BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. untuk membantu proses penyususnan penelitian ini adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. ProvinsiNusa Tenggara Barat yang terletak di sebelah timur Pulau Lombok.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber - sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I. Pendahuluan. pari dan wisata. Pari berarti banyak,berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI KABUPATEN KARIMUN SKRIPSI. Disusun oleh: JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak dalam Proceeding Book. Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia (2011) daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DAERAH SEKTOR PARIWISATA KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

ANALISIS JUMLAH WISATAWAN TERHADAP REALISASI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI HOTEL DAN RESTORAN KOTA BANDA ACEH

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hotel memegang peranan penting dalam industri pariwisata karena

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 dan tahun Bahkan pada tahun 2009 sektor pariwisata. batu bara, dan minyak kelapa sawit (Akhirudin, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber pendapatan daerah. Program pengembangan dan pendayagunaan sumber

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta masih menjadi daerah wisata yang menarik. yang disediakan bagi wisatawan untuk memperoleh pelayanan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengaruh penerimaan

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk. dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor

BAB I. Pendahuluan. terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata disuatu daerah akan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Teori Pembangunan Daerah Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuksuatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Pada dasarnya pembangunan daerah tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan pembangunan nasional, salah satu sasaran pembangunan nasional Indonesia adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil pembangunan, termasuk di dalamnya pemerataan antar daerah (wilayah). Untuk mencapai sasaran di atas bukanlah pekerjaan ringan karena pada umumnya pembangunan ekonomi suatu daerah berkaitan erat dengan potensi ekonomi dan karakteristik yang dimilikinya. Pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama yaitu meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat lokal, dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif membangun daerahnya. Oleh karena itu pemerintah daerah harus berupaya menggunakan sumber daya yang ada 11

di daerah tersebut dengan sebagaimana mestinya untuk kemakmuran rakyat banyak dan mendorong perekonomian untuk maju. Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.(herry Darwanto,2002) Isu-isu perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah sebagai berikut: a. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. b. Sektor Pertanian Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat. 12

c. Sektor Pariwisata Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah. Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda, surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan serta mengurangi kesenjangan akibat pengganguran. Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun kegiatan bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi. Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keanekaragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan 13

untuk menstabilkan ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan terhadap perkembangan ekonomi. d. Kualitas Lingkungan Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya saing. e. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. 2.1.2 Pendapatan Asli Daerah Menurut Samsubar Saleh dalam Nasrul (2010) daerah merupakan suatu komponen yang sangat menentukan berhasil tidaknya kemandirian pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka otonomi daerah saat ini. Salah satu komponen yang sangat diperhatikan dalam menentukan tingkat kemandirian daerah dalam rangka otonomi daerah adalah sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun yang termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah menurut Murbanto (2015) adalah sebagai berikut : a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah 14

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, meliputi : - Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan - Jasa giro - Pendapatan bunga - Keuntungan selisih nilai tukar rupiah dengan mata uang asing - Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah tersebut. 2.1.3 Pariwisata Menurut Kodhyat dalam Spillane (1985) definisi yang luas adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu. Seseorang dapat melakukan perjalanan dengan berbagai cara karena alasan yang berbeda-beda pula. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi ketiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : - Harus bersifat sementara - Harus bersifat sukarela dalam arti tidak terjadi karena dipaksa - Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran Berkembangnya akan berakibat ganda terhadap lain-lain sektor pula, seperti bidang pertanian, peternakan, kerajinan rakyat, mebel, tekstil, dan lain-lain kegiatan yang produknya diperlukan untuk menunjang perkembangan ( khususnya hotel dan restoran). 15

Adapun sifat yang khusus mengenai industri yaitu : a. Produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tidak dapat dipindahkan. Orang tidak bisa membawa produk wisata pada konsumen, tetapi konsumen itu sendiri harus mengunjungi, mengalami, dan datang untuk menikmati produk wisata itu. b. Dalam produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama. Tanpa konsumen yang sedang menggunakan jasa-jasa itu tidak akan terjadi produksi. c. Sebagai suatu jasa, maka peristiwa memiliki berbagai ragam bentuk. Oleh karena itu dalam bidang tidak ada standar ukuran yang objektif, sebagaimana produk lain yang nyata. d. Konsumen tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya bahkan tidak dapat menguji atau mengetahui produk itu sebelumnya. Yang dapat dilihat hanyalah brosur ataupun gambar. e. Dari segi usaha, produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar. Industri memerlukan penanaman modal yang besar, sedangkan permintaan sangat peka terhadap perubahan situasi ekonomi, politik dan sikap masyarakat atau kesenangan wisatawan dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut dapat menggoyahkan sendi-sendi penanaman modal uaha kean karena bisa mengakibatkan kemunduran usaha. 16

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pariwisata Mata rantai industri yang berupa hotel atau penginapan, restoran atau jasa boga, usaha wisata (objek wisata, souvenir, dan hiburan), dan usaha perjalanan wisata (travel agent atau pemandu wisata) dapat menjadi sumberpenerimaan daerah yang berupa pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, pajak dan bukan pajak (Badrudin, 2001). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan daerah dari sektor adalah sebagai berikut : a. Jumlah objek wisata Menurut Mursid dalam Ardiani(2013), objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka objek wisata harus dirancang dan dibangun atau dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria yang cocok dengan daerah wisata tersebut. Objek wisata umumnya berdasarkan pada : - Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. - Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka - Objek wisata alam memiliki daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, huta, dan sebagainya. - Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau. 17

b. Tingkat Hunian Hotel Tingkat hunian hotel merupakan suatu keadaan sampai sejauh mana jumlah kamar terjual, jika diperbandingkan dengan seluruh jumlah kamar yang mampu untuk dijual (Vicky Hanggara, 2009). Sedangkan menurut Darmadjati (2006) mengatakan bahwa tingkat hunian hotel adalah persentase dari kamarkamar yang terisi atau disewakan kepada tamu yang dibandingkan dengan jumlah seluruh kamar yang disewakan yang diperhitungkan dalam jangka waktu, misalnya harian,bulanan atau tahunan. Dengan tersedianya kamar hotelyang memadai, para wisatawan tidak segan untuk berkunjung ke suatu daerah, terlebih jika hotel tersebut nyaman untuk disinggahi. Oleh karena itu, industri terutama kegiatan yang berkaitan dengan penginapan yaitu hotel, akan memperoleh yang semakin banyak apabila wisatawan tersebut semakin lama menginap (Rudi, 2001). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat hunian hotel merupakan persentase dari jumlah kamar hotel yang terjual dibagai total kamar yang tersedia. c. Jumlah wisatawan Dalam jurnal Udayanti dan Bagia (2015) yang berjudul Pengaruh Jumlah Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel terhadap Pendapatan Sektor Pariwisata di Kabupaten Buleleng Periode 2010-2013 dikatakan menurut Soekadijo (2001) jumlah wisatawan adalah sejumlah orang yang mengadakan perjalanan dan pergi kesuatu tempat yang akan di datanginya tanpa menetap di tempat tersebut, atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang didatanginya. 18

Sedangkan mereka yang dianggap sebagai wisatawan adalah orang yang melakukan kesenangan, karena alasan kesehatan dan sebagainya: orang yang melakukan perjalanan untuk pertemuan-pertemuan atau dalam kapasitasnya sebagai perwakilan (Foster, 1999). Menurut Organisasi Wisata Dunia (WTO), menyebut jumlah wisatawan hasil dari total keseluruhan orang yang bukan penduduk asli yang datang untuk melakukan perjalanan pendek. Adapun menurut Krapf and Hunziker (1996), seorang pakar meyakini bahwa jumlah wisatawan adalah munculnya serangkaian hubungan dari sebuah perjalanan temporal yang dijalin oleh sejumlah orang yang bukan penduduk asli dengan alasan untuk mencari kesenangan. 2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N o. Nama, Tahun,Judul Variabel Metode Analisis Hasil 1. LiaArdiani,2013,Peng aruh Tingkat Hunian, Junlah Wisatawan dan Objek Wisataterhadap Pendapatan Sektor Pariwisata di Kab.Kudus 1981-2011 X1:Tingkat hunian hotel. X2:Jumlah wisatawan X3:Objek wisata Y:Pendapata n Pariwisata analisis deskriptif dan analisis regresi liniear berganda dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). 1.Tingat hunian hotel positif terhadap. 2.Jumlah wisatawan positi terhadap. 3.Jumlah objek wisata 19

positif terhadap. 2 Nasrul Qadarrochman,2010, Analisis Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya X1:objek wisata X2:jumlah wisatawan X3:tingkat hunian hotel X4:pendapata n perkapita Y:penerimaa n sektor analisis regresi linear berganda, yaitu untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variabelvariabel independen terhadap variabel dependen. 1.objek wisata positif terhadap penerimaan sektor 2.Jumlah wisatawan positif terhadap penerimaan. 3.tingkat hunian hotel positif terhadap penerimaan 4.Pendapatan perkapita positif terhadap penerimaan. 20

3 Alowysius L.L Kobun,2010,Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pariwisata Objek Wisata Pantai Kupang X1:jumlah wisatawan X2:arus kendaraan X3:tingkat hunian kamar X4: jumlah restoran Y: menggunaka n uji Park yakni dengan melogkan nilai e² (residu/ disturbance term dikuadratkan). 1.jumlah wisatawan positif signifikan terhadap 2.arus kendaraan tidak signifikan terhadap 3.tingkat hunian kamar tidak signifikan terhadap 4.jumlah restoran tidak signifikan terhadap 2.3 Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini akan dicari pengaruh tingkat hunian hotel dan jumlah wisatawan terhadap penerimaan sektor di Kabupaten Simalungun, yang jika digambarkan dalam suatu gambar kerangka adalah sebagai berikut : 21

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual OBJEK WISATA (X1) JUMLAH WISATAWAN (X2) TINGKAT HUNIAN HOTEL (X3) PENERIMAAN PADA SEKTOR PARIWISATA (Y) 2.4 Hipotesis 1. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara objek wisata dengan penerimaan pada sektor di Kabupaten Simalungun 2. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara tingkat hunian hotel dengan penerimaan pada sektor di Kabupaten Simalungun 3. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara jumlah wisatawan dengan peneriman pada sektor di Kabupaten Simalungun. 22