BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini didapatkan 65 orang penderita pasca stroke iskemik dengan

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

BAB 5 PEMBAHASAN. dan genotip APOE yang merupakan variabel utama penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada penelitian ini risk estimate dinyatakan dalam rasio prevalensi (RP).

BAB. 3. METODE PENELITIAN. : Cross sectional (belah lintang)

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB IV MEDOTE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi).

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada periode penelitian dijumpai 41 orang penderita stroke iskemik akut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

HASIL PENELITIAN. variabel faktor demografis, faktor risiko vaskuler, dan karakteristik infark Karakteristik Faktor Demografis Subyek

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Penyakit

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 32 pasien stroke iskemik fase akut

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Tiga puluh empat penderita stroke iskemik dengan komplikasi pneumonia

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN. dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

LAMPIRAN 1. Universita Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang timbul secara cepat, karena

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TEKANAN DARAH PADA NELAYAN DI KELURAHAN BITUNG KARANGRIA KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia yang serius. World Health Organization (WHO) merupakan yang tertinggi di dunia (Wild, et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB V PEMBAHASAN. mencapai lebih dari 50% (Tesfaye dan Selvarajah, 2012). Pada penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi dan psikiatri.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu yang terkait pada penelitian ini adalah ilmu kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit jantung, kanker. dan stroke menggantikan penyakit menular dan malnutrisi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

1. Nama : Tgl lahir / Umur : Pekerjaan : Alamat :...

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif deskriptif yaitu penelitian yang tidak. memberikan intervensi kepada objek dan hanya mewawancarai.

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

Transkripsi:

74 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik dengan hipertensi terhadap retinopati hipertensi dan gangguan kognitif yang datang berobat ke poli penyakit saraf RSUP Dr Kariadi dengan menggunakan consecutive sampling selama periode Nopember 2010 sampai Maret 2011. Karakteristik subyek penelitian yang memenuhi kriteria, terdiri dari laki-laki sebanyak 43 responden (66,2%) dan perempuan sebanyak 22 responden (33,8%). Rerata usia pasien pasca stroke iskemik adalah (Rerata+SD) 59,4 + 5,67 tahun, usia termuda adalah 48 tahun dan tertua adalah 73 tahun seperti yang dapat dilihat dalam tabel 6. Sesuai dengan usia lanjut sebagai faktor risiko, bertambahnya usia meningkatkan pula kejadian terjadinya stroke, dengan variasi usia usia 50-60an tahun. Beberapa faktor diduga berpengaruh pada gangguan fungsi kognitif pasca stroke. Pohjasvaara, 1998 menjelaskan faktor berperan pada risiko demensia pasca stroke, seperti gambaran stroke, tingkat pendidikan pasien, dan penyakit kardiovaskular sebelumnya. 7 Hasil penelitian ini didapatkan pendidikan pasien terdiri dari pendidikan SD (minimum tamat SD) sebesar 4 (6,2%), SMP sebesar 6 (9,2%), SMA sebesar 31 (47,7%) dan Sarjana sebesar 24 (36,9%) (tabel 6). Lindsay (1997) menyebutkan bahwa faktorfaktor risiko untuk demensia vaskular antara lain riwayat penyakit jantung dan tingkat pendidikan pasien. 54

75 Berbagai faktor risiko stroke iskemik dapat dilihat pada responden penelitian ini diantaranya usia, adanya hipertensi, diabetes melitus, sakit jantung, dislipidemia dan riwayat kebiasaan merokok. Hipertensi merupakan faktor risiko dominan untuk timbulnya stroke. Distribusi hipertensi didapatkan derajat 1 sebanyak 52 (80%) dan derajat 2 sebanyak 13 orang (20%), pada pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan MMSE dan CDT didapatkan tak ada hubungan bermakna kejadian hipertensi pada penderita pasca stroke iskemik dengan gangguan kognitif (p > 0,05). Hal ini dimungkinkan oleh karena responden penelitian ini rutin menjalani pengobatan anti hipertensi, juga sebagian besar responden mengetahui menderita hipertensi pada saat terjadinya stroke dan menderita hipertensi < 10 tahun. Alasan lainnya dimana hipertensi adalah suatu pengukuran tekanan darah, sedangkan tekanan darah sendiri sifatnya fluktuatif dalam seharinya, belum lagi penderita hanya 1 kali saja diukur tekanan darahnya. Penelitian sebelumnya menyebutkan adanya hipertensi yang berpengaruh menurunkan status fungsi kognitif pada penderita yang menderita hipertensi di atas 20 tahunnya. 15,17,19 Distribusi retinopati hipertensi pada penelitian dikaitkan gangguan kognitif dengan pemeriksaan MMSE pada KW 0 yang terganggu kognitif 1 responden (25%), KW 1 1 responden (20%), KW 2 38 (67,9%), didapatkan hubungan bermakna KW 2 dengan terganggunya kognitif (p = 0,022), sedangkan pemeriksaan CDT ternyata pada KW 0 terganggu kognitif 1 (25%), KW 1 2 responden (40%), KW 2 29 (51,8%), dan tak ada hubungan makna statistik. Terlihat disini makin tinggi derajat retinopati hipertensi makin besar kecenderungan timbulnya gangguan kognitif atau penurunan

76 fungsi kognitif, terutama pada derajat retinopati hipertensi KW 2. Hubungan statistik terdapat perbedaan antara pengukuran MMSE dan CDT, dimungkinkan pada alat pengukuran kognitif dengan MMSE sendiri lebih lengkap tetapi tak mengikutsertakan pengukuran fungsi eksekutif yang terdapat pada pengukuran CDT. Juga lokasi yang berhubungan dengan pengukuran MMSE dan CDT ikut mempengaruhi mana yang lebih dominan terganggu kognitifnya. Hipertensi lama terlebih dengan pengobatan tak adekuat berisiko terjadinya stroke iskemik yang mana berisiko pula timbulnya gangguan kognitif akibat peristiwa atreosklerosis, selain itu pada mata meningkatkan komplikasi berupa retinopati hipertensi. Sesuai pula dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan terdapat penurunan fungsi kognitif dalam kaitan dengan hipertensi menggunakan parameter MMSE. 18 Pemeriksaan tekanan darah sistolik dan diastolik yang dihubungkan MMSE dan CDT didapatkan rerata yang terganggu kognitif lebih rendah dibandingkan yang tak terganggu, dimungkinkan oleh karena responden rutin menjalani pengobatan antihipertensi, tak berhubungan bermakna statistik (p > 0,05). Selain itu pengukuran yang 1 kali sedangkan tekanan darah yang sifatnya fluktuatif dalam seharinya. Faktor risiko DM dan riwayat penyakit jantung pada penelitian ini didapatkan berhubungan bermakna dengan gangguan kognitif pada pemeriksaan MMSE, DM (p = 0,046) dan riwayat penyakit jantung (p = 0,028). DM disini ikut mempengaruhi kejadian gangguan kognitif dimungkinkan karena sifatnya sama-sama mempengaruhi timbulnya aterosklerosis yang dapat menimbulkan suatu infark lakuner yang merupakan dari awal suatu gangguan dari kognitif., sedangkan riwayat sakit jantung

77 yang banyak adalah sesuai dengan penyakit jantung koroner yang mempengaruhi perfusi sirkulasi serebral. Pengukuran kognitif dengan MMSE dan CDT terhadap faktor risiko DM terdapat beda hubungan makna statistik, dimana lokasi infark yang berhubungan dengan pengukuran MMSE dan CDT ikut mempengaruhinya. Ternyata pada pemeriksaan laboratorium GDP dan GD2PP, didapatkan rerata yang lebih rendah yang terganggu kognitifnya dibandingkan yang tak terganggu, dan hasil yang tak signifikan bermakna dalam hubungan gangguan kognitif. Karena pengobatan DM nya disini dapat mempengaruhi kadar dari gula darahnya jadi sifatnya fluktuatif sedangkan kognitif terganggu menunjukan suatu peristiwa yang berlangsung kronis. Gambaran suatu lesi lakuner ternyata tak bermakna statistik dengan gangguan kognitif dimungkinkan karena penyebarannya yang tak multipel seperti pada gangguan kognitif yang dipengaruhi faktor vaskular, dan pada penelitian disini menggunakan penunjang CT Scan kepala dibanding MRI yang lebih tajam dan jelas mengidentifikasi gambaran infark lakuner. 9,10 Atropi serebri pada penelitian ini ternyata didapatkan hasil tak bermakna secara statistik dengan gangguan kognitif disebabkan penunjang yang digunakan hanya CT Scan kepala kurang dapat menigidentifihasi adanya gambaran atropi daerah hippocampus ynag pula dapat mempengaruhi pengukuran dari penurunan fungsi kognitif. 9 Hubungan antara berbagai karakteristik lain (usia, pendidikan, pekerjaan, profil lipid/ dislipidemia, kebiasaan merokok) terhadap gangguan kognitif pada penelitian ini secara statistik memberikan hasil tak bermakna, namun penelitian sebelumnya menunjukan usia, pendidikan, kebiasaan merokok. 10 Hasil berbeda hal usia

78 dimungkinkan pada penelitian ini responden banyak usia dibawah 65 tahun, sedangkan penurunan fungsi kognitif makin meningkat pada predisposisi usia > 65 tahun. Setyawan T, pada penelitiannya menunjukan adanya pengaruh merokok terhadap penurunan fungsi kognitif pada perokok lama (> 20 tahun), dan merokok lebih 20 batang/ harinya. 55 Sedangkan penelitian ini memiliki rerata dan SD terganggu kognitif dengan jumlah batang per harinya 18,11 + 10,7 (MMSE), dan 15,2 + 11 (CDT). Hal jenis kelamin ikut mempengaruhi bermakna dengan gangguan kognitif dengan pemeriksaan CDT, selain karena penderita lebih banyak pada lakilaki juga dimungkinkan dalam hubungan lokasi suatu infark. Penderita dengan demensia vaskular alami gangguan kognitif pada memori awalnya bersifat ringan saja dan lebih dominan pada disfungsi eksekutif. Hilangnya kontrol fungsi eksekutif ditandai dengan kesulitan perencanaan, disorganisasi berpikir, perilaku (behavior) atau emosi. Hubungan korelasi bermakna pada pengukuran statistik korelasi Spearman, didapatkan pada derajat retinopati hipertensi KW 2 dengan kejadian gangguan kognitif dengan p = 0,008, dengan sifat korelasi yang lemah antara derajat retinopati hipertensi KW 2 dengan timbulnya gangguan kognitif, bilaman pengukuran disini tak mengikutsertakan faktor risiko lainnya. Analisis multivariat dari penelitian ini dilakukan pada hasil analisis bivariat yang berhubungan bermakna. Ternyata antara derajat retinopati KW 2, DM dan riwayat sakit jantung ikut mempengaruhi timbulnya gangguan kognitif pada penelitian ini. Derajat retinopati hipertensi KW 2 disini bersifat sebagai protektif

79 terhadap timbulnya gangguan kognitif terlihat pada OR = 0,080. Kekuatan hubungan ternyata OR riwayat sakit jantung tertinggi yaitu 13,364 sekaligus bersifat sebagai faktor risiko terhadap kejadian gangguan kognitif. DM dengan OR = 6,373, juga sebagai faktor risiko terhadap gangguan kognitif terakhir retinopati hipertensi KW 2 dengan OR = 0,080. Hasil ini menerangkan adanya saling keterkaitan satu sama lain antara derajat retinopati hipertensi, DM, riwayat sakit jantung dalam mempengaruhi kejadian gangguan kognitif pada penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi. Keterbatasan penelitian ini diantaranya distribusi retinopati yang tak homogen, derajat KW 2 terbanyak dengan jumlah 56 responden dan yang terganggu kognitifnya sejumlah 38 responden, sedangkan KW 1 dan KW 0 sebanyak 9 responden dengan yang terganggu kognitifnya 2 responden. Jadi menunjukkan kecenderungan pengaruh kognitif terganggu pada KW 2. Penelitian ini juga dengan belah lintang saat diperiksa, sehingga riwayat adanya retinopati sebelumnya pada beberapa responden tak diketahui, padahal suatu retinopati hipertensi menunjukkan sifat kronisitas dan komplikasi dari suatu hipertensi.