BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra INTERACTIVE BROADCASTING. Yusuf Elmande., S.Si., M.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

Architecture Net, Simple Neural Net

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

Jaringan Syaraf Tiruan

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

PERANCANGAN SISTEM PENGENAL DIGIT ANGKA METER AIR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Model Citra (bag. I)

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 7 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit perhitungan dan unit indikator pengukur unruk menyatakan volume air yang lewat. Bagian utama yang ada ditengahnya merupakan ruang untuk menempatkan alat hitung yang mempunyai saluran masuk dan saluran keluar pada sisi yang berlawanan. Unit indikator/ alat penunjuk pengukur terletak pada bagian utama, bagian ini merupakan bagian dari meter air yang menunjukan hasil pengukuran [4], dapat secara kontinu atau sesuai permintaan tergantung jenis meter airnya. Beberapa meter air yang sudah digunakan dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada Tugas Akhir ini, bagian unit indikator/ alat penunjuk pengukur inilah yang nantinya akan dikenali nilainya 18

19 menggunakan pengenalan pola. Adapun persyaratan umum dari meter air menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) adalah sebagai berikut: 2.1.1 Unit Indikator/ Alat Penunjuk Satuan pengukuran alat penunjuk volume air dinyatakan dalam satuan meter kubik. Satuan m 3 harus terdapat pada dial atau berdampingan dengan angka yang ditampilkan. Alat penunjuk dilengkapi warna sebagai pengenal kelipatannya, warna hitam digunakan untuk menunjukan meter kubik dan kelipatannya. Warna merah digunakan untuk menunjukan sub-kelipatan dari meter kubik, warna-warna ini harus digunakan pada jarum penunjuk, indeks, angka, roda, cakram, jarum, atau angka jarum [4]. 2.1.2 Tipe Alat Penunjuk Tipe alat penunjuk pada meter air ada dua macam yaitu alat analog, alat digital dan kombinasi alat analog dan digital. Namun pada Tugas Akhir ini hanya dibahas bagian alat analog saja dikarenakan meter air di kota Medan hanya menggunakan alat analog. Volume ditunjukkan dengan gerakan kontinu dari satu atau lebih jarum penunjuk yang bergerak relatif terhadap skala berjenjang atau skala melingkar melalui suatu indeks. Nilai dinyatakan dalam meter kubik, untuk setiap skala divisi harus dalam benuk 10 n dimana n adalah angka positif atau negatif nol, dengan demikian ditetapkan sistem dekade berurutan. Setiap skala harus berjenjang, nilai

20 dinyatakan dalam meter kubik atau disertai dengan suatu faktor pengali (x 0,001; x 0,01; x 0,1; x 1; x 10; x 100; x 1000) dan seterusnya. Gerakan linier jarum penunjuk atau skala-skala harus dari kiri ke kanan dan searah jarum jam. Gerakan indikator-indikator roda di angka (drums) harus bergerak keatas [4]. Secara ksesluruhan, meter air analog dapat dilihat pada gambar 2.2 (a) dan gambar 2.2 (b). Gambar 2.2 Meter Air Analog 2.2 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang dilakukan untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan bebagai teknik. Pengolahan citra merupakan bagian penting yang mendasari berbagai aplikasi nyata, seperti pengenalan pola, penginderaan jarak jauh melalui pesawat udara atau satelit dan machine vision [1]. Pada pengenalan pola, pengolahan citra antara lain berperan dalam memisahkan objek dari latar belakang dan mengklasifikasikannya secara otomatis. Selanjutnya, objek akan diproses oleh pengklasifikasian pola.

21 Di dalam aplikasinya, citra seringkali mengalami degredasi, seperti misalnya mengandung cacat atau derau, warna yang terlalu kontras, kabur, kurang tajam dan sebagainya. Agar citra tersebut dapat secara tepat diinterpretasikan, maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra yang kualitasnya menjadi lebih baik. Operasi-operasi pengolahan citra yang dapat diterapkan pada citra apabila: 1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra. 2. Elemen di dalam citra perli dikelompokkan, dicocokkan dan diukur. 2.2.1 Akuisisi Citra dan Sampling Citra digital merupakan suatu citra kontinyu yang diubah kedalam bentuk disktrit, baik koordinat maupun intensitas cahayanya. Dengan kata lain, citra digital dibuat dengan cara mencuplik suatu citra kontinyu dengan jarak seragam. Suatu titik terkecil pada citra sering disebut pixel. Citra ini mengandung persamaan-persamaan matematis dari bentuk-bentuk dasar yang membentuk citra tersebut. Setelah citra diakuisisi selanjutnya proses sampling, dimana suatu citra f(x,y) disampling dan menjadi N x M array maka setiap elemen dari array merupakan kuantitas diskrit dari citra yang disampling [2]. 2.2.2 Pengolahan Awal Citra (Image Preprocessing) Pengolahan awal perlu dilakukan untuk menyesuaikan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses-proses selanjutnya. tahapan ini menyangkut tentang operasi

22 yang dilakukan pada citra digital. Operasi pengolahan citra banyak jenisnya. Namun penulis memperkirakan untuk menggunakan beberapa operasi citra berikut dalam aplikasi yang dibuat: 1. Perbaikan kualitas citra (Image enchancement) dan Grayscaling 2. Peredaman derau: lolos-rendah (Noise filter: low-pass) 3. Ekualisasi histogram (Histogram equalitation) 4. Segmentasi citra (Image segmentation) 2.2.2.1 Perbaikan Kualitas Citra dan Grayscaling Proses perbaikan kualitas citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan cara seperti ini ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan kualitas: 1. Perbaikan kontras. 2. Perbaikan tepian objek. 3. Penajaman.

23 (a) (b) Gambar 2.3 Pengolahan citra memungkinkan pengubahan kontras pada citra Gambar 2.3(a) kurang jelas, tetapi melalui pengolahan citra dengan mengubah nilai kontras pada citra yang gambarnya hendak dibuat lebih jelas seperti pada gambar 2.3 (b) [1]. Selanjutnya, dilakukan proses grayscaling dimana citra berwarna diubah menjadi citra beraras keabuan dengan bilangan bulat dengan intensitas pada setiap pikselnya sekitar 0 hingga 255, karena untuk memproses citra dibutuhkan sebuah parameter yang dapat dijadikan representasi karakteristik dari citra tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat dijadikan parameter karakteristik dari sebuah citra adalah aras keabuannya. 2.2.2.2 Peredaman Derau Derau yang diterima dalam citra umumnya memiliki spektrum frekuensi yang lebih tinggi dari pada komponen citra. Oleh karena itu, filter lolos-rendah dapat digunakan untuk menghilangkan derau.

24 Filter lolos-rendah (low-pass filter) adalah filter dengan sifat dapat meloloskan bagian berfrekuensi rendah dan menghilangkan yang berfrekuensi tinggi [1]. Efek filter ini membuat perubahan aras keabuan menjadi lebih lembut. Filter ini berguna untuk menghaluskan derau atau untuk kepentingan interpolasi tepi dalam citra. Penulis menggunakan filter median, dimana setiap piksel dari citra diganti dengan median dari tetangga piksel tersebut, contoh penggunaanya dapat dilihat pada Gambar 2.4. (a) Citra mobil dengan bintik-bintik putih (b) Hasil pemrosesan terhadap gambar (a) (c) Citra boneka dengan derau (d) Hasil pemrosesan terhadap gambar (c) Gambar 2.4 Contoh penerapan filter median

25 2.2.2.3 Ekualisasi Histogram Ekualisasi histogram merupakan suatu cara yang bertujuan untuk memperoleh histogram dengan intensitas terdistribusi secara seragam pada citra. Namun, dalam praktik hasilnya tidak benar-benar seragam [1]. Pendekatan yang dilakukan adalah untuk mendapatkan aras keabuan yang lebih luas pada daerah yang memiliki banyak piksel dan mempersempit aras keabuan pada daerah berpiksel sedikit. Efeknya dapat digunakan untuk meningkatkan kontras secara menyeluruh. 2.2.2.4 Segmentasi Citra Jenis operasi ini bertujuan untuk mendapatkan objek-objek yang diinginkan (region of interest) dalam citra. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola. 2.3 Sistem Pengenalan Pola Sistem Pengenalan pola adalah proses identifikasi suatu objek dalam citra dengan tujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek kompleks melalui pengetahuan sifat-sifat atau ciri-ciri objek tersebut, sehingga kelompok atau kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut dapat ditentukan. Dengan kata lain, pengenalan pola membedakan suatu objek dengan objek lain. Secara umum struktur dari sistem pengenalan pola ditunjukan pada Gambar 2.5. Sistem terdiri atas sensor (misalnya kamera), suatu algoritma atau mekanisme pencari fitur dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan (bergantung pada

26 pendekatan yang dilakukan) [2]. Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem. Gambar 2.5 Struktur Sistem Pengenalan Pola Sensor berfungsi untuk menangkap objek dari dunia nyata dan selanjutnya diubah menjadi sinyal digital (sinyal yang terdiri atas sekumpulan bilangan) melalui proses digitalisasi. Preprocessing berfungsi mempersiapkan citra atau sinyal agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap berikutnya. Pada tahap ini sinyal informasi ditonjolkan dan sinyal pengganggu (derau) diminimalisir. Pencarian dan seleksi fitur berfungsi menemukan karakteristik pembeda yang mewakili sifat utama sinyal dan sekaligus mengurangi dimensi sinyal menjadi sekumpulan bilangan yang lebih sedikit tetapi representatif. Algoritma klasifikasi berfungsi unutk mengelompokan fitur ke dalam kelas yang sesuai. Algoritma deskripsi berfungsi memberikan deskripsi pada sinyal.

27 2.4 Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan (JST) diketahui sebagai suatu sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf manusia (biologi). Jaringan syaraf tiruan terbentuk sebagai generalisasi model matematika jaringan syaraf manusia didasarkan pada asumsi berikut [3]: 1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron. 2. Sinyal mengalir diantara neuron/sel syaraf melalui penghubung. 3. Setiap penghubung memiliki bobot yang independen. Bobot ini akan digunakan untuk menggandakan sinyal yang dikirim melaluinya. 4. Setiap neuron/sel syaraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap sinyal hasil penjumlahan bobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluarannya. Model syaraf pada jaringan syaraf tiruan akan mempengaruhi kemampuan dalam proses hingga hasilnya. Kemampuan yang dimiliki jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau parameter dari beberapa contoh input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang diperolehnya. Jaringan syaraf tiruan memiliki suatu bentuk arsitektur terdistribusi paralel dengan sejumlah besar node dan hubungan antara node tersebut. Tiap titik hubungan dari suatu node ke node lain memiliki nilai yang nantinya dihubungkan dengan bobot dimana hasilnya merupakan suatu nilai yang juga akan dihubungkan dengan nilai aktivasi node tersebut. Jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh 3 hal:

28 1. Pola hubungan antara neuron (disebut arsitektur jaringan). 2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/learning/algoritma). 3. Fungsi aktivasi. Neuron merupakan hasil pemodelan dari sel syaraf manusia (biologi) yang sebenarnya. Gambar 2.6 merupakan bentuk dasar dari struktur unit jaringan syaraf tiruan. Gambar 2.6 Bentuk Dasar Jaringan Syaraf Tiruan Pada Gambar 2.6 sisi sebelah kiri merupakan masukan menuju ke unit pengolahan dimana masing-masing masukan datang dari unit berbeda X(n). Setiap sambungan dari masukan ke unit pengolah memiliki kekuatan hubungan bervariasi yang sering disebut dengan bobot yang disimbolkan dengan w(n). Unit pengolahan akan membentuk penjumlahan dari tiap masukan-masukan dengan bobot yang dimilikinya dan menggunakan fungsi ambang yang disebut sebagai fungsi aktivasi untuk menghitung hasil keluarannya. Hasil perhitungan akan dikirim melalui sambungan unit pengolah menuju keluaran seperti tampak pada sisi sebelah kanan gambar.

29 Pada masing-masing sambungan antar unit pengolah dan masukan berperan sebagai penghubung. Nilai-nilai numerik dilewatkan sepanjang sambungan ini dari masukan ke unit pengolah dan ke unit pengolah lainnya. Ketika unit pengolah melakukan perhitungan, nilai-nilai ini diberi bobot berdasarkan kekuatan hubungan. Kekuatan hubungan pada setiap sambungan akan disesuaikan selama tahap pelatihan sehingga pada akhir pelatihan dihasilkan jaringan dengan bobot yang mantab. Sebagian besar jaringan syaraf tiruan mengalami penyesuaian bobot pada saat proses pelatihan. Pelatihan pada jaringan dapat berupa pelatihan terbimbing (supervised) dan pelatihan tak terbimbing (unsupervised). Pada pelatihan terbimbing dibutuhkan pasangan masukan dan sasaran untuk tiap pola yang dilatih, sehingga jaringan akan menyesuaikan pola masukan yang dilatih terhadap sasarannya. Sedangkan pelatihan tak terbimbing, penyesuaian bobot sebagai tanggapan terhadap masukan, tak perlu disertai sasaran. Dalam pelatihan tak terbimbing, jaringan mengklasifikasikan pola-pola yang ada berdasarkan kategori kesamaan pola-pola masukan [3]. Jaringan syaraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu standar peraturan dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Banyak model yang dapat digunakan sebagai jaringan syaraf tiruan, dimana model sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan sasaran yang dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan model arsitektur yang sama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada beberapa model jaringan fungsi aktivasi menjadi sangat penting karena menentukan nilai keluaran dari suatu

30 algoritma. Beberapa fungsi yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan diantaranya adalah: 1. Fungsi threshold (dengan batas ambang) f(x )= 1 0 <... (2.1) Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tapi berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar). Maka persamaan fungsi menjadi: f(x) = 1 1 <... (2.2) 2. Fungsi Sigmoid f(x) =... (2.3) Fungsi sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan persamaan berikut: f (x) = f(x) (1-f(x))... (2.4) 3. Fungsi Identitas f(x) = x... (2.5) Fungsi identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sebarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1] Jaringan syaraf tiruan Kohonen merupakan salah satu model jaringan syaraf tiruan yang banyak digunakan dan juga penulis gunakan untuk proses pengenalan

31 pola pada aplikasi yang dirancang. Penjelasan mengenai jaringan syaraf tiruan Kohonen lebih lengkapnya akan dijelaskan pada subbab 2.5. 2.5 Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen Jaringan yang ditemukan oleh Kohonen merupakan salah satu model jaringan syaraf tiruan yang banyak digunakan. Pada jaringan ini, suatu lapisan yang terdiri dari kumpulan neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu menjadi kelompok-kelompok yang dikenal dengan istilah cluster [3]. Selama proses penyusunan (pelatihan), kelompok atau cluster yang memiliki vektor bobot yang paling cocok dengan pola input (memiliki jarak paling dekat) akan terpilih sebagai pemenang. 2.5.1 Arsitektur Jaringan Kohonen Jika masukan jaringan berupa vektor yang memiliki n komponen (tuple) yang akan dikelompokkan dalam maksimum m buah kelompok (disebut vektor contoh). Keluaran jaringan adalah kelompok yang paling dekat dengan masukan yang diberikan. Ada beberapa ukuran kedekatan yang dapat dipakai. Ukuran yang sering digunakan adalah jarak euclidean yang paling minimum [3]. Bobot-bobot pada vektor contoh berfungsi sebagai penentu kedekatan vektor contoh tersebut dengan masukan yang diberikan. Selama proses identifikasi, vektor contoh yang pada saat itu paling dekat dengan masukan akan muncul sebagai pemenang. Vektor pemenang (dan vektor-vektor sekitarnya) akan dimodifikasi bobotnya untuk lebih mendekati kepada masukan.

32 Arsitektur jaringan syaraf tiruan kohonen dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Arsitektur Jaringan Kohonen Dari Gambar 2.7, dapat dilihat arsitektur ini mirip dengan model jaringan syaraf tiruan pada umumnya yang menunjukkan arsitektur jaringan dengan n unit input (x1, x2,, xn) dan m buah unit output (y1, y2,, ym). Semua unit input dihubungkan dengan semua unit output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Besaran w ji menyatakan bobot hubungan antara unit ke-i dalam input dengan unit ke-j dalam output. Bobot-bobot ini saling independen. Selama proses pelatihan, bobotbobot tersebut dimodifikasi untuk meningkatkan keakurasian hasil. Hanya saja jaringan Kohonen tidak menggunakan perhitungan net (hasil kali masukan dengan bobot) maupun fungsi aktivasi. Misalkan pada suatu iterasi tertentu, vektor contoh w menjadi pemenang. Maka pada iterasi berikutnya, vektor w dan vektor-vektor sekitarnya akan dimodifikasi bobotnya. Gambar 2.8 menunjukkan kasus untuk vektor w berupa vektor 1 dimensi (dengan jarak R=2), sedangkan Gambar 2.9 a dan b menunjukkan vektor sekitar w jika w direpresentasikan dalam 2 dimensi dengan R=1 dan R=2. Jika menggunakan bentuk bujur sangkar dengan jarak R=1, ada 8 vektor

33 disertai vektor w (gambar 2.9 a). Tetapi jika menggunakan bentuk heksagonal ada 6 vektor disekitar vektor w (gambar 2.9 b). Gambar 2.8 Vektor w Berupa Vektor 1 Dimensi Gambar 2.9 Vektor w Berupa Vektor 2 Dimensi Algoritma pengelompokan pola jaringan Kohonen adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi a. Bobot w ji (acak). b. Laju pemahaman awal dan faktor penurunannya. c. Bentuk dan jari-jari (=R) topologi sekitarnya. 2. Selama kondisi penghentian bernilai salah, lakukan langkah 2 sampai langkah 7

34 3. Untuk setiap vektor masukan x, dilakukan langkah 3 sampai langkah 5 4. Hitung ( ) = (w ji -x i ) 2 untuk semua j... (2.6) 5. Tentukan indeks J sedemikian sehingga D(J) minimum 6. Untuk setiap unit j disekitar J modifikasi bobot: W ji baru = W ji lama + α(x i W ji lama )... (2.7) 7. Modifikasi laju pemahaman 8. Uji kondisi penghentian Kondisi penghentian iterasi adalah selisih antara w ji saat itu dengan w ji iterasi sebelumnya. Apabila semua w ji akan berubah sedikit saja, berarti iterasi sudah mencapai konvergensi sehingga dapat dihentikan.