SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT MENULAR PADA ANJING DENGAN ALGORITMA BACKWARD CHAINING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT BABI DENGAN METODE BACKWARD CHAINING

PENERAPAN METODE CERTAINTY FACTOR DALAM MENDETEKSI DINI PENYAKIT TROPIS PADA BALITA

PERANCANGAN SYSTEM PAKAR GENERIC MENGGUNAKAN BINARY TREE

Feriani A. Tarigan Jurusan Sistem Informasi STMIK TIME Jln. Merbabu No. 32 AA-BB Medan

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT UMUM YANG SERING DIDERITA BALITA BERBASIS WEB DI DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

EXPERT SYSTEM DENGAN BEBERAPA KNOWLEDGE UNTUK DIAGNOSA DINI PENYAKIT-PENYAKIT HEWAN TERNAK DAN UNGGAS

METODE PENALARAN SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MODEL HIBRID FUZZY DEMPSTER SHAFER UNTUK IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAGUNG

SISTEM PAKAR BERBASIS MOBILE UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT PADA GINJAL

BAB II LANDASAN TEORI

DIAGNOSA PENYAKIT MANUSIA YANG DIAKIBATKAN OLEH GIGITAN HEWAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN METODE PENELUSURAN FORWARD CHAINNING-DEPTH FIRST SEARCH

Sistem Pakar untuk Mendiagnosa Penyakit Kucing Menggunakan Metode Backward Chaining

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan.

Aplikasi untuk Diagnosis Penyakit pada Anak dan Balita Menggunakan Faktor Kepastian

Sistem Berbasis Pengetahuan. Program Studi Sistem Komputer Fakultas Ilmu Komputer Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER

Rancang Bangun Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Demam Typhoid dan Demam Berdarah Dengue dengan Metode Forward Chaining

SISTEM PAKAR DENGAN BEBERAPA KNOWLEDGE BASE MENGGUNAKAN PROBABILITAS BAYES DAN MESIN INFERENSI FORWARD CHAINING

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS INFLUENZA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING DAN CERTAINTY FACTOR

SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSA GEJALA DEMAM UTAMA PADA ANAK MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT SAPI DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR BERBASIS ANDROID

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Pakar (James Martin & Steve Osman, 1988, halaman 30)

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Keuntungan dan kelemahan Konsep Dasar Bentuk dan Struktur Sistem Basis Pengetahuan Metode Inferensi Ciri-ciri Aplikasi dan Pengembangannya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengan suatu media konsultasi yang bersifat online. mengemukakan pesoalan-persoalan yang terjadi kemudian pakar akan

BAB I PENDAHULUAN. serta terkadang sulit untuk menemui seorang ahli/pakar dalam keadaan

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT DAN HAMA PADA TANAMAN SEMANGKA BERBASIS ANDROID

DIAGNOSA PENYAKIT KULIT PADA ANJING DI KLINIK HEWAN ASA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

Troubleshooting PC dengan Sistem Pakar

SISTEM PAKAR. Entin Martiana Jurusan Teknik Informatika - PENS

PENERAPAN SISTEM PAKAR DALAM MENDIAGNOSA PENYAKIT PADA TANAMAN ADENIUM (KAMBOJA JEPANG)

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian. Scabies merupakan salah satu penyakit kulit yang

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT KULIT PADA KUCING MENGGUNAKAN CERTAINTY FACTOR

SISTEM PAKAR PENDETEKSI PENYAKIT PADA BURUNG MURAI MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dokumentasi Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Anjing

SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE FORWARD CHAINING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK PERTOLONGAN PERTAMA MENDIAGNOSA DEMAM Shela Shelina Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Pondok Cina, Depok 164

APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK MENGIDENTIFIKASI PENYAKIT DALAM PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Kelas A & B Jonh Fredrik Ulysses

SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

Expert System. Siapakah pakar/ahli. Pakar VS Sistem Pakar. Definisi

APLIKASI DIAGNOSA PENYAKIT ANAKMELALUI SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN JAVA 2 MICRO EDITION YOSEPHIN ERLITA KRISTANTI

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT KELAMIN PADA PRIA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING DAN CERTAINTY FACTOR BERBASIS WEB

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KNOWLEDGE-BASED EXPERT SYSTEM UNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS ANGGREK DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

BAB III METODE PENELITIAN

Pertemuan 4 LINGKUP DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS) DAN EXPERT SYSTEM (ES)

Sistem Pakar untuk Mendiagnosa Penyakit yang Disebabkan Nyamuk dengan Metode Forward Chainning

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Sistem Pakar. Sistem Pakar 1/17

2/22/2017 IDE DASAR PENGANTAR SISTEM PAKAR MODEL SISTEM PAKAR APLIKASI KECERDASAN BUATAN

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR

Aplikasi Metode ForwardChaining Untuk Mengidentifikasi Jenis Penyakit Pada Kucing Persia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 5 No. 1 Agustus 2012

Jurusan Ilmu Komputer, FMIPA, UNNES, Semarang

APLIKASI DIAGNOSIS PENYAKIT HEPATITIS UNTUK MOBILE DEVICES MENGGUNAKAN J2ME

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks. Hal ini yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

SISTEM PAKAR. Entin Martiana, S.Kom, M.Kom

APLKASI SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK MENDIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG

MENGENAL SISTEM PAKAR

ABSTRAK. Kata kunci : sistem pakar, forward chaining, dempster shafer.

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT CABAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Tabel 2.1 Perbandingan Tinjauan Pustaka

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT HEWAN PELIHARAAN. Arina Pramudita

BAB I PENDAHULUAN. komputer adalah internet atau International Networking merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dan kesetiaannya. Selain itu anjing dan kucing mempunyai kesamaan yaitu sangat

Pengetahuan 2.Basis data 3.Mesin Inferensi 4.Antarmuka pemakai (user. (code base skill implemetation), menggunakan teknik-teknik tertentu dengan

APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT KULIT SAPI BERBASIS WEB DENGAN MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENERAPAN METODE FORWARD CHAINING PADA PERANCANGAN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS AWAL DEMAM BERDARAH

SISTEM PAKAR ASPHYXPERT UNTUK DIFERENSIAL DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENANGANAN DINI UNTUK PENYAKIT SESAK NAPAS. KHAIRUNNISA, S.Pd., M.

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM PAKAR PENDETEKSI PENYAKIT MATA BERBASIS ANDROID

1 BAB I PENDAHULUAN. Dibutuhkan mata yang berfungsi dengan baik agar aktivitas tidak terganggu.

SISTEM PAKAR PENYAKIT LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

SISTEM PAKAR. Farah Zakiyah Rahmanti, M.T Mei Universitas Dian Nuswantoro

BAB 1 PENDAHULUAN. internet. Kemampuan komputer dalam mengolah angka menjadi sebuah data

CASE-BASED REASONING (CBR) PADA SISTEM PAKAR IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN SINGKONG DALAM USAHA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang paling penting bagi makhluk hidup. Tidak hanya manusia yang membutuhkan kesehatan tetapi hewan juga

SISTEM PAKAR UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT AKIBAT BAKTERI SALMONELLA DALAM TUBUH MANUSIA MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR PENDETEKSI PENYAKIT PADA KUCING DENGAN METODE CASE BASED REASONING DAN CERTAINTY FACTOR BERBASIS ANDROID

PERANCANGA SISTEM PAKAR PENDETEKSI GANGGUAN KEHAMILAN ABSTRAK

Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Kerusakan Pada Sepeda Motor 4-tak Dengan Menggunakan Metode Backward Chaining

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT PARU-PARU PADA MANUSIA BERBASIS WEB

Transkripsi:

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT MENULAR PADA ANJING DENGAN ALGORITMA BACKWARD CHAINING Maria Frederika Fresia*, Fajriah Isnaini*, Meidy Hemawatie W.A* School of Computer Science, Bina Nusantara University, Jakarta, Indonesia INFORMASI ARTIKEL Kata kunci : sistem pakar backward chaining penyakit menular penyakit anjing vaksin ABSTRAK Kesehatan anjing seringkali kurang diperhatikan oleh pemiliknya karena biaya yang cukup tinggi dan kesulitan menemukan dokter hewan. Tujuan penelitian ini adalah membuat sistem pakar yang dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit menular pada anjing yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus yang telah memiliki vaksinasi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah survei terhadap pemilik maupun peminat anjing dan wawancara dengan pakar hewan. Sistem pakar dibuat dengan menggunakan algoritma backward chaining dengan metode pencarian depth first search berdasarkan gejala penyakit dominan yang telah ditentukan oleh pakar tanpa memerlukan catatan medis anjing. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa sistem pakar menghasilkan tingkat presisi yang cukup baik sebesar 76.7%. 1. Perkenalan Anjing ialah hewan yang dapat beradaptasi dengan mudah dan menjadi teman baik manusia sehingga banyak yang disayangi (Setyarini, Putra, & Purnawan, 2013). Wells (2007) mengatakan bahwa anjing tidak hanya memfasilitasi aspek tertentu dari kesehatan fisik, namun juga kesehatan psikologis manusia. Potgieter et al. (2013) menyatakan bahwa anjing penjaga atau LGD (Livestock Guarding Dogs) juga merupakan metode populer di kalangan petani dan konservasionis untuk melindungi ternak dari predator. Namun, banyak pemilik anjing yang tidak memperhatikan kesehatan peliharaan mereka karena membawa anjing ke dokter hewan membutuhkan biaya besar dan keberadaan dokter hewan yang masih jarang (Setyarini, Putra, & Purnawan, 2013). Selain itu, Saurkar dan Watane (2012) juga mengatakan bahwa hewan peliharaan tidak mampu berbicara dan mengekspresikan masalah kesehatan mereka. Hal ini menyebabkan seringkali pemilik hewan peliharaan kesulitan mengambil tindakan berdasarkan observasi terhadap pelihaaran mereka sehingga pemilik mencari bantuan melalui buku ataupun bertanya kepada pemilik lain yang lebih berpengalaman. Padahal, menurut Wells (2007) kematian seekor hewan pendamping dapat menimbulkan masalah, khususnya karena adanya hubungan dekat yang tercipta antara pemilik dan hewan pembantu mereka. Tingginya minat terhadap anjing menyebabkan para pemilik membutuhkan informasi cara melindungi dan merawat anjing mereka secara mudah tanpa perlu mengunjungi klinik atau dokter hewan (Setyarini, Putra, & Purnawan, 2013). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diusulkan menggunakan sistem pakar dalam mencari informasi. Setyarini, Putra, dan Purnawan (2013) membuat sistem pakar untuk mendeteksi penyakit anjing dengan membandingkan dua algoritma, yaitu metode Certainty Factor (CF) dan metode Dempster Shafer. Viswandha (2012) membuat sistem pakar untuk mentransfer informasi teknis pada bidang pertanian dengan menggunakan metode forward chaining. Nestorovic (2010) membuat sistem pakar untuk mendeteksi penyakit pada anjing yang disederhanakan dengan membandingkan dua algoritma yaitu backward chaining dan forward chaining dan melakukan pengoptimalan berdasarkan algoritma alpha-beta pruning. Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa sistem pakar dapat dibuat dengan banyak metode. Diharapkan dengan adanya sistem pakar ini, pemilik anjing dapat dengan mudah menemukan informasi yang dibutuhkan berdasarkan kecocokan observasi dengan pengetahuan yang ada di dalam sistem. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Sistem Pakar Menurut Giarratano & Riley (2005:5) Professor Edward Feigenbaunn dari Universitas Stanford, seorang ahli terdahulu teknologi sistem pakar

mendefinisikan sebagai program komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur pendugaan untuk memecahkan masalah yang cukup sulit dimana membutuhkan seorang pakar untuk mendapatkan solusi yang signifikan. Giarratano & Riley (2005:5) juga mengatakan bahwa yang dapat disebut sebagai pakar adalah seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan khusus yang tidak diketahui atau dimiliki oleh kebanyakan orang. Seorang pakar dapat memecahkan masalah yang kebanyakan orang tidak dapat memecahkan atau menyelesaikannya lebih efisien (tetapi tidak dengan mudahnya). Gambar 1 menggambarkan konsep dasar dari sebuah knowledge-based sistem pakar (Giarratano dan Riley, 2005:6). Pengguna memberikan fakta atau informasi lain untuk sistem pakar dan menerima anjuran pakar atau kepakaran dalam merespon. Secara internal, sistem pakar terdiri dari dua komponen utama. Basis pengetahuan (knowledge-base) yang mengandung pengetahuan yang digunakan mesin inferensi (infence engine) untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan ini merupakan respon dari sistem pakar terhadap masukan dari pengguna untuk jawaban pakar. Consequent to antecedent Goal driven, top down reasoning Work backward to find facts that support the hypothesis Depth first search facilitated Consequents determine search Explanation facilitated Giarratano & Riley (2005:169-170) mengatakan pada dasarnya, konsep yang lebih tinggi yang terdiri atas konsep yang lebih rendah diletakkan di atas. Jadi pemikiran dari konsep yang lebih tinggi seperti hipotesa turun ke fakta yang lebih rendah yang mendukung hipotesa disebut sebagai top down reasoning atau backward chaining. Gambar 2 Backward Chaining (Giarratano and Riley, 2005:171) Gambar 1 Basic Concepts of Expert System Functions (Giarratano and Riley, 2005:6) 2.2 Backward Chaining Menurut Giarratano & Riley (2005:167) kumpulan dari serangkaian dugaan yang menghubungkan suatu masalah dengan solusinya disebut rantai. Rantai yang dilalui dari hipotesis kembali ke fakta (facts) yang mendukung hipotesis tersebut disebut backward chaining. Cara lainnya untuk mendeskripsikan backward chaining adalah dalam hal sebuah tujuan yang dapat dicapai dengan subgoal yang memuaskan. Giarratano & Riley (2005:168-169) mengatakan bahwa masalah utama dari backward chaining adalah menemukan rantai yang menghubungkan bukti ke hipotesis. Dalam backward chaining, penjelasan difasilitasi karena sistem dapat dengan mudah menjelaskan secara tepat tujuan apa yang ingin dicapai. Berikut adalah beberapa karakteristik umum backward chaining. Sebagai catatan, karakter ini hanya berfungsi sebagai pedoman: Diagnosa Present to past Giarratano & Riley (2005:170) menjelaskan konsep di atas bahwa untuk membuktikan atau menyangkal hipotesa H, setidaknya salah satu hipotesa di tengah, H 1, H 2, atau H 3 harus terbukti. Dapat dilihat bahwa diagram di atas digambarkan sebagai AND OR tree untuk menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, seperti H 2, semua hipotesa di bawahnya harus terpenuhi untuk mendukung hipotesa H 2. Pada kasus lainnya, seperti hipotesa paling atas, H, hanya membutuhkan satu hipotesa di bawahnya. Dalam backward chaining, sistem pada umumnya akan mendapatkan bukti dari pengguna untuk membantu dalam membuktikan atau menyangkal hipotesa. Giarratano & Riley (2005:170-171) mengatakan satu aspek penting dalam mendapatkan bukti adalah dengan menanyakan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang tepat adalah pertanyaan yang meningkatkan efisensi dalam menentukan jawaban yang benar. Satu kebutuhan yang pasti adalah sistem pakar hanya dapat menanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan hipotesis yang hendak dibuktikan. Walaupun memungkinkan terdapat ratusan atau ribuan pertanyaan yang dapat ditanyakan sistem, terdapat kerugian waktu dan uang untuk memperoleh bukti untuk menjawab pertanyaan

tersebut. Selain itu, mengakumulasikan bukti jenis tertentu seperti hasil tes kesehatan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mungkin berbahaya bagi pasien. Menurut Giarratano & Riley (2005: 171-172), berikut ini adalah struktur yang baik dari backward chaining. Backward chaining memfasilitasi depth first search. Pohon (tree) yang baik untuk depth first search adalah sempit dan dalam. Gambar 3 Penerapan Struktur Yang baik Dari Backward Chaining (Giarratano dan Riley, 2005: 172) Giarratano & Riley (2005:171-172) mengatakan struktur dari rules menentukan pencarian untuk solusi. Aktifasi suatu rule bergantung pada pola rule yang dirancang agar sesuai. Pola pada LHS (Left Hand Side) menentukan apakah rule dapat diaktivasi oleh fakta (facts). Aksi pada RHS (Right Hand Side) menentukan fakta yang ditegaskan dan dihapus sehingga mempengaruhi rules lainnya. Sebuah situasi sejalan terdapat pada backward chaining kecuali dalam hal hipotesa lebih digunakan dibandingkan rules. Tentu saja, hipotesa pada tingkat tengah bisa jadi merupakan rule yang disesuaikan dengan tujuannya dan bukan pendahulunya. Contoh sederhana dari IF THEN rules pada backward chaining (Giarratano & Riley, 2005: 173) : IF D THEN C IF C THEN B IF B THEN A C dan B merupakan subgoal atau hipotesa tingkat tengah yang harus dipenuhi untuk dapat membuktikan hipotesa D. Bukti A merupakan fakta yang mengindikasikan akhir generasi subgoal. Jika ada fakta A, maka D terpenuhi dan dianggap benar di dalam rantai dugaan terbalik (backward inference) ini. Jika tidak terdapat A, maka hipotesa D tidak terpenuhi dan dianggap salah. 3. Metodologi 3.1 Menentukan Data Untuk Knowledge Base Data untuk knowledge base berupa penyakit menular pada anjing yang memiliki vaksinasi. Data masing masing penyakit terdiri atas nama penyakit, penyebabnya, gejala yang dialami dan dapat dilihat, proses penularan, pengobatan yang perlu dilakukan, proses pencegahan, dan peringatan bagi lingkungan dan manusia bila ada. Penyakit menular pada anjing yang ada di dalam knowledge base antara lain : Brodetella bronchiseptica, Kennel Cough, Parainfluenza, Distemper, Parvovirus, Leptospirosis, Hepatitis, Rabies dan Coronavirus. 3.2 Menentukan Rule Data yang akan digunakan untuk sistem terdiri atas gejala dan nama penyakit. Data lainnya (penyebab, pengobatan, penularan, pencegahan, dan peringatan terhadap manusia dan lingkungan tempat tinggal) digunakan sebagai informasi pelengkap sehingga pengguna dapat mengetahui penyakit secara lebih mendalam. Gejala yang akan diberikan rule adalah gejala dominan (gejala yang pasti terlihat). 3.2.1 Rule Kombinasi Gejala Beberapa penyakit memiliki gejela yang tidak dimiliki oleh penyakit lainnya. Apabila gejala khusus tersebut berjumlah lebih dari 1, maka diberikan rule : kombinasi bernilai benar apabila minimal setengah dari jumlah gejala dijawab Ya. Bila gejala khusus berjumlah genap, maka minimal setengahnya dijawab Ya, sedangkan bila berjumlah ganjil, maka minimal lebih dari setengahnya dijawab Ya. Khusus untuk kombinasi gejala 1 dan 2, apabila keduanya dijawab, maka hasil diagnosa adalah kemungkinan anjing tidak terinfeksi penyakit menular. 3.3 Membuat Representasi Pengetahuan Karena algoritma yang digunakan adalah backward chaining dengan metode pencarian depth first search, maka dilakukan pencarian mulai dari hipotesis paling kiri. Backward chaining merupakan pencarian terbalik, dimana untuk memenuhi hipotesis, sistem akan meminta pembuktian semua hipotesis tingkat tengah (Hipotesis Sementara atau HS) dan fakta (gejala) di bawahnya. Hipotesis Sementara (HS) bernilai awal kosong dan hanya dianggap benar apabila dibuktikan oleh fakta yang ada di bawahnya. Apabila suatu hipotesis tengah (HS) tidak terbukti, maka hipotesis tersebut dan semua hipotesis yang terhubung di atasnya tidak lagi dapat dibuktikan (mati) tanpa mematikan fakta atau HS lain yang ada di bawahnya. Selama masih ada hipotesis penyakit yang aktif (belum ada HS maupun gejala dibawahnya yang mati), pencarian akan terus dilanjutkan. Apabila suatu hipotesis berisi penyakit telah terbukti, maka pencarian akan berhenti. Apabila tidak ada hipotesis yang dapat dibuktikan, maka dianggap penyakit tidak terdeteksi. Dengan menggunakan data knowledge base yang telah diberikan rule, maka dibuat representasi pengetahuan dalam backward chaining tree yang dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Backward Chaining Tree Tabel 1 Daftar Gejala Dominan No Code Gejala 1 1 Hilang nafsu makan 2 2 Lesu (tidak fit) 3 3 Demam 4 4 Cairan dari hidung 5 5 Batuk 6 6 Cairan dari hidung kental, kuning, dan lengket 7 7 Cairan dari mata kental, kuning, lengket 8 8 Bisul bernanah di daerah perut 9 9 Kejang / epilepsi 10 10 11 11 12 12 13 13 Diare Pengerasan kulit hidung dan telapak kaki Batuk kering menyerupai dengkuran keras (terus menerus dan sudah berlangsung lama) Batuk mendalam, kering, dan kasar (semakin parah dgn olahraga / excited) 14 14 Ada darah ketika buang air besar 15 15 Muntah 16 16 Muntah darah Feses berbau busuk, berwarna kuning 17 17 - oranye, lunak - encer

18 18 Lemah (tidak sanggup menopang diri) 19 19 Perut melengkung ke atas 20 20 Putih mata menjadi kuning (jaundice) 21 21 Darah pada urin 22 22 Radang dalam mulut (stomatitis) 23 23 mau dipegang 24 24 Menjadi agresif, menyerang siapa saja 25 25 Liur berlebih 26 26 Bersembunyi di tempat gelap Tabel 2 Daftar Penyakit No Code Nama Penyakit 1 R1 Bordetella bronchiseptica 2 R2 Kennel Cough 3 R3 Parainfluenza 4 R4 Distemper 5 R5 Leptospirosis 6 R6 Hepatitis 7 R7 Parvovirus 8 R8 Rabies 9 R9 Coronavirus salah (dijawab ), maka HS 4 tidak lagi dapat dibuktikan, sehingga pencarian berpindah ke R2. R2 meminta pembuktian HS 5. Semua subgoal HS 5 telah terbukti, kecuali gejala 12. Untuk dapat berpindah pencarian ke R3, maka gejala 12 harus bernilai salah. Bila gejala 12 bernilai salah, maka HS 5 tidak lagi dapat dibuktikan. Pencarian kemudian berpindah ke R3 (hipotesis parainfluenza). R3 meminta pembuktian HS 3, dan karena HS 3 telah terbukti, maka hipotesis parainfluenza terbukti. Dengan demikian, hasil diagnosa adalah parainfluenza. 4 Hasil 4.1 Tampilan Aplikasi Gambar 5 Halaman Diagnosa Contoh diagnosa dapat dilihat pada pembuktian hipotesis penyakit parainfluenza. Karena pencarian adalah depth first search, maka pembuktian hipotesis dimulai dari R1. Hipotesis Bordetella bronchiseptica (R1) meminta pembuktian HS 4. Karena HS 4 belum terbukti, maka HS 4 mengecek HS 3 dan gejala 11. Karena HS 3 belum terbukti, maka HS 3 mengecek HS 2 dan gejala 5. Karena HS 2 belum terbukti, maka HS 2 mengecek HS 1 dan gejala 4. Karena HS 1 belum terbukti, maka HS 1 mengecek kombinasi gejala (1,2) dan gejala 3. Bila kombinasi gejala (1,2) dan gejala 3 bernilai benar, maka HS 1 terbukti. Bila gejala 4 bernilai benar, maka HS 2 terbukti. Bila gejala 5 bernilai benar, maka HS 3 terbukti. Untuk dapat berpindah pencarian, maka pada pembuktian HS 4 gejala 11 harus bernilai salah. Bila gejala 11 bernilai Gambar 6 Hasil Diagnosa 4.2 Evaluasi Pakar Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan serangkaian gejala dan mencocokkan hasil diagnosa sistem pakar dengan pengetahuan pakar. Pengujian dilakukan sebanyak 30 kali dan didapatkan hasil benar sejumlah 23 kali. Dengan demikian tingkat presisi sistem pakar mencapai (23/30)*100% = 76.7%. Hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil Pengujian No Code Gejala Diagnosa Sistem Pakar Diagnosa Pakar 1 1, 2, 3, 4, 5, Bordetella 11 bronchiseptica 2 1, 3, 4, 6, 7, 9 Distemper 3 2, 14, 17 Coronavirus 4 1 5 1, 2, 3, 19, 20 Leptospiro sis 6 1, 2 7 1, 2, 3, 4, 5 Parainfluenza 8 2, 3, 4, 5, 12 Kennel Cough 9 1, 3, 18, 19, 22 Hepatitis 10 1, 2, 3, 18, 15, 14 Parvovirus 11 1, 2, 3, 18, Rabies 23, 25 terdeteksi 12 1, 13, 26, 17 Coronavirus 13 1, 2, 3, 4, 8, 9, 10 Distemper 14 1, 2, 3, 4, 8, 7, 9 Distemper 15 2, 3, 4, 6, 8, 9 Distemper 16 Parainfluen 1, 2, 3, 4 za 17 1, 2, 13, 14, Coronavirus 18 17 2 19 2, 3, 18, 19, 22 20 1, 2, 3, 4, 5, 12 21 1, 2, 3, 18, 14, 15 22 1, 2, 3, 9, 24, 25 23 1, 3, 14, 15 14 24 1, 2, 3, 18, 20, 21 25 2, 3, 4, 6, 8, 9 26 1, 2, 5, 6 27 28 1, 2, 3, 5, 7 1, 2, 3 29 1, 3, 18, 13, 15 Hepatitis Kennel Cough Parvovirus Rabies Parvovirus Leptospirosis Distemper Parvovirus Leptospiro sis Distemper Distemper Parainfluen za 30 2, 3, 18, 20, 21 Leptospirosis 5. Diskusi dan Konklusi (Discussion and Conclusions) Persentase hasil pengujian sistem pakar mencapai 76,7% yang berarti sistem pakar menggunakan metode yang baik dan dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit menular pada anjing,. Untuk meningkatkan tingkat presisi sistem pakar, dapat ditambahkan faktor- faktor pendukung seperti : usia anjing, cuaca, tempat asal anjing, lingkungan tempat tinggal anjing, dan epidemiologi (diagnosa dengan melihat wabah yang sedang melanda suatu tempat saat itu). Acknowledgement (?) Referensi (References) Eldredge, D. M., Carlson L. D., Carlson D. G., Griffin, J. M.. (2007). Dog Owner s Home Veterinary Handbook 4th. Edition. New Jersey: Wiley Publishing. Gail C. Potgieter, Laurie L. Marker, Nico L. Avenant & Graham I. H. Kerley. (2013). Why Namibian Farmers Are SatisfiedWith the. Human Dimensions of Wildlife, 403-415. Giarratano J., Riley G. (2005). Expert Systems Principles and Programming (Fourth Edition). Canada: Thomson. Hainess, S. (2003). Java Reference Guide(First Edition). New Jersey: Pearson Education. Hill, E. F. (2003). Jess in Action. Greenwich : Manning Publications. Nestorovic, T. (2010). Dog Disease Expert System. Annals of DAAAM for 2010 & Proceedings of the 21st International DAAAM Symposium, Volume 21, No. 1, ISSN 1726-9679. Rich E., Knight K.. (2009). Artificial Intelligence. India: McGraw Hill. Sarma, C. V. (2012). Rule Based Expert System for Rose Plant. International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT), 1-9. Saurkar A.V., Watane H.N.. (2012). An Expert System For Diseases Diagnosis In Pet. Advances in Medical Informatics ISSN: 2249-9466 & E-ISSN: 2249-9474, Volume 2, Issue 1, 2012, pp.-18-21., 18-21.

Setyarini E., Putra D., Purnawan A.. (2013). The Analysis of Comparison of Expert System of Diagnosing Dog. IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 10, Issue 1, No 2, January 2013, 576-584. Russel S., Norvig P.. (2010). Artificial Intelligence A Modern Approach Third Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Wells, D. L. (2007). Domestic dogs and human health. British Journal of Health Psychology (2007), 12, 145 156, 145-156.