkan sebagai pegas lateral dan pegas torsi pada bagian atas balok. Sifat nonlinier inelastik dari material dan geometri akan diperhitungkan di dalam analisis ini. Beban yang bekerja pada balok berupa momen kurvatur ganda yang memodelkan distribusi momen pada balok saat memikul beban gempa. Momen ujung ditambahkan kepada balok dengan cara memberikan rotasi sudut pada kedua ujung balok secara bertahap. Beban yang diberikan adalah beban siklik untuk mendapatkan kurva histeresis dari balok baja. Model balok menggunakan elemen cangkang (shell element) dengan menggunakan material baja yang memperhitungkan strain hardening. Mutu baja yang digunakan adalah mutu baja A572 Gr.50 yang memiliki nilai tegangan leleh F y sebesar 350 MPa. Untuk tiap jenis balok yang akan dianalisis, tiga jenis panjang bentang balok akan digunakan yaitu sebesar 7L s, 8L s, dan 9L s. Untuk tiap bentangan balok dengan pelat yang dicor di atasnya, akan terdapat beberapa variasi pemasangan bresing pada sayap bawah yang akan dianalisis yaitu tanpa bresing sama sekali pada sayap bawah (0), dengan menambahkan bresing pada sayap bawah di dua titik di sepanjang balok (2Pt), dengan menambahkan bresing pada tiga titik (3Pt), dengan menambahkan bresing pada empat titik (4Pt), dan dengan menambahkan bresing pada tiap jarak Ls (code). Sebagai tambahan, akan terdapat satu lagi variasi perletakan bresing untuk balok yang menggunakan dua bresing (2Pt-2) dan empat bresing (4Pt-2). Tabel 1-1 merangkum semua balok yang akan dianalisis.

No. Specimen L Jarak bresing dari ujung Jumlah bresing (m) (mm) 1 NS-7Ls-2Pt 14.875 2 2125 ; 12750 2 NS-7Ls-3Pt 14.875 3 2125 ; 7437.5 ; 12750 3 NS-7Ls-4Pt 14.875 4 2125 ; 4250 ; 10625 ; 12750 4 NS-7Ls-code 14.875 6 Tiap 2125 5 NS-8Ls-2Pt 17.000 2 2125 ; 14875 6 NS-8Ls-3Pt 17.000 3 2125 ; 8500 ; 14875 7 NS-8Ls-4Pt 17.000 4 2125 ; 4250 ; 12750 ; 14875 8 NS-8Ls-code 17.000 7 Tiap 2125 9 NS-9Ls-2Pt 19.125 2 2125 ; 17000 10 NS-9Ls-3Pt 19.125 3 2125 ; 9562.5 ; 17000 11 NS-9Ls-4Pt 19.125 4 2125 ; 4250 ; 14875 ; 17000 12 NS-9Ls-code 19.125 8 Tiap 2125 13 S-7Ls-0 14.875 0-14 S-7Ls-2Pt 14.875 2 2125 ; 12750 15 S-7Ls-2Pt-2 14.875 2 1062.5 ; 13812.5 16 S -7Ls-3Pt 14.875 3 2125 ; 7437.5 ; 12750 17 S -7Ls-4Pt 14.875 4 2125 ; 4250 ; 10625 ; 12750 18 S -7Ls-4Pt-2 14.875 4 1062.5 ; 2125 ; 12750 ; 13812.5 19 S-7Ls-code 14.875 6 Tiap 2125 20 S-8Ls-0 17.000 0-21 S-8Ls-2Pt 17.000 2 2125 ; 14875 22 S-8Ls-2Pt-2 17.000 2 1062.5 ; 15937.5 23 S-8Ls-3Pt 17.000 3 2125 ; 8500 ; 14875 24 S-8Ls-4Pt 17.000 4 2125 ; 4250 ; 12750 ; 14875 25 S-8Ls-4Pt-2 17.000 4 1062.5 ; 2125 ; 14875 ; 15937.5 26 S-8Ls-code 17.000 7 Tiap 2125 27 S-9Ls-0 19.125 0-28 S-9Ls-2Pt 19.125 2 2125 ; 17000 29 S-9Ls-2Pt-2 19.125 2 1062.5 ; 18062.5 30 S-9Ls-3Pt 19.125 3 2125 ; 9562.5 ; 17000 31 S-9Ls-4Pt 19.125 4 2125 ; 4250 ; 14875 ; 17000 32 S-9Ls-4Pt-2 19.125 4 1062.5 ; 2125 ; 17000 ; 18062.5 33 S-9Ls-code 19.125 8 Tiap 2125 Tabel 1.1 Menunjukkan spesimen dari balok H yang akan dianalisis dengan balok yang memiliki pelat lantai di atasnya dan balok tanpa pelat lantai di atasnya dengan beberapa jenis jarak penempatan bresing MAKSUD DAN TUJUAN Dari permasalahan yang ada di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah dapat mengetahui letak bresing yang lebih efisien dalam mengurangi perpindahan lateral maksimum yang terjadi saat terjadi tekuk torsi lateral. PEMBATASAN MASALAH Beberapa pembatasan akan diberikan untuk tugas akhir ini, yaitu : 1. Beban gravitasi pada balok diabaikan dalam analisis karena momen pada balok akibat beban gravitasi adalah relatif kecil jika dibandingkan dengan kapasitas momen balok. 2. Pelat lantai diasumsikan dapat memberikan tambatan lateral dan tambatan torsi di sepanjang sayap atas balok. 3. Balok akan dianlisis secara inelastik dengan memperhitungkan sifat inelastik material sekaligus geometri. 4. Analisis inelastik pada balok akan dilakukan hanya pada balok saja dengan memberikan syarat batasan yang sesuai pada kedua ujung balok.

5. Analisis statik nonlinier akan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak ABAQUS versi 13. 2. TINJAUAN PUSTAKA Persamaan pendekatan yang digunakan dalam memperhitungkan nilai lendutan ke dalam bidang diberikan oleh Kirby dan Nethercot sebagai berikut: EI ygj M 0cr 1 W L I Di mana : r 2 EC w W I r 1 I y I x ; L GJ Dengan : C w = Konstanta Warping G = Modulus Geser J = Konstanta Torsi E = Modulus Elastisitas Ix = Inersia Sumbu x Iy = Inersia Sumbu y 3. METODE PENELITIAN Balok yang akan dianalisis dimodelkan sebagai elemen cangkang (shell element) di dalam ABAQUS. Jenis elemen yang digunakan adalah S8R yang merupakan elemen dua dimensi dengan 8 titik integrasi. Ukuran mesh yang digunakan berkisar pada 50 50 mm. Rigid Plate M M Rigid Plate Gambar 3.1 Menunjukkan ilustrasi model balok yang digunakan dalam Program Abaqus dengan diberikannya beban momen kurvatur ganda Balok pada bangunan dimodelkan agar memiliki kondisi syarat batas yang sama pada kedua ujungnya. Seluruh derajat kebebasan pada kedua ujung balok selain rotasi terhadap sumbu kuat balok akan dikekang. Beban yang diberikan adalah berupa momen kurvatur ganda untuk memodelkan perilaku balok baja pada portal baja yang menerima beban gempa. Momen pada kedua ujung balok ini akan dihasilkan dengan memberikan rotasi terhadap sumbu kuat balok pada kedua ujung balok. Dengan cara ini, pembebanan dapat dilakukan dengan cara mengontrol besarnya deformasi pada ujung balok untuk memungkinkan dapat diperolehnya kurva beban terhadap deformasi. Gambar 3.1 menunjukkan ilustrasi model balok yang digunakan dalam analisis. Untuk memicu terjadinya tekuk pada balok, initial imperfection akan diberikan kepada balok. Initial imperfection yang digunakan adalah deformasi mode shape 1 dari hasil analisis tekuk..

Beban momen kurvatur ganda diberikan balok melalui kontrol rotasi pada kedua ujung balok dimana riwayat pembebanan siklik yang diberikan dengan berdasarkan pada rekomendasi yang terdapat di dalam AISC Seismic Provision (2010) ditunjukkan pada Gambar 3.2. Properti dari cross-sectional, rasio kelangsingan, kekuatan material, sejarah pembebanan, dan panjang balok tanpa pengikat dipilih sebagai analisis variable (Nakashima, M., Kanao, I., Liu, D., 2002). Gambar 3.2 Menunjukkan riwayat pembebanan siklik pada balok sesuai dengan AISC 2010 dengan memberikan kontrol rotasi pada kedua ujung balok Ukuran balok yang digunakan untuk analisis adalah balok H600 200 12 22. Mutu baja yang digunakan adalah ASTM A572 Gr.50 dengan nilai tegangan leleh nominal Fy = 350 MPa (Segui, William T., 2003). Nilai modulus elastisitas Es yang digunakan diasumsikan sebesar 200 GPa. Panjang balok tak tertambatkan maksimum untuk memenuhi syarat sebagai komponen berdaktilitas tinggi Ls adalah sebesar 2125 mm. Panjang balok yang digunakan dalam analisis bervariasi antara lain sepanjang 7Ls, 8Ls, dan 9Ls dengan panjang sebesar 14875 mm, 17000 mm, dan 19125 mm, secara berurutan. Sifat inelastis dari material yang akan dianalisis akan dimodelkan dengan mendefinisikan properti plastis dari material baja di program ABAQUS. Jenis hardening rule yang digunakan adalah combined hardening yang dapat memperhitungkan sifat isotropic hardening dan kinematic hardening secara bersamaan. Parameter untuk combined hardening yang digunakan dalam analisis ini tercantum pada Tabel 3.1.

Kinematic hardening parameter Tegangan leleh pada regangan plastis nol Parameter kinematic hardening (C 1 ) 350 MPa 3200 MPa Parameter γ 1 12 Isotropic hardening parameter Tegangan ekivalen Q inf 350 MPa 100 MPa Parameter hardening (b) 2 Tabel 3.1 Menunjukkan parameter yang digunakan untuk combined hardening rule yang dapat memperhitungkan sifat isotropic hardening dan kinematic hardening secara bersamaan Efek pengekangan lateral yang dapat diberikan oleh pelat yang dicor di atas balok dimodelkan sebagai pegas dengan kekakuan lateral yang sangat besar karena perpindahan pada sayap atas adalah sangat kecil saat terdapat pelat di atas balok. Efek pengekangan torsi yang dapat diberikan oleh pelat yang dicor di atas balok dimodelkan sebagai pegas dengan kekakuan yang relatif cukup besar dengan nilai kekakuan sebesar 52 kn-m/rads. Gambar 3.3 mengilustrasikan model pegas yang digunakan pada balok. Gambar 3.3 Menunjukkan ilustrasi pada balok untuk kekangan lateral dan torsi yang dapat diberikan oleh pelat lantai yang dicor di atas balok VERIFIKASI MODEL ANALISIS Untuk melakukan verifikasi terhadap model analisis yang digunakan pada tugas akhir ini, hasil analisis dari balok H250 125 6 9 akan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari percobaan. Hasil percobaan diperoleh dari percobaan yang dilakukan di laboratorium struktur National Taiwan University of Science and Technology sebagai bagian dari proyek National Science Council. Mutu bahan aktual yang digunakan dalam percobaan akan digunakan di dalam analisis untuk verifikasi. Tabel 3-2 merangkum tegangan leleh dari baja yang diperoleh dari uji tarik laboratorium. Parameter yang digunakan untuk verifikasi adalah sama dengan yang dicantumkan di dalam Tabel 3-1 kecuali tegangan leleh dan tegangan ekivalen yang digunakan adalah sesuai dengan tegangan leleh aktual. Model analisis yang digunakan adalah sama seperti yang telah dijelaskan pada subbab 3.2.

Pelat sayap Pelat badan Bagian F y 308 MPa 362 MPa Tabel 3.2 Menunjukkan tegangan leleh aktual dari material baja yang diperoleh dari uji tarik laboratorium yang akan dibandingkan dengan hasil analisis Balok yang digunakan untuk verifikasi adalah balok yang menggunakan bresing pada sayap atas yang digunakan sebagai pengganti efek kekangan lateral yang mampu disediakan oleh pelat lantai. Model analisis akan dibuat sedemikian rupa agar dapat menggambarkan keadaan baok yang sebenarnya. Kondisi pembebanan yang digunakan adalah sesuati dengan riwayat pembebanan yang diberikan pada Gambar 3.2. Kurva histeretik hubungan antara besarnya momen pada ujung balok dengan rotasi pada ujung balok yang diperoleh melalui percobaan dan analisis akan dibandingkan sebagai bahan verifikasi. SPESIMEN YANG DIANALISIS Spesimen yang dianalisis dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu balok tanpa pelat di atas sayap atas (NS) dan balok dengan pelat di atas sayap atas (S). Setiap kelompok balok terdiri dari tiga jenis panjang balok yaitu sepanjang 7Ls (14875 mm), 8Ls (17000 mm), dan 9Ls (19125 mm). Untuk setiap bentang balok ini juga akan terdapat berbagai variasi penempatan bresing pada balok. Tabel 3-3 merangkum semua balok tanpa pelat yang akan dianalisis dan Table 3-4 merangkum semua balok dengan pelat yang akan dianalisis. Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 mengilustrasikan penempatan bresing yang digunakan. Spesimen Panjang Balok (mm) Jumlah Bresing yang digunakan NS-7Ls-2Pt 2 NS-7Ls-3Pt 3 14875 NS-7Ls-4Pt 4 NS-7Ls-code 6 NS-8Ls-2Pt 2 NS-8Ls-3Pt 3 17000 NS-8Ls-4Pt 4 NS-8Ls-code 7 NS-9Ls-2Pt 2 NS-9Ls-3Pt 3 19125 NS-9Ls-4Pt 4 NS-9Ls-code 8 Tabel 3.3 Menunjukkan spesimen balok yang dianalisis tanpa pelat lantai di atasnya

Spesimen Panjang Balok (mm) Jumlah Bresing yang digunakan S-7Ls-0 0 S-7Ls-2Pt 2 S-7Ls-2Pt-2 2 S-7Ls-3Pt 14875 3 S-7Ls-4Pt 4 S-7Ls-4Pt-2 4 S-7Ls-code 6 S-8Ls-0 0 S-8Ls-2Pt 2 S-8Ls-2Pt-2 2 S-8Ls-3Pt 17000 3 S-8Ls-4Pt 4 S-8Ls-4Pt-2 4 S-8Ls-code 7 S-9Ls-0 0 S-9Ls-2Pt 2 S-9Ls-2Pt-2 2 S-9Ls-3Pt 19125 3 S-9Ls-4Pt 4 S-9Ls-4Pt-2 4 S-9Ls-code 8 Tabel 3.4 Menunjukkan spesimen balok yang dianalisis dengan pelat lantai di atasnya

(a) NS-8Ls-2Pt L s 6L s L s (b) NS-8Ls-3Pt L s 3L s 3L s L s (c) NS-8Ls-4Pt L s L s 4L s L s L s (d) NS-8Ls-code Catatan: Lateral brace L s L s L s L s L s L s L s L s Gambar 3.4 Menunjukkan jarak-jarak penempatan bresing yang diberikan pada balok tanpa pelat lantai di atasnya Balok-balok pada Table 3.3 dan Tabel 3.4 akan dianalisis untuk memperoleh kurva histeretik serta deformasi lateral dari sayap atas dan sayap bawah balok. Sudut puntir akan didefinisikan sebagai deformasi lateral dari sayap bawah dikurangi dengan deformasi lateral dari sayap atas kemudian dibagi dengan tinggi balok seperti diilustrasikan pada Gambar 3.6. Besar sudut puntir maksimum dari setiap balok akan didapatkan dan akan dibahas pada bab berikutnya beserta perilaku dari masing-masing balok dengan penempatan bresing yang berbeda-beda. Lokasi penempatan bresing yang lebih baik diharapkan dapat didapatkan berdasarkan pada hasil analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini. (a) NS-8Ls-0 8L s (b) NS-8Ls-2Pt L s 6L s L s (c) NS-8Ls-2Pt-2 L s /2 7L s L s /2 (d) NS-8Ls-3Pt L s 3L s 3L s L s (e) NS-8Ls-4Pt L s L s 4L s L s L s

(f) NS-8Ls-4Pt-2 L s /2 L s /2 6L s L s /2 L s /2 (g) NS-8Ls-code L s L s L s L s L s L s L s L s Catatan: Lateral brace; Torsional brace Gambar 3.5 Menunjukkan jarak-jarak penempatan bresing yang diberikan pada balok dengan pelat lantai di atasnya 4. HASIL DAN PEMBAHASAN VERIFIKASI HASIL ANALISIS DAN PERCOBAAN Untuk memverifikasi model analisis yang digunakan di dalam analisis ini baik untuk model balok maupun model material yang digunakan, hasil analisis dari balok H250 125 6 9 akan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh melalui percobaan. Gambar 4.1 menunjukkan perbandingan kurva histeretik yang diperoleh dari hasil analisis dengan menggunakan metode elemen hingga dengan hasil percobaan. Gambar 4.1 Menunjukkan perbandingan kurva histeretik dari hasil analisis yang diperoleh dengan percobaan di laboratorium Dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa model analisis yang digunakan adalah cukup baik dalam memprediksi perilaku histeretik dari balok baja yang dibebani dengan beban momen kurvatur yang bersifat siklik. Baik kekuatan maksimum maupun penurunan kekuatan balok setelah beban puncak dicapai dapat diprediksi dengan baik oleh model analisis yang digunakan. Perbandingan antara momen maksimum positif dan negatif yang diperoleh dari analisis dan percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Analisis (kn-m) Percobaan (kn-m) Perbedaan (%) M max 135.83 132.05 2.86 M min 136.06 136.46 0.29 Tabel 4.1 Menunjukkan perbandingan antara momen maksimum dari analisis yang diperoleh dengan percobaan di laboratorium Waktu terjadinya tekuk torsi lateral juga dapat diprediksi dengan baik oleh model analisis yang digunakan dimana dapat dilihat dari perilaku pinching yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hasil bentuk kurva histeretik hasil analisis dan percobaan tidak dapat sama secara sepenuhnya karena efek Bauchinger yang masih belum dapat diperhitungkan ke dalam model analisis yang digunakan, namun secara garis besar, perilaku yang terjadi pada analisis mendekati perilaku balok yang diamati pada saat percobaan sehingga model analisis yang digunakan dipercaya dapat digunakan untuk mempelajari perilaku tekuk torsi lateral dari balok baja yang menggunakan bresing yang dipasang secara bervariasi. HASIL ANALISIS Untuk setiap balok yang dianalisis, akan diperoleh kurva histeretik yang berupa kurva hubungan antara moment dengan sudut rotasi pada ujung balok. Dari kurva histeretik yang diperoleh, momen maksimum yang dapat dicapai oleh balok dapat diperoleh. Di samping itu, perpindahan lateral yang dialami balok pada sayap atas dan sayap bawah juga akan diperoleh sehingga sudut puntir di sepanjang balok dapat ditentukan dengan menggunakan definisi sudut puntir (φ) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.6. Sudut puntir yang akan dibahas adalah sudut puntir di sepanjang balok pada saat rotasi sudut pada ujung balok pertama kali mencapai rotasi sudut plastik (θ p ) sebesar 4%. Rotasi sudut plastik (θ p ) didefinisikan sebagai besarnya rotasi sudut yang terjadi (θ) dikurangi dengan rotasi sudut leleh (θ y ). Dimana rotasi sudut leleh (θ y ) didefinisikan sebagai rotasi sudut elastik saat momen maksimum tercapai yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.1). y M max E e (4.1) dimana M max adalah momen maksimum yang dapat dicapai dan E e adalah kekakuan elastisitas dari balok baja. Besarnya sudut puntir maksimum dari tiap balok akan diperoleh dan kemudian akan dibandingkan untuk mengetahui pola letak bresing yang lebih efisien untuk meminimalkan sudut puntir maksimum yang akan terjadi pada balok pada saat rotasi sudut mencapai 4%. Sudut puntir yang akan dianalisa dibagi menjadi dua jenis yaitu pada daerah sendi plastis (φ e ) dan pada daerah tengah bentang balok (φ m ). u t h u u h b t u b Gambar 3.6 Menunjukkan Rumus dari definisi sudut puntir yang biasa digunakan pada perhitungan

BALOK TANPA PELAT LANTAI Kurva histeretik, distribusi perpindahan lateral di sepanjang balok serta distribusi sudut puntir di sepanjang balok balok tanpa pelat lantai dapat dilihat pada Gambar 4.3, 4.8, dan 4.12. (a) Kurva histeretik (b) Distribusi perpindahan lateral pada sayap atas (c) Distribusi perpindahan lateral pada sayap bawah (d) Distribusi sudut puntir di sepanjang bentang balok Gambar 4.3 Menunjukkan hasil analisis balok NS-7Ls-3Pt (Balok tanpa pelat lantai di atasnya dengan 3 perletakan bresing dengan panjang bentang sebesar 7 Ls)

(a) Kurva histeretik (b) Distribusi perpindahan lateral pada sayap atas (c) Distribusi perpindahan lateral pada sayap bawah (d) Distribusi sudut puntir di sepanjang bentang balok Gambar 4.8 Menunjukkan hasil analisis balok NS-8Ls-4Pt (Balok tanpa pelat lantai di atasnya dengan 4 perletakan bresing dengan panjang bentang sebesar 8 Ls)

(a) Kurva histeretik (b) Distribusi perpindahan lateral pada sayap atas (c) Distribusi perpindahan lateral pada sayap bawah (d) Distribusi sudut puntir di sepanjang bentang balok Gambar 4.12 Menunjukkan hasil analisis balok NS-9Ls-4Pt (Balok tanpa pelat lantai di atasnya dengan 4 perletakan bresing dengan panjang bentang sebesar 9 Ls) Besarnya sudut puntir maksimum pada balok-balok tanpa pelat lantai yang telah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Spesimen φ e (rads) φ m (rads) NS-7Ls-2Pt 0.105 0.268 NS-7Ls-3Pt 0.101 0.056 NS-7Ls-4Pt 0.086 0.013 NS-7Ls-code 0.085 0.012 NS-8Ls-2Pt 0.090 0.428 NS-8Ls-3Pt 0.114 0.096 NS-8Ls-4Pt 0.102 0.018 NS-8Ls-code 0.103 0.016 NS-9Ls-2Pt 0.071 0.504 NS-9Ls-3Pt 0.108 0.145 NS-9Ls-4Pt 0.102 0.019 NS-9Ls-code 0.101 0.016 Tabel 4.2 Menunjukkan sudut puntir maksimum di kedua ujung balok dan di tengah balok yang diperoleh dari analisis balok tanpa pelat lantai di atasnya

BALOK DENGAN PELAT LANTAI Kurva histeretik, distribusi perpindahan lateral di sepanjang balok serta distribusi sudut puntir di sepanjang balok balok dengan pelat lantai di atas saya atas dapat dilihat pada Gambar 4.16, 4.23, 4.33. (a) Kurva histeretik (b) Distribusi perpindahan lateral pada sayap atas (c) Distribusi perpindahan lateral pada sayap bawah (d) Distribusi sudut puntir di sepanjang bentang balok Gambar 4.16 Menunjukkan hasil analisis balok S-7Ls-2Pt-2 (Balok dengan pelat lantai di atasnya dengan 2 perletakan bresing dengan panjang bentang sebesar 7 Ls)

(a) Kurva histeretik (b) Distribusi perpindahan lateral pada sayap atas (c) Distribusi perpindahan lateral pada sayap bawah (d) Distribusi sudut puntir di sepanjang bentang balok Gambar 4.23 Menunjukkan hasil analisis balok S-8Ls-2Pt-2 (Balok dengan pelat lantai di atasnya dengan 2 perletakan bresing dengan panjang bentang sebesar 8 Ls)

(a) Kurva histeretik (b) Distribusi perpindahan lateral pada sayap atas (c) Distribusi perpindahan lateral pada sayap bawah (d) Distribusi sudut puntir di sepanjang bentang balok Gambar 4.33 Hasil analisis balok S-9Ls-4Pt-2 (Balok dengan pelat lantai di atasnya dengan 4 perletakan bresing dengan panjang bentang sebesar 9 Ls)

Besarnya sudut puntir maksimum pada balok-balok dengan pelat lantai di atas sayap atas yang telah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 4.3. Spesimen φ e (rads) φ m (rads) S-7Ls-0 0.277 0.043 S-7Ls-2Pt 0.149 0.054 S-7Ls-2Pt-2 0.061 0.068 S-7Ls-3Pt 0.147 0.048 S-7Ls-4Pt 0.128 0.014 S-7Ls-4Pt-2 0.059 0.010 S-7Ls-code 0.126 0.013 S-8Ls-0 0.341 0.074 S-8Ls-2Pt 0.212 0.060 S-8Ls-2Pt-2 0.088 0.087 S-8Ls-3Pt 0.211 0.058 S-8Ls-4Pt 0.192 0.038 S-8Ls-4Pt-2 0.080 0.012 S-8Ls-code 0.190 0.037 S-9Ls-0 0.352 0.072 S-9Ls-2Pt 0.208 0.066 S-9Ls-2Pt-2 0.079 0.118 S-9Ls-3Pt 0.208 0.066 S-9Ls-4Pt 0.189 0.035 S-9Ls-4Pt-2 0.074 0.010 S-9Ls-code 0.189 0.034 Tabel 4.3 Menunjukkan sudut puntir maksimum di kedua ujung balok dan di tengah balok yang diperoleh dari analisis balok dengan pelat lantai di atasnya PENGARUH PERLETAKAN BRESING TERHADAP SUDUT PUNTIR MAKSIMUM PADA BALOK TANPA PELAT LANTAI Dari hasil analisis yang berupa nilai sudut puntir maksimum pada balok tanpa pelat lantai yang telah dirangkumkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah bresing yang digunakan dapat dikurangi. Untuk ketiga jenis balok dengan panjang yang berbeda, yaitu 7Ls, 8Ls, dan 9Ls, efektifitas dari penggunaan bresing

adalah sama. Momen plastis balok tidak akan tercapai jika tidak ada bresing yang terpasang di sepanjang balok. Namun dengan ditambahkannya bresing pada dua titik di sepanjang bentang balok, momen plastis balok menjadi dapat dicapai walaupun balok mengalami deformasi lateral yang cukup besar pada saat rotasi sudut plastis balok mencapai 4% rads. Pada saat bresing hanya diletakkan pada dua titik yang paling berdekatan dengan ujung balok, nilai sudut puntir maksimum pada tengah bentang sangat besar. Pada saat bresing ditambahkan lagi pada tengah bentang balok, nilai sudut puntir maksimum pada tengah balok dapat diperkecil dengan cukup drastis. Namun saat panjang balok semakin besar, nilai sudut puntir maksimum pada bentang yang terletak di antara bresing yang diletakkan berdekatan dengan ujung balok dengan bresing yang diletakkan di tengah bentang balok tetap saja masih cukup besar walaupun sudah jauh lebih kecil daripada pada saat tidak ditambahkan bresing pada tengah bentang balok. Hasil analisis dari balok tanpa pelat yang menggunakan bresing pada empat titik menunjukkan bahwa cara penempatan bresing seperti ini dapat dengan efektif mengurangi besarnya nilai sudut puntir maksimum pada tengah bentang balok. Sudut puntir pada tengah bentang balok menjadi relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan pada saat bresing hanya ditambahkan pada dua titik. Nilai sudut puntir maksimum yang terjadi pada balok hampir sama dengan nilai sudut puntir maksimum pada saat bresing ditambahkan di sepanjang balok dengan jarak masing-masing sebesar L s sesuai dengan yang direkomendasikan pada standar perencanaan struktur baja (AISC). Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa jumlah bresing yang diperlukan pada balok dapat dikurangi. Bresing pada tengah bentang balok dapat dihilangkan dan perilaku yang terjadi masih tetap mendekati saat bresing ditambahkan sesuai dengan yang direkomendasikan di dalam AISC. Tabel 4.4 menunjukkan banyaknya jumlah bresing yang dapat dihemat untuk balok dengan panjang 7Ls, 8 Ls, dan 9 Ls. Panjang balok AISC Rekomendasi Yang dihemat 7L s 6 3 3 8L s 7 4 3 9L s 8 4 4 Tabel 4.4 Menunjukkan jumlah bresing yang dapat dihemat pada balok tanpa pelat lantai di atasnya Dari hasil yang didapatkan pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa untuk balok yang cukup panjang, jumlah bresing yang diperlukan dapat dihemat hingga setengah kali jumlah yang diperlukan. Jika besar sudut puntir maksimum yang diizinkan ditentukan sebesar sekitar 0.1 rads, maka untuk balok dengan panjang 7Ls, hanya tiga buat bresing diperlukan untuk dapat memenuhi kriteria tersebut. Sehingga jumlah bresing yang diperlukan untuk balok dengan panjang 7Ls hanya 3. PENGARUH PERLETAKAN BRESING TERHADAP SUDUT PUNTIR MAKSIMUM PADA BALOK DENGAN PELAT LANTAI DICOR DI ATAS BALOK Hasil analisis pada balok yang terdapat pelat yang dicor di atas balok menunjukkan perilaku tekuk torsi lateral yang sedikit berbeda dengan yang terjadi pada balok tanpa pelat lantai. Berbeda dengan pada balok tanpa pelat lantai yang perilaku tekuk torsi lateralnya didominasi oleh deformasi torsi dari penampang balok akibat salah satu sayap balok yang tertekan sehingga mengalami perpindahan lateral yang lebih besar daripada sayap balok yang lainnya, pada balok dengan pelat lantai yang dicor di atas balok, perilaku tekuk torsi lateralnya didominasi oleh deformasi lateral sayap yang mengalami tekan yang diikuti oleh deformasi lentur dari pelat badan. Karena deformasi lateral dan torsi pada sayap atas terhambat oleh pelat lantai, pada saat sayap bawah tertekan dan akan berdeformasi secara lateral, kekakuan lentur dari pelat badan sangat

berperan. Jika pelat badan memiliki kekakuan lentur yang cukup, maka puntir pada balok akan dapat tercegah. Namun karena pelat badan pada umumnya adalah sangat langsing, tekuk torsi lateral pada balok dengan pelat lantai biasanya selalu diikuti oleh deformasi lentur pelat badan yang cukup siknifikan. Namun walaupun deformasi lateral dan torsi dari sayap atas dapat tercegah, ini tidak berarti bahwa tekuk torsi lateral sudah tidak akan terjadi pada balok dengan pelat lantai. Karena sayap bawah balok akan mengalami deformasi lateral yang bersifat global, deformasi yang terjadi bukan merupakan tekuk lokal. Hasil analisis pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pemikiran bahwa nilai besar sudut puntir maksimum akan lebih kecil pada balok dengan pelat lantai yang dicor di atas balok ternyata tidak benar. Tabel 4.5 hingga Tabel 4.7 merangkum besar sudut puntir maksimum pada balok sepanjang 7Ls, 8Ls, dan 9Ls yang menggunakan bresing pada dua, tiga, dan empat titik serta bresing dipasang sesuai rekomendasi AISC untuk balok yang memiliki pelat lantai dan tidak memiliki pelat lantai. Jumlah Bresing NS φ e (rads) φ m (rads) φ e (rads) φ m (rads) S 2 0.105 0.268 0.149 0.054 3 0.101 0.056 0.147 0.048 4 0.086 0.013 0.128 0.014 6 0.085 0.012 0.126 0.013 Tabel 4.5 Menunjukkan sudut puntir maksimum di tengah dan kedua ujung balok dengan pelat lantai dan tanpa pelat lantai di atasnya dengan bentang 7L s Jumlah Bresing NS φ e (rads) φ m (rads) φ e (rads) φ m (rads) S 2 0.090 0.428 0.212 0.060 3 0.114 0.096 0.211 0.058 4 0.102 0.018 0.192 0.038 7 0.103 0.016 0.190 0.037 Tabel 4.6 Menunjukkan sudut puntir maksimum di tengah dan kedua ujung balok dengan pelat lantai dan tanpa pelat lantai di atasnya dengan bentang 8L s Besarnya sudut puntir maksimum pada daerah sendi plastis adalah relatif lebih besar pada balok yang memiliki pelat lantai. Sudut puntir pada tengah bentang balok yang memiliki pelat lantai adalah relatif kecil sehingga penambahan bresing pada tengan bentang balok (3Pt) menjadi kurang efektif mengurangi sudut puntir di sepanjang balok seperti ditunjukkan pada Gambar 4.35. Dengan berpedoman pada hasil ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bresing pada tengah bentang balok yang memiliki pelat lantai adalah tidak efektif.

Jumlah Bresing NS φ e (rads) φ m (rads) φ e (rads) φ m (rads) S 2 0.071 0.504 0.208 0.066 3 0.108 0.145 0.208 0.066 4 0.102 0.019 0.189 0.035 8 0.101 0.016 0.189 0.034 Tabel 4.7 Menunjukkan sudut puntir maksimum di tengah dan kedua ujung balok dengan pelat lantai dan tanpa pelat lantai di atasnya dengan bentang 9L s Gambar 4.35 Menunjukkan perbandingan distribusi sudut puntir balok S-7Ls-2Pt dengan S-7Ls-3Pt Pada saat bresing diletakkan pada empat titik (4Pt) seperti diilustrasikan pada Gambar 3.5(e), sudut puntir maksimum dapat dikurangi namun besarnya sudut puntir maksimum pada daerah sendi plastis masih tetap lebih besar daripada pada balok yang tdak memiliki pelat lantai. Walaupun bresing ditambahkan di sepanjang balok sesuai dengan rekomendasi dari AISC sekalipun, nilai sudut puntir maksimum pada balok dengan pelat lantai masih tetap lebih besar daripada balok tanpa pelat lantai. Oleh karena dari hasil analisis diamati bahwa penyebab besarnya sudut puntir pada balok yang memiliki pelat lantai adalah terjadi pada daerah sendi plastis, maka bresing akan ditambahkan pada daerah sendi plastis tersebut dengan harapan besarnya sudut puntir pada daerah tersebut dapat dikurangi. Terdapat dua jenis posisi perletakan bresing yang dianalisis untuk keperluan ini yaitu balok dengan notasi 2Pt-2 dan 4Pt-2. Balok dengan notasi 2Pt-2 menggunakan bresing pada dua titik yang terletak pada jarak Ls/2 dari ujung balok seperti dapat dlihat pada Gambar 3.5(c). Balok dengan notasi 4Pt-2 menggunakan bresing seperti yang digunakan pada balok dengan notasi 2Pt-2 ditambah dengan bresing pada dua titik yang terletak pada jarak Ls dari ujung balok seperti dapat dilihat pada Gambar 3.5(f). Tabel 4.8 hingga Tabel 4.10 merangkum besarnya sudut puntir maksimum pada balok yang memiliki pelat lantai yang menggunakan bresing pada dua titik dan empat titik.

Jarak bresing pertama dari ujung balok 2Pt φ e (rads) φ m (rads) φ e (rads) φ m (rads) 4Pt L s 0.149 0.054 0.128 0.014 L s /2 0.061 0.068 0.059 0.010 Tabel 4.8 Menunjukkan sudut puntir maksimum pada balok S-7Ls-2Pt dan S-7Ls-4Pt (Perbandingan sudut puntir maksimum dengan 2 perletakan dan 4 perletakan bresing pada bentang 7Ls dengan pelat lantai di atas) Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan memindahkan letak bresing dari jarak Ls dari ujung balok menjadi jarak Ls/2 dari ujung balok pada balok dengan pelat lantai dapat dengan efektif mengurangi sudut puntir maksimum pada daerah sendi plastis namun sudut puntir pada tengah bentang balok akan menjadi semakin besar. Oleh sebab itu, diperlukan tambahan bresing yang diletakkan pada jarak Ls dari ujung balok jika panjang bentang balok menjadi semakin besar. Dengan penambahan dua buah bresing ini dapat menghasilkan sudut putir pada tengah bentang balok yang relatif sangat kecil. Jarak bresing pertama dari ujung balok 2Pt 4Pt φ e (rads) φ m (rads) φ e (rads) φ m (rads) L s 0.212 0.060 0.192 0.038 L s /2 0.088 0.087 0.080 0.012 Tabel 4.9 Menunjukkan sudut puntir maksimum pada balok S-8Ls-2Pt dan S-8Ls-4Pt (Perbandingan sudut puntir maksimum dengan 2 perletakan dan 4 perletakan bresing pada bentang 8Ls dengan pelat lantai di atas) Jarak bresing pertama dari ujung balok 2Pt 4Pt φ e (rads) φ m (rads) φ e (rads) φ m (rads) L s 0.208 0.066 0.189 0.035 L s /2 0.079 0.118 0.074 0.010 Tabel 4.10 Menunjukkan sudut puntir maksimum pada balok S-9Ls-2Pt dan S-9Ls-4Pt (Perbandingan sudut puntir maksimum dengan 2 perletakan dan 4 perletakan bresing pada bentang 9Ls dengan pelat lantai di atas) Jika besar sudut puntir maksimum yang diizinkan ditetapkan sebesar 0.1 radians seperti pada pada balok tanpa pelat lantai, pada balok yang memiliki pelat lantai hanya dua buah bresing diperlukan pada balok dengan panjang hingga 8Ls untuk dapat memenuhi kriteria ini. Sehingga jumlah bresing yang diperlukan pada balok yang memiliki pelat lantai dapat dikurangi dengan sangat siknifikan seperti dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Panjang balok AISC Rekomendasi Yang dihemat 7L s 6 2 4 8L s 7 2 5 9L s 8 4 4 Tabel 4.11 Menunjukkan jumlah bresing yang dapat dihemat pada balok dengan pelat lantai di atasnya dengan bentangan balok yang berbeda yang dibandingkan dengan rekomendasi AISC 5. KESIMPULAN 1. Jumlah bresing yang diperlukan oleh balok tanpa pelat lantai tidak harus sebanyak yang disyaratkan oleh standar AISC untuk dapat mendapatkan performa yang masih dapat diterima. Pada studi ini, jumlah bresing dapat dihemat sebanyak tiga hingga empat buah titik bresing. 2. Jumlah bresing yang diperlukan pada balok dengan pelat lantai juga dapat dikurangi sebanyak empat hingga lima titik bresing. 3. Jarak perletakan bresing yang paling efektif untuk balok dengan pelat lantai adalah pada jarak ± ½ dari Ls. DAFTAR PUSTAKA American Institute of Steel Construction (AISC) (2010), Specification for structural steel buildings, Chicago. Chen,W.F. and Lui, E.M. (1986). Structural Stability: Theory and Implementation. New York : Elsevier Erwin. (2011). The Experimental Study on Buckling Behavior of H-shaped Steel Beam. (M.Sc Thesis). National Taiwan University of Science and Technology. M9805805. Nakashima, M., Kanao, I., Liu, D. (2002). Lateral instability and lateral bracing of steel beams subjected to cyclic loading. J. Struct. Engrg., ASCE, 128(10), 1308-1316. Segui, William T. LRFD Steel Design (Third Edition). 2003. Thomson Brooks/Cole. Yura, J.A. (2001). Fundamental of Beam Bracing.Eng.J., American Institute of Steel Construction, 1st Quarter, 11-26.